Pembimbing :
dr. Eka Poerwanto, Sp.KFR
Penyusun :
Dwi Faidah Agustina
2019.04.2.0074
Pembimbing
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya, kami bisa menyelesaikan referat dengan
topik “Hernia Mucleus Pulposus”. Referat ini disusun sebagai salah satu
tugas wajib untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik di bagian Kedokteran
Fisik dan Rehabilitasi RSAL Dr. Ramelan Surabaya, dengan harapan
dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu yang bermanfaat bagi
pengetahuan penulis maupun pembaca.
Dalam penulisan dan penyusunan referat ini tidak lepas dari
bantuan dan dukungan berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan
terima kasih kepada:
a. dr. Eka Poerwanto, Sp.KFR , selaku Pembimbing Referat.
b. Para dokter Spesialis Kesehatan Fisik dan Rehabilitasi Dr.
Ramelan Surabaya.
c. Para perawat dan pegawai di bagian Saraf RSAL Dr. Ramelan
Surabaya.
d. Serta teman – teman Dokter Muda dan semua pihak yang telah
membantu dalam terselesaikannya referat ini
Kami menyadari bahwa referat yang kami susun ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka saran dan kritik yang membangun dari semua pihak
sangat diharapkan. Semoga referat ini dapat memberi manfaat.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2. Tujuan
Tujuan dari penulisan Referat ini adalah untuk mengetahui definisi,
etiologi, patofisiologi, faktor resiko, diagnosis, gejala klinis, terapi,
prognosis dan penanganan rehabilitasi medik pada Hernia Nukleus
Pulposus (HNP).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
----- HNP (Hernia Nukleus Pulposus) yaitu keluarnya nukleus pulposus
dari discus melalui robekan annulus fibrosus hingga keluar ke belakang
atau dorsal menekan medulla spinalis atau mengarah ke dorsolateral
menekan radix spinalis sehingga menimbulkan gangguan.13
2.2 Anatomi
Anatomi tulang belakang perlu diketahui agar dapat ditentukan
elemen yang terganggu pada timbulnya keluhan nyeri punggung bawah. 9
Columna vertebralis adalah pilar utama tubuh. Merupakan struktur
fleksibelyang dibentuk oleh tulang-tulang tak beraturan, disebut vertebrae.
Vertebrae dikelompokkan sebagai berikut :
- Cervicales (7)
- Thoracicae (12)
- Lumbales (5)
- Sacroles (5, menyatu membentuk sacrum)
- Coccygeae (4, 3 yang bawah biasanya menyatu)
3
Tulang vertebrae merupakan struktur kompleks yang secara garis
besar terbagi atas 2 bagian. Bagian anterior tersusun atas korpus
vertebra, diskus intervertebralis (sebagai artikulasi), dan ditopang oleh
ligamentum longitudinale anterior dan posterior. Sedangkan bagian
posterior tersusun atas pedikel, lamina, kanalis vertebralis, serta prosesus
tranversus dan spinosus yang menjadi tempat otot penyokong dan
pelindung kolumna vertebrale. Bagian posterior vertebrae antara satu dan
lain dihubungkan dengan sendi apofisial (fascet joint).11
4
Tulang vertebrae ini dihubungkan satu sama lainnya oleh
ligamentum dan tulang rawan. Bagian anterior columna vertebralis terdiri
dari corpus vertebrae yang dihubungkan satu sama lain oleh diskus
fibrokartilago yang disebut discus invertebralis dan diperkuat oleh
ligamentum longitudinalis anterior dan ligamentum longitudinalis
posterior.7
Discus intervertebralis terdiri dari lempeng rawan hyalin (Hyalin
CartilagePlate), nukleus pulposus (gel), dan annulus fibrosus. Sifat
setengah cair dari nukleuspulposus, memungkinkannya berubah bentuk
dan vertebrae dapat mengjungkit kedepan dan kebelakang diatas yang
lain, seperti pada flexi dan ekstensi columna vertebralis.Diskus
intervertebralis, baik anulus fibrosus maupun nukleus pulposusnya adalah
bangunan yang tidak peka nyeri. 6,8
Dengan bertambahnya usia, kadar air nukleus pulposus menurun
dan diganti oleh fibrokartilago. Sehingga pada usia lanjut, diskus ini tipis
dan kurang lentur, dan sukar dibedakan dari anulus. Ligamen
longitudinalis posterior di bagian L5-S1 sangat lemah, sehingga HNP
sering terjadi di bagian postero lateral.9
2.3 Patofisiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya HNP :
1. Aliran darah ke discus berkurang
2. Beban berat
3. Ligamentum longitudinalis posterior menyempit
5
Jika beban pada discus bertambah, annulus fibrosus tidak kuat menahan
nucleus pulposus (gel) akan keluar, akan timbul rasa nyeri oleh karena gel
yang berada dicanalis vertebralis menekan radiks.10
Pada umumnya HNP terjadi karena adanya proses degeneratif.
