Anda di halaman 1dari 11

GANGGUAN BICARA DAN BAHASA

Perkembangan bhasa dan bicara sangat penting pada berbagai nbentuk interaksi manusia.
Bila kemampuan berkomunikasi terganggu, maka perkembangan manusia akan menderita.
Karena alasan inilah, dokter memahami perkembangan bicara dan bahasa dan faktor faktor
yang mengubah perkembangan yang teratur, dan harus mengetahui berbagai bentuk
pengobatan yang ada.

Batasan

Bahasa adalah suatu sistem simbol yang diguna,an untuk memahami dan mengekspresikan
ide dan perasaan. Atribut bahasa tidak hanya kosa kata dan tata bahasa, namun juga
kemampuan untuk mengingat, memilah, menyusun dan kemampuan abstrak.

Sebaliknya, bicara merupakan satu cara untuk menyampaikan bahasa. Cara yang lain adalah
dengan menulis, gerak isyarat dan memberi tanda. Atribut bicara antara lain, nada tinggi,
kekerasan dan kualitas suara; vokal, konsonan, diftong dan perpaduan semua ini dalam
bentuk suku kata, kata dan frasa; kecepatan, intonasi dan irama. Untuk kejelasan, di sini
dibedakan antara bahasa dan bicara. Ini tidak berarti bahwa keduanya berbeda secara
dinamis. Misalnya, informasi bahasa dapat terkandung dalam intonasi.

Dalam mendefinisikan gangguan bahasa dan bicara, perlu dipertimbangkan tiga hal: (1)
Dapatkah bahada dan bicara dimengerti tanpa atau hanya dengan sedikit kesulitan? (2)
Apakah bahasa biasanya tepat untuk kebutuhan komunikasi yang besar? (3) Apakah cara
berkomunikasi mengalihkan perhatian dari pesan yang ingin disampaikan? Bilamana
dicurigai ada gangguan bahasa atau bicara, biasanya terdapat masalah dalam salah satu
bidang ini. Pada anak-anak, kemungkinan ini dipertimbangkan setelah membandingkan
dengan cermat kinerja anak dengan gambaran perkembangan secara umum.

PERKEMBANGAN BAHASA DAN BICARA NORMAL

Perkembangan Pra-Linguistik

Beberapa keahlian dan pengetahuan yang dipelajari pada masa bayi ternyata penting dalam
perkembangan bahasa dan komunikasi. Keahlian dasar ini terutama dalam bidang kognisi
(kesadaran) dan interaksi sosial. Secara kognitif, bayi harus belajar mengenali objek dan
kejadian di dalam lingkungannya, serta menyadari keunikan hal-hal tersebut. Pengetahuan
dasar inilah yang merupakan subjek dari komunikasi dini. Secara sosial, bayi harus belajar
bahwa ia dapat menimbulkan efek tertentu terhadap orang yang memperhatikannya dari apa
yang dilakukannya, bahwa ia dapat menjadi pencetus dan penerima dalam interaksi, bahwa ia
dapat berpartisipasi dalam aktivitas, dan bahwa ia dapat berinteraksi dengan yang lain untuk
berbagai alasan. Banyak anak dengan gangguan komunikasi ternyata mengalami gangguan
dalam perkembangan keahlian kognitif dan sosial pada masa bayi.
Perkembangan Linguistik

Pemahaman bahasa agaknya mendahului penggunaan bahasa. Meniruu dapat dilakukan tanpa
perlu memahami, namun bahasa fungsional untuk maksud komunikasi tampaknya
memerlukan pemahaman sebelumnya. Meskipun tahap dan usia perkembangan hampir dapat
diramalkan, rentang normalitas masih tetap besar.

Bahasa reseptif adalah bahasa yang didengar dan harus diinterpretasi anak. Dalam lima tahun
pertama, kemampuan anak berkembang dari sekedar awas terhadap pembicara hingga
memahami arti berdasarkan susunan tata bahasa.

Bahasa ekspresif adalah bahasa yang diekspresikan anak kepada orang lain. Perkembangan
bicara adalah mulai dari hanya mengulangi vokalisasi hingga kalimat kalimat yang
kompleks. Sejalan dengan itu, komunikasi non-verbal berkembang dari tingkah laku yang
tidak bertujuan hingga gerak isyarat konvensional bersahaja.

