Anda di halaman 1dari 13

Case 1

Anemia Defisiensi Besi

Problem:

 Mr. Beno, Laki-laki


 42 tahun

Keluhan utama : Fatigue sejak 1 tahun yang lalu.


Keluhan tambahan : Pusing ketika setalah duduk kemudian berdiri secara tiba-tiba.
Riwayat pekerjaan : Seorang petani tanpa sepatu, sandal ataupun sarung tangan saat bekerja.
P.E :
 Ketidaknyamanan pada abdomen (terkadang)
BB : 50 kg TB : 170 cm
BP : 120/80 mmHg HR : 92 bpm
0
T : 36,8 C RR : 20 x/min
 Head & Neck : Conjungtiva : anemia
Mulut : Cheilosis (+)
Kuku : Koilonychia (+)

Lab. Finding :
Hb : 5 g/dL (↓)
Hct : 16 % (↓)
Leukosit : 5000 /mm3 (N)
Trombosit : 450.000 /mm3 (↑)
Diff count : eosinofil : 5 (↑)
Feses : eritrosit : 10-12
Parasit : telur Hookworm

Update Lab. Finding :


Blood smear : anisositosis, poikilositosis, hypochrom microsister
Retikulosit index : 1,4 %
Fe serum : < 15 Mg/L
TIBC : > 360 g/dL
Ferritin : < 15 Mg/L

Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium, menunjukkan Mr. Beno
mengalami Anemia Defisiensi Besi dengan infeksi parasit (infeksi Hookworm).
1. Siklus Hidup Hook Worm
Telur → Larva rhabditiform → Larva filariform → Hook Worm dewasa.

2. Transmisi Hook Worm


Telur hook worm pada seseorang yang terinfeksi akan menetas di feses dalam kondisi (lembab dan
hangat), telur akan terbawa oleh feses dan menetas di lingkungan luar menjadi larva rhabditiform.
Setelah 5-10 hari, larva mengalami pergantian lapisan kulit dua kali dan menjadi larva filariform
(infektif). Larva filariform mampu hidup di lingkungan 3-4 minggu, hingga kontak dengan manusia,
menembus kulit. Setelah penetrasi masuk ke dalam sirkulasi darah hingga paru. Dari paru
menembus alveoli hingga naik ke bronchial → faring, tertelan dan masuk ke small intestine. Cacing
dewasa di lumen small intestine menyebabkan perdarahan lumen. Di dalam lumen mereka
berkembang biak dan mengeluarkan telur, telur siap menetas.

HISTOLOGI
3. Struktur Eritrosit
 Tidak mempunyai inti sel.
 Hampir semua eritrosit mamalia berbentuk cakram yang bikonkaf, tanpa nucleus.
 Diameter 7,5 Mm, ketebalan 2,6 Mm di pinggir dan 0,8 Mm di tengah.
 Eritrosit dengan diameter > 9 Mm disebut macrocytic dan bila < 6 Mm disebut microcytic.
Ukuran yang bervariasi disebut anicositosis.
 Konsentrasi normal eritrosit dalam darah 3,9-5,5 juta/mm 3 untuk wanita dan 4,1-6 juta/mm 3
untuk pria.

4. Hematopoiesis
 Yaitu suatu proses pembentukan sel-sel darah mature dari stem cell dan sel precursor dengan
cara diferensiasi.
 Proses ini bisa dilakukan secara in vivo dan in vitro, dimana dimulai dari stem cell yang
menghasilkan eritrosit, granulosit, monosit dan megakariositik dengan proses eritropoiesis,
granulopoiesis monositopoiesis, dan megakariositopoiesis / thrombocytopoiesis.

