Anda di halaman 1dari 20

Nama: Rizki Marfira

NPM: 1102013255
LI. 1. Eritropoiesis
LO. 1.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Eritropoiesis
Eritropoesis adalah proses pembuatan eritrosit, pada janin dan bayi proses ini
berlangsung di limfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang dewasa terbatas hanya pada sumsum
tulang.

LO. 1.2. Memahami dan Menjelaskan Mekanisme Eritropoiesis
Sel darah berasal dari sel stem hemopoetik pluripoten yang berada pada sumsum
tulang. Sel ini kemudian akan membentuk bermacam macam sel darah tepI. Asal sel yang akan
terbentuk selanjutnya adalah sel stem commited, Sel ini akan dapat meghasilkan Unit pembentuk
koloni eritrosit (CFU-E) dan Unit granulosit dan monosit (CFU-GM).
Pada eritropoesis, CFU-E membentuk banyak sel Proeritroblas sesuai dengan
rangsangan. Proeritroblas akan membelah berkali-kali menghasilkan banyak sel darah merah
matur ya itu Basofil Eritroblas. Sel ini sedikit sekali mengumpulkan hemoglobin. Selanjutnya sel
ini akan berdifferensiasi menjadi Retikulosit dengan sel yang sudah dipenuhi dengan
hemoglobin. Retikulosit masih mengandung sedikit bahan basofilik. Bahan basofilik ini akan
menghilang dalam waktu 1-2 hari dan menjadi eritrosit matur.


Rubriblast
Rubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritrosit, merupakan sel termuda dalam sel
eritrosit.Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti dan kromatin yang halus.Dengan
pulasan Romanowsky inti berwarna biru kemerah-merahan sitoplasmanya berwarna
biru.Ukuran sel rubriblast bervariasi 18-25 mikron. Dalam keadaan normal jumlah
rubriblast dalam sumsum tulang adalah kurang dari 1 % dari seluruh jumlah sel berinti

Prorubrisit
Prorubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik. Pada pewarnaan
kromatin inti tampak kasar dan anak inti menghilang atau tidak tampak, sitoplasma
sedikit mengandung hemoglobin sehingga warna biru dari sitoplasma akan tampak
menjadi sedikit kemerah-merahan. Ukuran lebih kecil dari rubriblast.Jumlahnya dalam
keadaan normal 1-4 % dari seluruh sel berinti.

Rubrisit
Rubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast polikromatik.Inti sel ini
mengandung kromatin yang kasar dan menebal secara tidak teratur, di beberapa tempat
tampak daerah-daerah piknotik.Pada sel ini sudah tidak terdapat lagi anak inti, inti sel
lebih kecil daripada prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih banyak, mengandung warna
biru karena kandungan asam ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) dan merah karena
kandungan hemoglobin, tetapi warna merah biasanya lebih dominan.Jumlah sel ini dalam
sumsum tulang orang dewasa normal adalah 10-20 %.

Metarubrisit
Sel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast ortokromatik.Inti sel ini
kecil padat dengan struktur kromatin yang menggumpal.Sitoplasma telah mengandung
lebih banyak hemoglobin sehingga warnanya merah walaupun masih ada sisa-sisa warna
biru dari RNA.Jumlahnya dalam keadaan normal adalah 5-10 %.

Retikulosit
Pada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan penglepasan inti sel,
masih diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-sisa RNA. Sebagian proses
ini berlangsung di dalam sumsum tulang dan sebagian lagi dalam darah tepi. Pada saat
proses maturasi akhir, eritrosit selain mengandung sisa-sisa RNA juga mengandung
berbagai fragmen mitokondria dan organel lainnya. Pada stadium ini eritrosit disebut
retikulosit atau eritrosit polikrom.Retikulum yang terdapat di dalam sel ini hanya dapat
dilihat dengan pewarnaan supravital. Tetapi sebenarnya retikulum ini juga dapat terlihat
segai bintik-bintik abnormal dalam eritrosit pada sediaan apus biasa. Polikromatofilia
yang merupakan kelainan warna eritrosit yang kebiru-biruan dan bintik-bintik basofil
pada eritrosit sebenarnya disebabkan oleh bahan ribosom ini. Setelah dilepaskan dari
sumsum tulang sel normal akan beredar sebagai retikulosit selama 1-2 hari. Kemudian
sebagai eritrosit matang selama 120 hari. Dalam darah normal terdapat 0,5-2,5 %
retikulosit.

