Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa adalah bentuk aturan atau sistem lambang yang digunakan anak dalam

berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya yang dilakukan untuk bertukar

gagasan, pikiran dan emosi. Bahasa bisa diekspresikan melalui bicara mengacu pada

simbol verbal. Selain itu bahasa dapat juga diekspresikan melalui tulisan, tanda gestural

dan musik. Bahasa juga dapat mencakup aspek komunikasi nonverbal seperti gestikulasi,

gestural atau pantomim.(1)

Gangguan bicara dan bahasa adalah salah satu penyebab gangguan perkembangan

yang paling sering ditemukan pada anak. Keterlambatan bicara adalah keluhan utama yang

sering dicemaskan dan dikeluhkan orang tua kepada dokter. Gangguan ini semakin hari

tampak semakin meningkat pesat.(1)

Laki-laki diidentifikasi memiliki gangguan bicara dan bahasa hampir dua kali lebih

banyak daripada wanita. Menurut penelitian anak dengan riwayat sosial ekonomi yang

lemah memiliki insiden gangguan bicara dan bahasa yang lebih tinggi daripada anak

dengan riwayat sosial ekonomi menengah ke atas.(2)

Studi Cochrane terakhir telah melaporkan data keterlambatan bicara, bahasa dan

gabungan keduanya pada anak usia prasekolah dan usia sekolah. Prevalensi keterlambatan

perkembangan bahasa dan bicara pada anak usia 2 sampai 4,5 tahun adalah 5-8%,

prevalensi keterlambatan bahasa adalah 2,3-19%. Sebagian besar studi melaporkan

prevalensi dari 40% sampai 60%.(2)

1
Prevalensi keterlambatan perkembangan berbahasa di Indonesia belum pernah

diteliti secara luas. Kendalanya dalam menentukan kriteria keterlambatan perkembangan

berbahasa. Data di Departemen Rehabilitasi Medik RSCM tahun 2006, dari 1125 jumlah

kunjungan pasien anak terdapat 10,13% anak terdiagnosis keterlambatan bicara dan

bahasa.  Penelitian Wahjuni tahun 1998 di salah satu kelurahan di Jakarta Pusat

menemukan prevalensi keterlambatan bahasa sebesar 9,3% dari 214 anak yang berusia

bawah tiga tahun.(2)

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fisiologi Bicara

Menurut beberapa ahli komunikasi, bicara adalah kemampuan anak untuk

berkomunikasi dengan bahasa oral (mulut) yang membutuhkan kombinasi yang serasi

dari sistem neuromuskular untuk mengeluarkan fonasi dan artikulasi suara. Proses

bicara melibatkan beberapa sistem dan fungsi tubuh, melibatkan sistem pernapasan,

pusat khusus pengatur bicara di otak dalam korteks serebri, pusat respirasi di dalam

batang otak dan struktur artikulasi, resonansi dari mulut serta rongga hidung.(1)

Terdapat 2 hal proses terjadinya bicara, yaitu proses sensoris dan motoris.

Aspek sensoris meliputi pendengaran, penglihatan, dan rasa raba berfungsi untuk

memahami apa yang didengar, dilihat dan dirasa. Aspek motorik yaitu mengatur

laring, alat-alat untuk artikulasi, tindakan artikulasi dan laring yang bertanggung

jawab untuk pengeluaran suara.

Di dalam otak terdapat 3 pusat yang mengatur mekanisme berbahasa, dua

pusat bersifat reseptif yang mengurus penangkapan bahasa lisan dan tulisan serta satu

pusat lainnya bersifat ekspresif yang mengurus pelaksanaan bahsa lisan dan tulisan.

Ketiganya berada di hemisfer dominan dari otak atau sistem susunan saraf pusat.

Kedua pusat bahasa reseptif tersebut adalah area 41 dan 42 disebut area

wernick, merupakan pusat persepsi auditoro-leksik yaitu mengurus pengenalan dan

pengertian segala sesuatu yang berkaitan dengan bahasa lisan (verbal). Area 39

broadman adalah pusat persepsi visuo-leksik yang mengurus pengenalan dan

3
pengertian segala sesuatu yang bersangkutan dengan bahasa tulis. Sedangkan area

Broca adalah pusat bahasa ekspresif. Ketiga pusat tersebut berhubungan satu sama lain

melalui serabut asosiasi.(2)

2.2 Fisiologi Pendengaran

Saat mendengar pembicaraan maka getaran udara yang ditimbulkan akan

masuk melalui lubang telinga luar kemudian menimbulkan getaran pada membrane

timpani. Dari sini rangsangan diteruskan oleh ketiga tulang kecil dalam telinga tengah

ke telinga bagian dalam. Di telinga bagian dalam terdapat reseptor sensoris untuk

pendengaran yang disebut Coclea. Saat gelombang suara mencapai coclea maka

impuls ini diteruskan oleh saraf VIII ke area pendengaran primer di otak diteruskan ke

area wernick. Kemudian jawaban diformulasikan dan disalurkan dalam bentuk

artikulasi, diteruskan ke area motorik di otak yang mengontrol gerakan bicara.

Selanjutnya proses bicara dihasilkan oleh getaran vibrasi dari pita suara yang dibantu

oleh aliran udara dari paru-paru, sedangkan bunyi dibentuk oleh gerakan bibir, lidah

dan palatum (langit-langit). Jadi untuk proses bicara diperlukan koordinasi sistem

saraf motoris dan sensoris dimana organ pendengaran sangat penting.(1)

Proses reseptif – Proses dekode     

Segera saat rangsangan auditori diterima, formasi retikulum pada batang otak akan

menyusun tonus untuk otak dan menentukan modalitas dan rangsang mana yang akan

diterima otak. Rangsang tersebut ditangkap oleh talamus dan selanjutnya diteruskan ke

4
area  korteks auditori pada girus Heschls, dimana sebagian besar signal yang diterima oleh

girus ini berasal dari sisi telinga yang berlawanan.

Girus dan area asosiasi auditori akan memilah informasi bermakna yang masuk.

Selanjutnya masukan linguistik yang sudah dikode, dikirim ke lobus temporal kiri untuk

diproses. Sementara  masukan paralinguistik  berupa intonasi, tekanan, irama dan

kecepatan masuk ke lobus temporal kanan. Analisa linguistik dilakukan pada area

Wernicke di lobus temporal kiri. Girus angular dan supramarginal membantu proses

integrasi informasi visual, auditori dan raba serta perwakilan linguistik. Proses dekode

dimulai dengan dekode fonologi berupa penerimaan unit suara melalui telinga, dilanjutkan

dengan dekode gramatika. Proses berakhir pada dekode semantik dengan pemahaman

konsep atau ide yang disampaikan lewat pengkodean tersebut.

Proses ekspresif – Proses encode

Proses produksi berlokasi pada area yang sama pada otak. Struktur untuk pesan

yang masuk ini diatur pada area Wernicke, pesan diteruskan melalui fasikulus arkuatum ke

area Broca untuk penguraian dan koordinasi verbalisasi pesan tersebut. Signal kemudian

melewati korteks motorik yang mengaktifkan otot-otot respirasi, fonasi, resonansi dan

artikulasi. Ini merupakan proses aktif pemilihan lambang dan formulasi pesan. Proses

enkode dimulai dengan enkode semantik yang dilanjutkan dengan enkode gramatika dan

berakhir pada enkode fonologi. Keseluruhan proses enkode ini terjadi di otak/pusat

pembicara.

Di antara proses dekode dan enkode terdapat proses transmisi, yaitu pemindahan atau

penyampaian kode atau disebut kode bahasa. Transmisi ini terjadi antara mulut pembicara

5
dan telinga pendengar. Proses decode-encode diatas disimpulkan sebagai proses

komunikasi. Dalam proses perkembangan bahasa, kemampuan menggunakan bahasa

reseptif dan ekspresif harus berkembang dengan baik. (3)

2.3 Etiologi

Penyebab gangguan bicara dan bahasa sangat banyak dan luas, semua gangguan

mulai dari proses pendengaran,  penerus impuls ke otak, otak, otot atau organ pembuat

suara. Adapun beberapa penyebab gangguan atau keterlambatan bicara adalah gangguan

pendengaran, kelainan organ bicara, retardasi mental, kelainan genetik atau kromosom,

autis, mutism selektif, keterlambatan fungsional, afasia reseptif dan deprivasi lingkungan.

Deprivasi lingkungan terdiri dari lingkungan sepi, status ekonomi sosial, tehnik pengajaran

salah, sikap orangtua. Gangguan bicara  pada anak dapat disebabkan karena kelainan

organik yang mengganggu beberapa sistem tubuh seperti otak, pendengaran dan fungsi

motorik lainnya.

Beberapa penelitian menunjukkan penyebab ganguan bicara adalah adanya

gangguan hemisfer dominan. Penyimpangan ini biasanya merujuk ke otak kiri. Beberapa

anak juga ditemukan penyimpangan belahan otak kanan, korpus kalosum dan lintasan

pendengaran yang saling berhubungan. Hal lain  dapat juga di sebabkan karena diluar

organ tubuh seperti lingkungan yang kurang mendapatkan stimulasi yang cukup atau

pemakaian 2 bahasa. Bila penyebabnya karena lingkungan biasanya keterlambatan yang

terjadi tidak terlalu berat.

6
Terdapat 3 penyebab keterlambatan bicara terbanyak diantaranya adalah retardasi

mental, gangguan pendengaran dan keterlambatan maturasi. Keterlambatan maturasi ini

sering juga disebut keterlambatan bicara fungsional.(3)

Penyebab Gangguan Bicara dan Bahasa menurut Blager BF:

Penyebab Efek pada Perkembangan Bicara

1.Lingkungan

a. Sosial ekonomi kurang  Terlambat

b. Tekanan keluarga  Gagap

c. Keluarga bisu  Terlambat pemerolehan bahasa

d. Dirumah menggunakan  Terlambat pemerolehan struktur bahasa

 bahasa bilingual

2.Emosi

a.Ibu yang tertekan  Terlambat pemerolehan bahasa

b.Gangguan serius pada orang tua

 Terlambat atau gangguan perkembangan

c.Gangguan serius pada anak bahasa

 Terlambat atau gangguan perkemba-ngan

bahasa

3.Masalah pendengaran

a.Kongenital  Terlambat atau gangguan bicara permanen

b.Didapat  Terlambat atau gangguan bicara permanen

7
4.Perkembangan terlambat

a.Perkembangan lambat  Terlambat bicara

b.Retardasi mental  Pasti terlambat bicara

5.Cacat bawaan

a.Palatoschizis  Terlambat dan terganggu kemampuan

bicara

b.Sindrom Down  Kemampuan bicaranya lebih rendah

6. Kerusakan otak

a.Kelainan neuromuscular  Mempengaruhi kemampuan menghisap,

menelan, mengunyah dan akhirnya timbul

gangguan bicara dan artikulasi seperti

b.Kelainan sensorimotor disartria

 Mempengaruhi kemampuan menghisap,

c.Palsi serebral menelan, akhirnya menimbulkan gangguan

artikulasi, seperti dispraksia

d.Kelainan persepsi  Berpengaruh pada pernafasan, makan dan

timbul juga masalah artikulasi yang dapat

mengakibatkan disartria dan dispraksia

 Kesulitan membedakan suara, mengerti

bahasa, simbolisaasi, akhirnya menimbulkan

kesulitan belajar disekolah

Tabel 1. Penyebab Gangguan Bicara(1)

8
Sedangkan menurut Aram D.M, mengatakan bahwa gangguan bicara pada anak

dapat disebabkan oleh kelainan dibawah ini : (5)

1. Lingkungan sosial anak

Interaksi antar personal merupakan dasar dari semua komunikasi dan perkembangan

bahasa. Lingkungan yang tidak mendukung akan menyebabkan gangguan bicara dan

bahasa pada anak.

2. Sistem masukan/input

Adalah sistem pendengaran, penglihatan dan integritas taktil-kinestetik dari anak.

Pendengaran merupakan alat yang penting dalam perkembangan bicara. Anak deng otitis

media kronik dengan penurunan daya pendengaran akan mengalami keterlambatan

kemampuan menerima ataupun mengungkapkan bahasa. Gangguan bicara juga terdapat

pada tuli oleh karena kelainan genetik dan metabolik (tuli primer), tuli neurosensorial,

(infeksi intra uterin ; sifilis, rubella, tolsoplasmosis, sitomegalovirus), tuli konduktif seperti

akibat malformasi telinga luar, tuli sentral (sama sekali tidak mendengar), tuli

perseptif/afasia sensorik (terjadi kegagalan , integrasi arti bicara yang didengar menjadi

suatu pengertian yang menyeluruh), dan tuli psikis seperti pada schizoprenia, autisme

infantil, keadaan cemas dan reaksi psikologis lainnya. Pola bahsa juga akan berpengaruh

pada anak dengan gangguan penglihatan yang berat, demikian juga dengan anak dengan

defisit taktil kinestetik akan tejadi gangguan artikulasi.

9
3. Sistem pusat bicara dan bahasa

Kelainan susunan saraf pusat akan mempengaruhi pemahaman, inteprestasi, formulasi

dan perencanaan bahasa, juga pada aktifitas dan kemampuan intelektual dari anak.

Gangguan komunikasi biasanya merupakan bagian dari retasrdasi mental, misalnya pada

Sindrom Down.

4. Sistem Produksi

Sistem produksi suara seperti laring, hidung, struktur mulut dan mekanisme

neuromuskular yang berpengaruh terhadap pengaturan nafas untuk berbicara, bunyi laring,

pembentukan bunyi untuk artikulasi bicara melalui aliran udara lewat laring, faring dan

rongga mulut.

2.4 Keterlambatan bicara fungsional

Bahasa adalah bentuk aturan atau sistem lambang yang digunakan anak dalam

berkomunikasi yang dilakukan untuk bertukar gagasan, pikiran dan emosi.  Bahasa  bisa

diekspresikan melalui bicara mengacu pada simbol verbal. Selain itu bahasa  dapat juga

diekspresikan melalui  tulisan, tanda gestural dan musik. Bahasa juga dapat mencakup

aspek komunikasi nonverbal seperti gestikulasi, gestural atau pantomim. Gestikulasi adalah

ekspresi gerakan tangan dan lengan untuk menekankan makna wicara. Pantomim adalah

sebuah cara komunikasi yang mengubah komunikasi verbal dengan aksi yang mencakup

beberapa gestural (ekspresi gerakan yang menggunakan setiap bagian tubuh) dengan

makna yang berbeda beda.

10
Keterlambatan bicara fungsional merupakan penyebab yang cukup sering  dialami

oleh sebagian anak. Keterlambatan bicara fungsional sering juga diistilahkan

keterlambatan maturasi atau keterlambatan perkembangan bahasa. Keterlambatan bicara

golongan ini disebabkan karena keterlambatan maturitas (kematangan) dari proses saraf

pusat yang dibutuhkan untuk memproduksi kemampuan bicara pada anak. Gangguan ini

sering dialami oleh laki-laki dan sering tedapat riwayat keterlambatan bicara pada

keluarga. Biasanya hal ini merupakan keterlambatan bicara yang ringan dan prognosisnya

baik. Pada umumnya kemampuan bicara akan tampak membaik setelah memasuki usia 2

tahun. Terdapat penelitian yang melaporkan penderita keterlambatan ini kemampuan

bicara saat masuk usia sekolah normal seperti anak lainnya.

Dalam keadaan ini biasanya fungsi reseptif sangat baik dan kemampuan

pemecahan masalah visuo-motor anak dalam keadaan normal. Anak hanya mengalami

gangguan perkembangan ringan dalam fungsi ekspresif: Ciri khas lain adalah anak tidak

menunjukkan kelainan neurologis, gangguan pendengaran, gangguan kecerdasan dan

gangguan psikologis lainnya. Keterlambatan bicara fungsional pada anak sering dialami

penderita yang mengalami gangguan alergi seperti gangguan kulit dan saluran cerna.

Gejala gangguan saluran cerna tersebut adalah perut kembung, sering “cegukan”, sering

buang angin, sering muntah atau mual. Muntah bila menangis, berteriak, tertawa, berlari

atau bila marah. Sering nyeri perut sesaat, bersifat  hilang timbul. Sulit buang air besar

(bila buang air besar ”ngeden”, tidak setiap hari buang air besar, atau sebaliknya buang air

besar sering. Kotoran tinja berwarna hitam atau hijau, berbentuk keras, bulat  (seperti

kotoran kambing) atau cair disertai bentuk seperti biji lombok, pernah ada riwayat berak

darah. Lidah tampak kotor, berwarna putih serta air liur bertambah banyak atau mulut

11
berbau. Gangguan kulit adalah timbul bintik-bintik kemerahan seperti digigit nyamuk atau

serangga, biang keringat, kulit berwarna putih (seperti panu) di wajah atau di bagian badan

lainnya. Saat bayi sering timbul gangguan kulit di pipi, sekitar mulut, sekitar daerah popok

dan sebagainya.

2.5 Klasifikasi dan Tanda Gejala Gangguan Bicara dan Bahasa

Menurut Rutter (dikutip dari Toback C), berdasarkan atas berat ringannya

kelainan bahasa dapat dikelompokkan sebagai berikut :

Ringan Keterlambatan akuisi dari bunyi Dislalia

kata-kata, bahasa normal.

Sedang Keterlambatan lebih berat dari Disfasia ekspresif

akuisi bunyi kata-kata dan

perkembangan bahasa terlambat

Berat Keterlambatan lebih berat dari Disfasia reseptif dan tuli

akuisisi dan bahasa, gangguan perseptif

pemahaman bahasa

Sangat berat Gangguan pada seluruh Tuli perseptif dan tuli

kemampuan bahasa sentral

Tabel 2.Klasifikasi gangguan bicara dan bahasa(2)

12
2.6 Cara membedakan berbagai keterlambatan bicara

Dengan memperhatikan fungsi reseptif, ekspresif, kemampuan pemecahan

masalah visuo-motor dan pola keterlambatan perkembangan, dapat diperkirakan penyebab

kesulitan berbicara.

Diagnosis Bahasa Bahasa Kemampuan Pola


reseptif ekspresif pemecaan perkembangan
masalah
visuo-motor
Keterlambatan Kurang normal Kurang normal Normal Disosiasi
fungsionl
Redartasi Kurang normal Kurang normal Kurang normal Keterlambatan
mental global
Gangguan Kurang normal Kurang normal Normal Disosiasi,
komunikasi deviansi
sentral
Kesulitan Normal, Normal Normal, Disosiasi
belajar Kurang normal Kurang normal
Autis Kurang normal Kurang normal Normal Deviansi,
disosiasi
Mutisme elektif Normal Normal Normal, Disosiasi
Kurang normal
Tabel 3. Diagnosis banding beberapa penyebab keterlambatan berbahasa dan bicara(1)

13
Dalam membedakan keterlambatan bicara merupakan fungsional atau

nonfungsional harus memahami manifestasi klnis beberapa penyebab keterlambatan bicara.

Untuk memastikan status keterlambatan fungsional harus dengan cermat menyingkirkan

gejala keterlambatan nonfungsional. Gejala umum keterlambatan bicara nonfungsional

adalah adanya gangguan bahasa reseptif, gangguan kemampuan pemecahan masalah visuo-

motor dan  keterlambatan perkembangan. Dicurigai keterlambatan bicara nonfungsional

bila disertai kelainan neurologis bawaan atau didapat seperti wajah dismorfik, perawakan

pendek, mikrosefali, makrosefali, tumor otak, kelumpuhan umum,  infeksi otak, gangguan

anatomis telinga, gangguan mata, cerebral palsi dan gangguan neurologis lainnya.

Ciri lain keterlambatan bicara nonfungsional biasanya termasuk keterlambatan

yang berat. Keterlambatan dikatakan berat bila bayi tidak mau tersenyum sosial sampai 10

minggu atau tidak mengeluarkan suara sebagai jawaban pada usia 3 bulan. Tanda lainnya

tidak ada perhatian terhadap sekitar sampai usia 8 bulan, tidak bicara sampai usia 15 bulan

atau tidak mengucapkan 3-4 kata sampai usia 20 bulan.(6)

4–6 BULAN  Tidak menirukan suara yang dikeluarkan orang tuanya

 Pada usia 6 bulan belum tertawa atau berceloteh

8–10 BULAN  Usia 8 bulan tidak mengeluarkan suara yang menarik


14
perhatian

 Usia 10 bulan, belum bereaksi ketika dipanggil namanya

 9-10 bulan, tidak memperlihatkan emosi seperti tertawa atau

menangis

12–15 BULAN  12 bulan, belum menunjukkan mimik

 12 bulan, belum mampu mengeluarkan suara

 12 bulan, tidak menunjukkan usaha berkomunikasi bila

membutuhkan sesuatu

 15 bulan, belum mampu memahami arti "tidak boleh"

 15 bulan, tidak memperlihatkan 6 mimik yang berbeda

 15 bulan, belum dapat mengucapkan 1-3 kata

18–24 BULAN  18 bulan, belum dapat menucapkan 6-10 kata, tidak

menunjukkan ke sesuatu yang menarik perhatian

 18-20 bulan, tidak dapat menatap mata orang lain dengan baik

 21 bulan, belum dapat mengikuti perintah sederhana

 24 bulan, belum mampu merangkai 2 kata menjadi kalimat

 24 bulan, tidak memahami fungsi alat rumah tangga seperti

sikat gigi dan telepon

 24 bulan, belum dapat meniru tingkah laku atau kata-kata

orang lain

 24 bulan, tidak mampu meunjukkan anggota tubuhnya bila

ditanya

30–36 BULAN  30 bulan, tidak dapat dipahami oleh anggota keluarga

15
 36 bulan, tidak menggunakan kalimat sederhana, pertanyaan

dan tidak dapat dipahami oleh orang lain selain anggota

keluarga

3– 4 TAHUN  3 tahun, tidak mengucapkan kalimat, tidak mengerti perintah

verbal dan tidak memiliki minat bermain dengan sesamanya

 3,5 tahun, tidak dapat menyelesaikan kata seperti "ayah"

diucapkan "aya"

 4 tahun, masih gagap dan tidak dapat dimengerti secara

lengkap

Tabel 4. Tampilan klinis keterlambatan bicara yang sering dikaitkan dengan


keterlambatan bicara nonfungsional(1)

2.7 Pemeriksaan Penunjang

a.TES BERA (Brainstem Evoked Response Auditory) atau ABR (Auditory Brainstem

Response)

Menguji kinerja seluruh alat pendengaran dari gendang telinga (telinga luar)

sampai ke otak. Cara kerjanya dengan memberikan bunyik klik pada frekuensi yang

berbeda–beda pada tingkat kekerasan yang berbeda–beda pula responnya ditangkap

langsung oleh sensor di otak. Tesnya tidak menyakitkan (un-invasive), tidak perlu respon

aktif dari pasien dan hasilnya menyeluruh. Tes ini adalah tes paling umum dalam

mendeteksi gangguan pendengaran.

b. TES OAE (Oto Acoustic Emission).

Menguji kinerja alat pendengaran dari gendang sampai rumah siput tetapi

terutama rumah siput. Cara kerjanya dengan memberikan nada murni ke telinga dan

menangkap responnya melalui perubahan tekanan di saluran telinga. Tesnya juga tidak

16
menyakitkan dan tidak memerlukan respon aktif dari pasien serta obyektif. Biasanya

digunakan untuk mendeteksi gangguan pendengaran khususnya akibat gangguan di telinga

tengah karena OME, OMA atau sensorinerual hearing loss (SNHL) yaitu kerusakan sel

saraf di rumah siput.

c.TES TYMPANOMETRI

Menguji kinerja alat pendengaran dari gendang sampai telinga tengah (tulang

sanggurdi). Caranya mirip dengan OAE tapi responnya dari defleksi (perubahan gerak)

gendang telinga. Tesnya juga tidak menyakitkan, obyektif dan tidak perlu respon aktif dari

pasien. Biasanya digunakan untuk mengeliminasi kemungkinan gangguan telinga tengah

jika hasil OAE menunjukkan respon negatif. (5)

d. TES AUDIOMETRI

Pemeriksaan audiometri memerlukan : audiometer, ruang kedap suara, dan pasien

yang kooperatif. Pemeriksaan standar yang adalah :(6)

o audiometri nada murni

o audiometri tutur

Audiometri nada murni adalah tes dasar untuk mengetahui ada tidaknya gangguan

pendengaran. Selama tes, orang yang dites akan mendengar nada murni yang diberikan

pada frekwensi yang berbeda melalui sebuah headphone atau ear phone. Intensitas nada

berangsur-angsur dikurangi sampai ambang dengar, titik dimana suara terkecil yang dapat

didengar akan diketahui. Hasilnya ditunjukkan dalam desibel (dB) dan dimasukkan ke

bentuk audiogram. (7)

17
Caranya dengan memberikan nada murni baik melalui earphone (direct to ear)

ataupun speaker (free field test) dan meminta respon balik dari pasien apakah bunyi

terdengar atau tidak. Tesnya tidak menyakitkan namun agak subyektif dan memerlukan

respon aktif dari pasien. Cukup sulit dilakukan khususnya untuk anak–anak.(8)

Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran pasien pada

stimulus nada murni. Nilai ambang diukur dengan frkwensi yang berbeda-beda. Secara

kasar bahwa pendengaran yang normal grafik berada diatas. Grafiknya terdiri dari skala

desibel. Suara dipresentasikan dengan earphone (air conduction) dan skull vibrator (bone

conduction). Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan adanya CHL. Turunnya nilai

ambang pendengaran oleh bone conduction menggambarkan SNHL.(6)

Untuk anak–anak biasanya dilakukan “Play Audiometri” yaitu uji pendengaran

dengan bermain dan diperlukan audiologist yang berpengalaman untuk mendapatkan hasil

yang baik. Biasanya untuk menguji kemajuan/kemunduran fungsi pendengaran terutama

pada pasien gangguan pendengaran.(8)

Sedangkan pada audiometric tutur dites seberapa banyak kemampuan mengerti

percakapan pada intensitas yang berbeda. Tes terdiri dari sejumlah kata-kata tertentu yang

diberikan melalui headphone atau pengeras suara free field. Kata-kata tersebut harus

diulangi oleh orang yang dites. Setelah selesai, persentase berapa kata yang dapat diulang

dengan benar dapat diketahui.(7)

e.TES ASSR (Auditory Steady State Response)

Menguji kinerja seluruh alat pendengaran dari gendang telinga sampai ke otak.

Cara kerjanya seperti BERA tapi yang diberikan adalah nada murni seperti layaknya tes

audiometri. Namun tidak diperlukan partisipasi aktif dari pasien karena respon langsung

18
dicatat oleh sensor yang menangkap aktifitas otak. Tes ini tidak menyakitkan dan tidak

memerlukan respon aktif namun pasien harus diam dan tenang dalam waktu yang cukup

lama, kurang lebih 1 jam.

Seringkali dianjurkan agar pasien ditidurkan atau diberi obat tidur jika memang

sulit, diminta untuk tetap tenang dan diam. Digunakan untuk mendeteksi gangguan

pendengaran pada bayi dan anak - anak yang masih kecil.(8)

2.8 Deteksi Dini Gangguan Bicara

Semakin dini kita mendeteksi kelainan atau gangguan tersebut maka semakin baik

pemulihan gangguan tersebut. Semakin cepat diketahui penyebab gangguan bicara dan

bahasa pada maka semakin cepat stimulasi dan intervensi dapat dilakukan pada anak

tersebut. Deteksi dini gangguan bicara dan bahsa ini harus dilakukan oleh semua individu

yang terlibat dalam penanganan anak ini, mulai dari orang tua, keluarga, dokter kandungan

yang merawat sejak kehamilan dan dokter anak yang merawat anak tersebut.(3)

Ada beberapa tahap bicara yang sebaiknya diperhatikan orangtua, dijabarkan

sebagai berikut :(9)

Usia Kemampuan

0-1 bulan Respons bayi saat mendengar suara dengan melebarkan mata atau

perubahan irama pernafasan atau kecepatan menghisap susu

2-3 bulan Respons bayi dengan memperhatikan dan mendengar orang yang

19
sedang bicara

4 bulan Menoleh atau mencari suara orang yang namanya dipanggil

6-9 bulan Babbling (mengucapkan satu suku kata), mengerti bila namanya

disebut

9 bulan Mengerti arti kata "jangan"

10-12 bulan Imitasi suara, mengucapkan mama/papa dari tidak berarti sampai

berarti kadang meniru 2-3 kata Mengerti perintah sederhana seperti

"Ayo berikan pada saya"

13-15 bulan Perbendaharaan 4-7 kata, 20% bicara mulai dimengerti orang lain

16-18 bulan Perbendaharan 10 kata, beberapa ekolalia (meniru kata yang

diucapkan orang lain), 25% dapat dimengerti orang lain

22-24 bulan Perbendaharan 50 kata, kalimat 2 kata, 75% dapat dimengerti orang

lain

2-2,5 tahun Perbendaharan > 400 kata, termasuk nama, kalimat 2-3 kata,

mengerti 2 perintah sederhana sekaligus

3-4 tahun Kalimat dengan 3-6 kata;bertanya, bercerita, berhubungan dengan

pengalaman, hampir semua dimengerti orang lain

4-5 tahun Kalimat degan 6-8 kata, menyebut 4 warna, menghitung sampai 10

Tabel 5.Tahap bicara pada anak(9)

Untuk memudahkan orangtua ada beberapa tahap bicara yang dapat dijadikan

parameter. Seperti telah dijelaskan bahwa semakin dini diketahui adanya gangguan

20
perkembangan, semakin cepat dapat dilakukan intervensi berupa stimulasi. Orangtua

harus mulai waspada bila : (9)

o Pada usia 6 bulan, bayi tidak melirik atau menoleh pada sumber suara yang

datang dari belakang atau sampingnya

o Pada usia 10 bulan, bayi tidak merespons bila dipanggil namanya

o Pada usia 15 bulan, anak tidak mengerti atau merespons terhadap kata "tidak"

atau "jangan"

o Pada usia 21 bulan, anak tidak merespons terhadap perintah : duduk, kesini,

atau berdiri

o Pada usia 24 bulan, anak tidak dapat menunjuk dan menyebutkan bagian tubuh

seperti mulut, hidung, mata atau kuping.

2.9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan keterlambatan bicara fungsional biasanya tidak memerlukan

penanganan secara khusus. Keterlambatan bicara golongan ini biasanya akan membaik

setelah usia 2 tahun.  Meskipun penyebabnya bukan karena kurang stimulasi, tetapi

keadaan ini memerlukan stimulasi yang lebih dibandingkan anak yang normal.

Stimulasi yang lebih ini tidak harus melalui terapi bicara oleh seorang terapis yang

memerlukan dana dan waktu yang tidak sedikit. Meskipun terapi bicara juga tidak

merugikan bagi anak. Pada anak normal tanpa gangguan bicara dan bahasa juga perlu

dilakukan stimulasi kemampuan bicara dan bahasa sejak lahir. Bahkan bisa juga

dilakukan stimulasi sejak dalam kandungan. Dengan stimulasi lebih dini diharapkan

21
kemampuan bicara dan bahsa pada anak lebih optimal, sehingga dapat meningkatkan

kualitas komunikasinya.(8)

Pada keterlambatan bicara nonfungsional harus dilakukan stimulasi dan

intervensi sejak dini secara khusus oleh tenaga profesional sesuai penyebabnya.

Semakin dini upaya tersebut dilakukan akan meningkatkan keberhasilan penanganan 

keterlambatan bicara tersebut. Gangguan keterlambatan nonfungsional perlu dilakukan

pendekatan secara multi disiplin ilmu. Penanganan keterlambatan bicara dilakukan

pendekatan medis sesuai dengan penyebab kelainan tersebut. Multi disiplin ilmu yang

terlibat adalah dokter anak dengan minat tumbuh kembang anak, neurologi anak,

gastroenterologi anak, alergi anak, psikolog anak, psikiater anak, rehabilitasi medik,

serta klinisi atau praktisi lainnya yang berkaitan.(10)

22
23
DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman, Richard E. (1988). Ilmu Kesehatan Anak : Nelson. Ed. 12. Jakarta : EGC

2. Engel, joyce. (1998). Pengkajian Pediatrik, Alih Bahasa Teresa, Jakarta : EGC

3. Beth cecily L, sowden Linda A. (2002). Buku Saku Pediatrik, Jakarta : EGC.

4. Markum, A.H. (1991). Buku Ajar Anak. Jilid I, Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.

5. Soetjingsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak, jakarta : EGC

6. Suherman ( 1999 ). Buku Saku Perkembangan Anak. Jakarta : EGC

7. DEPKES RI. (1997). Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita. Ed. 10. Jakarta :

Direktorat Bina Kesehatan Keluarga

8. Jeniffer Fusco , 2002, Fruequently Asked Question, Colombus, OH 43311.

www.speechdelayed.com

9. Suhadianto. 2009. Diagnosis gangguan perkembangan pervasive

http://suhadianto.blogspot.com/2009/02/diagnosis-gangguan-perkembangan.html/

10. Judarwanto, W. 2006. Keterlambatan bicara, berbahaya atau tidak berbahaya

24
25

Anda mungkin juga menyukai