Kedokteran, seiring berjalannya waktu, situasi moral dan etik mulai bersentuhan dalam berbagai pertimbangan dalam mengambil keputusan KOMPETENSI lulusan Fakultas Kedokteran SK Mendiknas no. 045/U/2002 tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi Komunikasi efektif Ketrampilan klinis Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran Pengelolaan masalah kesehatan Pengelolaan informasi Mawas diri dan pengembangan diri Etika, moral, medicolegal dan Profesionalisme serta Keselamatan Pasien TUJUAN
Dirancang sebagai salah satu modul agar
lulusan dokter, selain sebagai seorang ilmuwan kedokteran yang berpengetahuan luas di bidang ilmu kedokteran dan kesehatan, diharapkan dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis, belajar mandiri, mawas diri dan belajar sepanjang hayat, serta memilliki kepedulian dan empati terhadap sesame manusia, baik individu sehat atau sakit Bioetika dan Humaniora
Bioetika berasal dari Bahasa Yunani, Bios berarti hidup
atau kehidupan, Ethike berarti ilmu atau studi tentang etik yang timbul dalam praktek ilmu biologi Bioetika kedokteran (medical bioethics) adalah aspek moral dari ilmu kedokteran (Practice of Moral medicine) Humaniora medik (medical humanities) mengandung pengertian aspek kemanusiaan dari ilmu kedokteran (Practice of Humane medicine)→antara ilmu kedokteran, moral dan kemanusiaan tak dapat dipisahkan satu sama lain Moral Bentuk kata tunggal ‘moral’ yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat, maka ‘moral’ adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya Ilmu yang mempelajari perilaku manusia atau kelompok manusia yang dapat dianggap baik atau jahat, menguntungkan atau merugikan manusia Moralitas adalah pandangan tentang kebaikan atau kebenaran dalam masyarakat hidup, yang merupakan hukum dasar dari kehidupan bermasyarakat yang menunjukkan perilaku yang sesuai dengan kebiasaan atau perjanjian masyarakat yang telah diterima sesuai nilai dan pandangan yang diterima umum mengenai perbuatan hidup Moralitas dapat juga disebut sebagai suatu kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, disiplin; yang merupakan suatu isi hati atau keadaan perasaan sebagaimana terungkap dalam perbuatan Amoral yaitu tidak berkaitan dengan masalah moral atau bisa dikatakan bebas moral Imoral dapat diartikan sebagai perilaku yang berlawanan dengan moral, tidak etis, jahat dan tidak berakhlak, misalnya seorang ayah yang tega memukuli anaknya, sangat bertentangan dengan nilai-nilai norma Ajaran moral adalah ajaran agar manusia hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik Falsafah moral adalah falsafah yang mencari penjelasan mengapa perbuatan tertentu dinilai baik/benar/pantas atau tidak pantas Teori etika adalah kerangka untuk berpikir yang disusun oleh filsuf tertentu untuk memberi pembenaran mengapa suatu perbuatan dinilai baik dari pendekatan moral Asas-asas etika adalah asas-asas yang diturunkan dari teori-teori etika sebagai kaidah-kaidah dasar moral manusia Etika adalah illmu yang membahas tentang Moralitas, atau tentang manusia sejauh berkaitan dengan moralitas Etika merupakan ilmu yang menyelidiki tentang tingkah laku moral. Perlu ditekankan ada berbagai cara untuk mempelajari Moralitas atau berbagai pendekatan ilmiah tetang tingkah laku Moral. Etika deskriptif
Melukiskan secara deskriptif tentang moral dalam arti luas, tanpa
memberikan penilaian Contoh: adat kebaiasaan, anggapan-anggapan tentang baik dan buruk, tindakan-tindakan yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan Etika normatif
