Anda di halaman 1dari 11

Bab II

Pembahasan

2.1 FONOLOGI
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) dinyatakan bahwa fonologi
adalah bidang dalam linguistik yang menyelidiki bunyi – bunyi bahasa menurut
fungsinya. Dengan demikian fonologi adalah merupakan sistem bunyi dalam
bahasa Indonesia atau dapat juga dikatakan bahwa fonologi adalah ilmu tentang
bunyi bahasa.
Fonologi terbagi menjadi 2 sebagai berikut:
Pertama, fonetik yaitu cabang kajian yang mengkaji bagaimana bunyi-bunyi
fonem sebuah bahasa direalisasikan atau dilafalkan.Fonetik juga mempelajari cara
kerja organ tubuh manusia terutama yang berhubungan dengan penggunaan
bahasa. Chaer (2007) membagi urutan proses terjadinya bunyi bahasa itu, menjadi
tiga jenis fonetik, yaitu:

a) fonetik artikulatoris atau fonetik organis atau fonetik fisiologi, mempelajari


bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam menghasilkan
bunyi bahasa serta bagaimana bunyi-bunyi itu diklasifikasikan.

b) fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau


fenomena alam (bunyi-bunyi itu diselidiki frekuensi getaranya, aplitudonya,dan
intensitasnya.

c) fonetik auditoris mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi


bahasa itu oleh telinga kita.

Dari ketiga jenis fonetik tersebut yang paling berurusan dengan dunia
lingusitik adalah fonetik artikulatoris, sebab fonetik inilah yang berkenaan dengan
masalah bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu dihasilkan atau diucapkan manusia.
Sedangkan fonetik akustik lebih berkenaan dengan bidang fisika, dan fonetik
auditoris berkenaan dengan bidang kedokteran.
Kedua, fonemik yaitu kesatuan bunyi terkecil suatu bahasa yang berfungsi
membedakan makna. Chaer (2007) mengatakan bahwa fonemik mengkaji bunyi
bahasa yang dapat atau berfungsi membedakan makna kata. Misalnya bunyi [l],
[a], [b] dan [u]; dan [r], [a], [b] dan [u] jika dibandingkan perbedaannya hanya
pada bunyi yang pertama, yaitu bunyi [l] dan bunyi [r]. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa kedua bunyi tersebut adalah fonem yang berbeda dalam
bahasa Indonesia, yaitu fonem /l/ dan fonem /r/.

2.2 Alat ucap


Sebenarnya alat – alat yang digunakan untuk menghasilkan bunyi – bunyi
bahasa mempunyai fungsi utama lain yang bersifat fisiologis. Misanya, paru –
paru untuk bernafas, lidah untuk mengecap, gigi untuk mengunyah. Namun, alat –
alat itu secara linguistik dgunakan untuk menghasilkan bunyi – bunyi bahasa
sewaktu berujar.[1]
Kita perlu mengenal nama alat – alat ucap itu satu persatu untuk bisa
memahami bagaimana bunyi bahasa itu bisa di produksi. Nama alat - alat ucap
yang terlibat dalam bunyi bahasa adalah sebagai berikut :
1. Paru – paru (lung)

