Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

FISIOLOGI MENELAN

Pembimbing :
Dr. H. ERIE TRIJONO, Sp.THT-KL

Disusun oleh :
HAFIZH AL-AMANAH (21704101072)
MUHAMMAD SHOLIHUDDIN (21704101073)

KEPANITERAAN KLINIK MADYA


LABORATORIUM ILMU PENYAKIT TELINGA
HIDUNG DAN TENGGOROK
RSUD MARDI WALUYO KOTA BLITAR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM
MALANG
2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Allah SWT atas
segala nikmat dan karunia-Nya. Shalawat dan salam semoga selalu
tercurahkan kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya.
Atas izin dan kehendak Allah, penulis dapat menyelesaikan referat ini
dengan judul FISIOLOGI MENELAN.
Ucapan terima kasih saya ucapkan kepada Dr. H. Erie Trijono,
Sp.THT-KL selaku kepala SMF Laboratorium Ilmu Penyakit Telinga Hidung
dan Tenggorok (THT) yang telah membimbing saya dalam penulisan referat
ini. makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Madya
Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorok dan meningkatkan keilmuan
dibidang kesehatan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih banyak
kekurangan. Kritik dan saran diharapkan guna menyempurnakan penulisan
kedepannya. Semoga laporan kasus ini memberikan manfaat bagi kita semua.
Aamiin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Blitar, 07 Mei 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR ..............................................................................................i
DAFTAR ISI ..............................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................iii
DAFTAR TABEL .....................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 FISIOLOGI MENELAN ...................................................................2
2.2 FASE ORAL .....................................................................................2
2.3 FASE FARINGEAL ..........................................................................4
2.4 FASE ESOFAGEAL ..........................................................................7
BAB III PENETUP ...................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA

ii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
GAMBAR 2.1 Fase Faringeal ..............................................................................6
GAMBAR 2.2 Proses Menelan pada Fase Faringeal ...........................................7
GAMBAR 2.3 Fase Esofageal .............................................................................9
GAMBAR 2.4 Proses Menelan pada Fase Esofageal ..........................................9

iii
DAFTAR TABEL

Halaman
TABEL 2.1 Peranan Saraf Kranial pada Fase Preparasi Oral ............................3
TABEL 2.2 Peranan Saraf Kranial pada Fase Profulsif Oral..............................4
TABEL 2.3 Peranan Saraf Kranial pada Fase Faringeal ....................................5

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Menurut kamus deglutasi atau deglutition diterjemahkan sebagai proses


memasukkan makanan kedalam tubuh melalui mulut “the process of taking
food into the body through the mouth”.1 Proses menelan merupakan suatu
proses yang kompleks, yang memerlukan setiap organ yang berperan harus
bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan. Dalam proses menelan ini
diperlukan kerjasama yang baik dari 6 syaraf cranial, 4 syaraf servikal dan
lebih dari 30 pasang otot menelan. Pada proses menelan terjadi pemindahan
bolus makanan dari rongga mulut ke dalam lambung.2
Keberhasilan proses menelan ini tergantung dari beberapa faktor, yaitu
ukuran bolus makanan, diameter lumen esophagus, kontraksi peristaltic
esophagus, fungsi sfingter esophagus, dan kerja otot-otot rongga mulut dan
lidah.2
Integrasi fungsional yang sempurna akan terjadi bila sistem neuro-
muskular mulai dari susunan saraf pusat, batang otak, persarafan dinding
faring dan uvula, persarafan ekstrinsik esophagus serta persarafan intrinsic
otot-otot esophagus bekerja dengan baik, sehingga aktivitas motorik berjalan
lancer. Kerusakan pada pusat menelan dapat menyebabkan kegagalan aktivitas
komponen orofaring. Otot lurik esophagus dan sfingter esophagus bagian atas.
Oleh karena Otot lurik esophagus dan sfingter esophagus bagian atas juga
mendapat persarafan dari inti motor nevus vagus, maka aktivitas peristaltic
esophagus masih tampak pada kelainan di otak. Relaksasi sfingter esophagus
bagian bawah tejadi akibat peregangan langsung dinding esophagus.1,2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

