KELOMPOK : B-08
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2017
I. SKENARIO 1
Seorang laki-laki, umur 20 tahun, selalu bersi-bersin di pagi hari, keluar ingus
encer, gatal di hidung dan mata. Keluhan juga timbul bila udara berdebu. Keluhan ini
sudah dialami sejak kecil. Dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit serupa,
kecuali penyakit asma pada ayah pasien.
Pada pemeriksaan fisik terlihat secret bening keluar dari nares anterior,
choncha nasalis inferior oedem, mukosa pucat. Dokter menyarankan melakukan
pemeriksaan penunjang yaitu: Hitung eosinofil dalam darah tepi dan secret hidung.
Pemriksaan IgE total serum dan pemeriksaan feses untuk mendeteksi kecacingan.
Diagnosa kerja adalah Rhinitis alergi.
Pasien rajin sholat tahajud, sehingga dia bertanya adakah hubungan
memasukka air wudhu ke dalam hidung di malam hari dengan keluhannya ini? Pasien
menanyakan ke dokter mengapa bisa terjadi demikian, dan apakah berbahaya apabila
menderita keluhan seperti ini dalam jangka waktu yang lama.
II. BRAINSTORMING
Kata Sulit
1. Bersin
Keluarnya udara semi otonom yang terjadi dengan keras lewat hidung.
2. Asma
Serangan berulang dispnea paroksimal disertai peradangan jalur napas dan
mengi akibat kontraksi spasmodik bronkus.
3. Ingus
Lendir yang dikeluarkan oleh kelenjar hidung yang terdiri dari air, antibodi
dan protein yang berfungsi untuk membantu menjaga saluran hidung tetap
lembab serta mencegah masuknya debu atau benda asing dari udara luar.
III. Pertanyaan
1. Mengapa bersin hanya di pagi hari?
2. Mengapa timbul gatal pada hidung dan mata?
3. Saluran pernapasan apa saja yang terganggu pada kasus ini?
4. Bagaimana hubungan penyakit pasien dengan penyakit asma ayahnya?
5. Apa penyebab utama penyakit pada skenario?
6. Pemeriksaan apa yang dapat dilakukan?
7. Apa saja gejala yang ditimbulkan penyakit tersebut?
8. Bagaimana penanganan kasus tersebut?
9. Bagaimana adab bersin?
IV. Jawaban
1. Karna adanya allergen serta suhu dan udaranya.
2. Karena adanya histamine dan kemudian akan ditang oleh reseptor H1 pada
ujung saraf vidianus.
3. Hidung, nasopharynx, oropharynx, larynx.
4. Menunjukkan penderita alergi. Dan alergi dapat diturunkan pada anaknya.
5. Sistem kekebalan tubuh menganggap alergen sebuah substansi berbahaya,
kemudian melepas histamine dalam darah. Reaksi inilah yang memicu
pembengkakan dan iritasi pada hidung serta produksi cairan hidung
berlebihan.
6. Pemeriksaan darah lengkap (seperti hitung eosinofil dan pemeriksaan IgE),
pemeriksaan rhinoscopy anterior, pemeriksaan feses dan skin prick test.
7. Tanda di mata, otitis media, Allergic Shinner, nasal crease.
8. Pemberian antihistamin, kosrtikosteroid, dan menjauhi faktor penyebab.
9. Menutup hidung dan mulut, saat bersin, mengucap hamdalah.
Hipotesis
Gambar 4.
Bagian-bagian
laring dilihat
secara anterior
dan posterior.
a. Bronchiolus respiratorius
Epitel terdiri dari sel torak rendah atau kuboid. Epitel terputus-
putus, karena pada dinding terdapat alveolus. Sel epitel bersilia
kadang-kadang masih ada, yang akan menghilang semakin keujung
saluran. Tidak terdapat sel goblet. Pada lamina propria dapat terlihat
serat otot polos, kolagen, dan elastin.
b. Ductus alveolaris
Cabang dari bronchiolus respiratorius, berupa saluran dengan
dinding terdiri dari alveolus. Pada setiap pintu ke alveolus terdapat sel-
sel epitel berbentuk gepeng. Didalam lamina propria masih dapat
terlihat serat-serat otot polos, biasanya dipotong melintang.
c. Atria, saccus alveolaris, dan alveoli
Ductus alveolaris bermuara ke atria, berupa ruang tidak beraturan
yang berhubungan dengan aveolus dan saccus alveolaris. Dari tiap
atria muncul dua atau lebih saccus alveolaris. Dari saccus alveolaris
terbuka pintu yang menuju ke setiap alveolus. Alveolus berupa
kantong silapisi epitel selapis gepeng yang sangat tipis. Pada septum
inter alveolare terdapat serat reticular dan serat elastin. Disini terlihat 3
macam sel, yaitu sel gepeng pada permukaan disebut pneumosit tipe I,
sel alveolar besar, atau sel septal (pneumosit tipe II) berbentuk kuboid
menonjol ke dalam ruang alveolus. Selain kedua sel tersebut terdapat
sel endothelial kapiler.
LO.3.8. Komplikasi
a. Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis: inspisited mucous
glands, akumulasi sel-sel inflamasi yang luar bisa banyaknya (lebih
eosinofil dan limfosit T CD4+), hiperplasia epitel, hiperplasia goblet,
dan metaplasia skuamosa.
b. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak.
c. Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus
paranasal. Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam
mukosa yang menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi
penurunan oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut
akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama bakteri anaerob dan
akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain akibat
dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel
eosinofil (MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah
d. Masalah ortodonti dan efek penyakit lain dari pernafasan mulut yang
lama khususnya pada anak-anak.
e. Asma bronkial. Pasien alergi hidung memiliki resiko 4 kali lebih besar
mendapat asma bronkial.
LO.3.9. Pencegahan
Pada dasarnya penyakit alergi dapat dicegah dan dibagi menjadi 3
tahap, yaitu:
a. Pencegahan primer
Untuk mencegah sensitisasi atau proses pengenalan dini terhadap
alergen. Tindakan pertama adalah mengidentifikasi bayi yang
mempunyai risiko atopi. Pada ibu hamil diberikan diet restriksi (tanpa
susu, ikan laut, dan kacang) mulai trimester 3 dan selama menyusui,
dan bayi mendapat ASI eksklusif selama 5-6 bulan. Selain itu kontrol
lingkungan dilakukan untuk mencegah pajanan terhadap alergen dan
polutan.
b. Pencegahan sekunder
Untuk mencegah manifestasi klinis alergi pada anak berupa asma
dan pilek alergi yang sudah tersensitisasi dengan gejala alergi tahap
awal berupaalergi makanan dan kulit. Tindakan yang dilakukan dengan
penghindaran terhadap pajanan alergen inhalan dan makanan yang
dapat diketahui dengan uji kulit.
c. Pencegahan tersier
Untuk mengurangi gejala klinis dan derajat beratnya penyakitalergi
dengan penghindaran alergen dan pengobatan.
LO.3.10. Prognosis
a. Kebanyakan pasien dapat hidup normal dengan gejala.
b. Hanya pasien yang menerima imunoterapi spesifik-alergen sembuh
dari penyakit, namun banyak pasien melakukannya dengan sangat baik
dengan perawatan gejala intermiten. Gejala rhinitis alergi bisa kambuh
2-3 tahun setelah penghentian imunoterapi alergen.
c. Sebagian kecil pasien mengalami perbaikan selama masa remaja, tapi
di sebagian besar, gejala muncul kembali di awal dua puluhan atau
lebih. Gejala mulai berkurang ketika pasien mencapai dasawarsa
kelima kehidupan.
Bersin itu dari Allah dan menguap itu dari syaithon. Jika salah seorang
diantara kalian menguap, hendaknya dia menutup dengan tangannya. Jika ia
mengatakan, aah berarti syaithon sedang tertawa di dalam perutnya.
Sesungguhnya Allah menyukai perbuatan bersin dan membenci
menguap. (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 2746; al-Hakim, IV/264; Ibnu
Khuzaimah, no. 921 dan Ibnu Sunni dalam kitab Amalul Yaum wal Lailah, no.
2666. Hadits ini dinilai shohih oleh al-Albani dalam Shohiih al-Jaami, no.
4009).
Berikut ini adalah adab-adab yang harus kita perhatikan ketika bersin.
1. Meletakkan Tangan Atau Baju ke Mulut Ketika Bersin
Salah satu akhlaq mulia yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu alaihi
wa sallam ketika bersin adalah menutup mulut dengan tangan atau baju. Hal
ini sebagaimana yang biasa dilakukan oleh Rasullullah shallallahu alaihi
wa sallam tatkala beliau bersin.
Abu Hurairah radhiyallahu anhu menceritakan,
Jika salah seorang dari kalian bersin, hendaklah orang yang ada di
dekatnya mendoakannya. Dan jika (ia bersin) lebih dari tiga kali berarti ia
sakit. Janganlah kalian men-tasymit bersinnya setelah tiga
kali. (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 5034; Ibnus Sunni, no. 251; dan
Ibnu Asakir, 8/257. Hadits ini dinilai shohih oleh al-Albani dalam Shohiih
al-Jaami, no. 684)
Dalam redaksi lainnya disebutkan, Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bersabda:
Doakanlah saudaramu yang bersin tiga kali dan bila lebih dari itu
berarti ia sedang sakit. (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 5034 dan al-
Baihaqi dalam Syuabul Iiman, 7/32. Hadits ini dinilai hasan oleh al-Albani
dalam al-Misykah, no. 4743)
Ada seorang laki-laki bersin di hadapan Nabi shallallahu alaihi wa
salla. Maka Nabi shallallahu alaihi wa
sallam berkata, Yarhamukalloh. Kemudian ia bersin lagi, maka
Rasulullah shallallahu alihi wa sallam bersabda:
Laki-laki ini sedang sakit. (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim,
no. 2993)
6. Tidak Mengucapkan Tasymit Terhadap Orang Kafir Yang Bersin Meskipun
Ia Mengucapkan Alhamdulillah
Diriwayatkan dari Abu Musa radhiyallahu anhu, ia mengatakan,
-
-
Dahulu orang Yahudi sengaja bersin di dekat Nabi shallallahu alaihi
wa sallam dengan harapan Nabi mengatakan, yarhamukumulloh (semoga
Allah merahmatimu) tetapi Nabi shallallahu alaihi wa sallam
mengatakan: Yahdikumulloh wa yushlihu baalakum (semoga Allah
memberimu petunjuk dan memperbaiki keadaanmu). (Diriwayatkan oleh
Abu Dawud, no. 5038 dan At-Tirmidzi, no. 2739. Imam at-Tirmidzi
mengatakan bahwa hadits ini hasan shohih).
7. Istinsyaq dan Istintsar
Ibnu Quddamah dalam Al-Mughni mendefinisikan Istinsyaq, ialah
menarik (menghirup) air dengan nafas sampai kepada hidung bagian dalam.
Sementara Istintsar adalah mengeluarkan air dari hidung bekas Istinsyaq
tadi. Kedua perbuatan ini termasuk dalam rangkaian sunnah-sunnah wudhu,
yang setau penulis, hanya dimiliki oleh umat Islam.
Dalam sebuah hadits, Istinsyaq dan Istintsar baik sekali (baca: sunnah)
jika dilakukan dengan berlebihan. Inilah haditsnya:
:
: (
)
ARIA -World Health organisation initiative, allergic rhinitis and its impact on
asthma. J allergy clinical immunology : S147-S276.
Chairiyah UI, Al-Atsary AI. 2015. Panduan Amal Sehari Semalam Cetakan ke-3.
Bogor: Darul Ilmi (p: 277 280).
Cui D, et al. 2010. Atlas of Histology with Functional and Clinical Correlations. US:
Lippincott Williams and Wilkins.
Djojodibroto DR. 2017. Respirologi (Respiratory Medicine) Edisi 2. Jakarta: EGC.
(p: 5 20).
Ganong WF. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ganong Edisi 22. Jakarta: EGC.
(p: 672 674).
http://repository.unand.ac.id/17670/1/Case%203%20%20Rhinitis%20Alergi%20deng
an%20Asma.pdf (diakses pada 15 Februari 2017 pukul 21.36 WIB)
Hudyono J. 2000. Diagnosis dan Penatalaksanaan Rhinitis Alergi Akibat Kerja. In
Meditek Vol. 8, No.23.
Huriyati E, Hafiz A. Diagnosis dan Penatalaksanaan Rinitis Alergi yang Disertai
Asma Bronkial. Padang: Bagian Ilmu Kesehatan THT Bedah Kepala dan Leher FK
Universitas Andalas.
Kaplan AP,Cauwenberge PV. 2003. Allergic Rhinitis In: GLORIA Global Resource
Allegy Allergic Rhinitis and Allergic Conjunctivitis.Milwaukee US.
King HC, Mabry RL. 1998. Nonallergic Rhinitis. In: Allergy in ENT Practice, a Basic
Guide. New York: Thieme. (p. 310 318).
Krouse JH. 2006. Allergic and Nonallergic Rhinitis. In: Bailey BJ, Johnson JT et al
editors. Otolaryngology Head and Neck Surgery, 4th Ed Vol 1. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins. (p. 351 363).
Price SA, Wilson LM. 2013. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 6 Vol. 2 Jakarta: EGC. (p: 743).
Ramakrishnan VR, Meyer AD. 2009. Non allergic Rhinitis. Available from URL:
http://emedicine.medscape.com/article/874171-overview. (diakses pada 15 Februari
2017 pukul 22.00 WIB)
Sherwood L. 2016. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 8. Jakarta: EGC. (p:
492 505).
Soepardi EA, et all. 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan,
Kepala & Leher Edisi 7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. (p: 106 111).
Sofwan A. 2017. Apparatus Respiratorius/ Systema Respiratorium/ Sistem
Pernafasan. Jakarta: Bagian Anatomi FK Yarsi. (p: 1 22).