Panduan umum untuk bahasa reseptif dan ekspresif diberikan dalam Tabel 21-1.

TABEL 21-1. PERKEMBANGAN BAHASA RESEPTIF DAN EKSPRESIF

KELOMPOK BAHASA RESEPTIF BAHASA EKSPRESIF


USIA
0-6 bulan Bereaksi dan menoleh terhadap suara; Mendekut an berceloteh senang;
memahami nada suara (mis; marah vs tangisan yang berbeda beda
senang)
6-12 bulan Memahami gerak isyarat; memahami Bersuara dnegan nada yang berbeda
beberapa kata dan frasa beda; mulai menggunakan
beberapa kata pertama
12-18 bulan Memahami kalimat umum yang singkat Mengucapkan kata-kata tunggal,
dna sederhana; menunjuk beberapa bagian menggunakan kata tersebut untuk
tubuh; dapat mengenali gambar yang tidak ebberapa pengertian berbeda;
asing meneruskan celoteh yang
diciptakannya (suku kata dengan
intonasi)
18-24 bulan Memahami beberapa kata depan dan kata Mengucapkan kombinasi 2 atau 3
ganti orang, mendengar dan memahami kata; mengekspresikan penolakan
cerita sederhana; menunjuk gambar bila dengan mengucapkan tidak
ditanya
2-3 tahun Dapat mengikuti arah tiga bagaian; Kalimat 3 dan 4 kata;
memahami sebagian besar kalimat orang menggunakan beberapa kata depan
dewasa; memahami konsep seperti satu dan kata ganti; sekitar 50 persen
dan beberapa dapat dimengerti
3-4 tahun Dapat mengenali objek bila diberikan Hampir seluruhnya dapat
fungsinya; memahami lebih bnayak kata dimengerti; kalimat dengan 4
depan; mengerti informasi yang lebih hingga 6 kata dengan berbagai jenis
abstrak kalimat (pertanyaan, perintah dan
negatif)
4-5 tahun Di luar keterbatasan kosa kata, dapat Telah menyelesaikan 90% pelajaran
memahami sebagian besar pembicaraan berbicara; dapat bebricara dalam
orang dewasa bahasa yang lazim dipakai orang
dewasa

Skrining Dokter

Umumnya yang tua cukup prihatin untuk membawa anaknya ke dokter yang tidak dapat
bicara atau hanya mampu mengucapkan sedikit kata-kata pada usia 24 hingga 30 bulan. Akan
tetapi, dokter yang awas bahkan dapat mengenali masalah pada umur yang lebih dini. Anak
anak yang tidak memenuhi panduan perkembangan bahasa yang dapat diterima, perlu dirujuk
untuk konsultasi dengan ahli audiologi dan patologi bicara. Ahli patologi bicara dapat
menentukan apakah tingkah laku tersebut terletak di luar batas yang dapat diterima dan
dengan demikian dapat memperkecil efek jangka panjang.

GANGGUAN BAHASA DAN BICARA PADA ANAK

Terdapat tiga pertimbangan utama yang penting dalam perkemangan kemampuan


berkomunikasi. Gangguan pada satu atau lebih dari faktor ini dapat memperlambat atau
mengganggu perkembangan.

1. Keadaan fisiologis anak: kondisi yang mempengaruhi perkembangan antara lain


hilangnya pendengaran, palatoskisis, dan disfungsi SSP
2. Lingkungan anak: Kondisi yang perlu dipertimbangkan antara lain faktor budaya,
perawatan yang lama di rumah sakit, dan keadaan melarat mulai dari ketidakadaan
hingga kekurangan
3. Keadaan emosi anak: Kondisi yang perlu dipertimbangkan termasuk kemampuan
untuk berhubungan, gangguan proses berpikir dan gangguan tingkah laku.

Gangguan Pendengaran

Kualitas bicara dan bahasa mencerminkan kemampuan mendengar dan menangkap. Biasanya
terdapat kaitan langsung antara kemampuan bicara/bahasa dengan besarnya pendengaran
residu. Gangguan pendengaran ringan ataupun berat, berpengaruh negatif terhadap
perkembangan bicara dan bahasa.

Pengaruh ketulian yang berat cenderung nyata. Kosa kata, susunan kata dan penmggunaan
tata bahasa m,enjadi berantakan. Distorsi suara, kesalahan bunyi bicara dan penyimpangan
irama adalah khas, sehingga pembicaraan sulit dimengerti.