Merupakan bagian terpenting dari etika
Masalah-masalah moral dan perilaku manusia Tidak lagi melukiskan adat yang pernah terdapat dalam kebudayaan di masa lalu, tapi melakukan peninjauan tentang penolakan adat, karena dinilai bertentangan dengan martabat manusia Etika umum: menitik beratkan norma etis, nilai dan kekhususan moral, tanggung jawab manusia dan kebebasannya, hak dan kewajiban Etika khusus: berusaha menerapkan prinsip-prinsip eis yang umum atas wilayah perilaku manusia yang khusus (etika terapan)/applied ethics Metaetika: mempelajari logika khusus dari ucapan-ucapan etis Ada dua teori etika untuk menentukan yang baik dan yang buruk DEONTOLOGY Berasal dari Bahasa Yunani deon dan logos. Deon berarti tanggungjawab moral, sesuatu yang mengikat secara moral, benar secara moral, kewajiban, imperative (penting seklai, tidak boleh tidak dan keharusan. Logos berarti kajian atau ilmu tentang Deontology adalah kajian tentang alasan-alasan yang mendasari sesuatu atau ilmu tentang kajian konsep tugas duty (kewajiban, tanggungjawab, komitmen) dan konsep-konsep yang berkaitan 1. Kebenaran atau kesalahan sebuah perbuatan moral ditentukan, paling tidak sebagiannya, dengan merujuk pada aturan-aturan perilaku formal, bukannya pada konsekuensi atau hasil-hasil dari sebuah tindakan 2. Beberapa perbuatan yang sesuai dengan aturan-aturan ini adalah wajib (memaksa, diperintahkan, dan harus) tanpa memandan akibat-akibatnya Dengan demikian benar salahnya satu tindakan tidak dapat ditentukan oleh akibat tindakan tersebut melainkan oleh ketentuan yang begitu saja diperintahkan atau begitu saja terlarang TELEOLOGY Kajian tentang fenomena yangmenampakan keteraturan, desain, tujuan akhir, cita-cita, tendensi, sasaran, dan arah serta bagaimana semua itu dicapai dalam sebuah proses perkembangan 1). Konsekuensi-konsekuensi tentang perbuatan moral menentukan manfaat dan ketepatan perbuatan tersebut. Seseorang mungkin memiliki niat-niat baik atau mengikuti prinsip-prinsip moral yang tertinggi, tetapi jika hasil sebuah tindakan itu berbahaya atau jelek, maka dinilai sebagai perbuatan yang salah secara moral atau etika 2) Sebuah etika dimana manfaat moral dari sebuah tindakan dinilai dalam pengertian sejauh mana tindakan tersebut mencapai tujuan atau sasarannya 3) Sebuah etika yang didalamnya kebenaran atau kesalahan sesuatu tindakan dinilai berdasarkan tujuan akhir yang sesuai dengan keinginan dan biak Apapun yang dicapai sebagai hasil akhirnya dipandang baik secara moral. Sedangkan apapun yang menghalangi pencapaiannya adalah jelek secara moral 1. Hedonisme Kenikmatan adalah kebaikan tertinggi Kenikmatan adalah kebaikan intrinsic Kenikmatan harus dicari Kebaikan ditentukan oleh kemampuan sejauh mana mampu memberikan kenikmatan 2. Eudaimonisme Mengutamakan kebahagiaan dan kesejahteraan spiritual 3. Utilitarisme Teori ini menyatakan bahwa yang baik itu ditentukan oleh utilitas dalam memberikan kebahagiaan atau kesenangan bagi banyak orang Bahwa nilai moral suatu tindakan ditentukan oleh hasilnya Nilai (value) adalah sesuatu yang berarti Sikap (attitude) adalah kecenderungan untuk bertindak terhadap sesuatu, disertai perasaan positiif (sikap positif) atau negative (sikap negatif), misalnya sikap terhadap orang tua, dosen Etiket atau sopan santun adalah perilaku manusia yang menghaluskan pergaulan antar manusia, bisa berbeda dari satu masyarakat dengan yang lain dan berubah dari waktu ke waktu (moral relatif lebih stabil, bertahan lebih lama, daripada etiket) Disiplin adalah peraturan-peraturan suatu institusi yang harus