Eritrosit
Eritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkav dengan ukuran diameter 7-8
um dan tebal 1,5-2,5 um. Bagian tengah sel ini lebih tipis daripada bagian tepi. Dengan
pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna kemerah-merahan karena mengandung
hemoglobin. Eritrosit sangat lentur dan sangat berubah bentuk selama beredar dalam
sirkulasi. Umur eritrosit adalah sekitar 120 hari dan akan dihancurkan bila mencapai
umurnya oleh limpa. Banyak dinamika yang terjadi pada eritrosit selama beredar dalam
darah, baik mengalami trauma, gangguan metabolisme, infeksi Plasmodium hingga di
makan oleh Parasit.

Selama perkembangan intrauterus, eritrosit mula-mula dibentuk oleh yolk sac dan
kemudian oleh hati dan limpa sampai sumsum tulang terbentuk dan mengambil alih produksi
eritrosit secara ekslusif.
Pada anak, sebagian tulang terisi oleh sumsum tulang merah yang mampu memproduksi
sel darah. Namun, seiring dengan pertambahan usia, sumsum tulanh kuning yang tidak mampu
melakukan eritropoiesis secara perlahan menggantikan sumsum merah, yang tersisa hanya di
beberapa tempat, misalnya sternum, iga dan ujung-ujungg atas tulang oanjang ekstremitas.

Sumsum tulang tidak hanya memproduksi SDM tetapi juga merupakan sumber leukosit
dan trombosit.Di sumsum tulang terdapat sel punca pluripotent tak berdiferensiasi yang secara
terus menerus membelah diri dan berdiferensiasi untuk menghasilkan semua jenis sel darah.
Ginjal mendeteksi penurunan/ kapasitas darah yang mengakngkut oksigen.Jika O2 yang
disalurkan ke ginjal berkurang, maka ginjal mengeluarkan hormone eritropoietin dalam darah
yang berfungsi merangsang eritropoiesis (produksi eritrosit) dalam sumsum tulang.Tambahan
eritrosit di sirkulasi meningkatkan kemampuan darah mrngangkut O2.Peningkatan kemampuan
darah mengangkut O2 menghilangkan rangsangan awal yang memicu sekresi eritropoietin.

LO. 1.3. Memahami dan Menjelaskan Morfologi, Fungsi, dan Jumlah Normal Eritrosit







Normosit:
Ukuran 6 8 m, Bentuk bikonkaf, Warna merah jambu, Normal 4,0 5,5 / 4,5 6,0
juta/mm3






Retikulosit:
Ukuran 8 12 m, Inti tidak ada, Bergranula halus sisa RNA, Pewarnaan Vital
Staining (BCB), N = 0,5 1,5 per 1000 eritrosit

KATEGORI JUMLAH ERITROSIT (juta/mL)
Bayi 5,0 7,0
Usia 3 bulan 3,2 4,8
Usia 1 tahun 3,6 5,2
Usia 1012 tahun 4,0 5,4
Wanita 3,9 4,8
Pria 4,3 5,9
LO 1.4 Faktor yang Mempengaruhi Eritropoesis
Proses eritropoesis memerlukan:
a. Sel induk:CFU-E (Colony Unit Forming - Erythrocyte), BFU-E, normoblast
(eritroblast)
b. Bahan pembentuk eritrosit: besi, vitamin B12, asam folat, protein dan lain lain.
c. Mekanisme regulasi: factor pertumbuhan hemopetik dan hormone eritropoetin
LO 1.5
LO. 1.6. Memahami dan Menjelaskan Kelainan Morfologi Eritrosit






Mikrosit:
Biasanya pada Anemi Def Fe
Diameter < 7 mikron, biasa disertai dengan warna pucat (hipokromia). Pada pemeriksaan
sel darah lengkap didapatkan MCV yang rendah. Ditemukan pada:
Anemia defesiensi besi, Keracunan tembaga, Anemia sideroblasik, Hemosiderosis
pulmoner idiopatik, Anemia akibat penyakit kronik





Makrosit:
Biasanya pada Anemi Def Vit 12/ Def asam folat
Gambaran makrositik berarti volume eritrosit lebih besar dari normal. Dapat ditemukan
pada penyakit anemia megaloblastik karena kurang vit.B12 atau asam folat, anemia
setelah perdarahan akut, atau anemia karena penyakit hati kronik. Dari data pemeriksaan
darah ditemukan MCV > 94 fl
Anemia megaloblastik, Anemia aplastik/hipoplastik, Hipotiroidisme, Malnutrisi, Anemia
pernisiosa, Leukimia







Basofilik Stipling: eritrosit dengan granula biru-hitam, granula ini dari kondensasi atau
presipitasi RNA ribosom akibat dari defective hemoglobin synthesis