2. Batang tenggorokan (trachea)

3. Pangkal tenggorokan (larynx)

4. Pita suara (vocalcord) yang di dalamnya terdapat glottis, yaitu celah diantara dua
bilah pita suara

5. Krikoid (cricoids)

6. Lekum (thyroid)

7. Aritenoid (arythenoid)

8. Dinding rongga kerongkongan (wall of pharynx)

9. Epiglottis

10. Akar lidah(root of the tongue)

11. Pangkal lidah (dorsum)

12. Tengah lidah(medium)

13. Daun lidah (laminum)

14. Ujung lidah(apex)

15. Anak tekak(uvula)

16. Langit-langit lunak(velum)

17. Langit-langit keras(palatum)

18. Gusi(alveolum)

19. Gigi atas(dentum)

20. Gigi bawah(dentum)

21. Bibir atas(labium)

22. Bibir bawah(labium)

23. Mulut(mouth)

24. Rongga mulut(oral cavity)

25. Rongga hidung(nasal cavity)


Alat ucap atau alat bicara yang digunakan dalam proses memproduksi bunyi
bahasa dapat dibagi atas tiga komponen yaitu:[2]
a. Komponen subglotal yang terdiri dari paru-paru, saluran bronchial, dan saluran
pernafasan. Fungsi utama komponen subglotal ini adalah memberi arus udara
yang merupakan syarat mutlak untuk terjadinya bunyi bahasa.
b. Komponen laring merupakan kotak yang terbentuk dari tulang rawan yang
berbentuk lingkaran. Di dalamnya terdapat pita suara. Laring berfungsi sebagai
klep yang mengatur arus udara antar paru-paru, mulut, dan hidung.
c. Komponen supraglotal adalah alat ucap yang berada di dalam rongga mulut dan
rongga hidung.

2.3 Vokal
Vokal adalah fonem yang dihasilkan dengan menggerakan udara tanpa
rintangan. Huruf vokal terdiri atas A,I,U,E,O

2.4 Konsonan
Di dalam kajian fonetik digunakan istilah bunyi vocal dan bunyi
konsonan. Bila dalam menghasilkan sutau bunyi ujaran, udara yang keluar yang
keluar dari paru-paru mendapat halangan, maka terjadailah bunyi yang disebut
konsonan. Halangan yang dijumpai udara itu dapat bersifat seluruhnya, dapat
bersifat sebagian yaitu dengan menggeser atau mengadukkan arus udara itu.[3]
Kontoid atau konsonan merupakan bunyi bahasa yang dihasilkan dengan
menghambat aliran udara pada salah satu tempat di saluran suara di atas
glotis.[4]Kontoid adalah bunyi yang bagi pengucapanya arus udara dihambat
sama sekali oleh penutupan larinx atau jalan di mulut atau dipaksa melalui lubang
sempit, atau dipindahkan dari garis tengah daripada alurnya melalui lubang
lateral, atau menyebabkan bergetarnya salah satu alat-alat supraglotal.
Jadi dapat disimpulkan konsonan adalah bunyi ujaran yag terjadi karena
udara yang keluar dari paru-paru mendapat hambatan atau halangan.

2.5 Nama-Nama Bunyi Konsonan


Tempat terjadinya bunyi konsonan, yakni tempat terjadinya hambatan atau
gangguan terhadap bunyi ujar, disebut tempat artikulasi. Sedangkan proses atau
cara terjadinya bunyi itu disebut cara artikulasi. Alat-alat ucap yang digunakan
disebut articulator.
a. Berdasarkan articulator dan titik artikulasinya, konsonan-konsonan dapat dibagi
atas:
 Konsonan bilabial: bunyi yang dihasilkan dengan mempertemukan kedua
belah bibir: p,b,m,w. karena kedua belah bibir sama-sama bergerak, serta
keduanya menjadi titik sentuh dari bibir yang lainnya, maka sekaligus mereka
bertindak sebagai articulator dan titik artikulasi.
 Konsonan labio-dental: adalah bunyi yang dihasilkan dengan mempertemukan
gigi atas sebagai titik artikulasi dan bibir bawah sebagai artikulatornya: f, v.
 Konsonan apiko-interdental: adalah bunyi yang terjadi dengan ujung lidah
yang bertindak sebagai articulator dan daerah antar gigi sebagai titik
artikulasinya: t, n.
 Konsonan apiko-alveolar: adalah bunyi yang dihasilkan oleh ujung lidah dan
lengkug gigi: d, n.
 Konsonan palatal: adalah bunyi yang dihasilkan oleh bagian tengah lidah dan
langit-langit keras: c, j, ny.
 Konsonan velar: adalah bunyi yang dihasilkan oleh belakang lidah dan langit-
langit lembut: k, g, ng, kh.
 Laringal adalah bunyi yang terjadi karena pita suara terbuka lebar, sehingga
tidak ada getaran pada pita suara itu.
 Hamzah (glottal stop)adalah bunyi yang dihasilkan dengan popsisi pita suara
tertutup sama kali, sehingga sama sekali menghalangi udara yang keluar dari
paru-paru.

