a. Proeritoblast: sel besar dengan kromatin jarang, terdapat satu atau dua nucleolus, dan
sitoplasmanya basofilik
b. Eritroblas basofilik: terdapat cicin sitoplasma basofilik dan inti yang lebih padat tanpa
nucleolus yang jelas
c. Eritroblas polikromatofilik: Sel ini memperlihatkan berkurangnya ribosom basofilik
dan peningkatan kadar hemoglobin asidofilik didalam sitoplasmanya. Akibatnya, sel
ini memiliki beragam warna didalam sitoplasmanya.
d. Eritroblas ortokromatofilik (normoblas): ukuran sel semakin mengecil, pemadatan
material inti, dan sitoplasma eosinofilik yang lebih seragam. Pada tahap ini, eritrosit
yang belum matang mengeluarkan inti.
e. Retikulosit: Terdapat ribosom yang dapat diwarnai sitoplasmanya
f. Eritrosit: Eritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkav dengan ukuran
diameter 7-8 um dan tebal 1,5-2,5 um. Bagian tengah sel ini lebih tipis daripada
bagian tepi. Dengan pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna kemerah-merahan
karena mengandung hemoglobin.
Selama perkembangan intrauterus, eritrosit mula-mula dibentuk oleh yolk sac
dan kemudian oleh hati dan limpa sampai sumsum tulang terbentuk dan mengambil
alih produksi eritrosit secara ekslusif.
Pada anak, sebagian tulang terisi oleh sumsum tulang merah yang mampu
memproduksi sel darah. Namun, seiring dengan pertambahan usia, sumsum tulanh
kuning yang tidak mampu melakukan eritropoiesis secara perlahan menggantikan
sumsum merah, yang tersisa hanya di beberapa tempat, misalnya sternum, iga dan
ujung-ujungg atas tulang oanjang ekstremitas.
http://www.medicalook.com/human_anatomy/organs/Blood.html
http://www.vetmed.vt.edu/education/curriculum/vm8054/Labs/Lab6/Lab6.htm
a. Sel berbentuk cakram bikonkaf, berwarna merah dg bgn tengahnya pucat
Retikulosit:
Ukuran 8 12 m, Inti tidak ada, Bergranula halus sisa RNA, Pewarnaan Vital
Staining (BCB), N = 0,5 1,5 per 1000 eritrosit
KATEGORI
Bayi
5,0 7,0
Usia 3 bulan
3,2 4,8
Usia 1 tahun
3,6 5,2
4,0 5,4
Wanita
3,9 4,8
Pria
4,3 5,9
a. Mikrosit:
Biasanya pada Anemi Def Fe
Diameter < 7 mikron, biasa disertai dengan warna pucat (hipokromia). Pada
pemeriksaan sel darah lengkap didapatkan MCV yang rendah. Ditemukan pada:
Anemia defesiensi besi, Keracunan tembaga, Anemia sideroblasik, Hemosiderosis
pulmoner idiopatik, Anemia akibat penyakit kronik
b. Makrosit:
Biasanya pada Anemi Def Vit 12/ Def asam folat
Gambaran makrositik berarti volume eritrosit lebih besar dari normal. Dapat
ditemukan pada penyakit anemia megaloblastik karena kurang vit.B12 atau asam
folat, anemia setelah perdarahan akut, atau anemia karena penyakit hati kronik.
Dari data pemeriksaan darah ditemukan MCV > 94 fl
Anemia megaloblastik, Anemia aplastik/hipoplastik, Hipotiroidisme, Malnutrisi,
Anemia pernisiosa, Leukimia
Basofilik Stipling: eritrosit dengan granula biru-hitam, granula ini dari kondensasi
atau presipitasi RNA ribosom akibat dari defective hemoglobin synthesis
c. Hipokrom:
eritrosit pucat ditengah >1/3nya, Normal 10Kurangnya Hb, Pada anemia Def Fe
d. Eliptosit:
eritrosit berbentuk oval (ovalosyt) atau lonjong (pensil cell/sel cerutu), Osmotic
fragility meningkat, Distribusi kolesterol dalam membran akumulasi, Kolesterol
dipinggir
f. Target Cell:
eritrosit yang gelap di tengah, Normal 2Akibat cytoplasmic aturation Defects dan
liver disease
g. Crenated Cell:
eritrosit dengan sitoplasma mengkerut, Terjadi karena hipertronik larutan pada
saat pengeringan apusan
h. Stomatocyt:
eritrosit pucat memanjang di tengah, Normal 5%, Akibat meningkatnya sodium
dalam sel dan menurunnya potassium
i. Sferosit:
eritrosit nampak pucat ditengah, Bentuk lebih kecil, tebal,Akibat developmental
defect
j. Sickle Cell:
eritrosit yang memanjang dan melengkung dengan 2 katup runcing
Nama lain: Drepanocyt
Eritrosit yang mengalami perubahan bizarre muncul pada keadaan
kurang oksigen di udara
http://themedicalbiochemistrypage.org/heme-porphyrin.html
LI. 3. Memahami dan mempelajari Anemia
Pada anemia terjadi penurunan kadar hemoglobin, hematokrit, atau hitung eritrosit.