Hipokrom:







Eliptosit:
eritrosit berbentuk oval (ovalosyt) atau lonjong (pensil cell/sel cerutu), Osmotic fragility
meningkat, Distribusi kolesterol dalam membran akumulasi, Kolesterol dipinggir











Lakrimasit (Tear Drop Cell):
eritrosit berbentuk tetesan air







Target Cell:

liver disease






Crenated Cell:
eritrosit dengan sitoplasma mengkerut, Terjadi karena hipertronik larutan pada saat
pengeringan apusan






Stomatocyt:
eritrosit pucat memanjang di tengah, Normal 5%, Akibat meningkatnya sodium dalam sel
dan menurunnya potassium






Sferosit:
eritrosit nampak pucat ditengah, Bentuk lebih kecil, tebal,Akibat developmental defect









Sickle Cell:
eritrosit yang memanjang dan melengkung dengan 2 katup runcing
- Nama lain: Drepanocyt
- Eritrosit yang mengalami perubahan bizarre muncul pada keadaan
kurang oksigen di udara






Acantocyt: - eritrosit dengan tonjolan sitoplasma yang runcing
- Tonjolan tidak teratur
- Akibat defisiensilow-dencity betha Lipoprotein





Burr Cell: - eritrosit dengan tonjolan sitoplasma yang tumpul teratur
- Akibat passage through fibrin network

LI. 2. Hemoglobin
LO. 2.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Hemoglobin
Hemoglobin adalah kompleks protein yang terdiri dari heme yang mengandung besi dan
globin dengan interaksi diantara heme dan globin menyebabkan hemoglobin yang merupakan
perangkat yang ireversibel untuk mengangkut oksigen.Hemoglobin ditemukan hanya sel darah
merah.
LO 2.2 Memahami dan Menjelaskan Struktur Hemoglobin
Molekul hemoglobin memiliki dua bagian : (1) bagian globin, suatu protein yang
terbentuk dari empat rantai polipeptida yang sangat berlipat-lipat; dan (2) empat gugus
nonprotein yang mengandung besi yang dikenal sebagai gugus hem, dengan masing-masing
terikat ke salah satu polipeptida. Masing-masing dari keempat atom besi dapat berikatan secara
reversible dengan satu molekul O
2
.
Selain mengangkut O
2
, hemoglobin juga dapat berikatan berikut :
Karbon dioksida. Hemoglobin membantu mengangkut gas ini dari sel jaringan
kembali ke paru.
Bagian ion hydrogen asam dari asam karbonat terionisasi, yang dihasilkan di
tingkat jaringan dari CO
2
. Hemoglobin menyangga asam ini sehingga asam ini
tidak banyak menyebabkan perubahan pH darah.
Karbon monoksida. Gas ini dalam keadaan normal terdapat di dalam darah,
tetapi jika terhirup maka gas ini cenderung menempati bagian hemoglobin
yang berikatan dengan O
2
sehingga terjadi keracunan CO
Nitrat oksida. Di paru, nitrat oksida yang bersifat vasodilator berikatan dengan
hemoglobin. NO ini dibebaskan di jaringan, tempat zat ini melemaskan dan
melebarkan arteriol local. Vasodilatasi ini membantu menjamin bahwa darah
kaya O
2
dapat mengalir dengan lancar dan juga membantu menstabilkan
tekanan darah.

Hemoglobin adalah suatu senyawa protein dengan fe yang dinamakan conjugated protein.
Sebagai intinya fed an dengan rangka protoperphyrin dan globulin (tetraphyrin) menyebabkan
warna darah merah karena fe ini. Eryt hb berikatan dengan Co
2
menjadi karboxy hemoglobin dan
warnanya merah tua. Darah arteri mengandung O
2
dan darah vena mengandung Co
2
. (DepKes
RI)
Tabel Batas Kadar Hemoglobin
Kelompok umur Batas nilai hb ( gr/dl)
Anak 6 bulan 6 tahun 11,0
Anak 6 tahun 14 tahun 12,0
Pria dewasa 13,0
Ibu hamil 11,0
Wanita dewasa 12,0
Sumber : WHO dalam arisman 2002