5. Perkembangan Eritrosit (Seri Rubrisitik)


o Sintesis Hemoglobin dimulai dari fase early normoblast (basofilik eritroblast) dan selesai pada
fase retikulosit.
o Pembelahan sel berhenti pada fase early normoblast, setelah itu nucleus berkondensasi dan
akhirnya tertekan pada fase late normoblast (ortochromatic eritroblast)
o 5 tahap utama:
a. Proeritroblast
Sel progenitor utama, berukuran besar dengan kromatin longgar, terdapat nucleus dan
sitoplasma basofilik.
b. Basophilic eritroblast (early normoblast)
Memiliki sitoplasma lebih basofilik dan nucleus padat tanpa nucleolus (sifat basofilik ini
disebabkan oleh banyaknya poliribosom)
c. Polychromatic eritroblast (intermediate normoblast)
Volume dan poliribosom berkurang, sitoplasma mulai terisi Hb menghasilkan daerah
basofilia dan eosinofilia.
d. Ortochromatophylic eritroblast (late normoblast)
Volume dan nucleus terus berkurang, tidak ada basofilia menyebabkan sitoplasmanya
asidofilik pada tahap akhit, dimana nucleus akan dilepaskan dan membentuk retikulosit.
e. Reticulosit
Anucleat (tidak berhenti) dan kadang masih memiliki sisa poliribosom. Sel ini akan matang
dan menjadi eritrosit.

6. Mekanisme Erytropoiesis
Produksi eritrosit dikontrol oleh hormone, terutama erythropoietin (Epo) dari ginjal. Proses dari
erythropoiesis bertujuan untuk memproduksi sel tanpa organel, tetapi dengan Hb. Precursor
eritrosit pertama adalah proeritroblast yang memiliki beberapa organel sitoplasmik dan tidak
memiliki Hb.Tahapan selanjutnya dikarakterisasikan dengan 3 sifat utama:
1. Ukuran sel mengecil serta extrusi nucleus.
2. Hilangnya organel secara progresif (adanya beberapa ribosom pada tahapan awal membuat
nucleus menjadi basofilik. Tapi lama kelamaan pudar seiring dengan berkurangnya jumlah
ribosom).
3. Peningkatan Hb sitoplasmik.

BIOKIMIA
7. Sintesis Heme dari Suksinil Ko-A dan Glisin
 Dalam sel hidup, heme disintesis dari 2 bahan awal yaitu Suksinil Ko-A (yang berasal dari siklus
asam sitrat di mitokondria) dan asam amino glisin. Juga memerlukan piroksidal fosfat untuk
mengaktivasi glisin. Produk dari penggabungan suksinil Ko-A dan glisin adalam asam α-amino
levulinat (ALA). Rangkaian reaksi-reaksi ini dikatalase oleh ALA-sintase, yaitu enzim penentu
kecepatan biosintesis porfirin di hepar. Sintesis ALA terjadi di mitokondria.
Di sitosol, 2 molekul ALA disatukan oleh enzim ALA-dehidratase untuk membentuk 2 molekul
air dan satu porfobilinogen (PBG). ALA-dehidratase mengandung seng dan peka terhadap
inhibisi oleh timbal.
 Pembentukan tetrapirol siklik terjadi melalui kondensasi 4 molekul PBG yang memadat dari
kepala ke ekor untuk membentuk sebuah tetrapirol linear, yaitu hidroksimetilbilan 2+(HMB).
Reaksi ini dikatalisis oleh uroporfirinogen I sintase yang disebut juga PBG diaminase / HMB
sintase. HMB secara spontan mengalami siklisasi untuk membentuk uroporfirinogen I atau
diubah menjadi uroporfirinogen III oleh kerja uroporfirinogen III sintase. Pada kondisi normal,
uroporfirinogen yang terbentuk sebagian besar berada dalam bentuk isomer III.
- Uroporfirinogen memiliki cincin pirol yang dihubungan oleh jembatan metilen yang tidak
membentuk system cincin terkonjugasi. Oleh karena itu senyawa ini tidak berwarna. Namun
mudah teroksidasi menjadi porfirin berwarna.
- Uroporfirinogen III diubah menjadi koproporfirinogen III oleh dekarboksilasi semua gugus
asetat, yang mengubah uroporfirinogen I menjadi koproporfirinogen I. Selanjutnya
koproporfirinogen III memasuki mitokondria dan berubah menjadi protoporfirinogen III
kemudian menjadi protoporfirin III.
- Enzim mitokondria koproporfirinogen oksidase mengkatalisis dekarboksilasi dan oksidasi 2
rantai sisi proplonat untuk membentuk protoporfirinogen. Enzim ini hanya mampu bekerja
pada koproporfirinogen III inilah yang menjadi alasan mengapa protoporfirin I jarang
ditemukan di alam.
- Oksidasi protoporfirinogen menjadi protoporfirin dikatalisis oleh enzim mitokondria yang
lain yaitu protoporfirinogen oksidase. Pada hepar perubahan koproporfirinogen menjadi
protoporfirin memerlukan molekul O2.