FISIOLOGI MENELAN
Proses menelan adalah suatu aktivitas neuromuskular yang kompleks
yang meliputi koordinasi yang cepat dari struktur-struktur dalam kavum oris,
faring, laring dan esofagus. Hal yang membuat kompleks adalah struktur-
struktur tersebut juga harus menunjang fisiologi respirasi, fonasi dan artikulasi.
Pada waktu proses menelan, bolus makanan akan berjalan dari mulut ke
lambung melalui faring dan esofagus yang akan menyilang jalan respirasi
udara pernapasan dari hidung menujung faring dan trakea. Untuk proses ini
diperlukan interaksi sekitar 40 pasang muskuli dan 5 saraf kranialis. Dalam
keadaan normal, respirasi akan berhenti selama terjadi proses menelan dan
terjadi penutupan glotis oleh epiglotis.
Dalam proses menelan akan terjadi hal-hal seperti berikut: (1)
Pembentukan bolus makanan dengan bentuk dan konsistensi yang baik, (2)
Usaha sfingter mencegah terhamburnya bolus ini dalam fase-fase menelan, (3)
Kerja sama yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus
makanan ke arah lambung, (4) Mencegah masuknya bolus makanan dan
minuman ke dalam nasofaring dan laring, (5) Mempercepat masuknya bolus
makanan ke dalam faring pada saat respirasi, (6) Usaha untuk membersihkan
kembali esofagus. Proses menelan dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase oral,
fase faringeal dan fase esophageal.7

FASE ORAL
Fase oral terdiri dari fase preparasi oral dan fase propulsif oral. Pada fase
preparasi oral merupakan fase pertama dari proses menelan ini akan terjadi
proses pembentukan bolus makanan yang dilaksanakan oleh gigi geligi, lidah,
palatum mole, otot-otot pipi dan saliva untuk menggiling dan membentuk
bolus dengan konsistensi dan ukuran yang siap untuk ditelan. Proses ini
berlangsung secara disadari7.

2
Tabel 2.1 Peranan Saraf Kranial Pada Fase Preparasi Oral

ORGAN AFFEREN (sensorik) EFFEREN (motorik)


Mandibula n. V.2 (maksilaris) n.V: m. Temporalis, m. maseter,
m. pterigoid
Bibir n. V.2 (maksilaris) n.VII: m.orbikularis oris, m.
zigomatikum, m.levator labius
oris, m.depresor labius oris,
m. levator anguli oris, m.
depressor anguli oris
Mulut & pipi n.V.2 (maksilaris) n.VII: m. mentalis, m. risorius,
m.businator
Lidah n.V.3 (lingualis) n.XII: m. hioglosus, m.
mioglosus

Pada Fase Profulsif Oral atau disebut fase transfer dimulai pada saat
diputuskan untuk menelan. Dimana perpindahan bolus dari ronggal mulut ke
faring segera terjadi, setelah otot-otot bibir dan pipi berkontraksi meletekkan
bolus diatas lidah.

Otot intrinsik lidah berkontraksi menyebabkan lidah terangkat mulai


dari bagian anterior ke posterior. Bagian anterior lidah menekan palatum
durum sehingga bolus terdorong ke faring. Bolus menyentuh bagian arkus
faring anterior, uvula dan dinding posterior faring sehingga menimbulkan
refleks faring. Arkus faring terangkat ke atas akibat kontraksi m. palato
faringeus (n. IX, n.X dan n.XII).5

3
Tabel 2.2 Peranan Saraf Kranial Fase Profulsif Oral
ORGAN AFFEREN EFFEREN (motorik)
(sensorik)
Bibir n.V.2 (mandibularis), n.V: m.orbikularis oris,
n.V.3 (lingualis) m.levator labiu oris, m. depressor
labius, m.mentalis
Mulut & pipi n.V.2 (mandibularis) n.VII: m.zigomatikus,levator
anguli oris, m.depressor anguli
oris, m.risorius. m.businator
Lidah n.V.3 (lingualis) n.IX,X,XI : m.palatoglosus
Uvula n.V.2 (mandibularis) n.IX,X,XI:m.uvulae,m.palatofaring

Jadi pada fase oral ini secara garis besar bekerja saraf karanial n.V2
dan nV.3 sebagai serabut afferen (sensorik) dan n.V, nVII, n.IX, n.X, n.XI,
n.XII sebagai serabut efferen (motorik).