LO. 2.3. Memahami dan Menjelaskan Fungsi Hemoglobin
Menurut Depkes RI fungsi hemoglobin adalah
Mengatur pertukaran oksigen dengan karbondioksida dalam jaringan
Mengambil oksigen dalam paru-paru kemudian dibawa keseluruh
jaringan-jaringan tubuh untuk dipakai sebagai bahan bakar.
Membawa karbondioksida dari jaringan-jaringan tubuh sebagai hasil
metabolisme ke paru-paru untuk dibuang, untuk mengetahui apakah
seseorang itu kekurangan darah apa tidak.
LO. 2.4. Memahami dan Menjelaskan Biosintesis Hemoglobin
Sintesis hemoglobin dimulai dalam proeritroblas dan berlanjut bahkan dalam stadium
retikulosit pada pembentukan sel darah merah. Oleh karena itu, ketika retikulosit meninggalkan
sumsum tulang dan masuk ke dalam aliran darah, retikulosit tetap membentuk sejumlah kecil
hemoglobin satu hari seesudah dan seterusnya sampai sel tersebut menjadi eritrosit yang matur.
Mula-mula, suksinil-KoA, yang dibentuk dalam siklus krebs berikatan dengan glisin
untuk membentuk molekul pirol (pridoksal fosfat). Kemudian, empat pirol bergabung untuk
membentuk protoporfirin IX, yang kemudian bergabung dengan besi untuk membentuk molekul
heme dalam mitokondria. Akhirnya, setiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida
panjang, yaitu globin yang disintesis oleh ribosom, membentuk suatu subunit yang disebut rantai
hemoglobin.

LO. 2.5 Memahami dan Menjelaskan Reaksi Oksigen dan Hemoglobin
Hemoglobin mengikat oksigen untuk membentuk oksihemoglobin, oksigen menempel
pada Fe
2+
dalam heme. Masing-masing dari keempat atom besi dapat mengikat satu molekul
oksigen secara reversibel. Atom besi tetap berada dalam bentuk ferro, sehingga reaksi pengikatan
oksigen merupakan suatu reaksi oksigenasi.
Dengan reaksi : Hb + O
2
HbO
2

Bila tekanan O
2
tinggi, seperti dalam kapiler paru, O
2
berikatan dengan hemoglobin.
Sedangkan jika tekanan oksigen rendah, oksigen akan dilepas dari hemoglobin
(deoksihemoglobin).
Kurva disosiasi hemoglobin-oksigen adalah kurva yang menggambarkan hubungan %
saturasi kemampuan hemoglobin mengangkut O
2
dengan PO
2
yang memiliki bentuk signoid khas
yang disebabkan oleh interkonversi T-R. Pengikatan O
2
oleh gugus heme pertama pada satu
molekul Hb akan meningkatkan afinitas gugus heme kedua terhadap O
2
, dan oksigenase gugus
kedua lebih meningkatkan afinitas gugus ketiga, dan seterusnya sehingga afinitas Hb terhadap
molekul O
2
keempat berkali-kali lebih besar dibandingkan reaksi pertama.








LI. 3. Anemia
LO. 3.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Anemia
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit
sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawaoksigen dalam jumlah yang cukup ke
jaringan perifer.
Pada anemia terjadi penurunan kadar hemoglobin, hematokrit, atau hitung eritrosit.
Anemia dapat disebabkan oleh penurunan kecepatan eritropoiesis, kehilangan eritrosit
berlebihan, atau defisiensi kandungan hemoglobin dalam eritrosit.
Anemia adalah suatu kondisi dimana kadar Hb dan/atau hitung eritrosit lebih rendah dari
harga normal. Dikatakan sebagai anemia bila Hb < 14 g/dl dan Ht < 41 % pada pria atau Hb < 12
g/dl dan Ht <37 % pada wanita. (Arif Mansjoer,dkk. 2001)
Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 1mm
3

darah atau berkurangnya volume sel yang dipadatkan (packed red cells volume) dalam 100 ml
darah. (Ngastiyah, 1997)