8. Tahap Akhir Sintesis Heme


 Adalah penggabungan besi Ferro (Fe2+) dengan protoporfirin IX dalam suatu reaksi yang
dikatalisis oleh enzim ferokelatase.
 Terjadi di mitokondria.

9. Enzim Regulasi Kunci pada Sintesis Hepatik dari Heme


 Enzim ALA sintase I adalah enzim regulator karena fungsinya yang juga sebagai penentu
kecepatan sintesis heme, pada hepar. Heme melalui aporepressor, bekerja sebagai regulator
negative dari ALA sintase I. ketika heme ↓ maka ALA Sintase I ↑.
 ALA Sintase I dapat dipengaruhi obat (barbitura, griseofulvin) yang dimetabolisme di hati
menggunakan sitokrom P450.
 Sitokrom P450

Mengurangi konsentrasi heme intraselular (heme ↓)
↓ dapat dicegah dengan
ALA Sintase I (↑) glukosa / hematin.

Sintesis Heme (↑)
FISIOLOGI
10. Fungsi Eritrosit dan Hemoglobin
o Fungsi utama sel darah merah adalah mentransport Hb yang nantinya juga akan membawa
oksigen dari paru ke jaringan. Oleh karena itu agar Hb tetap berada di sirkulasi darah, Hb harus
tetap ada di sel darah merah.
o Sel darah merah mengandung sejumlah besar carbonic anhydrase (enzim yang mengkatalisis
sejumlah besar reaksi reversible antara CO 2 dan air untuk membentuk asam karbonat) yang
dapat meningkatkan kecepatan reaksi ini beribu kali lipat → membuat darah dapat mengangkut
sejumlah besar CO2 dalam bentuk ion bikarbonat dari jaringan ke paru. Dimana ion tersebut
diubah kembali menjadi CO2 dan dikeluarkan ke atmosfer sebagai produk limbah tubuh.
o Hb merupakan buffer asam-basa yang baik, sehingga sel darah merah bertanggung jawab untuk
sebagian besar buffer asam basa dari seluruh darah.

11. Produksi Sel Darah Merah


 Pada minggu awal dari masa embrionik, sel darah merah primitive yang bernukleus di produksi
di yolk sac.
 Selama pertengahan trimester dari kehamilan, hati merupakan organ utama untuk produksi sel
darah merah, tetapi sejumlah kecil juga diproduksi di lien dan lymph node.
 Kemudian selama akhir bulan dari kehamilan dan setelah kelahiran, sel darah merah diproduksi
di sumsum tulang.
 Sumsum tulang dari semua tulang memproduksi sel darah merah sampai di umur 5 tahun.
 Pada sumsum tulang yang panjang, kecuali bagian proksimal humerus dan tibia. Menjadi sangat
berlemak dan tidak memproduksi sel darah merah setelah berusia ± 20 tahun. Setelah itu
hampir semua sel darah merah di produksi di sumsum tulang yang pipih seperti vertebra,
sternum, costae dan illium.