b. Berdasarkan halangan yang di jumpai udara waktu keluar dari paru-paru


konsonan dapat pula dibagi atas:
 Konsonan hambat(stop) yaitu konsonan yang terjadi karena udara yang keluar
dari paru-paru samasekali dihalangi, misalnya: p, b, k, t, d.
 Frikatif : bila udara yang dikeluarkan dari paru-paru digesekkan. Misalnya:f,
v, kh.
 Spiran: bila udara yang keluar dari paru-paru mendapat halangan berupa
pengadukan, sedangkan sementara itu terdengar bunyi desis. Misalnya: s, z,
sy.
 Likuida: atau disebut juga lateral yaitu bunyi yang dihasilkan dengan
mengangkat lidah ke langit-langit.
 Getar atau trill: adalah bunyi yang dihasilkan dengan mendekatkan lidah ke
alveolum atau pangkal gigi, kemudian lidah itu menjauhi alveolum, dan
seterusnya terjadi berulang-ulang dengan cepat, sehingga udara yang
dikeluarkan digetarkan.

c. Berdasarkan turut tidaknya pita suara bergetar, maka kita dapat membedakan
konsona atas:
 Konsonan bersuara: bila pita suara turut bergetar: b, d, n, g, w.
 Konsonan tak bersuara: bila pita suara turut bergetar: p, t, c, k.

d. Berdasarkan jalan yang diikuti arus udara ketika keluar dari rongga ujaran, maka
konsonan dapat dibedakan atas:
 Konsonan oral: bila udaranya keluar melalui rongga mulut
 Konsonan nasal: bila udaranya keluar melalui rongga hidung
2.6 Distribusi Kontoid
Distribusinya lebih lanjut dijelaskan melalui tabel di bawah ini.
Posisi
Fonem Awal Tengah Akhir
/p/ /pasang/ /apa/ /siap/
/b/ /bahasa/ /sebut/ /adab/
/t/ /tali/ /mata/ /rapat/
/d/ /dua/ /ada/ /abad/
/c/ /cakap/ /beca/ -
/j/ /jalan/ /manja/ /mi’raj/
/k/ /kami/ /paksa/ /politik/
/g/ /galag/ /tiga/ /jajag/
/f/ /fakir/ /kafan/ /maaf/
/v/ /varia/ /lava/ -
/s/ /suku/ /asli/ /lemas/
/z/ /zeni/ /lazim/ -
/š/ /syarat/ /isyarat/ /arasy/
/h/ /hari/ /lihat /tanah/
/m/ /maka/ /kami/ /diam/
/n/ /nama/ /anak/ /daun/
/ň/ /nyata/ /hanya/ -
/ƞ/ /ngilu/ /angin/ /pening/
/r/ /raih/ /juara/ /putar/
/l/ /lekas/ /alas/ /kesal/
/w/ /wanita/ /hawa/ -
/y/ /yakin/ /payung/ -
2.7 Kedudukan Fonologi dalam Cabang-cabang Linguistik

Sebagai bidang yang berkosentrasi dalam deskripsi dan analisis bunyi-


bunyi ujar, hasil kerja fonologi berguna bahkan sering dimanfaatkan oleh cabang-
cabang linguitik yang lain, misalnya morfologi, sintaksis, dan semantik.

1. Fonologi dalam cabang Morfologi

Bidang morfologi yang kosentrasinya pada tataran struktur internal kata


sering memanfaatkan hasil studi fonologi, misalnya ketika menjelaskan morfem
dasar {butuh} diucapkan secara bervariasi antara [butUh] dan [bUtUh] serta
diucapkan [butuhkan] setelah mendapat proses morfologis dengan penambahan
morfem sufiks {-kan}.

2. Fonologi dalam cabang Sintaksis

Bidang sintaksis yang berkosentrasi pada tataran kalimat, ketika


berhadapan dengan kalimat kamu berdiri. (kalimat berita), kamu berdiri? (kalimat
tanya), dan kamu berdiri! (kalimat perintah) ketiga kalimat tersebut masing-
masing terdiri dari dua kata yang sama tetapi mempunyai maksud yang berbeda.
Perbedaan tersebut dapat dijelaskan dengan memanfaatkan hasil analisis
fonologis, yaitu tentang intonasi, jedah dan tekanan pada kalimat yang ternyata
dapat membedakan maksud kalimat, terutama dalam bahasa Indonesia.

