Anda di halaman 1dari 48

Dysphagia Evaluation and Treatment

Oleh : Windi C Marbun


Pembimbing : dr. Melke J Tumboimbela, SpS(K)
1.1. Terminologi Disfagia
• Menelan merupakan salah satu aktivitas yang
paling sering dilakukan.
• Menelan juga merupakan salah satu fungsi
vital untuk tercukupinya nutrisi dan terhindar
dari hirdasi dan berkontribusi terhadap
kualitas hidup.
• Beberapa istilah yang digunakan dalam
disfagia:
1.2 Overview of Structures
• Pengetahuan dasar tentang • Otot ini dikontrol oleh saraf
anatomi dan kontrol kranial dan saraf perifer
motorik saat proses fisiologi yang diatur di sistim saraf
menelan dan mengunyah pusat melalui brain stem (
adalah dasar fundamental khususnya di medula
yang penting. oblongata sebagai pusat
• Menelan merupakan suatu menelan ) dan kerjasama
gerakan yang kompleks. dengan bagian kortikal dan
• Proses menelan normal subkortikal di otak
terdiri dari koordinasi 30
otot sekitar rongga mulut,
laring dan esofagus.
1.2.1 Anatomical Structures
• Rongga mulut • Dinding faringeal terdiri
merupakan bagian dari 3 kelompok utama
penting yang otot kontriksi , yakni
menghubungkan antara bagian superior, tengah,
saluran pencernaan dan dan inferior) dan otot
saluran nafas bagian atas. panjang pharyngeal
• Saat lidah berada pada (stylopharyngeus,
dasar mulut, akan terlihat salpingopharyngeus,dan
permukaan oral dan palatopharyngeus).
permukaaan faringeal.
• :
• Spingter esofagus bagian atas (UES) merupakan bagian
paling tinggi yang berlokasi di pharyngoesophageal
junction dan memilki bentuk semisirkularis jika dilihat
dari bagian horinzontal.
• Terdiri dari 3 otot: Serabut otot kontriksi inferior
faringeal, otot cricopharyngeal dan serabut otot bagian
atas dari esophagus.
• Selama proses menelan UES akan berkontraski saat
istirahat dan dalam keadaan relaks untuk mengantar
bolus makanan ke esophagus dan mencegah
regurgitasi bolus dari esophagus and lambung.
• Beberapa otot yang berkontribusi saat proses menelan
1.2.2 Neural Control of Swallowing
• Proses menelan merupakan suatu proses dinamik
yang kompleks dimana melibatkan sistim neural.
• Bagian sistim saraf pusat yang terutama terlibat
dalam mengontrol proses menelan adalah
supratentorium (cortical and subcortical cortex)
dan infratentorium (brain stem). Sistim kerja
sama ini berkolaborasi dengan sistim saraf tepi
yang mengontrol sensori motorik termasuk
beberapa saraf kranial lainnya. (Gambar 1.3).
2. Evolution and Development
of Human Swallowing
• Pengertian tentang proses evolusi menelan
pada manusia berasal dari perbandingan
dengan hewan mamalia. Dalam hal ini larynx
merupakan point penting.
• Banyak hewan mamalia seperti tikus, kuda,
babi, kucing memiliki struktur anatomi yang
hampir sama dalam proses menelan. (Fig.
2.1).
• Posisi laring relatif lebih tinggi daripada leher dari dasar
kranium.
• . Other than the anatomically high
• position of the larynx in many other mamals, the part of
the epiglottis that touches
• or overlaps above the soft palate (so-called intranarial
larynx) permits the margins
• of the soft palate to seal the airway from food passage. This
structure enables the
• larynx to open directly into the nasopharynx and generates
a physical separation of
• the two pathways (breathing and swallowing) to ensure
survival
• Perbandingan anantomi oropharyngolaryngeal
pada manusia dan mamalia:(Fig. 2.2), dapat
diilustrasikan 3 prinsip dalam proses menelan:
1. Dalam keadaan posisi tegak, rongga mulut dan
pharyngeal pada manusia akan membentuk
sudut tajam 90°. Berbeda dengan mamalia
sudut antara rongga mulut dan pharyngeal
relatif datar. Hal ini berarti bahwa, pada manusia
cairan akan sangat mudah masuk ke laring
sebelum ke esophagus.
• 2. Pharynx pada mamalia relatif lebih kecil,
dibandingkan dengan laringeal ke kavum nasal
(intranarial larynx). Dengan struktur ini akan
melindungi dan mencegah aspirasi saat proses
menelan.
• 3. Seluruh bagian posterior dari lidah mamalia
berlokasi pada bagian dalam rongga mulut.
Kontras dengan bagian posterior lidah pada
manusia yang langsung terhubungan dengan
farinf, merupakan bentuk anterior dinding
faringeal.
• Dengan bentuk anatomi yang berbeda ini
mengakibatkan resiko tinggi terjadinya aspirasi
makanan saat dari orofaring ke laring.
Meskipun struktur anatomi ini sangat aman
untuk hewan mamalia, tetapi sangat terbatas
terhadap fonasi.
2.1 Development of Swallowing in Humans