FASE FARINGEAL
Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring anterior
(arkus palatoglosus) dan refleks menelan segera timbul. Pada fase faringeal ini
terjadi:6
1 m.Tensor veli palatini (n.V) dan m. Levator veli palatini (n.IX, n.X
dan n.XI) berkontraksi menyebabkan palatum mole terangkat, kemudian
uvula tertarik keatas dan ke posterior sehingga menutup daerah
nasofaring.
2 m.genioglosus (n.XII, servikal 1), m.ariepiglotika (n.IX,nX)
m.krikoaritenoid lateralis (n.IX,n.X) berkontraksi menyebabkan aduksi
pita suara sehingga laring tertutup.
3 Laring dan tulang hioid terangkat keatas ke arah dasar lidah karena
kontraksi m.stilohioid, (n.VII), m.Geniohioid, m.tirohioid (n.XII dan
n.servikal I).

Kontraksi m.konstriktor faring superior (n.IX, n.X, n.XI), m.Konstriktor


faring inermedius (n.IX, n.X, n.XI) dan m.konstriktor faring inferior (n.X,

4
n.XI) menyebabkan faring tertekan kebawah yang diikuti oleh relaksasi m.
Kriko faring (n.X) Pergerakan laring ke atas dan ke depan, relaksasi dari
introitus esofagus dan dorongan otot-otot faring ke inferior menyebabkan
bolus makanan turun ke bawah dan masuk ke dalam servikal esofagus. Proses
ini hanya berlangsung sekitar satu detik untuk menelan cairan dan lebih lama
bila menelan makanan padat7.

Tabel 2.3 Peranan Saraf Kranial Pada Fase Faringeal


ORGAN AFFEREN EFFEREN
Lidah n.V.3 n.V :m.milohyoid, m.digastrikus
n.VII : m.stilohyoid
n.XII,nC1 :m.geniohyoid,
m.tirohyoid
n.XII :m.stiloglosus
Palatum n.V.2, n.V.3 n.IX, n.X, n.XI :m.levator veli
palatini
n.V :m.tensor veli palatini
Hyoid n.Laringeus n.V : m.milohyoid, m. Digastrikus
superior n.VII : m. Stilohioid
cab.internus (n.X) n.XII, n.C.1 :m.geniohioid,
m.tirohioid
Nasofaring n.X n.IX, n.X, n.XI : n.salfingofaringeus
Faring n.X n.IX, n.X, n.XI : m. Palatofaring,
m.konstriktor
faring sup, m.konstriktor ffaring
med.
n.X,n.XI: m.konstriktor faring inf.
Laring n.rekuren (n.X) n.IX: m.stilofaring
Esofagus n.X n.X : m.krikofaring

Pada fase faringeal ini saraf yang bekerja saraf karanial n.V.2, n.V.3 dan
n.X sebagai serabut afferen dan n.V, n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII sebagai
serabut efferen Bolus dengan viskositas yang tinggi akan memperlambat fase

5
faringeal, meningkatkan waktu gelombang peristaltik dan memperpanjang
waktu pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Bertambahnya volume bolus
menyebabkan lebih cepatnya waktu pergerakan pangkal lidah, pergerakan
palatum mole dan pergerakan laring serta pembukaan sfingter esofagus bagian
atas. Waktu Pharyngeal transit juga bertambah sesuai dengan umur.6

Kecepatan gelombang peristaltik faring rata-rata 12 cm/detik.


Mc.Connel dalam penelitiannya melihat adanya 2 sistem pompa yang bekerja
yaitu:6

1 Oropharyngeal propulsion pomp (OOP) adalah tekanan yang ditimbulkan


tenaga lidah 2/3 depan yang mendorong bolus ke orofaring yang disertai
tenaga kontraksi dari m.konstriktor faring
2 Hypopharyngeal suction pomp (HSP) adalah merupakan tekanan negatif
akibat terangkatnya laring ke atas menjauhi dinding posterior faring,
sehingga bolus terisap ke arah sfingter esofagus bagian atas. Sfingter
esofagus bagian atas dibentuk oleh m.konstriktor faring inferior,
m.krikofaring dan serabut otot longitudinal esofagus bagian superior.