3. Fonologi dalam cabang Semantik

Bidang semantik, yang berkosentrasi pada persoalan makna kata pun


memanfaatkan hasil telaah fonologi. Misalnya dalam mengucapkan sebuah kata
dapat divariasikan, dan tidak. Contoh kata [tahu], [tau], [teras] dan [t∂ras] akan
bermakna lain. Sedangkan kata duduk dan didik ketika diucapkan secara
bervariasi [dudU?], [dUdU?], [didī?], [dīdī?] tidak membedakan makna. Hasil
analisis fonologislah yang membantunya.
4. Fonologi dalam bidang Leksikologi

Leksikologi disebut juga dengan leksikolografi yang konsentrasinya pada


persoalan perbendaharaan kata suatu bahasa baik dalam rangka penyusunan
kamus.

5. Fonologi dalam bidang Dialektologi

Dialektologi bermaksud memetakan wilayah pemakaian dialek atau variasi


bahasa tertentu baik secara sosial maupun geografis.

2.8 Manfaat Fonologi dalam Penyusunan Bahasa

Ejaan adalah peraturan penggambaran atau pelambangan bunyi ujar suatu


bahasa. Karena bunyi ujar adalah dua unsur, yaitu segmental dan suprasegmental,
ejaan pun menggambarkan atau melambangkan kedua unsur bunyi tersebut.

Perlambangan unsur segmental bunyi ujar tidak hanya bagaimana


melambangkan bunyi-bunyi ujar dalam bentuk tulisan atau huruf, tetapi juga
bagaimana menuliskan bunyi-bunyi ujar dalam bentuk kata, frase, klausa, dan
kalimat, bagaimana memenggal suku kata, bagaimana menuliskan singkatan,
nama orang, lambang-lambang teknis keilmuan dan sebagainya. Perlambangan
unsure suprasegmental bunyi ujar menyangkut bagaimana melambangkan
tekanan, nada, durasi, jedah dan intonasi. Perlambangan unsure suprasegmental
ini dikenal dengan istilah tanda baca ataupungtuasi.

Tata cara penulisan bunyi ujar ini bias memanfaatkan hasil kajian
fonologi,terutama hasil kajian fonemik terhadap bahasa yang bersangkutan. Oleh
karena itu, hasil kajian fonemik terhahadap ejaan suatu bahasa disebut
ejaan fonemis.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Fonologi adalah cabang ilmu bahasa (linguistik) yang mengkaji bunyi-bunyi
bahasa, proses terbentuknya dan perubahannya. Fonologi mengkaji bunyi bahasa
secara umum dan fungsional.
Istilah fonem dapat didefinisikan sebagai satuan bahasa terkecil yang bersifat
fungsional, artinya satuan fonem memiliki fungsi untuk membedakan
makna. Varian fonem berdasarkan posisi dalam kata, misal fonem pertama pada
kata makan dan makna secara fonetis berbeda. Variasi suatu fonem yang tidak
membedakan arti dinamakan alofon.
Kajian fonetik terbagi atas klasifikasi bunyi yang kebanyakan bunyi bahasa
Indonesia merupakan bunyi egresif. Dan yang kedua pembentukan vokal,
konsonan.
Dalam hal kajian fonetik, perlu adanya fonemisasi yang ditujukan untuk
menemukan bunyi-bunyi yang berfungsi dalam rangka pembedaan makna
tersebut. Dengan demikian fonemisasi itu bertujuan untuk (1) menentukan
struktur fonemis sebuah bahasa, dan (2) membuat ortografi yang praktis atau
ejaan sebuah bahasa.
Gejala fonologi Bahasa Indonesia termasuk di dalamnya yaitu penambahan
fonem, penghilangan fonem, perubahan fonem, kontraksi, analogi, fonem
suprasegmental. Pada tataran kata, tekanan, jangka, dan nada dalam bahasa
Indonesia tidak membedakan makna. Namun, pelafalan kata yang menyimpang
dalam hal tekanan, dan nada kan terasa janggal.
B. SARAN

Adapun saran yang dapat penulis sampaikan yaitu kita sebagai calon
pendidik, harus selalu menggali potensi. Yang ada pada diri kita. Cara menggali
potensi dapat dilakukan salah satunya dengan cara mempelajari makalah ini.
Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat untuk kita ke depannya. Amiin.

Anda mungkin juga menyukai