LO. 3.2. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Anemia
Secara morfologi, pengklasifikasian anemia terdiri atas:
a. Anemia normositik normokrom
Patofisiologi anemia ini terjadi karena pengeluaran darah ataudestruksi darah yang berlebih
sehingga menyebabkan Sumsum tulangharus bekerja lebih keras lagi dalam eritropoiesis.
Sehingga banyak eritrosit muda (retikulosit) yang terlihat pada gambaran darah tepi. Padakelas
ini, ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal sertamengandung hemoglobin dalam jumlah
yang normal tetapi individumenderita anemia. Anemia ini dapat terjadi karena hemolitik, pasca
pendarahan akut, anemia aplastik, sindrom mielodisplasia, alkoholism,dan anemia pada penyakit
hati kronik.
b. Anemia makrositik normokrom
Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normaltetapi normokrom karena
konsentrasi hemoglobinnya normal. Hal inidiakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis
asam nukleat DNAseperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat. Ini dapat
juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab terjadi gangguan pada metabolisme sel
c. Anemia mikrositik hipokrom
Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobindalam jumlah yang kurang
dari normal. Hal ini umumnyamenggambarkan insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada
anemiadefisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah kronik, ataugangguan sintesis
globin, seperti pada talasemia (penyakit hemoglobinabnormal kongenital)
Klasifikasi anemia menurut etiopatogenesisnya
1. Karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang
a. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit
1. Anemia defisiensi besi
2. Anemia defisiensi asam folat
3. Anemia defisiensi vitamin B12
b. Gangguan penggunaan (utilisasi) besi
1. Anemia akibat penyakit kronik
2. Anemia sideroblastik
c. Kerusakan sumsum tulang
1. Anemia aplastic
2. Anemia mieloplastic
3. Anemia pada keganasan hematologi
4. Anemia diseritropoietik
5. Anemia pada sindrom mielodisplastik
6. Anemia akibat kekurangan eritropoietin : Anemia pada gagal ginjal kronik.
2. Anemia akibat Hemoragia.
A. Anemia pasca perdarahan akut
B. Anemia akibat perdarahan kronik
3.Anemia Hemolitik
A. Intrakorpuskular
a) Gangguan membrane eritrosit (membranopati)
b) Gangguan enzim eritrosit (enzimopati) : akibat defisiensi G6PDiii.
c) Gangguan Hemoglobin (Hemoglobinopati)
Thalasemia
Hemoglobinopati structural : HbS, HbE, dll.
B. Ekstrakorpuskular
a) Anemia hemolitik autoimuni
b) Anemia hemolitik mikroangiopatik,dll
4.Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan pathogenesis yang kompleks.


5.Anemia berdasarkan derajatnya:
1. Ringan sekali : Hb 10 g/dL
2. Ringan : Hb 8-9,9 g/dL
3. Sedang : Hb 6-7,9 g/dL
4. Berat : Hb <6 g/dL
LO. 3.3 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Anemia
1. Kehilangan darah (akut, kronis)
2. Gangguan pembentukan eritrosit
a. Insuficient eritropoiesis (eritropoiesis tidak cukup)
b. Ineffective eritropoiesis (eritropoiesis tidak efektif)

3. Berkurangnya masa hidup eritrosit
a. kelainan kongenital : membran, enzim, kelainan Hb
b. kelainan didapat : malaria, obat, infeksi, proses imunologis
LO. 3.4 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Anemia

Gejala klinis yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dari berbagai sistem
dalam tubuh antara lain: penurunan kinerja fisik, gangguan neurologik (syaraf)
yang dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, anorexia (badan kurus
kerempeng), pica, serta perkembangan kognitif yang abnormal pada anak. Sering
pula terjadi abnormalitas pertumbuhan, gangguan fungsi epitel, dan berkurangnya
keasaman lambung. Cara mudah mengenal anemia dengan 5L, yakni lemah, letih,
lesu, lelah, lalai. Kalau muncul 5 gejala ini, bisa dipastikan seseorang terkena
anemia. Gejala lain adalah munculnya sklera (warna pucat
pada bagian kelopak mata bawah).
Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala terasa
melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke atau serangan
jantung
Sjaifoellah, 1998
LO 3.5 Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Penunjang Anemia

Pemeriksaan laboratorium hematologi

Hb, Ht, Retikulosit, SADT, MCV, MCHC, LED, Jumlah leukosit, trombosit
Pemeriksaan khusus
SI, TIBC, Feritinin, G6PD test
Pemeriksaan sumsum tulang





LI. 4. Anemia Defisiensi Besi
LO. 4.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Anemia Defisiensi Besi
Anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh sehingga penyediaan besi
untuk eritopoiesis kurang, yang akhirnya terjadi penurunan Hb. Kelainan ini ditandai oleh
anemia hipokromik mikrositer, serum besi menurun, peningkatan TIBC, saturasi transferi dan
feritin serum menurun, pengecatan sumsung tulang menunjukan negative, dan adanya respon
terhadap pengobatan dengan preparat besi.
Absorbsi besi :
Terdapat 3 fase absorbs besi , yaitu :
Fase luminal
Besi dalam makanan diolah di lambung kemudian siap diserap di duodenum. Besi
dalam makanan terdapat dalam 2 bentuk :
Besi heme : terdapat dalam daging dan ikan, tingkat absorbs tinggi, tidak dihambat
oleh bahan penghambat sehingga bioavailabilitasnya tinggi.
Besi non heme : bersal dari sumber tumbuh-tumbuhan, tingkat absorbs rendah,
dipengaruhi bahan pemacu dan penghambat sehingga bioavailibilitasnya rendah.
Bahan pemacu meat factor dan vitamin C
Bahan penghambat tanat, phytat dan serat
Fase mucosal
Proses penyerapan dalam mukosa usus yang merupakan suatu proses aktif.
Penyerapan besi terutama melalui mukosa duodenum dan jejunum proksimal.
Fase corporeal
Meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh sel-sel yang
memerlukan dan penyimpanan besi oleh tubuh.