Anemia dapat disebabkan oleh penurunan kecepatan eritropoiesis, kehilangan eritrosit
berlebihan, atau defisiensi kandungan hemoglobin dalam eritrosit.
Anemia adalah suatu kondisi dimana kadar Hb dan/atau hitung eritrosit lebih rendah
dari harga normal. Dikatakan sebagai anemia bila Hb < 14 g/dl dan Ht < 41 % pada pria atau
Hb < 12 g/dl dan Ht <37 % pada wanita. (Arif Mansjoer,dkk. 2001)
Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 1mm 3
darah atau berkurangnya volume sel yang dipadatkan (packed red cells volume) dalam 100
ml darah. (Ngastiyah, 1997)
a)
b)
c)
d)
2.
1
2
3
4
Tes penyaring
Dikerjakan pada tahap awal pada tiap kasus anemia. Dalam pemeriksaan ini
dapat dipastikanadanya anemia dan bentuk morfologinya.
Pemeriksaannya meliputi :
5 Kadar Hb
6 Indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) . Dapat mengetahui Hb, WBC,
RBC, RDW
7 Apusan darah tepi
2. Pemeriksaan rutin
Untuk mengetahui kelainan pada sistem leukosit dan trombosit.
Yang diperiksa adalah :
8
Laju endap darah
9
Hitung deferensial
10
Hitung leukosit
3. Pemeriksaan sumsum tulang
Jika dalam kasusnya terdiagnosis definitif. Masih dianggap sebagai standar
emas untuk penilaian cadangan besi, walaupun mempunyai beberapa
keterbatasan. Pemeriksaan histologis sumsum tulang dilakukan untuk
menilai jumlah hemosiderin dalam sel-sel retikulum. Tanda karakteristik
dari kekurangan zat besi adalah tidak ada besi retikuler.
Keterbatasan metode ini seperti sifat subjektifnya sehingga tergantung
keahlian pemeriksa, jumlah struma sumsum yang memadai dan teknik yang
B.
Meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh sel-sel yang
memerlukan dan penyimpanan besi oleh tubuh.
LO. 4.2. Memahami dan Menjelaskan Etiologi Anemia Defisiensi Besi
Terjadinya ADB sangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi besi, diit yang
mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang.
Kekurangan besi dapat disebabkan:
A.
Kebutuhan yang meningkat secara fisiologis
a.
Pertumbuhan
Pada periode pertumbuhan cepat yaitu pada umur 1 tahun pertama dan masa
remaja kebutuhan besi akan meningkat, sehingga pada periode ini insiden
ADB meningkat. Pada bayi umur 1 tahun, berat badannya meningkat 3 kali
dan massa hemoglobin dalam sirkulasi mencapai 2 kali lipat dibanding saat
lahir. Bayi premature dengan pertumbuhan sangat cepat, pada umur 1 tahun
berat badannya dapat mencapai 6 kali dan massa hemoglobin dalam sirkulasi
mencapai 3 kali dibanding saat lahir.
b.
Menstruasi
Penyebab kurang besi yang sering terjadi pada perempuan adalah kehilangan
darah lewat menstruasi.
B.
a.
b.
C.
Perdarahan
Merupakan penyebab penting terjadinya ADB. Kehilangan darah akan
mempengaruhi keseimbangan status besi. Kehilangan darah 1 ml akan
mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg, sehingga kehilangan darah 3-4 ml/ hari
(1,5-2 mg besi) dapat mengakibatkan keseimbangan negative besi.
Perdarahan dapat berupa perdarahan saluran cerna, milk induced enteropathy,
ulkus peptikum, karena obat-obatan (asam asetil salisilat, kortikosteroid,
indometasin, obat anti inflamasi non steroid) dan infestasi cacing (Ancylostoma
duodenale dan Necaor americanus) yang menyerang usus halus bagian proksimal
dan menghisap darah dari pembuluh darah submukosa usus.
D.
Transfuse feto-maternal
Kebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi ibu akan menyebabkan ADB
pada akhir masa fetus dan pada awal masa neonates.