Dimana discus intervertebralis mengalami kehilangan protein polisakarida,
sehingga kandungan air dalam nukleus pulposus menurun. HNP dapat
timbul setelah trauma seperti jatuh, kecelakaan, dan pengangkatan beban
berat dalam pekerjaannya sehari-hari.4
6
•Daerah lumbal terutama L5-S1 merupakan daerah rawan karena
l igamentum longitudinal posterior hanya separuh menutupi permukaan
posterior diskus. Arahherniasi yang paling sering adalah postero lateral.
2.4 Etiologi
Hernia nukleus pulposus dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut : 67
1) Riwayat trauma
2) Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat beban beban berat, duduk,
mengemudidalam waktu lama.
3) Sering membungkuk.
4) Posisi tubuh saat berjalan
5) Proses degeneratif (usia 30-50 tahun).
6) Struktur tulang belakang.
7) Kelemahan otot-otot perut, tulang belakang.
7
fisik terlalu berat dan berlebihan, paparan pada vibrasi yang
konstan.
darah.
8
Sakit yang bertambah hebat ketika menggerakan leher atau
memutar kepala pada satu sisi
Spasme otot leher
Kelemahan otot tangan
3. Gejala klinis hernia torakal
Nyeri radikal
Melemahnya anggota tubuh bagian bawah dapat
menyebabkan kejang parapresis
Serangannya kadang-kadang mendadak dengan paraplegia.
2.7 Diagnosis
Pada umumnya, diagnosis hernia nukleus pulposus didasarkan
pada
1. Anamnesis dapat berupa letak atau lokasi nyeri, penyebaran
nyeri, sifat nyeri, pengaruh aktivitas atau posisi tubuh terhadap
nyeri, riwayat trauma, proses terjadinya nyeri dan
perkembangannya, obat-obat analgetika yang pernah diminum,
kemungkinan adanya proses keganasan, riwayat menstruasi,
kondisi mental/emosional 4
2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Perhatikan cara berjalan, bediri dan duduk.
Inspeksi daerah punggung. Perhatikan jika ada lurus
tidaknya, lordosis, ada tidak jalur spasme otot para
vertebral, kiphosis dan gibus.
Palpasi
Palpasi sepanjang kolumna vertebralis (ada tidaknya nyeri
tekan pada salah satu process spinosus, atau
gibus/deformitas kecil dapat teraba pada palpasi atau
adanya spasme otot para vertebral. Palpasi dimulai dari
daerah yang paling ringan rasa nyerinya, kemudian ke arah
9
yang terasa paling nyeri dan ingatlah struktur apa yang
diperiksa. Nyeri dapat bertambah dengan pemberian
tekanan pada kepala (tes kompresi servikal) dan berkurang
dengan traksi (tes distraksi servikal) 13
3. Pemeriksaan Neurologis
Pada posisi terlentang, dilakukan tes provokasi sebagai berikut
(Mahadewa & Maliawan, 2009; Gregory, 2008):
1. Tes untuk meregangkan saraf iskhiadikus.
Laseque (straight leg raising = SLR) Fleksikan tungkai yang
sakit dalam posisi lutut ekstensi. Tes normal apabila tungkai
dapat difleksikan hingga 80-90%, dan positif apabila tungkai
timbul rasa nyeri di sepanjang perjalanan saraf iskhiadikus
sebelum tungkai mencapai kecuraman 70%.
2. Tes untuk menaikkan tekanan intratekal.
Tes Naffziger Dengan menekan kedua vena jugularis selama 2
menit atau dengan melakukan kompresi pada ikatan
sfigmomanometer selama 10 menit tekanan sebesar 40mmHg
sampai pasien merasakan penuh di kepala. Dengan penekanan
tersebut mengakibatkan tekanan intrakanial meningkat yang
akan diteruskan ke ruang intratekal sehingga akan
memprovokasi nyeri radikuler bila ada HNP.
Tes Valsava Dalam sikap berbaring atau duduk, pasien disuruh
mengejan. Nyeri akan bangkit di tempat lesi yang menekan
radiks spinalis daerah lumbal.