Penggunaan alat bantu dengar dan alat amplifikasi penting untk mengurangi gangguan
pendengaran efektif, sehingga anak dapat mendengar suara orang lain demikian juga
suaranya sendiri. Manfaat alat bantu dengar dalam memelihara kemampuan bicara emmang
tidak begitu nyata, namun tidak boleh disepelekan.
Alat bantu dengar merupakan salah satu aspek proses rehabilitasi. Anak tidak boleh dituntut
untuk dapat mengembangkan kemampuan berkomunikasi hanya berdasarkan amplifikasi
saja. Penanganannya dibicarakan lebih jauh dalam Bab 4, yang membahas gangguan
pendengaran.

Usia awitan adalah penting. Anak dengan pendengaran normal diatas usia dua tahun
sekalipun untuk waktu singkat, cenderung memiliki kemampuan bicara/bahasa yang lebih
baik dibandingkan anak yang tuli sejak lahir atau pada usia sangat muda.

Anak dengan gangguan pendengaran sedang hingga berat biasanya mampu berbicara dan
berbahasa dengan lebih baik daripada anak yang tuli berat. Bahasa dan bicara yang digunakan
anak dengan gangguan pendengaran ringan biasanya tidak menimbulkan perhatian. Namun
anak dengan gangguan pendengaran kronis yang ringan beresiko terhadap berkurangnya
kemampuan bahasa. Ketulian 20 dB pada anak kecil (usia tiga tahun atau kurang) terbukti
mempengaruhi kemampuan belajar bahasa/bicara. Tuli ringan yang intermiten dapat
menimbulkan masalah tambahan mengenai perhatian dan tingkah laku, yang selanjutnya
mempengaruhi kemampuan belajar disekolah.

Gambar 21-1. Audiogram (kedua telinga) anak dengan gangguan pendengaran frekuensi
tinggi. Karena kepekaan pendengaran untuk frekuensi rendah lebih baik, maka pendengaran
anak seringkali terlihat normal pada inspeksi secara umum. Keterlambatan bicara/bahasa
kemudian dihubungkan dnegan faktor faktor lain seperti dugaan keterbelakangan
intelektual.

Banyak anak dengan kemampuan bicara yang buruk, dapat melampaui uji skrining
pendengaran secara kasar. Sbeagian dari mereka kelak ditemukan mengalami gangguan
pendengaran selektif, sehringkali untuk frekuensi tinggi (Gbr.21-1). Pendengaran tampaknya
normal karena anak anak ini dapat menangkap sebagian tetapi tidak seluruh informasi
akustik yang kemudian dipadukannya dengan petunjuk situasi. Mereka dapat berepons baik
bila dipanggil, terhadap pesan pesan yang mudah ditebak dan suara lingkungan yang keras.
Orang tua, guru, dan dokter menjadi terkecoh dan menganggap pendengaran anak adalah
normal, dan bahwa kemampuan bicara yang buruk dan hasil-hasil di sekolah pasti disebabkan
oleh faktor-faktor lain seperti gangguan perhatian, intelek, motivasi dan emosional.

Karena dari kemungkinan mengambil kesimpulan yang salah seperti dijelaskan dalam
paragfraf sebelumnya, maka sebaiknya dokter mempertimbangkan gejala keterlambatan
bicara/bahasa itu sendiri sebagai alasan untuk pemeriksaan pendengaran klinis yang
dilakukan dengan cermat, termasuk penentuan ambang pendengaran nada murni pada
frekuensi 250 Hz (C tengah ) hingga 800 Hz (lima oktaf di atas C).

Jelaslah bahwa satu telinga yang berfungsi normal sudah mencukupi untuk perkembangan
bahasa yang normal. Mengenai masalah ini hanya ada sangat sedikit data, namun pra klinisi
tidak beranggapan bahwa kemampuan bicara dan bahasa dari anak dengan tuli unilateral
(mis; setelah mumps, virus ) berbeda jelas dengan anak dengan dua telinga yang berfungsi
normal.
Gangguan Suara

Gangguan suara yang lazim pada masa kanak kanak adalah suara serak akibat
penyalahgunaan vokal. Bila tidak diawasi, maka kondisi plika vokalis dapat berkembang dari
iritasi ringan menjadi edema dan pembentukan nodulus. Nodulus berespons baik dengan
istirahat vokal dan seringkali juga dengan perubahan tinggi nada. Terapi perorangan maupun
kelompok telah berhasil dalam menentukan penyebab penyalahgunaan dan membantu
individu tersebut menjadi bertanggung jwab atas keluaran vokalnya. Modifikasi tingkah laku
contoh; menghitung pemakaianan suara keras dan total waktu penggunaan suara terbukti
efektif.