12. Regulasi Produksi Eritrosit


Jumlah total sel darah merah dalam system sirkulasi diatur dalam kisaran normal, sehingga
berfungsi sempurna dalam mengangkut O2 dan CO2 dalam pembuluh darah.
I. Oksigenasi Jaringan
Semua keadaan yang menyebabkan penurunan transport O 2 menuju jaringan akan
meningkatkan kecepatan produksi eritrosit, termasuk berbagai penyakit dalam system sirkulasi
yang menyebabkan kegagalan penyerapan O2 di dalam paru, sehingga terjadi hipoksia jaringan
maka produksi sel darah merah akan meningkat dan juga terjadi kenaikan Hct.
II. Eritropoietin merangsang produksi eritrosit
Terjadinya hipoksia akan menstimulus sekresi eritropoietin yang selanjutnya eritropoietin akan
meningkatkan produksi eritrosit, hingga hipoksia mereda.
Eritropoietin 90% diproduksi di dalam ginjal dan sisanya dibentuk di liver. Jadi jika kedua ginjal
ini rusak, maka orang tersebut akan mengalami anemis karena produksi eritropoietin (↓). Jika
seseorang berada di daerah dengan kadar O 2 rendah maka tubuh akan membentuk
eritropoietin, yang selanjutnya memproduksi eritrosit (merangsang produksi proeritroblast di
stem cell di dalam bone marrow).
III. Kebutuhan Vit. B12 (Cyanocobalamin) dan asam folat
Kedua bahan ini sangat penting dalam pematangan akhir dari eritrosit. Kurangnya Vit. B12 dan
asam folat akan menyebabkan kegagalan pematangan inti sel dan pembelahan sel selanjutnya
sel eritroblast ini akan berproliferasi tidak sempurna dan menyebabkan eritrosit yang terbentuk
ukurannya melebihi ukuran normal (makrositik), tidak teratur dan masa hidup eritrosit ini lebih
pendek dari eritrosit normal (1/3 atau ½ dari normal).
IV. Kegagalan pematangan eritrosit, akibat buruknya absorbsi Vit. B12
Kegagalan absorbsi Vit. B12, karena gangguan dari lambung yang mensekresi glikoprotein,
menyebabkan Vit. B12 gagal berikatan dan tidak dapat diabsorbsi di dalam usus. Keadaan ini
menyebabkan terjadinya anemia pernisiosa.

13. Pembentukan Fe dalam Tubuh


 Zat besi penting bagi tubuh manusia karena keberadaannya mengandung hemoprotein seperti
hemoglobin, mioglobin dan sitokrom. Besi di telan ke dalam tubuh sebagai besi heme atau non-
heme.
 Penyerapan besi di duodenum proksimal diatur secara ketat karena tidak ada jalur fisiologis
untuk mengeluarkan besi di dalam tubuh.
 Pada keadaan normal tubuh menjaga kandungan besinya dengan ketat sehingga pria dewasa
sehat hanya kehilangan besi sekitar 1 mg/hari.
 Wanita dewasa lebih rentan mengalami defisiensi besi karena sebagian dapat keluar dalam
jumlah besar melalui darah menstruasi.
 Eritrosit di proksimal duodenum berperan untuk menyerap besi. Besi yang datang dalam
bentuk Fe3+ direduksi menjadi Fe2+ oleh ferireduktase yang terdapat pada permukaan eritrosit.
Vit. C dalam makanan juga mempermudah reduksi ferri menjadi ferro.

14. Dinamika Fe dalam Tubuh


- Laki-laki kehilangan 0,6 mg Fe tiap hari yang di ekresi melalui feses.
- Sedangkan wanita selain melalui feses juga karena adanya menstruasi 1,3 mg tiap harinya.
- Fe di absorbsi di usus halus.
- Hepar akan mensekresi apotransferin ke dalam empedu melalui bile duct menuju duodenum.
- Di duodenum terjadi pengikatan antara apotransferin dengan free iron, hemoglobin dan
myoglobin menjadi transferin.
- Transferin akan diserap oleh intestine kemudian diedarkan ke tubuh lewat kapiler dalam
bentuk plasma transferin.
- Tubuh meregulasi Fe dengan cara menaikkan dan menurunkan laju kecepatan penyerapan Fe
apabila: * Kadar Fe (↑) maka absorbsi (↓)
* Kadar Fe (↓) maka absorbsi (↑)
ANEMIA DEFISIENSI BESI
15. Definisi dan Klasifikasi
 Menurut kriteria WHO, anemia di definisikan sebagai konsentrasi hemoglobin darah (Hb),
dimana Hb pada laki-laki 13 g/dL (Hct 39%) pada wanita 12 g/dL (Hct 32%).
 Gejala yang ditimbulkan sangat bervariasi tergantung kecukupan pemberian darah ke organ
antara lain: - Kelelahan
- Kehilangan stamina
- Sesak nafas
- Tachicardi
- Kulit dan membran mukosa tampak pucat
 Klasifikasi anemia