LO. 4.2. Memahami dan Menjelaskan Etiologi Anemia Defisiensi Besi
Terjadinya ADB sangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi besi, diit yang mengandung
besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang.
Kekurangan besi dapat disebabkan:
A. Kebutuhan yang meningkat secara fisiologis
Pertumbuhan
Pada periode pertumbuhan cepat yaitu pada umur 1 tahun pertama dan masa
remaja kebutuhan besi akan meningkat, sehingga pada periode ini insiden ADB
meningkat. Pada bayi umur 1 tahun, berat badannya meningkat 3 kali dan massa
hemoglobin dalam sirkulasi mencapai 2 kali lipat dibanding saat lahir. Bayi
premature dengan pertumbuhan sangat cepat, pada umur 1 tahun berat badannya
dapat mencapai 6 kali dan massa hemoglobin dalam sirkulasi mencapai 3 kali
dibanding saat lahir.
Menstruasi
Penyebab kurang besi yang sering terjadi pada perempuan adalah kehilangan
darah lewat menstruasi.

B. Kurangnya besi yang diserap
Masukan besi dari makanan yang tidak adekuat
Malabsorpsi besi
Keadaan ini sering dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa ususnya
mengalami perubahan secara histology dan fungsional. Pada orang yang telah
mengalami gastrektomi parsial atau total sering disertai ADB walaupun penderita
mendapat makanan yang cukup besi. Hal ini disebabkan berkurangnya jumlah
asam lambung dan makanan lebih cepat melalui bagian atas usus halus, tempat
utama penyerapan besi heme dan non heme.

C. Perdarahan
Merupakan penyebab penting terjadinya ADB. Kehilangan darah akan
mempengaruhi keseimbangan status besi. Kehilangan darah 1 ml akan
mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg, sehingga kehilangan darah 3-4 ml/ hari (1,5-
2 mg besi) dapat mengakibatkan keseimbangan negative besi.
Perdarahan dapat berupa perdarahan saluran cerna, milk induced enteropathy, ulkus
peptikum, karena obat-obatan (asam asetil salisilat, kortikosteroid, indometasin, obat
anti inflamasi non steroid) dan infestasi cacing (Ancylostoma duodenale dan Necaor
americanus) yang menyerang usus halus bagian proksimal dan menghisap darah dari
pembuluh darah submukosa usus.

D. Transfuse feto-maternal
Kebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi ibu akan menyebabkan ADB pada
akhir masa fetus dan pada awal masa neonates.

E. Hemoglobinuria
Dijumpai pada anak yang memakai katup jantung buatan. Pada Paroxismal Nocturnal
Hemoglobinuria (PNH) kehilangan besi melalui urin rata-rata 1,8-7,8 mg/hari.


F. Iatrogenic blood loss
Pada saat pengambilan darah vena (yang banyak) untuk pemeriksaan laboratorium.

G. Idiopathic pulmonary hemosiderosis
Jarang terjadi. Ditandai dengan perdarahan paru yang hebat dan berulang serta
adanya infiltrate pada paru yang hilang timbul. Keadaan ini dapat menyebabkan
kadar Hb menurun drastic hingga 1,5-3g/dl dalam 24 jam.

H. Latihan yang berlebihan
Pada atlit yang berolahraga berat, sekitar 40% remaja perempuan dan 17% remaja
laki-laki kadar feritin serumnya < 10ug/dl. Perdarahan saluran cerna yang tidak
tampak sebagai akibat iskemia yang hilang timbul pada usus selama latihan berat
terjadi pada 50% pelari.

I. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang berasal dari :
a. Saluran cerna: kanker lambung, kanker colon, infeksi cacing tambang
b. Saluran genital: menorhagia / metiorhagia
c. Saluran kemih: hematuria
d. Saluran nafas: hemoptoe

J. Faktor nutrisi: kurangnya jumlah besi di makanan / kualitas besi
K. Kebutuhan besi meningkat: anak pada pertumbuhan, kehamilan, dan prematuritas
L. Gangguan absorbsi besi: gastroektomi, tropical sprue / kolitis kronis
LO. 4.3. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinik Anemia Defisiensi Besi
Gejala Umum anemia
Gejala umum anemia disebut sebagai sindrom anemia yang dijumpai pada anemia
defisiensi besin apabila kadar Hb turun dibawah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu,
cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging.
Gejala Khas Defisiensi Besi
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia jenis
lain adalah :
Koilonychias : kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertical dan
menjadi cekung.
Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah
menghilang.
Stomatitis angularis (cheilosis) : adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak
sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia
Pica : keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti tanah liat, es, lem dll
Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson Kelly adalah kumpulan
gejala yang terdiri dari anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah dan disfagia.

Gejala penyakit Dasar
Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi
penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Misalnya pada anemia akibat penyakit cacing tambang
dijumpai dyspepsia, parotis membengkak dan kulit telapak tangan berwarna kuning seperti
jerami.


LO. 4.4. Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Anemia Defisiensi Besi
1) Tahap pertama
Disebut iron depletion atau storage iron deficiency, ditandai dengan berkurangnya
cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi protein besi
lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme.
Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya
kekurangan besi masih normal.

2) Tahap kedua
Dikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau iron limited erythropoiesis
didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoiesis. Dari hasil
pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi transferin
menurun sedangkan total iron binding capacity (TBIC) meningkat dan free
erythrocyte porphyrin (FEP) meningkat.

3) Tahap ketiga
Disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila besi yang menuju
eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb.
Dari gambaran darah tepi didapatkan mikrositosis dan hipokromik yang progresif.
Pada tahap ini telah terjadi perubahan epitel terutama pada ADB yang lebih lanjut.
LO. 4.5 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosi Banding
Untuk menegakkan anemia defisiensi besi harusa dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang teliti disertai pemerikasaan laboratorium. Terdapat 3 tahap diagnosis ADB :
1. Menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar Hb atau hematokrit
2. Memastikan adanya defisiensi besi
3. Menentukan penyebab dari defisiensi besi
Secara laboratorik untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dapat dipakai
kriteria diagnosis anemia defisiensi besi :
Anemia hipokromik mikrositer pada apusan darah tepi atau MCV < 80 fl dan MCHC < 31%.
1. dua dari tiga parameter di bawah ini :
a. Besi serum <50 mg/dl
b. TIBC >350 mg/dl
c. Saturasi transferrin <15%
2. Feritin serum <20 mg/dl
3. Pengecetan sumsum tulang dengan biru prusia yang menunjukkan cadangan besi (butir-
butir hemosiderin) negative
Dengan pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari selama 4 minggu disertai kenaikan
kadar Hb lebih dari 2g/dl.

Diagnosis Banding
Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan hipokromik lainnya seperti :
Anemia akibat penyakit kronik
Thalassemia
Anemia sideroblastik

LO.4.6 Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan Anemia Defisiensi Besi

1. Terapi kausal : mengatasi penyebab defisiensi besi agar anemia tidak kambuh kembali
2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi
Besi per oral: Lini pertama karena murah, efektif dan aman. Diberikan saat lambung
kosong namun efek samping lebih banayk dibandingkan pemberian setelah makan. Efek
samping berupa mual, muntah dan konstipasi. Pengobatan diberikan sampai 6 bulan
setelah Hb normal. Preparat yang tersedia yaitu:
1. Ferrous sulphat 3x200 mg
Preparat pilihan pertama, karena paling murah tetapi efektif. Dosis:3x200 mg. 200mg
sulfas ferosus= 66mg besi elemental. Pemberiansulfas ferosus 3x200 g
mengakibatkan absorbs besi 50mg/hari yangdapat mengakibatkan eritropoesis 2-3
kali normal.
2. Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous succinate (lebih
mahal)
3. Enteric coated
Efek samping lebih rendah tetapi dapat mengurangi absorbs besi
Farmakokinetik : sebaiknya diberikan saat lambung kosong, tetapiefek samping lebih
sering dibandingkan dengan pemberian setelahmakan. Pada pasien yang mengalami
intoleransi, sulfas ferosus dapatdiberikan saat makan atau setelah makan
Efek samping : gangguan gastrointestinal yang dijumpai pada 15-20%yang sangat
mempengaruhi kepatuhan pasien. Keluhan ini dapat berupa mual, muntah, serta
konstipasi.untuk mengurangi ES besidiberikan saat makan atau dosis dikurangkan
menjadi 3 x 100 mg