3. Contra-Pattrick’s sign
Lutut flexi 90˚, adduksi, tekanan lutut yang di flexikan tadi. Akan
terjadi endorotasi tungkai pada sendi panggul, (+) nyeri pada
sendi sacroilliaca (digluteal dan sacral saja atau bisa menjalar
sepanjang tungkai)
4. Pattrick’s sign
10
lutut flexi 90˚ dan angkle diletakan diatas lutut yang lain. Tekan
lutut yang difleksikan tadi bersamaan dengan tangan pemeriksa
yang lain menekan pelvis-eduanya mengarah ke bawah
mengakibatkan eksorotasi tungkai pada sendi panggul. (+) nyeri
4. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos Dapat ditemukan berkurangnya tinggi diskus
intervertebralis pada HNP fase lanjut, sehingga ruang antar
vertebralis tampak menyempit (Mahadewa & Maliawan, 2009).
Pemeriksaan ini dapat menyingkirkan kemungkinan kelainan
patologis seperti proses metastasis dan fraktur kompresi
(Highsmith, 2014)
2. Kaudiografi, Mielografi, CT (Computerized Tomography) Pada
pemeriksaan kaudio/mielografi adalah pemeriksaan invasif
yang hanya dikerjakan dengan indikasi ketat dan tidak
dikerjakan secara rutin (Mahadewa & Maliawan, 2009). CT
scan mungkin diperlukan untuk evaluasi lebih lanjut struktur
tulang yang terkena (Williams, 2009).
3. Diskografi Dilakukan dengan penyuntikan pada diskus dengan
media kontras yang larut dalam air, namun pemeriksaan ini
dapat menimbulkan infeksi pada ruang diskus intervertebralis,
terjadinya herniasi diskus, dan bahaya radiasi. Biaya relatif
mahal dan hasilnya tidak lebih unggul dari pemeriksaan MRI
sehingga jarang digunakan (Mahadewa & Maliawan, 2009).
4. Magnetic Resonance Imaging (MRI) MRI merupakan standard
baku emas untuk HNP (Mahadewa & Maliawan, 2009). Pada
MRI gambar dapat terlihat gambaran bulging diskus (anulus
intak), herniasi diskus (anulus robek), dan dapat mendeteksi
dengan baik adanya kompresi akar-akar saraf atau medulla
spinalis oleh fragmen diskus (Highsmith, 2014).
11
5. Electromyography Dari pemeriksaan EMG, dapat ditentukan akar
saraf mana yang terkena dan sejauh mana gangguannya, masih
dalam taraf iritasi atau sudah ada kompresi (Mahadewa &
Maliawan, 2009).
12
Pasien dilatih secara bertahap untuk kembali ke aktifitas
biasa (Mahadewa & Maliawan, 2009).
b. Terapi farmakologi
Analgetik dan NSAID. Tujuan diberikan obat ini
adalah untuk mengurangi nyeri dan inflamasi.
Kortikosteroid oral. Dipakai pada kasus HNP berat
untuk mengurangi imflamasi, tetapi pemakaiannya
masih kontroversial.
Analgetik ajuvan. Dibapai pada penderita HNP kronis.
Suntikan pada titik picu. Caranya dengan
menyuntikan campuran anastesi local kortikosteroid
ke dalam jaringan lunak/otot pada daerah sekitar
tulang punggung (Mahadewa & Maliawan, 2009).
c. Rehabilitasi Medik
Traksi Mekanik = Traksi merupakan proses mekanik menarik tulang
sehingga sendi saling menjauh. Efek mekanis traksi pada tulang
belakang adalah :
Mengulur otot-otot paravertebralis, ligamen dan
kapsul sendi
Peregangan terhadap diskus intervertebralis
Peregangan dan penambahan gerakan sendi apofisial
pada prosesus
artikularis.
Mengurangi nyeri sehingga efek relaksasi akan lebih
mudah diperoleh
Ultra Sound Wave (USW) diaterni, kompres panas/ dingin.
Tujuannya adalah mengurangi nyeri dengan mengurangi
peradangan dan spasme otot.
Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS). Dilakukan
dengan memakai alat yang dijalankan dengan baterai kecil yang
dipasang pada kulit untuk memberi rangsangan listrik terus-menerus
lewat elektroda. Diharapkan terjadi aliran stimulasi yang melawan
13
(counter stimulation) terhadap susunan saraf sehingga mengurangi
persepsi nyeri.
Akupuntur : praktek Cina Kuno melibatkan memasukkan jarum yang
sangat tipis pada titik tertentu pada kulit unuk menghilangkan rasa
sakit. Sejak lama secara Evidance Based Medicine pengobatan HNP
dengan akupuntur menunjukan hasil yang baik.