• Kavum oral pada bjayi baru lahir secara fungsional


didominasi oleh lidah. Karena ukuran rongga mulut
yang relatif kecil dan cenderung memilki rahang yang
rendah.
• Hard palate berbentuk datar dan tidak memiliki gigi.
• Karena struktur ini, jarak rongga mulut cenderung kecil
sehingga pada bayi baru lahir dan pada bayi lebih
efisien untuk menghisap daripada mengunyah.
• Struktur anatomi ini akan berkembang sampai usia
5bulan.
• Perubahan struktur anatomi ini akan melindungi
terhadap 2 sistim yakni sistim pernafasan dan
pencernaan.
• Funsi respirasi dan pencernaan akan saling menyilang
di area faringeal,meminimalkan terjadinya
aspirasi.Inilah mengapa pada individu dewasa memiliki
resiko tinggi dalam masalah menelan. Meskipun
dengan strukturr ini memilki kerigian pada individu
dewasa, tetapi bentuk laring yang rendah memberikan
keunutngan, yakni memberika produksi suara/fonasi
dan meberikan artikulasi yang sangat baik.
Physiological Models of Swallowing
• Dua proses dari 4 fase penting menelan
adalah proses minum dan proses menelan.
• Proses menelan secara umum dibagi menjadi
4 tingkatan: tingkat persiapan oral,
mendorong, faringeal dan esofageal.
• Keempat fase menelan ini untuk menjelaskan
proses yang terjadi saat proses menelan.
3.1.1 Oral Preparatory Stage
• Cairan/makanan terkumpul pada bagian anterior dari
kavum oral, posisi ini merupakan keadaan posisi siap
(swallow-ready position).
• Dua bagian rongga mulut yang mampu menahan
cairan/makanan adalah : Bagian dasar mulut bagian
anterior (dipper type) dan dasar permukaan lidah (tipper
type).
• Saat bibir menutup dan lidah kontak dengan bagian ujung
anterior mencegah keluarnya air liur.
• Pada saat ini ,lidah menyerupai bentuk mangkuk untuk
mempertahankan bolus makanan tetap pada daerah
dorsum.
• Bagian posterior dari kavum oral akan dikontrol oleh otot
palatoglossus , sehinggga mencegah masukknya bolus
makanan ke oropharynx sebelum ditelan.
3.1.2 Oral Propulsive Stage
• Bagian ujung dan tepi lidah akan berada pada
bagian alveolar.Bagian posterior dari lidah akan
menekan untuk membuka bagian posterior dari
kavum oral.
• Bolus makanan akan didorong dari kavum oral ke
faring melalui tenggorokan dengan cara aksi yang
terus menerus antara lidah sampai ke palatum
bagian anterior ke posterior dengan mekanisme
sequesting. Pada saat ini makanan akan didorong
kembali ke faring.
Gambar : Diagram normal proses menelan Cairan/Bolus.
Bolus/Cairan berada dalam posisi “siap” bagian permukaan anterior lidah dan palatum
durum. Secara terpisah bagian posterior lidah – palate akan kontak yang memisahkan
antara kavum oral dan faring. Bagian lidah posterior akan menekan kebawah dan soft
palate naik keatas saat menelan, diikuti masukknya bolus/cairan kedalam faring.
3.1.3 Pharyngeal Stage
• Fase faringeal m terjadi erupakan tahap
lanjutan dari tahap trasnpor oral.
• Saat tahap faringeal adalah merupakan
gerakan terkontrol untuk memindahkan bolus
dari faring ke esofagus.
• Tahap ini merupakan tahapan yang paling
penting dari tahapan menelan karena saat ini
terjadi tahapan melindungi aliran pernafasan,
mencegah bolus masuk ke sistim pernafasan.
Tahapan fisiologi fase faringeal :
1. Soft palate akan terangkat dan kontak dengan
bagian lateral dan posterior dinding faringeal
terutama oleh karena kontraksi otot levator
dan tensor veli palatini, otot palatofaringeus
dan otot kontriktor faringeal
superior,sehingga velofaringeal ( nasofaring
dan orofaring) menutup sempurna dan
mencegah masukknya material makanan ke
kavum nasal (nasal regurgitation).
2. Laring dan hyoid bergerak ke anterior dan posterior oleh
otot kontriksi suprahyoid dan thyrohyoid.
• Gerakan anterosuperior dari laring dan hyoid penting oleh
karena beberapa alasan:
• pertama: Gerakan ini membuat posisi larinf berada
dibawah dasar lidah sehingga mencegah bolus makanan
keluar dari jalurnya dan memfasilitasi epiglotis kembali
keposisi semula.
• Kedua, saat elevasi, posisi faring dan laring menjadi lebih