Setelah adenoidektomi tidak jarang suara menjadi sengau, namun umumnya normal kembali
alam beberapa jam atau ahri. Terkadang suara sengau dapat berlanjut dan anak ternyata
menderita insufisiensi palatum atau celah submukosa. Pada kasus demikian, jaringan adenoid
ternyata berfungsi mengisi rongga nasofaring. Perlunya pengenalan celah submukosa,
insufisiensi velofaringeus, atau palatum yang pendek kongenital sebelum operasi dilakukan,
dibahas dalam Bab 17.

Palatokisis

Anak yang lahir dengan labio/palatokisis akan menghadapi tahun-yahun penuh tindakan
restorasi dan rehabilitasi. Berbagai disiplin ilmu untuk penatalaksanaan kasus ini adalah
pediatri, prostodonti, predodonti, gizi, pendidikan, audiologi dan patologi bicara,
otolaringologi, dan bedah maksilofasial. Oleh akrena itu, penalataksanaan yang terkoordinasi
merupakan hal yang pokok.

Permainan vokal emmbantu bayi mengembangkan persepsi mengenai struktur oral dan bunyi
yang dihasilkannya. Palatokisis tidak hanya menganggu sensai oral, namun sering juga
disertai ketulian, gangguan umpan balik pendengarfan dan rangsangan lingkungan.

Pada kasus kasus palatokisis, suara yang dihasilkan sangat sengau. Gangguan gangguan
yang berkaitan dengan resonansi hidung dibahas kemudian dalam bagian gangguan suara
pada orang dewasa. Masalah dengan arti yang sama adalah gangguan artikulasi (pengucapan)
yang menyertai infusiensi velofaringeus. Yaitu, presisi dari konsonan letup (p-b-t-d-k-g) dan
kosnonan desah (s-z-f-v-th-sh-zh) dan konsonan affricate (ch-dzh) berkurang karena lolos
melalui hidung. Anak dapat meringis dalam usahanya menutup nares untuk mencegah
lolosnya udara. Pada kasus labioskisis yang telah diperbaiki, bunyi-bunyi yang terpenagruh
adalah bunyi yang mermerlukan penutupan, pembulatan dan ekstensi bibir (p-b-m-oo-ee).

Tanpa memperhatikan apakah pembedahan, protesis ataukah keduanya dapat mempengaruhi


perbaikan struktural, penutupan velofaringeus masih belum memadai untuk kemampuan
berbicara. Anak perlu diberi bantuan dengan artikulasi bicara yang tepat dan cepat. Bicara
yang dihasilkan merupakan salah satu kriteria keberhasilan penatalakssanaan pembedahan
atau prostetik.
Anak dengan palatokisis berisiko terhadap defisit sensasi oral, masalah pemeberian makan,
masalah sosial/emosiaonal, keterlambatan perkembangan, serta gangguan bicara dan bahasa
dengan gangguan pendengaran.

Gagap

Gagap adalah gangguan kelancaran bebrbicaraatau abnormalitas dalam kecepatan atau irama
bicara. Semua orang pernah mengalami ketiaklancaran yang normal dalam berbicara,
misalnya berhenti sebentar atau pengulangan kata. Bila ketidaklancaran ini sangat nyata
sehingga menarik perhatian, atau bila pembicara berjuang untuk meniadakan ketidaklancaran,
maka si pembicara dianggap gagap. Penggagap dapat mengulangi kata atau bunyi,
memperpanjang bunyi, atau terhamba, sehingga tidak menimbulkan bunyi sama sekali.
Selain itu, gagap dapat disertai tegangan otot dan usaha berjuang. Ciri sekunder dapat berupa
sentakan kepala, mata yang berkedip-kedi dan perubahan wajah.