Bugnet exercises (terapi tahanan sikap) adalah metode pengobatan
berdasarkan kesanggupan dan kecenderungan manusia untuk
mempertahankan sikap badan melawan kekuatan dari luar.
Kemampuan mempertahankan sikap tubuh melibatkan aktivitas
sensomotorik dan mekanisme refleks sikap. Aktivitas motorik terapi
ini bersifat umum yang diikuti oleh fungsi sensorik untuk bereaksi
mempertahankan sikap tubuh. Tujuan terapi ini:
- Memelihara dan meningkatkan kualitas postur tubuh dan
gerakan tubuh
- Mengoreksi sikap tubuh yang mengalami kelainan
- Memelihara dan meningkatkan kekuatan dan kemampuan fisik
dan psikis sehingga tidak mudah lelah melalui perbaikan sirkulasi
darah dan pernafasan.
- Mengurangi nyeri
Korset lumbal dan penopang lumbal lain Pemakaian kedua alat ini
tidak mengurangi nyeri dengan HNP akut, tetapi bermanfaat untuk
mencegah timbulnya HNP dan mengurangi nyeri pada HNP kronis
High frequency current ( HFC CFM)
Arus kontinu elektromagnetik (CEM) berfrekuensi 27MHz dan panjang
gelombang 11,06 m, dapat memberikan efek lokal antara lain :
Mempercepat resolusi inflamasi kronik
Mengurangi nyeri
Mengurangi spasme
Meningkatkan ekstensibilitas jaringan fibrous
14
Double knee-to-chest stretch Pelvic tilt exercise Pelvic tilt exercise
Trunk flexion stretch Alternate arm-leg Prone Lumbar Extension Alternate leg extension
extension exercise
15
Hamstring stretch while standing
2. Pembedahan
Microdiscectomy
Merupakan pembedahan pada diskus yang terkena yang
telah dikonfirmasi dengan radiologi.
Open discectomy
Pembedahan ini mempunyai prosedur yang sama dengan
microdiscectomy.
Minimal acces/ minimally Invasive Discectomy
Discectomy dilakukan melalui sebuah insisi yang sangat
kecil pada gangguan dari jaringan didekatnya. Hal ini sering
dilakukan pada pasien rawat jalan atau rawat inap 24 jam.
2.9 Pencegahan 7
16
ke lantai, tahanlah beberapa detik kemudian relaks. Ulangi
beberapa kali.
3. Berbaring terlentang dengan kaki ditekuk dan telapak kaki berada
flat di lantai. Lakukan sit up parsial,dengan melipatkan tangan di
tangan dan mengangkat bahu setinggi 6 -12 inci dari lantai.
Lakukan beberapa kali.
17
1. Berjalanlah setiap hari dengan menggunakan pakaian yang
nyaman dan sepatu berhak rendah
2. Makanlah makanan seimbang, diet rendah lemak dan banyak
mengkonsumi sayur dan buah untuk mencegah konstipasi.
3. Tidurlah di kasur yang nyaman.
4. Hubungilah petugas kesehatan bila nyeri memburuk atau terjadi
trauma.
2.10 Prognosis
Sebagian besar pasien akan membaik dalam 6 minggu dengan
terapi konservatif.
Sebagian kecil dapat berkembang menjadi kronik meskipun sudah
diterapi.
Pada pasin yang dioperasi: 90 % membaik terutama nyeri tungkai,
kemungkinan terjadinya kekambuhan adalah 5%.
18
BAB III
KESIMPULAN
19
DAFTAR PUSTAKA
20
12. Reed, P., 2005. Displacement, Cervical Intervertebral Disc Without
Myelopathy : The Medical Disability Advisor : Workplace
Guidelines for Disability Duration, 5(1) ; 2-5. Selekta Neurologi.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 272-28
13. Sidharta Priguna, 1999. Neurologi Klinis Dasar, edisi IV, cetakan
kelima. Jakarta: PT Dian Rakyat.
14. Way, L.W., Doherty, Q.M., 2003. Intervertebral Disk Disease.
Neurosurgery & Surgery of the Pituitary. Current Surgical
Diagnosis & Treatement, Ed 11. United States : The McGraw-Hill
Companies, Inc., 953-958
15. Williams, S.D., 2009. Lumbar Spine Surgery : A Guide to
Preoperative and Postoperative Patient Care. AANN Reference for
Clinical Practice, 1(1); 10-11].
21