Gambar 2.1 Proses Menelan Pada Fase Faringeal.7

6
Gambar 2.2 Proses Menelan pada Fase Faringeal, bolus masuk ke faring
dan glotis menutup.7

FASE ESOFAGEAL
Pada fase esofageal proses menelan berlangsung tanpa disadari. Bolus
makanan turun lebih lambat dari fase faringeal yaitu 3-4 cm/ detik. Fase ini
terdiri dari beberapa tahapan:7
Dimulai dengan terjadinya relaksasi m.kriko faring. Gelombang
peristaltik primer terjadi akibat kontraksi otot longitudinal dan otot sirkuler
dinding esofagus bagian proksimal. Gelombang peristaltik pertama ini akan
diikuti oleh gelombang peristaltik kedua yang merupakan respons akibat
regangan dinding esofagus. Gerakan peristaltik tengah esophagus dipengaruhi
oleh serabut saraf pleksus mienterikus yang terletak diantara otot longitudinal
dan otot sirkuler dinding esofagus dan gelombang ini bergerak seterusnya
secara teratur menuju ke distal esofagus. Cairan biasanya turun akibat gaya
berat dan makanan padat turun karena gerak peristaltik dan berlangsung
selama 8-20 detik. Esophagal transit time bertambah pada lansia akibat
dari berkurangnya tonus otot-otot rongga mulut untuk merangsang
gelombang peristaltik primer.7

7
Gambar 2.3 Fase Esofageal.7

Gambar 2.4 Proses Menelan pada Fase Esofageal.7

8
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Proses menelan adalah suatu aktivitas neuromuskular yang kompleks
yang meliputi koordinasi yang cepat dari struktur-struktur dalam kavum oris,
faring, laring dan esofagus. Hal yang membuat kompleks adalah struktur-
struktur tersebut juga harus menunjang fisiologi respirasi, fonasi dan artikulasi.
Untuk proses ini diperlukan interaksi sekitar 40 pasang muskuli dan 5 saraf
kranialis. Dalam keadaan normal, respirasi akan berhenti selama terjadi proses
menelan dan terjadi penutupan glotis oleh epiglotis.
Dalam proses menelan akan terjadi hal-hal seperti berikut: (1)
Pembentukan bolus makanan dengan bentuk dan konsistensi yang baik, (2)
Usaha sfingter mencegah terhamburnya bolus ini dalam fase-fase menelan, (3)
Kerja sama yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus
makanan ke arah lambung, (4) Mencegah masuknya bolus makanan dan
minuman ke dalam nasofaring dan laring, (5) Mempercepat masuknya bolus
makanan ke dalam faring pada saat respirasi, (6) Usaha untuk membersihkan
kembali esofagus. Proses menelan dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase oral,
fase faringeal dan fase esophageal.7

9
DAFTAR PUSTAKA

1. Anatomi fisiologi Tenggorokan. Available from:


http://arispurnomo.com/anatomi-fisiologi-telinga.org di akses 4 Mei 2019.
2. Palmer JB, Drennan JC. Evaluation and treatment of swallowing
impairments 2000. avaible from: http://www.aafp.org Accessed July 14,
2010
3. Anatomi dan fisiologi system pernapasan. Available from :
http://fraxawant.wordpress.com/2008/07/16/anatomi-dan-fisiologi-sistem-
pernapasan/.com di akses 5 Mei 2019
4. Mansjoer, A, et al; 2001. Tenggorok dalam Kapita Selekta Kedokteran.
Edisi 3. Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta
5. Sosialisman, Helmi, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung
Tenggorokan. Editor Soepardi, E, et.al. Edisi 6. Balai Penerbitan FKUI:
Jakarta.
6. Soetirto Indro,Bashiruddin Jenny,Bramantyo Brastho ,Buku ajar Ilmu
Kesehatan Telinga ,Hidung ,Tenggorok Kepala & Leher.Edisi V.Penerbit
FK-UI, Jakarta 2007.
7. Tenggorokan: Anatomi dan Fisiologi Menelan. Available from :
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://web
schoolsolutions.com/patts/systems/ear.html di akses 6 Mei 2019

10

Anda mungkin juga menyukai