E. Hemoglobinuria
Dijumpai pada anak yang memakai katup jantung buatan. Pada Paroxismal
Nocturnal Hemoglobinuria (PNH) kehilangan besi melalui urin rata-rata 1,8-7,8
mg/hari.
2)
Tahap kedua
Dikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau iron limited
erythropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang
eritropoiesis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi serum
menurun dan saturasi transferin menurun sedangkan total iron binding capacity
(TBIC) meningkat dan free erythrocyte porphyrin (FEP) meningkat.
3)
Tahap ketiga
Disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila besi yang
menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan
kadar Hb. Dari gambaran darah tepi didapatkan mikrositosis dan hipokromik
yang progresif. Pada tahap ini telah terjadi perubahan epitel terutama pada ADB
yang lebih lanjut.
LO. 4.4. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinik Anemia Defisiensi Besi
Gejala Umum anemia
Gejala umum anemia disebut sebagai sindrom anemia yang dijumpai pada anemia
defisiensi besin apabila kadar Hb turun dibawah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah,
lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging.
Gejala Khas Defisiensi Besi
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia
jenis lain adalah :
a. Koilonychias : kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertical
dan menjadi cekung.
b. Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah
menghilang.
c. Stomatitis angularis (cheilosis) : adanya keradangan pada sudut mulut sehingga
tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
d. Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
e. Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia
f. Pica : keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti tanah liat, es, lem dll
Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson Kelly adalah kumpulan
gejala yang terdiri dari anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah dan disfagia.
Gejala penyakit Dasar
Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi
penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Misalnya pada anemia akibat penyakit cacing
tambang dijumpai dyspepsia, parotis membengkak dan kulit telapak tangan berwarna kuning
seperti jerami.
LO. 4.5.Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Anemia
Defisiensi Besi
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara sistematik dan menyeluruh. Perhatian
khusus diberikan pada berikut :
a. Warna kulit : pucat,plethora,sianosis, icterus, kulit telapak tangan
kuning seperti jerami.
b. Purpura : petechie dan ecchymosis
c. Kuku : koilonychia (kuku sendok)
d. Mata : icterus, konyungtiva pucat, perubahan profundus
e. Mulut : ulserasi, hipertrofi gusi, perdarahan gusi, atrofi papil lidah,
glossitis, dan stomatitis angulus
f. Limfadenopati
g. Hepatomegaly
h. Splenomgali
i. Nyeri tulang atau nyeri sternum
j. Hemarthrosis atau ankilosis sendi
k. Pembengkakan testis
l. Pembengkakan parotis
m. Kelaianan sistem sara
Pemeriksaan Laboratorium
3. Pengecetan sumsum tulang dengan biru prusia yang menunjukkan cadangan besi
(butir-butir hemosiderin) negative
Dengan pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari selama 4 minggu disertai
kenaikan kadar Hb lebih dari 2g/dl.
LO. 4.7. Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Banding Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan hipokromik lainnya seperti :
a. Anemia akibat penyakit kronik
b. Thalassemia
c. Anemia sideroblastik
LO. 4.8. Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan Anemia Defisiensi Besi
1. Terapi kausal : mengatasi penyebab defisiensi besi agar anemia tidak kambuh
kembali
2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi
a. Besi per oral: Lini pertama karena murah, efektif dan aman. Diberikan saat lambung
kosong namun efek samping lebih banayk dibandingkan pemberian setelah makan.
Efek samping berupa mual, muntah dan konstipasi. Pengobatan diberikan sampai 6
bulan setelah Hb normal. Preparat yang tersedia yaitu:
1. Ferrous sulphat 3x200 mg
Preparat pilihan pertama, karena paling murah tetapi efektif. Dosis:3x200 mg.
200mg sulfas ferosus= 66mg besi elemental. Pemberiansulfas ferosus 3x200 g
mengakibatkan absorbs besi 50mg/hari yangdapat mengakibatkan eritropoesis 2-3
kali normal.
2. Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous succinate (lebih
mahal)
3. Enteric coated
Efek samping lebih rendah tetapi dapat mengurangi absorbs besi
Farmakokinetik : sebaiknya diberikan saat lambung kosong, tetapiefek samping
lebih sering dibandingkan dengan pemberian setelahmakan. Pada pasien yang
mengalami intoleransi, sulfas ferosus dapatdiberikan saat makan atau setelah
makan
Efek samping : gangguan gastrointestinal yang dijumpai pada 15-20%yang sangat
mempengaruhi kepatuhan pasien. Keluhan ini dapat berupa mual, muntah, serta
konstipasi.untuk mengurangi ES besidiberikan saat makan atau dosis dikurangkan
menjadi 3 x 100 mg
b. Besi parenteral: Diberikan bila intoleransi oral berat, kurang patuh berobat, kolitis
ulserativa, perlu peningkatan Hb secara cepat. Lini kedua karena efek samping lebih
berbahaya dan harga lebih mahal. Preparat yang tersedia:
Iron dextran complex, iron sorbitol citric acid complex
Dosis : kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 3
Efek samping : reaksi anafilaksis, flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri
perut dan sinkop.
3. Pengobatan lain
c. Diet : makanan yang kaya akan protein hewani
d. Vitamin C : meningkatkan absorbsi besi, dosis 3x100 mg/hari
e. Transfusi darah : jarang diperlukan. Indikasi pada penyakit jantung anermik dengan
ancaman payah jantung, anemia yang sangat mencolok gejalanya dan pasien yang
butuh peningkatan hb secara cepat. Jenis darah yang diberikan PRC (packed red cell)
agar tidak overload.
Penatalaksanaan yang juga dapat dilakukan :
a) Mengatasi penyebab pendarahan kronik, misalnya pada ankilostomiasis diberikan
antelmintik yang sesuai.
b) Bedah : untuk penyebab yang memerlakukan intervensi bedah seperti pendarahan
karena diverticulum meckel.
c) Suportif : makanan gizi seimbang terutama yang mengandung kadar besi tinggi yang
bersumber dari hewani (limfa, hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan).
LO. 4.9. Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Anemia Defisiensi Besi
Komplikasi yang mungkin timbul seperti pada anemia yang lain. Apabila anemianya
berat, maka akan timbul komplikasi pada system kardiovaskuler berupa dekompensatio
cordis. Komplikasi yang lain yangmungkin timbul adalah komplikasi dari tractus
gastrointestinal berupakeluhan epigastric distress atau stomatitis.
LO. 4.10. Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Anemia Defisiensi Besi
1. Pendidikan kesehatan :
a. Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban, perbaikan
lingkungan kerja, misalnya pemakaian alas kaki sehingga dapat mencegah
penyakit cacing tambang
b. Penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorpsi
besi
2. Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik yang paling
sering dijumpai di daerah tropic. Pengendalian infeksi cacing tambang dapat
dilakukan dengan pengobatan masal dengan anthelmentik dan perbaikan sanitasi.
3. Suplementasi besi yaitu pemberian besi profilaksis pada segmen penduduk yang
rentan, seperti ibu hamil dan anak balita. Di Indonesia diberikan pada perempuan
hamil dan anak balita memakai pil besi dan folat.
4. Fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada bahan makan.
Di Negara barat dilakukan dengan mencampur tepung untuk roti atau bubuk susu
dengan besi.
besi anemia pada bayi dapat mengakibatkan kecerdasan berkurang, ketika kecerdasan diukur
pada usia dini.
Prognosis baik apabila penyebab anemianya diketahui hanya karena kekurangan besi
saja serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan menifestasi
klinis lannya akan membaik dengan pemberian preparat besi (Supandiman, 2006).Jika terjadi
kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa kemungkinan sebagai berikut:
1.Diagnosis salah
2.Dosis obat tidak adekuat
3.Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluarsa
4.Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak berlangsung
menetap.
5.Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaiam besi(seperti:
infeksi, keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakittiroid, penyakit karena
defisiensi vitamin B12, asam folat)
6.Gangguan absorpsi saluran cerna (seperti pemberian antasid yang berlebihan
pada ulkus peptikum dapat menyebabkan pengikatan terhadap besi).Pada kasus
ADB karena perdarahan, apabila sumber perdarahan dapat diatasi, maka
prognosis anemia defisiensi besi adalah baik terutama apabila diberikan terapi Fe
yang adekuat. Tentunya penyakit dasar sebagai sumber perdarahan kronisnya pun
menentukan prognosis dari pasien(Supandiman, 2006).
SUMBER :
Alwi, Idrus, et al. 2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid:2.Jakarta: InternaPublishing.
Bakta, I Made Prof, Dr. 2006.Hematologi Klinis Ringkas.Jakarta: EGC.
Murray, et al. 2009.Biokimia Harper.Ed. 27. Jakarta: EGC
Ganong, William F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Hoffbrand, A.V., Pettit J.E., Moss, P.A.H.,2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta: EGC.
Dorland, W. A. Newman. (2002). Kamus Kedokteran Dorland. EGC 29.
FKUI. 2012. FARMAKOLOGI DAN TERAPI. FKUI, Jakarta.
Guyton. Arthur. C (1994). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 9. Jakarta: EGC.