pendek dan lebih lebar, menyebabkan tekanan di kavum
menjadi negatif
• Ketiga: Posisi ini akan memberikn tekanan kuat untuk
membuka otot cricopharyngeal dan UES.
3. Dasar lidah akan tertarik bagian posterior
dinidng faringeal, mencegah makanan kembali
lagi ke mulut dan masuk kefaring.
4. Kontraksi otot faringeal dari atas ke bawah
mengurangi volume faringeal dan
meningkatkan tekanan di faringeal sehingga
membantu bolus makanan untuk didorong
kebawah.
5. Terjadi penutupan laring. Proses ini melibatkan tiga
aspek utama: TVC, ruang laring (lipatan vokal palsu dan
lipatan aryepiglottic), dan infersi epiglotis.
6. Tahap faring berakhir ketika UES relaksasi dan
memungkinkan bolus untuk masuk kerongkongan
sepenuhnya. Terbukanya UES tergantung tiga
kondisi:relaksasi dari UES yang dikontrak secara tonik;
daya tarik kekuatan melalui perjalanan anterior
hyolaryngeal; properti distensibilitas dari otot, yang
memungkinkan UES meregangkan dan mengakomodasi
jalan bolus; dan peningkatan tekanan intrabolus
dengan efek meluas yang mendekat bolus.
3.1.4 Esophageal Stage
• Tahap ini dimulai setelah bolus melewati UES.
UES berada dalam keadaan istirahat dan
rilaksasi saat makanan masuk ke
kerongkongan. Setelah bolus telah berhasil
memasuki kerongkongan, otot krikofaring
kembali ke posisi semula untuk mencegah
bolus mengalir kembali ke hipofaring.
• Peristaltik esofagus primer diaktifkan sebagai
respons terhadap kedatangan bolus; ini
meregangkan lumen esofagus ketika itu terjadi
sehubungan dengan faring menelan,
mendorong bolus menuju sfingter esofagus
bagian bawah (LES).
• Proses seperti gelombang peristaltik esofagus sekunder
kemudian terjadi oleh lokal distensi untuk memeras
bolus ke dalam perut di bawah kendali oleh otonom
sistem saraf. Demikian juga, gravitasi sebagian
membantu transfer bolus dalam posisi tegak. Waktu
transit esofagus biasanya berkisar antara 8 hingga 20 s
[13]. LES menjadi rileks sehingga bolus dapat masuk ke
perut. LES adalah juga dikontrak saat istirahat, seperti
halnya UES, setelah bolus masuk ke lambung
mencegah regurgitasi gastroesofagus. Proses menelan
selesai pada titik ini, dan pencernaan dimulai setelah
bolus memasuki lambung melalui LES.
Clinical Evaluation of Dysphagia
• Disfagia adalah komplikasi yang umum terjadi pada
pasien serebrovaskular dan terjadi pada hari ke-3
dengan epidemiologi sekitar 42-67% pasien.
• Stroke serebral dan batang otak adalah penyebab
utama dari gangguan menelan.
• Disfagia pada pasien dengan stroke batang otak adalah
lebih mungkin untuk tetap permanen.
• Disfagia memiliki risiko aspirasi dan pneumonia dan
menyebabkan kematian.
• Pasien stroke dengan disfagia, terlepas dari tingkat
keparahannya atau adanya aspirasi, kira-kira tiga kali
lebih mungkin untuk mengembangkan pneumonia
daripada adalah pasien tanpa disfagia.
• Parameter dasar dalam evaluasi menelan adalah
status pasien (termasuk tingkat kesadaran dan
status pernapasan), fungsi intelektual, struktur
dan fungsi orofaringeal, tingkat ADL, care giver,
dan sumber daya yang tersedia.
• Parameter dasar dalam evaluasi menelan adalah
status kinerja pasien (Ada atau tidak adanya
disfagia pertama kali ditentukan menggunakan
tes skrining.
• Evaluasi lebih lanjut menggunakan teknik seperti
VF, videoendoscopy (VE), jika tes skrining gagal.
• Setelah melakukan skrining disfagia kemudian
dilakukan kualifikasi tingkat aspirasi
pneumonia dengan menggunakan Dysphagia
Severity Scale (DSS) sedangkan untuk kondisi
makan pasien ditentukan menggunakan Skala
Status Makan (ESS).
• Stabilitas medis pasien ditentukan menjadi tidak
stabil atau stabil, di mana stabil berarti tidak ada
tanda-tanda dehidrasi, kekurangan gizi, atau
pneumonia ditemukan dengan pengamatan yang
dilakukan setiap 2 minggu.
• Baik DSS dan ESS berkorelasi satu sama lain dan
penting untuk perawatan perencanaan, termasuk
membuat rekomendasi mengenai tingkat diet,
kemandirian tingkat, intervensi, rencana
manajemen, dan pemantauan peningkatan
menelan setelah terapi latihan.
Dysphagia Screening