ANEMIA

CBC dan Reticulocyt Count (Reticulocyt Index)

Indeks <2,5 Indeks ≥2,5

Morfologi eritrosit Hemolisis / Hemorrhage


 Kehilangan darah
 Hemolisis intravascular
 Metabolic defect
Normocytic/ Microcytic/ Macrocytic/  Membrane abnormal
normochromic Hipochromic Hyperchromic Hemoglobinopathy
 Kerusakan  Cytoplasmic  Nuclear defect  Autoimun defect
sumsum tulang defect - Defisiensi B12  Hemolisis fragmentasi
- Infiltrasi/ - Defisiensi besi - Defisiensi
fibrosis - Thalasemia asam folat
- Aplastic - Skleroblastic - Keracunan
 Defisiensi besi anemia obat
 Down
stimulation
- Inflamasi
16. Etiologi Anemia Defisiensi Besi
 Peningkatan kebutuhan besi dan hematopoiesis pada:
a. Balita dan remaja
b. Ibu hamil
c. Terapi eritropoietin
 Peningkatan kehilangan besi pada:
a. Haid
b. Phlebotomy
c. Kehilangan darah kronis
d. Kehilangan darah akut
e. Donasi darah
 Penurunan intake besi / absorbsi
a. Diet tidak seimbang
b. Malabsorbsi karena penyakit
c. Malabsorbsi setelah operasi
d. Inflamasi akut / kronis

17. Epidemiologi Anemia Defisiensi Besi


 Anemia defisiensi besi adalah jenis anemia yang paling umum di dunia. Hampir 1/5 populasi di
dunia menderita anemia defisiensi besi. Diperkirakan lebih dari 8,8 % penderita ini adalah
Anemia defisiensi besi terutama pada bayi, anak dan ibu hamil.
 Masalah utama di Indonesia adalah gizi selain itu kekurangan protein, Vit. A dan yodium.
Anemia defisiensi besi memiliki dampak merugikan pada kesehatan anak karena dapat
menghambat tumbuh kembang, penurunan daya tahan tubuh dan daya konsentrasi.

18. Patogenesis Anemia Defisiensi Besi


o Dalam diet terdapat 10-20 mg besi, tetapi hanya 5%-10% (1-2mg) yang di absorbsi.
o Jika persediaan besi ↓ maka besi dari diet ini akan diserap lebih banyak.
o Besi yang di konsumsi di ubah menjadi Ferro (Fe2+) di lambung oleh duodenum dan penyerapan
besi terjadi di duodenum dan jejunum.
o Besi di angkut oleh transferin plasma ke sumsum tulang untuk sintesis Hb atau disimpan di
jaringan.
o Anemia defisiensi besi akibat gangguan keseimbangan zat besi negative sehingga jumlah zat
besi yang di absorbsi tidak mencukupi kebutuhan tubuh.
o Hal ini dapat di atur dengan menggunakan cadangan besi dalam jaringan. Apabila cadangan
besi sudah habis maka terjadi anemia defisiensi besi.