Perlu diketahui bahwa banyak anak mengalami ketidaklancaran dalam berbicara yang agak
berlebihan di sekitar usia tiga atau empat tahun. Ketidaklancaran ini tidak disertai usaha
perjuangan atau ketegangan dalam berbicara, dan biasanya menghilang spontan. Orang tua
perlu diyakinkan mengenai ketidaklancaran yang normla ini. Mereka seharusnya tidak
bereaksi berlebihan terhadap hal ini, dan bereaksi positif gunan kepentingan komunikasi
anak. Jika ketidaklancaran yang nyata terus berlanjut, abrulah anak dan orang tua perlu
dirujuk ke ahli patologi bicara. Sekitar 1 persen populasi menganggap dirinya gagap.
Sebagian bear mulai gagap sebelum masuk sekolah. Ada beberpa aliran berpikir mengenai
penyebab dan sifat-sifat gagap, masing masing dengan pendekatan terapi sendiri. Masing
msing metode telah terbukti berhasil untuk beberap pasien.

Gangguan Tingkah Laku/Emosianal

Anak dengan gangguan tingkah laku/emosional seringkali juga mengalmai gangguan bahasa
termasuk mutisme, gangguan isi bicara, kurangnya pemahaman, interaksi komunikasi yang
buruk dan ciri vokal yang tidak khas. Jenis gangguan bicara spesifik, contohnya neologisme,
pembalikan kata ganti ekolalia, banyak bicara,s eringkali berguna dalam menentukan
diagnosis banding. Anka dengan gangguan yang paling berat yaitu austistik dan skizofrenia,
selalu memperlihatkan gangguan berbahasa yang ekstrim.

Pada beberapa anak, gangguan emosional dianggap sebagai penyebab primer dari
gangguan berbahsa. Gangguan emosional sendiri dapat merupakan akibat dari
ketidakmampuan berkomuniasi. Pada kedua kasus, gangguan komunikasi mengharuskan
evaluasi oleh seseorang ahli patologi bicara.

Cerebral Palsy

Anak dengan cerebral palsy memerlukan orientasi khusus dari ahli patologi bicra serta dokter.
Pengetahuan mengenai tonus, sensasi, postur dari refleks tubuh adalah penting.

Sebelum dapat berbicara, anak perlu melatih otot-otot mulut agar dapat melakukan fungsi
vegetatif dasar seperti makan dan menelan. Postur sokongan pernapasan perlu dibuat
optimum untuk menghasilkan suara. Wujud bicara anak dengan serebral palsy mencerminkan
kondisi neurofisiologik dasar yang dimilikinya. Kualitas suara, artikulasi bunyi bicara,
frekuensi dan irama pernafasan menjadi terganggua akibat flasiditas, spatisitas, rigiditas,
tremor atau atetosis.

Bahasa dari anak dengan cacat fisik seringkali diperngaruhi keterbatasan pengalmannya.
Lebih lanjut, karena cerebral plasy per definisi menyangkut kerusakan otak, maka manifestasi
anak dapat berupa sebagian atau seluruh ciri yang berkaitan dengan ketidakmampuan
berbahasa atau retardasi mental organik. Pada kasus cerebral palsy terkait inkompatibilitas Rh
dan kernikterus, dapat terjadi ketulian sensorineural dengan kesulitan bahasa dan bicara yang
ditimbulkannya.

Kemampuan untuk berkomunikasi lebih penting dibandingkan kemampuan berbicara.


Bilamana anak mengalami keterbatasan bicara, mungkin diperlukan sistem komunikasi
pengganti atau pelengkap (contoh; komunikasi dengan papan kata atau simbol, atau
komunikasi yang dibantu komputer).

Pelayanan rehabilitsai yang terkoordinis termasuk pelayanan dokter dan ahli terapi fisik dan
pekerjaan, pekerja sosial, ahli patologi bicara dan yang lain, adalah perlu.