• Evaluasi menelan pada pasien dilakukan


dengan skrining.
• Skiring yang cepat bertujuan mengidentifikasi
pasien yang berisiko disfagia orofaring.
• Skrining harus diterapkan segera setelah
kondisi medis pasien memungkinkan, untuk
memandu penilaian lebih lanjut dan
menentukan apakah pasien dapat mengambil
makanan dengan aman dengan mulut.
• Tidak ada satupun tools skrining disfagia yg
efektif dan memiliki klinikal implementasi yang
lengkap.
• Tools skrining disfagia efektif jika mudah
digunakan, prosedur membutuhkan waktu yg
sedikit dan menggunakan metode nonivasif
untuk mengurangi aspirasi.
• Disamping itu semua, alat skrining harus memiliki
reabilitas dan validitas. Karena tujuan utama dari
alat skrining disfagia adalah memiliki sensitifitas
yng tinggi dengan resiko rendah fals neagtif.
• Beberapa skrining disfagian yang digunakan diJepang dijelaskan
sebagai berikut:
• Repetitive Saliva Swallowing Test (RSST)
• Merupakan skrining disfagia yg dikembangkan sangat aman dan
sederhana.
• Skrining ini mendeteksi gerakan volunter menelan dengan
korelasinya terhadap resiko aspirasi.
• Pada posisi istirahat pasien diminta untuk menelan saliva beberapa
kali dalam waktu 30 detik.
• Pemeriksa menghitung jumlah pasien mampu menelan saliva
dengan melakukan palpasi atau inspeksi saat elevasi laringeal
selama muncul refleks menelan.
• Pasien yang hanya mampu menelan skor kurang dari 2 dalam waktu
30 detik memiliki resiko disfagia aspirasi dan perlu dilakukan
investigasi ulang.
• Sensitifitas dan spesifisitas dari RSST
mendiagnosa aspirasi dibandingkan dengan
VF adalah 0.98 dan 0.66.
• Meskipun demikian RSST memiliki
keterbatasan pada pasien dengan gangguan
kognitif atau disfungsi berbahasa karena
pasien ini akan kesulitan untuk memahami
intruksi.
Gambar: Pemeriksa meletakkan tangan jari telunjuk dan jari tengah pada tulang hyoid
dan thyroid cartilage, saat pasien menelan saliva.

Anda mungkin juga menyukai