ditaati. Melanggar disiplin bukan melanggar etika moral, begitu juga dengan melanggar etiket bukan melanggar etika moral. AJARAN MORAL Frans Magnis Suseno memberikan penjelasan bahwa,”Dengan ajaran moral dengan yang dimaksud adalah ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, khotbah- khotbah, patokan-patokan, kumpulan peraturan dan ketetapan, entah lisan atau tulisan, tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar ia menjadi manusia yang baik”. Hal tentang pengajaran dapat diperoleh melalui berbagai sumber ajaran moral mulai dari lingkup paling kecil yang memiliki kedudukan berwenang seperti orang tua, guru, pemuka masyarakat, tulisan-tulisan orang bijak, yang memiliki sumber dasar tradisi, adat istiadat, ajaran agama atau ideologi-ideology tertentu Pendidikan moral tidak terlepas dari pendidikan soft skills Perkembangan moral seperti perkembangan soft skills, dipengaruhi oleh pengalaman hidup, dan ini bisa baik atau tidak baik Ajaran Moral: ajaran tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak menjadi manusia yang baik
Moral: system nilai tentang perbuatan manusia yang
dianggap baik/buruk, benar/salah, pantas/tidak pantas
Falsafah Moral: mencari penjelasan, mengapa
perbuatan tertentu dinilai baik/buruk, benar/salah, pantas/tidak pantas
Teori-teori etika: kerangka berpikir yang disusun oleh
filsuf tertentu untuk memberi pembenaran, mengapa suatu perbuatan dinilai baik dari pendekatan moral PERKEMBANGAN MORAL MENURUT KOHLBERG 1. Tingkat prakonvensional (2-7 th) Pada tingkat ini anak sangat dipengaruhi oleh penilaian orang dewasa atau orang yang lebih kuat dan berkuasa daripada dirinya. Penilaian baik-jahat atau benar-benar salah dilihat dari sudut akibat fisik atau dari sudut enak-tidaknya akibat itu (hukuman, ganjaran, dimarahi, disenangi) atau dari sudut kehadiran atau tidaknya orang yang berkuasa. Dikemukakan dua tahap dalam tingkat ini: Tahap 1: orientasi hukuman dan kepatuhan (obedience). Orang pada tahap ini tunduk pada kekuasaan dan menghindari hukuman, tanpa mempersoalkannya; bukan atas dasar hormat pada peraturan moral yang mendasarinya dan yang didukung oleh hukum dan otoritas. Akibat fisik dari tindakannya menentukan baik-jahat atau benar-salah tindakan itu, apa pun arti atau nilai itu bagi manusia Tahap 2: orientasi relativis instrumental (self-interest). Tindakan benar merupakan alat atau sarana untuk dapat memenuhi kebutuhan sendiri atau kadang-kadang juga kebutuhan-kebutuhan orang lain. Hubungan antar manusia ibarat hubungan di pasar dengan terdapatnya unsur-unsur kewajaran (fair), timbal balik dan persamaan pembagian yang ditafsirkan secara pragmatis. Hal ini digambarkan dengan kata-kata “jika anda menggaruk punggungku, aku akan menggaruk penggungmu”, dan bukan atas dasar kesetiaan, cinta kasih atau keadilan 2. Tingkat konvensional (7-12 th) Orang pada tingkat ini berusaha memenuhi harapan-harapan keluarga, kelompok atau bangsa karena dianggap sesuatu yang berharaga bagi dirinya sendiri, tidak peduli apa akibat langsung dan nyata. Orang dalam tingkat ini ingin setia kawan, ingin menjaga, menunjang dan membenarkan ketertiban. Ada keinginan juga untuk mengidentifikasikan diri dengan orang-orang tertentu atau dengan kelompoknya. Dua tahap dalam tingkat ini adalah: Tahap 3: Orientasi masuk kelompok “anak manis”, “orang baik” (conformity). Perilaku yang baik adalah yang dianggap lazim, “umum”. Orang pada tahap ini inginmenyesuaikan diri dengan anggapan umum tentang baik-jahat dan benar-salah. Ia berusaha bertindak sebagai “anak manis” agar diterima