Ketidakmampuan Bicara Spesifik

Anak dengan ketidakmampuan belajar spesifik tidak akan menguasai satu atau lebih proses
dasar belajar yang efisien. Di smamping ciri lainnya, anak dengan gangguan belajar
umumnya mengalami gangguan berbahasa. Kelompok anak ini memiliki intelegensi rata-rata.
Mereka mungkin sulit untuk membentuk abstraksi verbal dan pekerjaanberasalasan yang
diperlukan guna interpretasi hubungan kompleks dalam berbahasa. Gangguan bahasa oral
dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan mennangkap dan menginterpretasi, demikian
pula dalam merumuskan dan mengucapkan bahasa lisan. Kesulitan ini juga tercermin dalam
hal-hal subjektif seperti membaca, mengeja, menulis dan bidang akademis lain yang
memerlukan kemampuan berbahsa yang memadai. Meskipun sebagian gangguan bahasa ini
berulah dengan perjalanan waktu, yang lian menetap sepanjang hidup. Anak dengan
gangguan bahasa memerlukan pelayanan khushs. Pendidikan untuk perbaikan dan
kompensasi serta terapi dapat dieproleh dari sekolah, rumah sakit dan klinik khusus.

Retardasi Mental

Berbeda dengan anakn dengan gangguan berbahasa atau emosional, anak terbelakang benak
benar terbelakang secara menyeluruh. Mereka tertinggal dalam perkembangan sosio-
emosional, intelektual dan persepsi motorik, demikian juga dalam bidang bahasa. Semakin
berat derajat retardasi umum, makin berat juga keterlambatan berbahasa. Anak dengan
retardasi berat m,ungkin tidak dapat berbicara sama sekali.

Gangguan Artikulasi
Anak dengan cacat artikulasi bicara mengalami kesulitan dalam mengucapkan bunyi secra
tepat atau merangkaikan bunyi. Pada segala usia, dapat terjadi kesalahan artikulasi yang
masih dalam batas normal perkembangan (Tavel 21-2).

Orang tua terkadang kuatir bahwa gangguan bicara pada anak ada hubungannya dengan
kaku lidah, dan pada banyak kasus, keterbatsan tersebut akan berkurang dengan perjalnan
waktu.

Jenis gangguan artikulsi yang paling sering ditemukan disebut misartikulasi fungsional.
Terdapat 4 tipe: substitusi, penghilangan, distorsi dan penambahan. Gangguan artikulasi
fungsional (kategori gangguan tunggal yang terbesar) lazim dijumpai pada kelompok anak
usia sekolah.

Dua jenis gangguan artikulasi disertai pula gangguan fisiologis. Anak dengan distaria
berbicara secara tidak tepat karena paralisis, kelemahan atau tidak adanya koordinasi
mekanisme bicara. Bila kesulitan terletak pada pemilihan, pengolahan dan perangkaian
bunyi, maka gangguan disebut apraksia. Distaria dan apraksia dapat sangat membatasi
kemampuan anak untuk mengembangkan kelancaran bicara.

GANGGUAN BAHASA DAN BICARA PADA DEWASA

Gangguan komunikasi pada usia dwwasa dapat berkenaan pada sejumlah kesulitan dan
mengakibatkan komunikasi yang terganggu atau tidak efektif. Gangguan paling sering
ditemukan oleh ahli THT

TABEL 21-2. AKUISISI KONSONAN BAHASA INGGRIS

USIA PERKEMBANGAN BUNYI YANG DIKUASAI


2 p, h, n, b, k, f
2 1/2 m, g
3 w, e, y, v,
3 1/2 s
4 sh
1/2
4 t, ng, ch, r, l, z, th
Pada 50 % anak dengan segala posisi di dalam kata. Sumber : Olmsted D: Out of tje Mouths
of Babes. The Hague, Mouton, 1971.

Adalah gangguan suara akibat laringektomi. Namun, gangguan lain juga dapat
emmpengaruhi komunikasi dan berimplikasi pada intervensi medis teurapeutik.

Gangguan Suara

Suara merupakan produk akhir akustik dari suatu sistem yang lancar, seimbang, dinamis dan
saling terkait, melibatkan respirasi, fonasi dan resonansi. Tekanan udara subglotis dari paru,
yang diperkuat oleh otot-otot perut dan dada, dihadapkan pada plika vokalis. Suara dihasilkan
oleh pembukaan dan penutupan yang cepat dari pita suara, yang dibuat bergetar oleh
gabungan lancar kerja tegangan otot dan perubahan tekanan udara yang cepar. Tinggi nada
terutama ditentukan oelh frekuensi getaran pita suara.
Bunyi yang dihasilkan glotis diperbesar dan dilengkapi dengan kualitas yang khas (resonansi)
saat melalui jalur supraglotis, khususnya faring. Gangguan pada sistem ini dapat
menimbulkan gangguan suara.

Gangguan suara diperkirakan terjadi pada satu persen rakyat Amerika Serikat. Insidens
gangguan suara yang dilaporkan pada anak sekolah berkisar antara 6 hingga 23,4 persen

Gangguan Fungsional versus Organik

Gangguan suara dapat bersifat fungsional, organik atau interaksi keduanya. Gangguan suara
fungsional adalah akibat penggunaan yang tidak tepat akibat dari suatu mekanisme normal.
Seringkali gangguan suara fungsional terjadi pada penyalahgunaan vokal atau gangguan
kepribaduan. Stress emosional juga dapat menimbulkan tegangan muskuloskletal yang turut
berperan dalam penggunaan vokal yang tidak tepat. Gangguan suara organik disebabkan oleh
penyakit patofisilogik yang mengubah struktur atau fungsi laring. Beberapa gangguan (mis;
papilomata,leukoplakia)memerlukan intervensi bedah atau medis. Kebanyakan gangguan
fungsional dan sebagian gangguan organik (mis; nodulus, paralisis aduktor unilateral)
berespons terhadap terapi simtomatik.

Parameter Vokal (Tinggi Nada,Kekerasan,Kualitas)

Umumnya orang berbicara pada tingkat tinggi nada yang biasa digunakannya, yaitu tingkat
yang alamiah dan tepat untuk fisiologi orang tersebut. Tinggi nada yang tidak tepat yaitu
tidak konsisten dengan penampilan per orangan atau fisiologi vokalnya dapat atau tidak dapat
diterima secara sosial. Penyimpangan tinggi nada dapat menimbulkan regangan atau
gangguan pada laring, atau menyebabkan gangguan kualitas.

Pembicara seharusnya tidak mengalami kesulitan dalam modulasi intensitas vokal. Karena
pengendalian kebsiingan suara bergantung pada umpan balik auditori, maka evaluasi
pendengaran pada pasien yang mengalami kesulitan seharusnya dipertimbangkan. Meskipun
terdapat latar belakang emosional pada kebiasaan berbiacara keras berlebihan, namun jelas
ada kaitan antara kebisingan berlebihan dengan latar belkaang bunyi yang menyolok.
Terkadang, kebisingan berlebihan dapat menjadi kebiasaan dan tetap dilakukan tanpa adanya
bising latar belakang

Kualitas vokal dapat dijelaskan secara subjektif dalam berbagai istilah, dua di antaranya
adalah perau dan serak yang sifat vokal menunjukkan kekasaran dan bernafas kasar.
Keduanya sering menyertai atau menyusul masa-masa penyalahgunaan suara. Penyanyi,
guru, dan profesi lain yang harus bersuara di depan publik untuk waktu lama seringkali
mengalami suara parau atau serak, terutama bila tidak ada alat pengeras suara. Penggemar
olah raga dan kegiatan lain yang berteriak teriak juga tegolong dlam kategori ini. Umunya
hanya berlangsung sementara dan kembali pulih setelah istirahat vokal selama beberapa jam,
namun suatu kondisi semikronik tidak jarang ditemukan dalam keadaan ini.
Hiperfungsi aduktor tampaknya selalu terlibat pada semua penyalahgunaan suara. Pada
banyak kasus, vokalisasi dimulai dengan suatu letupan glotis yang kuat disebut serangan
glotis. Setelah beberapa waktu, terjadi iritasi dan edema plika vokalis. Jika hiperfungsi tidak
dikendalikan, maka terdapat risiko perkembangan nodul pada tepi-tepi plika. Dengan
pertumbuhan nodul, tinggi nada vokal dapat berkurang akibat massa yang lebih besar,
kualitas kasar akan bertambah dan suara nafas menjadi terdengar karena udara lolos melalui
celah disekitar nodul.

Disfonia aduktor spastik yang dicirikan oleh suara parau, tegang dan tercekik tampaknya
merupakan suatu contoh ekstrim dari hiperfungsi, kendatipun kondisi ini tampaknya
resisten terhadap teknik-teknik terapi. Masih ada kecurigaan bahwa disfonia spastik
empunyai komponen psikologis yang penting, namun hal ini belum sering dibuktikan dengan
keberhasilan psikoterapi. Juga pernah dipertimbangkan suatu manifestasi gangguan
neurologik regional. Namun untunglah insidensnya rendah.