Besi parenteral: Diberikan bila intoleransi oral berat, kurang patuh berobat, kolitis
ulserativa, perlu peningkatan Hb secara cepat. Lini kedua karena efek samping lebih
berbahaya dan harga lebih mahal. Preparat yang tersedia:

Iron dextran complex, iron sorbitol citric acid complex
Dosis : kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 3
Efek samping : reaksi anafilaksis, flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri
perut dan sinkop.
3. Pengobatan lain
Diet : makanan yang kaya akan protein hewani
Vitamin C : meningkatkan absorbsi besi, dosis 3x100 mg/hari
Transfusi darah : jarang diperlukan. Indikasi pada penyakit jantung anermik dengan
ancaman payah jantung, anemia yang sangat mencolok gejalanya dan pasien yang butuh
peningkatan hb secara cepat. Jenis darah yang diberikan PRC (packed red cell) agar tidak
overload.

Penatalaksanaan yang juga dapat dilakukan :
a) Mengatasi penyebab pendarahan kronik, misalnya pada ankilostomiasis diberikan
antelmintik yang sesuai.
b) Bedah : untuk penyebab yang memerlakukan intervensi bedah seperti pendarahan karena
diverticulum meckel.
c) Suportif : makanan gizi seimbang terutama yang mengandung kadar besi tinggi yang
bersumber dari hewani (limfa, hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan).

LO.4.7 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Anemia Defisiensi Besi
1. Pendidikan kesehatan :
a. Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban, perbaikan lingkungan
kerja, misalnya pemakaian alas kaki sehingga dapat mencegah penyakit cacing
tambang
b. Penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorpsi besi
2. Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik yang paling
sering dijumpai di daerah tropic. Pengendalian infeksi cacing tambang dapat dilakukan
dengan pengobatan masal dengan anthelmentik dan perbaikan sanitasi.
3. Suplementasi besi yaitu pemberian besi profilaksis pada segmen penduduk yang rentan,
seperti ibu hamil dan anak balita. Di Indonesia diberikan pada perempuan hamil dan anak
balita memakai pil besi dan folat.
4. Fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada bahan makan. Di
Negara barat dilakukan dengan mencampur tepung untuk roti atau bubuk susu dengan
besi.

LO. 4.8 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Anemia Defisiensi Besi
Prognosis untuk mengobati dan menyembuhkan anemia defisiensi besi sangat baik, terutama
ketika mereka yang mengonsumsi suplemen zat besi seperti yang disarankan dan mampu untuk
mengasimilasi besi. Sejumlah penilitian telah menunjukkan bahwa kekurangan besi anemia pada
bayi dapat mengakibatkan kecerdasan berkurang, ketika kecerdasan diukur pada usia dini.
Prognosis baik apabila penyebab anemianya diketahui hanya karena kekurangan besi saja
serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan menifestasi klinis lannya
akan membaik dengan pemberian preparat besi (Supandiman, 2006).Jika terjadi kegagalan dalam
pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa kemungkinan sebagai berikut:
1.Diagnosis salah
2.Dosis obat tidak adekuat
3.Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluarsa
4.Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak berlangsung
menetap.
5.Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaiam besi(seperti:
infeksi, keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakittiroid, penyakit karena
defisiensi vitamin B12, asam folat)
6.Gangguan absorpsi saluran cerna (seperti pemberian antasid yang berlebihan pada
ulkus peptikum dapat menyebabkan pengikatan terhadap besi).Pada kasus ADB
karena perdarahan, apabila sumber perdarahan dapat diatasi, maka prognosis anemia
defisiensi besi adalah baik terutama apabila diberikan terapi Fe yang adekuat.
Tentunya penyakit dasar sebagai sumber perdarahan kronisnya pun menentukan
prognosis dari pasien(Supandiman, 2006).





Alwi, Idrus, et al. 2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid:2.Jakarta: InternaPublishing.
Guyton & Hall. 1997.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta: EGC.
Bakta, I Made Prof, Dr. 2006.Hematologi Klinis Ringkas.Jakarta: EGC.
Murray, et al. 2009.Biokimia Harper.Ed. 27. Jakarta: EGC
Ganong, William F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC.
Murray, Robert K dkk. 2009. Biokimia Harper. Edisi 27. Jakarta: EGC.
Sacher, Ronald A, RIchar A. McPherson. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Edisi 11. Jakarta: EGC.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Sutaryo, dkk. 2010. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Cetakan Ketiga. Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
Hoffbrand, A.V., Pettit J.E., Moss, P.A.H.,2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai