A. Latar Belakang
Sebagai makhluk sosial, manusia perlu berkomunikasi dengan lingkungan sosialnya. Agar
komunikasi berjalan dengan lancar, diperlukan kemampuan berbahasa dengan memadai,
baik secara ekspresif (bersifat menyatakan) maupun secara reseptif (menerima/memahami
pesan yang disampaikan).
Kemampuan berkomunikasi seseorang berbeda satu sama lain, bahkan diantaranya ada
anak yang sulit berkomunikasi dikarenakan adanya gangguan dalam kemampuan berbicara
dan berbahasanya. Gangguan dalam berkomunikasi tidak saja dialami anak tunarungu,
namun juga terdapat pada anak berkebutuhan lainnya. Anak yang mengalami gangguan
komunikasi atau secara lebih spesifik lagi gangguan dalam bahasa ekspresif dan reseptif,
perlu diintervensi sedini mungkin, karena kemampuan berbahasa sangat diperlukan dalam
mengembangkan potensi-potensi yang masih dimiliki anak terutama dalam
mengembangkan kemampuan akademiknya.
Kemampuan berbahasa merupakan indikator seluruh perkembangan anak. Karena
kemampuan berbahasa sensitif terhadap keterlambatan atau kerusakan pada sistem
lainnya, sebab melibatkan kemapuan kognitif, sensori motor, psikologis, emosi, dan
lingkungan di sekitar anak. Seorang anak tidak akan mampu berbicara tanpa dukungan dari
lingkungannya. Mereka harus mendengar pembicaran yang berkaitan dengan kehidupannya
sehari-hari maupun pengetahuan tentang dunia. Mereka harus belajar mengekspresikan
dirinya, membagi pengalamannya dengan orang lain dan mengemukakan keinginannya
Beberapa peneliti mengungkapkan bahwa keterlambatan bicara sering dikaitkan dengan
gangguan perkembangan, gangguan perilaku, gangguan motorik oral dan gangguan fungsi
motorik lainnya. Bila berbagai gangguan yang terjadi hampir bersamaan tersebut tidak
disikapi dengan baik, maka akan mengganggu tumbuh dan berkembangnya anak di masa
depan.
BAB II
PEMBAHASAN
Bicara dan bahasa merupakan dua istilah yang berbeda, pengertian antara berbicara
(speech) dan bahasa (language) sering kali membingungkan, tetapi keduanya memiliki
perbedaan. Terdapat perbedaan mendasar antara bicara dan bahasa. Bicara adalah
pengucapan yang menunjukkan ketrampilan seseorang mengucapkan suara dalam suatu
kata. Bahasa berarti menyatakan dan menerima informasi dalam suatu cara tertentu.
Bahasa merupakan salah satu cara berkomunikasi dan dapat dimengerti secara pasif dan
aktif melalui komunikasi – verbal, non verbal, dan tertulis. Bahasa terbagi menjadi dua
bagian besar, yaitu bahasa reseptif: kemampuan untuk mengerti apa yang dilihat dan apa
yang didengar, dan bahasa ekspresif: kemampuan untuk berkomunikasi secara simbolis baik
visual (menulis, memberi tanda) atau auditorik.
Terdapat dua aspek dalam proses terjadinya bicara, yaitu aspek sensorik(input bahasa) dan
motorik(output bahasa). Aspek sensorik meliputi pendengaran, penglihatan, dan rasa raba
yang berfungsi untuk memahami apa yang didengar, dilihat, dan dirasa. Aspek motorik
melibatkan vokalisasi dan pengaturannya.
Otak memiliki tiga pusat yang mengatur mekanisme berbahasa, dua pusat bersifat reseptif
yang mengurus penangkapan bahasa lisan dan tulisan serta, satu pusat lainnya bersifat
ekspresif yang mengurus pelaksanaan bahasa lisan dan tulisan. Ketiganya berada di
hemisfer dominan dari otak atau system susunan saraf pusat. Kedua pusat bahasa reseptif
tersebut adalah area 41 dan 42 disebut area Wernicke, merupakan pusat persepsi auditoro-
leksik yaitu mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang berkaitan dengan
bahasa lisan (verbal). Area 39 Broadman adalah pusat persepsi visuoleksik yang mengurus
pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang bersangkutan dengan bahasa tulis.