19. Patofisiologi Anemia Defisiensi Besi

Faktor Prepitasi
Faktor Predisposisi - Intake Fe yang tidak
- Menstruasi mencukupi
- Genetik - Diet yang salah
- Kehilangan darah
- Kehamilan
↓ Intake Fe dari asupan makanan, dengan kehilangan darah

Cadangan Fe dalam tubuh digunakan


↓ Cadangan Fe yang digunakan untuk produksi Hb

↓ Produksi Sel Darah Merah karena ↓ Hb

Anemia Defisiensi Besi

O2 dan Hemoglobin ↓

Pucat karena kekurangan Hb Lemas karena Sakit kepala karena suplai O2


Suplai O2 ↓ ke otak ↓

Jika berkepanjangan:
 Nyeri dada (kurangnya O2 pada jantung)
 Nafas pendek walaupun ketika beristirahat
 Parestesia (menunjukkan pengaruh saraf)
 Disorientasi dan kebingungan (otak kekurangan O2)
 Sel darah merah dan Hct rendah

20. Sign & Symptoms


 Gejala
- Fatigue
- Lethargy
- Pusing
- Sakit kepala
- Sesak nafas
- Telinga berdengung

 Tanda
- Pallot
- Koilonikia
- Choilosis
- Blue sclera
- Conjunctiva pucat

21. Stadium Anemia Defisiensi Besi


Anemia defisiensi besi dapat diklasifikasin menjadi 3 staidum, yaitu:
1. Negative iron balance
2. Iron deficiency erythropoiesis
3. Iron deficiency anemia
Awalnya selama kehilangan darah simpanan zat besi dalam tubuh dimanfaatkan untuk
mempercepat erytropoiesis, setelah simpanan zat besi menipis erythropoiesis dan produksi zat besi
yang mengandung protein lainnya (seperti myoglobin) menjadi terbatas, yang menyebabkan
anemia defisiensi besi. Anemia ini diperparah selama eritrosit dengan defisiensi besi memiliki hidup
yang singkat karena kerapuhan mereka yang mempercepat penyerapan retikuloendoteliel dan
kehancuran.
Apabila jumlah besi menurun terus makan erythropoiesis semakin terganggu sehingga kadar Hb ↓
akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositik yang disebut anemia defisiensi besi (IDA).

22. Diagnosis Anemia Defisiensi Besi


1) Darah
CBC (Complete Blood Count)
 Eritrosit
MCV, MCH, MCHC ↓
Hb dan Hct relative rendah dari jumlah eritrosit. Retikulosit biasanya menurun dalam
jumlah yang absolute.
 Leukosit
Jumlah leukosit = normal / sedikit lebih rendah
Granulocytopenia dan sejumlah kecil neutrofil
Hypersegmented mungkin ada
 Platelet
Platelet dapat ditingkatkan baik kekurangan zat besi karena kehilangan darah atau defisiensi
diet tetapi cenderung ↓ pada anemia berat.
2) Blood film
 Pada awal anemia defisiensi besi: normochromic dan normocytic
 Tahap selanjutnya : microcytosis, anisositosis, poikilositosis, hipokromik yang bervariasi
 Poikilositosis : plasma membrane kaku
 Anisositosis : red cell distribution width (RDW) ↑
3) Iron status
a. Serum besi
 Sejumlah besi dalam plasma / serum yang berikatan dengan transferin, dimana
mempunyai kapasitas untuk mengikat 330 mg/dL besi.
 n = 50-100 Mg / dL
 Jumlah serum besi ↓ apabila mengalami defisiensi besi, inflamasi dan anemia pada
penyakit kronik
b. Total iron binding capacity (TIBC)
 n = 250-500 Mg / dL
 Pada Anemia Defisiensi Besi → TIBC ↑
c. Persen saturation of TIBC
 Perbandingan dari serum besi dengan TIBC
 n = 20-55 %
 < 15 % dapat mengidentifikasikan terjadi Anemia Defisiensi Besi
d. Serum feritin
 Besi disimpan dalam 2 bentuk, yaitu ferritin dan hemosiderin
 Ferritin → protein penyimpan zat besi dalam tubuh (cadangan zat besi)
 n = 12-130 Mg/L
Pada laki-laki : 12-300 Mg/L
Pada perempuan : 50 Mg/L
 < 12 Mg/L → cadangan besi ↓

23. Management Terapi


 Mengobati penyebab anemia defisiensi besi (ex: Antihelminth)
 Transfusi dengan eritrosit
Digunakan untuk individu yang mengidap gejala anemia dan kehilangan darah secara
berlebihan dan berkelanjutan.
 Terapi oral
Obat yang digunakan : ferrous sulfate dosis 200 mg/hari
: ferrous fumarate
: ferrous gluconate
: polysaccharide iron
 Terapi pariental
- Digunakan bila pasien tidak bisa menggunakan terapi oral (biasanya karena pasien telah
mengalami gastrectomi / gangguan absorbsi).
- Meningkatkan dengan cepat rekombinasi dan recognasi erythropoietin untuk menginduksi
molekul besar dari Fe.
- Menggunakan sodium ferric gluconate (ferlecit) dan sukrosa iron (venofe) mempunyai efek
samping yang rendah.
 Terapi lainnya
Strategi diet:
- Sumber dietary iron: daging, ikan, ayam, sayur, tebu.
- Sumber heme iron dari Hb dan myoglobin yang dapat ditemukan did aging, ikan, ayam
dapat secara efektif diserap oleh reseptor di usus.
- Bioavaibilitas non-heme iron dari tanaman yang ditentukan oleh adanya factor diet yang
meningkatkan/menghambat penyerapan.

24. Efek Samping


 Vomiting, epigastric discomfort, spasme usus
 Konstipasi, diare
 Feses menjadi berwarna hitam
 Untuk mengurangi efek samping:
- Mengurangi dosis harian
- Diminum bersama atau sesudah makan

25. Efek Anemia pada Sistem Sirkulasi


 Viskositas darah
Hampir seluruhnya bergantung pada konsentrasi sel darah merah di darah. Pada anemia berat
viskositas darah dapat turun hingga 1,5 x viskositas air, normalnya kira-kira 3x viskositas air.
Keadaan ini mengurangi tahanan terhadap aliran darah dalam pembuluh darah perifer sehingga
jumlah darah yang mengalir melalui jaringan dan kemudian kembali ke jantung melebihi
normal, menyebabkan kenaikan curah jantung.
 Selain itu hipoksia akibat penurunan transport oksigen oleh darah vasodilatasi di jaringan
perifer yang selanjutnya meningkatkan jumlah darah yang kembali ke jantung dan
meningkatkan curah jantung sampai nilai yang lebih tinggi. Kadang-kadang 3-4x normalnya.
Jadi efek utama anemia adalah peningkatan curah jantung dan peningkatan beban kerja
pemompaan jantung.
 Peningkatan curah pada anemia secara parsial mengimbangi efek-efek pengurangan oksigen
akibat anemia, karena walaupun tiap unit jumlah darah hanya mengangkut sejumlah kecil
oksigen, namun kecepatan aliran darah dapat cukup meningkat sehingga jumlah oksigen yang
di alirkan ke jaringan sebenarnya hampir mendekati normal.

26. Farmakokinetik
a. Absorbsi
o Normal : 5-10% / 0,5-1 mg/hari
o Meningkat : pada wanita menstruasi 1-2 mg/hari
Pada wanita hamil 3-4 mg/hari
o Tempat : duodenum / proximal jejunum
o Makanan yang mengandung besi : daging, sayuran dan biji-bijian
o Besi yang diserap dalam bentuk Ferro (Fe2+)
b. Distribusi
o Fe diangkut di plasma oleh transferin
o Kompleks transferin Fe masuk ke sel erythroid yang sudah berkembang
o Melakukan endositosis Fe dan transferin kembali ke plasma.
c. Penyimpanan
o Diikat oleh protein apoferitin membentuk feritin (simpanan besi)
o Bila kadar besi bebas menurun: sintesis apoferitin ↑ untuk menghindari toksisitas besi.
o Kadar feritin serum dapat digunakan untuk memperkirakan simpanan besi total dalam
tubuh.
o Fe disimpan di: - sel-sel mukosa usus (dalam bentuk feritin)
- makrofag dihepar, spleen, hepatosit parenchymal dan tulang
d. Eliminasi
o Sebagian besar melalui feses, sebagian kecil melalui empedu, urin dan keringat.
o Yang di eksresi 1 mg/hari

Anda mungkin juga menyukai