Tindakan pembedahan dengan sengaja memotong saraf laringeus rekurens menguntungkan


pada beberapa pasien yang diseleksi dengan sangat cermat, namun tidak pernah dilakukan
tanpa didahului evaluasi menyeluruh dan usaha koreksi dengan cara-cara yang lebih
konservatif. Akibat jangka panjang tidak menguntungkan seperti yang diduga semula.

Suara napas tampaknya merupakan akibat hipofungsi aduktor. Kualitas napas kasar ini
memperlihatkan suatu fase pendekatan yang singkat, dan pada saat berbisik, kedua pita suara
tidak saling menyentuh. Suara nafas ini biasanya responsif dengan terapi simtomatik. Pada
gangguan seperti ini diperlukan evaluasi gerakan pita suara secara menyeluruh, sebaiknya
diperlukan dengan pemeriksaan serat optik yang diperbesar.

hiponasalitas dan hipernasalitas merupakan gangguan resonansi yang meliputi fungsi


rongga mulut, hidung dan faring serta organ-organ yang melekat padanya. Sfingter nasofaring
memerlukan suatu palatum mole fungsional dalam hubungan terhadap otot konstriktor
superior yang dinamik pada dinding posterior faring. Sfingter relatif tertutup paa pengucapan
sebagian besar bunyi kecuali bunyi m,n, dan ng. Bayangkanlah kecepatan dan presisi
balistik yang diperlukan untuk mengikutsertakan bunyi konsonan nasal tanpa merusak bunyi
non-nasal. Kegagalan kronik untuk mencapai tujuan ini merupakan sengau asimilasi.

Banyak pembicara yang baik juga memperdengarkan suara sengau. Penderita palatoskisis
jelas mengalami kesulitan dalam hal ini. Hiperanalisis kronik seharusnya mengarahlan pada
evaluasi lebih lanjut.

Hiponasalitis adalah berkurangnya atau tidak adanya suara sengau dimana normalnya harus
terjadi. Dengan demikian, hiponasalitis hanya mempengaruhi tiga bunyi bicara (m,n dan ng).
Benda dalam hidungku menjadi bedda dalap hidugku. Dan seringkali memang demikian
kasusnya. Fenomena ini disertai dengan kongesti dan edema akibat infeksi saluran napas
bagian atas, namun suara sengau yang menetap memerlukan pemeriksaan untuk mencari
adenoid yang hipertrofi, suatu massa atau deformitas struktural.

Terapi Suara
Setelah pemeriksaan medis, maka dengan memanfaatkan beberapa teknik, ahli patologi
bahasa dan bicara dapat membantu pasien mendapatkan suara yang lebih normal. Langkah
pertama adalah meningkatkan kemampuan pasien dalam memantau suara yang
dihasilkannya, dan meningkatkan kesadaran mengenai situasi-situasi di mana
penyalahgunaan suara dapat terjadi. Tujuan terapi lainnya adalah (1) mendidik pasien dalam
hal anatomi dan fisiologi normal pada mekanisme vokal; (2) menghilangkan kebiasaan yang
slaah; (3) mengurangi penyalahgunaan vokal; (4) mengurangi ketegangan muskuloskletal;
dan (5) penyuluhan.

Sebelum dilakukan intervensi bedah, pasien harus menjalani masa percobaan terapi suara.
Terapi pada gangguan yang tidak menganca, jiwa seringkali tidak memerlukan pembedahan.
Kemudian setelah mendapat masukan dari ahli patologi bicara dan bahasa, dokter dapat
menentukan tindakan yang paling tepat untuk sang pasien.

Pasien pasca bedah yang sbelum operasi tidak dirujuk ke ahli patologi bicara dan bahasa,
dapat menjalani intervensi terapeutik untuk mengurangi trauma pada plika vokalis. Istirahat
suara dalam waktu singkat, selama beberapa ahri dapat membantu kesembuhan pasien setelah
pembedahan plika vokalis. Namun, tidak ada bukti bahwa istirahat suara menguntungkan
pasien pada umumnya, bahkan mungkin berbahaya pada pasien dengan gangguan psikogenik.

Bicara Tanpa Laring

Seseorang yang telah menjalani laringektomi perlu membuat banyak penyesuaian


sesudahnya. Salah satu yang paling sulit adalah belajar berkomunikasi kembali.

Anda mungkin juga menyukai