Sedangkan area Broca adalah pusat bahasa ekspresif. Ketiga pusat tersebut berhubungan
satu sama lain melalui serabut asosiasi.
Saat mendengar pembicaraan maka getaran udara yang ditimbulkan akan masuk melalui
lubang telinga luar kemudian menimbulkan getaran pada membrane timpani. Dari sini
rangsangan diteruskan oleh ketiga tulang kecil dalam telinga tengah ke telinga bagian
dalam. Di telinga bagian dalam terdapat reseptor sensoris untuk pendengaran yang disebut
koklea. Saat gelombang suara mencapai koklea maka impuls ini diteruskan oleh saraf VIII ke
area pendengaran primer di otak diteruskan ke area Wernicke. Kemudian jawaban
diformulasikan dan disalurkan dalam bentuk artikulasi, diteruskan ke area motorik di otak
yang mengontrol gerakan bicara. Selanjutnya proses bicara dihasilkan oleh vibrasi dari pita
suara yang dibantu oleh aliran udara dari paruparu sedangkan bunyi dibentukoleh gerakan
bibir, lidah dan palatum (langitlangit). Jadi untuk proses bicara diperlukan koordinasi system
saraf motoris dan sensoris dimana organ pendengaran sangat penting.
Untuk dapat mengucapkan katakata sebaikbaiknya, sehingga bahasa yang didengar dapat
ditangkap dengan jelas dan setiap suku kata dapat terdengar secara terinci, maka, mulut,
lidah, bibir, palatum mole dan pita suara, serta otototot pernafasan harus melakukan
gerakan sempurna. Bila ada salah satu gerakan tersebut diatas terganggu, timbullah cara
berbahasa yang kurang jelas ada katakata yang seolaholah ”ditelan” terutama pada akhir
kalimat.
2.3 Prevalensi
Gangguan bicara merupakan salah satu masalah yang sering terdapat pada anak-anak .
Menurut NCHS, berdasarkan atas laporan orang tua (di luar gangguan pendengaran serta
celah pada palatum), maka angka kejadiannya adalah 0,9 % pada anak di bawah umur 5
tahun dan 1,94 % pada anak yang berumur 5-14 tahun. Dari hasil evaluasi langsung
terhadap anak usia sekolah, angka kejadiannya 3,8 kali lebih tinggi dari yang berdasarkan
hasil wawancara. Berdasarkan hal ini, diperkirakan gangguan bicara dan bahasa pada anak
adalah sekitar 4-5 %.4
Di AS, rasio prevalensi untuk keterlambatan bicara dan bahasa telah dilaporkan dalam
batasan yang luas. Penelitian terbaru Cochrane melaporkan prevalensi untuk keterlambatan
bicara, keterlambatan bahasa, dan kombinasi keduanya pada umur pra sekolah dan anak
umur sekolah. Untuk anak umur pra sekolah, 2 sampai 4,5 tahun, studi yang mengevaluasi
kombinasi keterlambatan bicara dan bahasa melaporkan rasio prevalensi antara 5 % sampai
8 %, dan studi tentang keterlambatan bahasa melaporkan rasio prevalensi antara 2,3 %
sampai 19 %. Anak dengan keterlambatan bicara dan bahasa usia pra sekolah yang tidak
diterapi menunjukkan rasio variabel yang persisten (dari 0 % sampai 100 %), dengan laporan
hasil studi tersering menyatakan 40 % sampai 60 %.
Rata-rata keseluruhan untuk gangguan bicara dan bahasa adalah sekitar 5 % pada anak usia
sekolah. Meliputi kelainan pada suara (3%) dan gagap (1%). Insiden pada anak-anak sekolah
dasar dengan gangguan perkembangan adalah 2 % sampai 3 % , walaupun persentasenya
menurun seiring dengan pertambahan usia.
Dari jumlah gangguan pada anak usia sekolah, 10 % sampai 20 % membutuhkan beberapa
tipe pendidikan khusus. Sekitar sepertiga murid yang tuli mengukuti sekolah khusus. Dua
pertiga mengikuti program di sekolah khusus anak-anak tuna rungu atau mengikuti kelas di
sekolah reguler. Sisanya mengikuti sekolah reguler. 4
2.4 Etiologi4
Penyebab kelainan berbahasa ada bermacam-macam yang melibatkan berbagai faktor yang
dapat saling mempengaruhi; antara lain kemampuan lingkungan, pendengaran, kognitif,
fungsi saraf, emosi psikologis dan lain sebagainya. Seorang anak mungkin kehilangan
pendengaran sensoneural dari sedang sampai berat. Sedangkan yang lain mungkin
kehilangan pendengaran konduksi berulang, sehingga kemampuan bicara keseluruhannya
menurun. Demikian pula suatu gangguan bicara (disfasia) dapat terjadi tanpa adanya cedera
otak atau keadaan lainnya. Blagger (1981) membagi penyebab gangguan bicara dan bahasa
sebagai berikut
Penyebab Efek pada perkembangan bicara
1. Lingkungan
a. Sosial ekonomi kurang Terlambat
b. Tekanan keluarga Gagap
c. Keluarga bisu Terlambat pemerolehan bahasa
d. Menggunakan bahasa bilingual Terlambat pemerolehan struktur bahasa
2. Emosi
a. Ibu yang tertekan Terlambat pemerolehan bahasa
b. Gangguan serius pada orang tua Terlambat atau gangguan perkembangan bahasa
c. Gangguan serius pada anak Terlambat atau gangguan perkembangan bahasa
3. Masalah pendengaran
a. Kongenital Terlambat/gangguan bicara yang permanen
b. Didapat Terlambat/gangguan bicara yang permanen
4. Perkembangan terlambat
a. Perkembangan lambat Terlambat bicara
b. Perkembangan lambat, tetapi masih Terlambat bicara
dalam batas rata-rata
c. Retardasi mental Pasti terlambat bicara
5. Cacat bawaan
a. Palatoschizis Terlambat dan terganggu kemampuan bicaranya
b. Sindrom down Kemampuan bicaranya lebih rendah
6. Kerusakan otak
a. Kelainan neuromuskular Mempengaruhi kemampuan mengisap, menelan,
mengunyah, dan akhirnya timbul gangguan bicara
dan artikulasi seperti disartria
b. Kelainan sensorimotor Mempengaruhi kemampuan mengisap
dan menelan, akhirnya menimbulkan gangguan
artikulasi, seperti dispraksia
c. Palsi serebral Berpengaruh pada pernafasan, makan dan timbul
juga masalah artikulasi yang dapat
mengakibatkan disartria dan dispraksia
d.Kelainan persepsi Kesulitan membedakan suara, mengerti bahasa,
simbolisasi, mengenal konsep, akhirnya
menimbulkan kesulitan belajar di sekolah
Perkembangan bahasa yang lambat dapat bersifat familial. Oleh karena itu harus dicari
dalam keluarga apakah ada yang mengalami keterlambatan bicara juga. Di samping itu
kelainan bicara juga lebih banyak pada anak laki-laki daripada perempuan. Hal ini karena
pada perempuan, maturasi dan perkembangan fungsi verbal hemisfer kiri lebih baik.
Sedangkan pada laki-laki perkembangan hemisfer kanan yang lebih baik, yaitu untuk tugas
yang abstrak dan memerlukan keterampilan.
Gangguan bicara pada anak dapat disebabkan oleh kelainan di bawah ini:
2.5 Patofisiologi4
Terdapat dua aspek untuk dapat berkomunikasi: pertama, aspek sensorik (input bahasa),
yang melibatkan telinga dan mata, dan kedua adalah aspek motorik (output bahasa), yang
melibatkan vokalisasi dan pengaturannya.
Urutan proses komunikasi-input bahasa dan output bahasa adalah sebagai berikut:
1. sinyal bunyi mula-mula diterima oleh area auditorik primer yang nantinya akan
menyandikan sinyal tadi dalam bentuk kata-kata
2. kata-kata lalu diinterpretasikan di area Wernicke
3. penentuan buah pikiran dan kata-kata yang akan diucapkan juga terjadi di dalam area
Wernicke
4. penjalaran sinyal-sinyal dari area Wernicke ke area Broca melalui fasikulus arkuatus
5. aktivitas program keterampilan motorik yang terdapat di area Broca untuk mengatur
pembentukan kata
6. penjalaran sinyal yang sesuai ke korteks motorik untuk mengatur otot-otot bicara.
Apabila terjadi kelainan pada salah satu jalannya impuls ini, maka akan terjadi kelainan
bicara.
Artikulasi
Kerja artikulasi berarti gerakan otot-otot mulut, lidah, laring, pita suara, dan sebagainya,
yang bertanggung jawab untuk intonasi, waktu, dan perubahan intensitas yang cepat dari
urutan suara. Regio fasial dan laringela korteks motorik mengaktifkan otot-otot ini, dan
serebelum, ganglia basalis, dan korteks sensorik semuanya membantu mengatur urutan dan
intensitas dari kontraksi otot, dengan mekanisme umpan balik sereberal dan fungsi ganglia
basalis. Kerusakan setiap regio ini dapat menyebabkan ketidakmampuan parsial atau total
untuk berbicara dengan jelas.
Berdasar patofisiologi kelainan bahasa pada anak terjadi mejadi 6 subtipe, yaitu:
1. 2 primer ekspresif:
- disfraksia verbal
- gangguan defisit produksi fonologi
2. defisit represif dan ekspresif
- gangguan campuran ekspresif- represif
- disfasia verbal auditori agnosia
3. 2 defisit bahasa yang lebih berat
- gangguan leksikal-sintaksis
- gangguan semantik-pragmatik
Anak dengan disfraksi verbal (afraksia verbal atau gangguan perkembangan bicara ekspresif)
mengerti segala sesuatu yang dikatakan padanya, mereka lebih sering menunjuk dari pada
bicara. Banyak yang mempunyai riwayat prematur, beberapa menderita disfraksia oromotor
(anak ini mengeluarkan air liur dan mempunyai kesulitan mengikuti gerakan mulut). Jika
mereka bicara, lebih banyak menggunakan suara vokal dengan gangguan pengucapan
konsonan. Anak-anak ini setelah dewasa menjadi afemia. Anak dengan disfraksia verbal
kadang-kadang disertai dengan gangguan tingkah laku (autisme). Rehabilitasi pada anak ini
lebih memerlukan terapi wicara yang intensif.
Beberapa anak bicara dengan kata-kata dan frase yang sulit dimengerti, bahkan pada orang-
orang yang selalu kontak dengannya. Sehingga mereka sering marah dan frustasi karena
merasa bahwa kata-katanya sulit dimengegerti oleh sekitarnya. Mereka ini tidak ada
gangguan dalam pengertian, tetap terdapat gangguan defisit fonologi.
Anak yang bicaranya sulit dipahami yang juga menunjukkan adanya gangguan pemahaman
terhadap apa yang dikatakan kepadanya, menunjukkan gangguan campuran ekspresif–
reseptif. Mereka bicara dalam kalimat yang pendek dan banyak dari mereka yang autistik.
Setelah dewasa mereka menjadi afasia (afasia Broca), hanya sedikit yang diketahui
bagaimana hal ini bisa terjadi.
Beberapa anak mengerti sedikit pada apa yang dikatakan kepadanya, walaupun kadang-
kadang mereka mengikuti suatu pembicaraan dengan cara lain, misalnya dengan
memperhatikan apa yang dilihatnya. Mereka sangat miskin dalam artikulasi kata-kata.
Mereka ini dinamakan disfasia verbal auditori agnosia. Mereka ini termasuk afasia yang
didapat, dimana mereka sebelumnya sering kejang dan kehilangan kemampuan berbicara
setelah periode perkembangan bahasa yan normal (sindrom Landau Kleffner). Pada EEG
anak dengan sindrom ini, akan tampak bitemporal spike. Anak dengan disfasia jenis ini,
memproses suara suara yang didengarkan di pusat dengar berbeda dengan anak normal.
Stimulasi bahasa akan meperbaiki keadaan, walaupun hasil akhirnya masih belum pasti.
Anak dengan gangguan leksikal-sintaksis mempunyai kesulitan dalam menemukan kata-kata
yang tepat khususnya saat bercakap-cakap. Mereka tidak gagap dan tidak menghindar
untuk berbicara. Gejalanya seperti orang dewasa dengan afasia konduksi, dimana mereka
akan berhenti bicara sebentar untuk menemukan kata-kata yang tepat. Anak ini biasanya
bicara dengan menggunakan kalimat-kalimat yang pendek untuk umurnya. Terapi bicara
akan membantu melatih anak mencari kata-kata yang tepat pada saat bicara, tetapi
prognosis selanjutnya masih belum banyak diketahui.
Beberapa anak ada yang bicaranya lancar dan dapat menggunakan kata-kata yang tepat,
tetapi mereka bicara tanpa henti mengenai satu topik. Mereka tidak mengerti tata bahasa,
disebut gangguan semantik pragmatik. Anak ini pada umumnya menderita gangguan
hubungan sosial dan didiagnosis sebagai gangguan perkembangan pervasif. Mereka punya
sedikit teman sebaya dan tidak pernah mau belajar aturan permainan dan bicara dari teman
sebayanya. Ada baiknya anak ini diajar keterampilan berbicara, bahkan diperlukan psokolog
dan ahli terapi tingkah laku.
Dicurigai adanya gangguan perkembangan kemampuan bahasa pada anak, jika ditemukan
gejala-gejala seperti berikut:
1. Pada usia 6 bulan anak tidak mampu memalingkan mata serta kepalanya terhadap suara
yang datang dari belakang atau samping.
2. Pada usia 10 bulan anak tidak memberi reaksi terhadap panggilan namanya sendiri.
3. Pada umur 15 bulan tidak mengerti dan memberi reaksi terhadap kata-kata jangan, da-da,
dan sebagainya.
4. Pada usia 18 bulan tidak dapat menyebut 10 kata tunggal.
5. Pada usia 21 bulan tidak memberi reaksi terhadap perintah (misalnya duduk, kemari,
berdiri).
6. Pada usia 24 bulan tidak bisa menyebut bagian-bagian tubuh
7. Pada usia 24 bulan belum mampu mengetengahkan ungkapan yang terdiri dari 2 buah
kata.
8. Setelah usia 24 bulan hanya mempunyai perbendaharaan kata yang sangat sedikit/tidak
mempunyai kata-kata huruf z pada frase.
9. Pada usia 30 bulan ucapannya tidak dapat dimengerti oleh anggota keluarga.
10. Pada usia 36 bulan belum dapat mempergunakan kalimat-kalimat sederhana.
11. Pada usia 36 bulan tidak bisa bertanya dengan kata tanya yang sederhana.
12. Pada usia 36 bulan ucapannya tidak dimengerti oleh orang di luar keluarganya.
13. Pada usia 3,5 tahun selalu gagal untuk menyebutkan kata akhir (ca untuk cat, ba untuk
ban, dan lain-lain).
14. Setelah berusia 4 tahun tidak lancar berbicara/gagap.
15. Setelah usia 7 tahun masih ada kesalahan ucapan.
16. Pada usia berapa saja terdapat hipernasalitas atau hiponasaliatas yang nyata atau
mempunyai suara yang monoton tanpa berhenti, sangat keras dan tidak dapat didengar
serta terus-menerus memperdengarkan suara yang serak.
2.7 Diagnosis3
1. Anamnesis
Pengambilan anamnesis harus mencakup uraian mengenai perkembangan bahasa anak.
Autisme setelah berumur 18 bulan dan bicara yang sulit dimengerti setelah berumur 3
tahun, paling sering ditemukan. Dokter anak harus curiga bila orang tua melaporkan bahwa
anaknya tidak dapat menggunakan kata-kata yang berarti pada umur 18 bulan atau belum
mengucapkan frase pada umur 2 tahun. Atau anak memakai bahasa yang singkat untuk
menyampaikan maksudnya.
Kecurigaan adanya gangguan tingkah laku perlu dipertimbangkan kalau dijumpai gangguan
bicara dan tingkah laku yang bersamaan. Kesulitan tidur dan makan sering dikeluhkan orang
tua pada awal gangguan autisme. Pertanyaan bagaimana anak bermain dengan temannya
dapat membantu mengungkap tabir tingkah laku. Anak dengan autisme lebih senang
bermain dengan huruf balok atau magnetik dalam waktu yang lama. Mereka dapat saja
bermain dengan anak sebaya, tetapi dalam waktu singkat menarik diri.
2. Instrumen penyaring
Selain anamnesis yang teliti, disarankan digunakan instrumen penyaring untuk menilai
gangguan perkembangan bahasa. Misalnya Early Language Milestone Scale (Copelan dan
Gleason), atau DDST (pada Denver II penilaian pada sektor bahasa lebih banyak dari pada
DDST yang lama) atau Receptive-Expressive Emergent Language Scale. Early Language
Milestone Scale cukup sensitif dan spesifik untuk mengidentifikasi gangguan bicara pada
anak kurang dari 3 tahun.
3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dapat digunakan untuk mengungkapkan penyebab lain dari gangguan
bahasa. Apakah ada mikrosefali, anomali telinga luar, otitis media yang berulang, sindrom
William (fasies Elfin, perawakan pendek, kelainan jantung, langkah yang tidak mantap),
celah palatum, dan lain-lain.
Gangguan oromotor dapat diperiksa dengan menyuruh anak menirukan gerakan
mengunyah, menjulurkan lidah dan mengulang suku kata PA, TA, PA-TA, PA-TA-KA.
Gangguan kemampuan oromotor terdapat pada verbal apraksia.
5. Pemeriksaan laboratorium
Semua anak dengan gangguan bahasa harus dilakukan tes pendengaran. Jika anak tidak
kooperatif terhadap audiogram atau hasilnya mencurigakan, maka perlu dilakukan
pemeriksaan ”auditory brainstem responses”.
Pemeriksaaan laboratorium lainnya dimaksudkan untuk membuat diagnosis banding. Bila
terdapat gangguan pertumbuhan, mikrosefali, makrosefali, terdapat gejala-gejala dari suatu
sindrom perlu dilakukan CT-scan atau MRI, untuk mengetahui adanya malformasi. Pada
anak laki-laki dengan autisme dan perkembangan yang lambat, skrining kromosom untuk
fragil-X mungkin diperlukan. Skrining terhadap penyakit-penyakit metabolik baru dilakukan
kalau terdapat kecurigaan ke arah itu, karena pemeriksaan ini sangat mahal.
6. Konsultasi
Pemeriksaan dari psikolog atau/neuropsikiater anak diperlukan jika ada gangguan bahasa
dan tingkah laku. Pemeriksaan ini meliputi riwayat dan tes bahasa, keampuan kognitif dan
tingkah laku. Tes intelegensia dapat dipakai sebagai perbandingan fungsi kognitif anak
tersebut. Masalah tingkah laku dapat diperiksa lebih lanjut dengan menggunakan instrumen
seperti Vineland Social Adaptive Scale Revised. Child Behaviour Checklist, atau Childhood
Autism Rating Scale. Konsultasi ke psikiater anak dilakukan bila ada gangguan tingkah laku
yang berat. Ahli patologi wicara akan mengevaluasi cara pengobatan anak dengan gangguan
bicara. Anak akan diperiksa apakah ada masalah anatomi yang mempengaruhi produksi
suara.
Pada halaman selanjutnya adalah diagram yang juga dapat digunakan untuk mendiagnosa
seorang anak dengan keterlambatan bicara.4
2.8 Penatalaksanaan
Gangguan bicara biasanya pertama kali dikenal pasti oleh orang tua pasien atau pengasuh
anak. Jika dicurigai gangguan bicara perlu dilakukan tes pendengaran oleh ahli bicara dan
bahasa sebagai langkah pertama. Jika memang gangguan bicara disebabkan oleh gangguan
pendengaran, dapat dipasang alat bantu dengar.
Diagnosis yang tepat terhadap gangguan bicara dan bahasa pada anak, sangat berpengaruh
terhadap perbaikan dan perkembangan kemampuan berbicara dan bahasa. Terapi
sebaiknya dimulai saat diagnosis ditegakkan, namun hal ini menjadi sulit karena diagnosis
sering terlambat karena adanya variasi perkembangan normal atau orang tua baru
mengeluhkan gangguan ini kepada dokter saat mencurigai adanya kelainan pada anaknya,
sehingga para dokter lebih sering dihadapkan pada aspek kuratif dan rehabilitatif
dibandingkan preventif. Tatalaksana dini terhadap gangguan ini akan membantu anak-anak
dan orang tua untuk menghindari atau memperkecil kelainan dimasa sekolah.4
Untuk membantu anak dalam mencapai terapi yang maksimal, selain dibutuhkan berbagai
macam terapi, orangtua juga berperan penting untuk terapi di rumah. Beberapa hal yang
dapat dilakukan orangtua di rumah adalah
1. Selalu berbicara dengan anak
2. Berikan dorongan pada anak untuk bertanya, memilih dan menjawab pertanyaan dengan
kemampuan bahasanya
3. Dengarkan anak
4. Berikan dorongan untuk bermain. Diharapkan anak dapat bermain cukup lama dengan
orangtua
5. Ajarkan anak lagu baru yang dia sukai
6. Rencanakan berjalan-jalan dengan anak
7. Bacakan cerita pada anak. Ajarkan mengucapkan kata atau ide
8. Setiap mengajarkan kata, tunjukkan benda objeknya.
2.9 Prognosis2
Prognosis gangguan bicara pada anak tergantung pada penyebabnya. Dengan perbaikan
masalah medis seperti tuli konduksi dapat menghasilkan perkembangan bahasa yang
normal pada anak yang tidak retardasi mental. Sedangkan perkembangan bahasa dan
kognitif pada anak dengan ganguan pendengaran sensoris bervariasi. Dikatakan bahwa anak
dengan gangguan fonologi biasanya prognosisnya lebih baik. Sedangkan gangguan bicara
pada anak yang intelegensinya normal perkembangan bahasanya lebih baik dari pada anak
yang retardasi mental. Tetapi anak dengan gangguan yang multipel, terutama dengan
gangguan pemahaman, gangguan bicara ekspresif, atau kemampuan naratif yang tidak
berkembang pada usia 4 tahun, mempunyai gangguan bahasa yang menetap pada umur 5,5
tahun.
2.10 Pencegahan4
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dihindari untuk untuk mencegah adanya
masalah keterlambatan bicara pada anak - di luar adanya kelainan organik dan bawaan pada
anak. Masalah pembelajaran dan komunikasi dengan orang tua, masalah komunikasi dan
interaksi dengan orang tua tanpa disadari memiliki peran yang penting dalam membuat
anak mempunyai kemampuan berbicara dan berbahasa yang tinggi. Banyak orang tua yang
tidak menyadari bahwa cara mereka berkomunikasi dengan si anak lah yang juga membuat
anak tidak punya banyak perbendaharaan kata-kata, kurang dipacu untuk berpikir logis,
analisa atau membuat kesimpulan dari kalimat-kalimat yang sangat sederhana sekali pun.
Sering orang tua malas mengajak anaknya bicara panjang lebar dan hanya bicara satu dua
patah kata saja yang isinya instruksi atau jawaban sangat singkat. Selain itu, anak yang tidak
pernah diberi kesempatan untuk mengekspresikan diri sejak dini (lebih banyak menjadi
pendengar pasif) karena orang tua terlalu memaksakan dan memasukkan segala instruksi,
pandangan mereka sendiri atau keinginan mereka sendiri tanpa memberi kesempatan pada
anaknya untuk memberi umpan balik, juga menjadi faktor yang mempengaruhi kemampuan
bicara, menggunakan kalimat dan berbahasa.
Saran
Dengan dibuatnya makalah gangguan bicara dan bahasa pada anak ini, diharapkan nantinya
akan memberikan manfaat bagi para pembaca terutama pemahaman yang berhubungan
dengan bagaimana melakukan sebuah proses asuhan terutama pada anak yang mengalami
gangguan bicara dan bahasa.
Namun penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu saran maupun kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan penulisan referat ini, dengan demikian penulisan referat ini bisa bermanfaat
bagi penulis atau pihak lain yang membutuhkannya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton AC, Hall JE. Dalam : Irawati Setyawan, penyunting. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Edisi 9. Jakarta : EGC
2. Kaplan & Sadock. Buku Ajar Psikiatri Klinis edisi 2. Jakarta: EGC
3. Buku Saku diagnosis gangguan jiwa,PPDGJ III
4. Chamidah, A Nur. Gangguan bicara dan bahasa pada anak