oleh lingkungannya. Perilaku yang baik adalah yang menyenangkan atau yang membantu orang lain dan mendapat persetujuan dari mereka. Tindakan sering dinilai menurut niatnya. “Maksudnya baik “ menjadi penting untuk pertama kalinya Tahap 4: Orientasi hokum dan ketertiban (law-and-order). Orang pada tahap ini berusaha mematuhi peraturan dan hokum yang telah disetujui bersama, yang sudah pasti dan yang menjaga ketrtiban, sebab ia tahu bahwa masyarakat akan kacau bila tidak demikian. Tindakan yang baik adalah melakukan kewjiban, menunjukkan rasa hormat pada otoritas dan memelihara ketertiban sosial 3. Tingkat pasca konvensional (>12 th) Orang pada tahap ini berusaha untuk mengartikan nilai-nilai serta prinsip-prinsip yang kokoh dan dapat dilaksanakan, tidak terikat pada otoritas kelompok dan orang yang berkuasa, lepas dari mereka. Ia juga terlepas dari apakah orang atau otorits yang bersangkutan itu termasuk kolompoknya atau tidak. Dua tahap dalam tingkat ini adalah: Tahap 5: Orientasi kontrak social legalistis (human rights). Tindakan yang baik diartikan dari segi hak individual yang umum dan dari patokan yang sudah dikaji dengan kritis dan disetujui oleh suruluh masyarakat. Orang pada tahap ini sadar bahwa nilai dn pendapat pribadi itu relative, karena itu perlu ada peraturan procedural untuk mencapai kesepakaatan Tahap 6: Orientasi azas etika universal (universal human ethics). Suara hati yang menentukan baik-jahat atau benar-salah, sesuai dengan prinsip-prinsip etika yang dipilih sendiri, dengan berpedoman pada logika yang menyeluruh, serta pada universalitas dan konsistensi (tidak berubah-ubah). Prinsip-prinsip itu bersifat abstrak dan etis (“janganlah lakukan pada orang lain apa yang anda sendiri tidak mau ornag lain lakukan pada anda”). Itulah prinsip-prinsip universal mengenai keadilan, tindakan timbal balik (reprocity) dan kesamaan hak asasi serta penghormatan kepada martabat manusia sebagai pribadi (person) dan beraku untuk “siapa saja, di mana saja, dan kapan saja) Contoh: “bolehkah mencuri?”, dan dijawab: “tidak boleh, nanti dihukum ibu guru/dimarahi ibu”: tahap 1 “tidak boleh, nanti barang saya juga dicuri”: tahap 2 “mencuri melanggar hokum, bila boleh mencuri, maka masyarakat bisa jadi kacau”: tahap 4 “pada umumnya tidak boleh mencuri, tetapi dalam keadaan tertentu boleh, misalnya bila mempertahankan nilai yang lebih tinggi, seperti kehidupan”: tahap 5 “boleh atau tidak boleh terserah kepada anda, asal itu berlaku untuk siapa saja, dimana saja dan kapan saja”: tahap 6 Tujuan dan arah perkembangan moral (rasa hormat pada peraturan) adalah memahami peraturan secara otonom (menuruti hati nurani yang matang), menerima dan melaksanakannya Perkembangan moral bukan suatu proses menanamkan peraturan-peraturan dan sifat-sifat yang baik dengan memberi contoh, menasehati serta memberi hadiah dan hukuman, akan tetapi merupakan suatu proses yang membutuhkan perubahan struktur kognitif. Hal ini tergantung dari perkembangan kognitif dan rangsangan dari lingkungan sosial Bila hanya dituntut kepatuhan dan ketaatan buta, maka tahap heteronomy akan diperkokoh (taat pada peraturan sepihak), individu akan tetap kurang matang, hanya ada tanggung jawab objektif, tidak ada tanggung jawab subyektif atau tanggung jawab pribadi (sukar menyelesaian masalah moral tanpa petunjuk orang lain) Bila tindakan yang baik dilakukan, atau yang jahat tidak dilakukan, hanya karena meniru orang lain, karena nasehat-nasehat atau hanya karena hadiah dan hukuman atau larangan dan ancaman, maka bila menghadapi dilema moral di kemudian hari, orang itu akan mudah goyah, mudah stress, atau ia bertindak sesuai dengan tahap perkembangan moralnya yang rendah Penting untuk dicatat bahwa dalam perkembangan moral: 1. Perkembangan tahap selalu sama, dari bawah ke atas, terjadi langkah demi langkah, tidak ada yang loncat tahap (ibarat seorang anak mulai belajar duduk, lalu berdiri, sampai berjalan dan berlari, tidak dapat duduk langsung berjalan atau berlari, harus belajar berdiri dulu) 2. Perkembangan dapat berhenti pada tahap mana pun 3. Penalaran moral seseorang diwarnai secara dominan oleh salah satu tahap, dapat bercampur dengan satu tahap di atas atau di bawahnya 4. Perkembangan tidak ditentukan oleh umur, dan kecepatan perkembangan berbeda- beda 5. Perkembangan kognitif perlu, tetapi tidak cukup untuk perkembangan moral. Kemampuan berpikir abstrak adalah penting sekali untuk menemukan alternatif-alternatif dalam penalaran moral dan untuk menyusun prioritas nilai-nilai 6. Empati perlu juga, tetapi tidak cukup untuk perkembangan moral 7. subyek tidak memahami penalaran moral lebih dari satu tahap di atas tahapnya sendiri. Seorang anak yang mengambil barang temannya dan ia takut dihukum ibu guru (tahap 1), tidak mengerti dan tidak tertarik bila dikatakan: “Anak yang baik tidak mencuri” (tahap 3), apalagi bila dibilangi: “Itu melanggar peraturan” atau “Masyarakat akan kacau kalua orang-orang saling mencuri” (tahap 4). Bila dikemukakan pemikiran tahapnya sendiri, misalnya:”Kamu mau dihukum, dikurung!” atau “Nanti masuk neraka kamu” (tahap 1), anak itu tidak berkembang ke tahap yang lebih tinggi. Ia perlu ditantang dengan tahap 2, yaitu: “Kamu mau kalau manggamu dicuri juga”. 8. subyek secara kognitif lebih tertarik pada cara berpikir satu tahap di atas tahapnya sendiri 9. peralihan dari tahap ke tahap terjadi bila dialami sendiri atau diciptakan disequilibrum kognitif (guncangan keseimbangan pengetahuan), yaitu pandangan kognitifnya tidak mampu lagi menyelesaikan suatu dilemma moral yang dihadapinya Yang pokok dalam mengambil keputusan moral adalah dapat melakukan pilihan bebas dan bersedia bertanggung jawab atas keputusan itu Ciri Profesionalisme Dokter kejujuran integritas kepedulian terhadap pasien (duty of care) menghormati pasien belas kasih (compassion) kepada pasien sopan santun kepada pasien pengabdian yang berkelanjutan untuk mempertahankan kompetensi pengetahuan dan keterampilan teknis medis Profesionalisme
janji publik, dapat dipercaya sebagai penolong pasien
Mengandung kontrak sosial : - pegang teguh komitmen thd kepentingan terbaik pasien - jujur hormati hak-hak pasien dalam menjalankan praktiknya sebagai upaya altruistik (tanpa pamrih) memperhatikan keseimbangan antara harapan kesembuhan pasien dengan upaya maksimal yang dilakukan dokter pupuk upaya kerjasama antara pasien-dokter menuju kesembuhan pasien. Ciri Sehat Jiwa menurut WHO
1. Dapat menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan,
meskipun kenyataan itu buruk baginya 2. Memperoleh kepuasan dari hasil jerih payah usahanya 3. Merasa lebih puas memberi daripada menerima 4. Secara relative bebas dari rasa tegang (stress) 5. Berhubungan dengan orang lain secara tolong menolong dan saling memuaskan 6. Menerima kekecewaan untuk dipakainya sebagai pelajaran di kemudian hari 7. Mengarahkan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif 8. Mempunyai rasa kasih saying yang besar
Kepribadian: Pengantar ilmu kepribadian: apa itu kepribadian dan bagaimana menemukan melalui psikologi ilmiah bagaimana kepribadian mempengaruhi kehidupan kita