Anda di halaman 1dari 18

21 OKTOBER 2014

PBL SKENARIO 1
BLOK DARAH DAN SISTEM LIMFATIK
LEKAS LELAH BILA BEKERJA

ADITYA SURYA PRATAMA


1102013009 – FK A

BLOK MUSKULOSKELETAL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


21 OKTOBER 2014

SASARAN BELAJAR :

LI.1 MEMAHAMI & MENJELASKAN ERITROPOESIS

LO.1 MEMAHAMI & MENJELASKAN DEFINISI

LO.2 MEMAHAMI & MENJELASKAN FAKTOR

LO.3 MEMAHAMI & MENJELASKAN MORFOLOGI

LO.4 MEMAHAMI & MENJELASKAN PEMBENTUKAN ERITROPOESIS

LI.2 MEMAHAMI & MENJELASKAN HEMOGLOBIN

LO.1 MEMAHAMI & MENJELASKAN STRUKTUR DAN FUNGSI

LO.2 MEMAHAMI & MENJELASKAN BIOSINTESIS

LI.3 MEMAHAMI & MENJELASKAN ANEMIA

LO.1 MEMAHAMI & MENJELASKAN DEFINISI

LO.2 MEMAHAMI & MENJELASKAN KLASIFIKASI

LO.3 MEMAHAMI & MENJELASKAN GEJALA KLINIS

LI.4 MEMAHAMI & MENJELASKAN ANEMIA DEFISIENSI BESI

LO.1 MEMAHAMI & MENJELASKAN DEFINISI

LO.2 MEMAHAMI & MENJELASKAN ETIOLOGI

LO.3 MEMAHAMI & MENJELASKAN PATOFISIOLOGI

LO.4 MEMAHAMI & MENJELASKAN MANIFESTASI

LO.5 MEMAHAMI & MENJELASKAN DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING

LO.6 MEMAHAMI & MENJELASKAN KOMPLIKASI

LO.7 MEMAHAMI & MENJELASKAN PENATALAKSANAAN DAN PENCEGAHAN

LO.8 MEMAHAMI & MENJELASKAN PROGNOSIS


21 OKTOBER 2014

LI.1 MEMAHAMI & MENJELASKAN ERITROPOESIS

LO.1 MEMAHAMI & MENJELASKAN DEFINISI


Eritrosit merupakan bagian utama dari sel-sel darah. Setiap mm kubiknya darah pada seorang laki-
laki dewasa mengandung kira-kira 5 juta sel darah merah dan pada seorang perempuan dewasa kira-
kira 4 juta sel darah merah.

Eritropoiesis adalah proses pembentukan eritrosit yang terjadi di sumsum tulang hingga terbentuk
eritrosit matang dalam darah tepi yang dipengaruhi dan dirangsang oleh hormon eritropoietin.

Eritropoietin adalah hormon glikoprotein yang terutama dihasilkan oleh sel-sel interstisium
peritubulus ginjal, dalam respon terhadap kekurangan oksigen atas bahan globulin plasma, untuk
digunakan oleh sel-sel induk sumsum tulang. Eritropoietin mempercepat produksi eritrosit pada
semua stadium terutama saat sel induk membelah diri dan proses pematangan sel menjadi eritrosit.
Di samping mempercepat pembelahan sel, eritropoietin juga memudahkan pengambilan besi,
mempercepat pematangan sel dan memperpendek waktu yang dibutuhkan oleh sel untuk masuk
dalam sirkulasi.

LO.2 MEMAHAMI & MENJELASKAN FAKTOR


 Pengaruh vitamin B12 (sianokobalamin)
Karena berperan dalam sintesis DNA, karena jaringan yang menghasilkan eritrosit
paling cepat pertumbuhan dan proliferasinya. Sebenarnya bukan hanya kekurangan
vitamin B12 tapi karena gagalnya penyerapan vitamin B12 dalam saluran pencernaan
( karena atrofi mukosa lambung sehingga getah lambung tidak dapat disekresikan
secara normal lagi).
 Pengaruh hormon Eritropoetin
Berperan sebagai respon terhadap hipoksia, eritropoetin ini dibentuk oleh sel sel
juxtaglomerulus yaitu sel sel yang terletak didalam dinding pembuluh pembuluh
arteriol dekat dengan glomerulus
 Pengaruh mineral Besi (Fe), Tembaga (Cu), Kobalt ( Co)
Zat besi dihunakan langsung untuk membentuk hemoglobin. Sedangan tembaga dan
kobalt diperlukan sebagai katalisator dalam tahapan pembentukan hemoglobin.
 Pengaruh asam folat ( Asam Pteroilglitamat)
Diperlukan dalam proses pembentukan DNA
 Pegaruh asam amino
Dalam pembentukan hemoglobin
 Kurangnya jumlah sel darah merah atau destruksi eritrosit yang berlebihan.
Kurang kadar hemoglobin di dalam sel darah merah dan Kurangnya ketersediaan O2
seperti pada daerah dataran tinggi dan pada penderita pneumonia.
21 OKTOBER 2014

LO.3 MEMAHAMI & MENJELASKAN MORFOLOGI


1. Rubriblast :

 Sel besar ( 15-30 µm)

 Inti : besar, bulat, warna merah, kromatin halus

 Nukleoli : 2-3 buah

 Sitoplasma : biru tua, sedikit halo di sekitar inti

2. Prorubrisit :

 Lebih kecil dari rubriblast

 Inti: bulat, kromatin mulai kasar

 Nukleoli (-)

 Sitoplasma: biru, lebih pucat

3. Rubrisit :

 Lebih kecil dari prorubrisit

 Inti: lebih kecil dari prorubrisit, bulat, kromatin kasar dan menggumpal

 Sitoplasma: pembentukan Hb (+)

4. Metarubrisit :

 Lebih kecil dari rubrisit

 Inti: bulat, kecil, kromatin padat, warna biru gelap

 Sitoplasma: merah kebiruan

5. Eritrosit polikromatik :

 Masih ada sisa-sisa kromatin inti

 Sitoplasma warna violet / kemerahan / sedikit biru

 Fase ini disetarakan dengan retikulosit

6. Eritrosit :

 Ukuran 6-8 µm

 Sitoplasma kemerahan

 Bagian tengah pucat, krn btk bikonkaf

 Bentuk bulat, tepi rata


21 OKTOBER 2014

 LO.4 MEMAHAMI & MENJELASKAN PEMBENTUKAN ERITROPOESIS

1. Prekursor eritrosit paling awal adalah Proeritroblas. Sel ini relatif besar dengan garis
tengah 12µm sampai 15 µm. Kromatin dalam intinya yang bulat besar tampak berupa
granula halus dan biasanya terdapat dua nukleolus nyata. Sitoplasmanya jelas
basofilik. Sementara proeritroblas berkembang, jumlah ribosom dan polisom yang
tersebar merata makin bertambah dan lebih menonjolkan basofilianya.
2. Turunan proeritroblas disebut Eritroblas basofilik. Sel ini agak lebih kecil daripada
proeritroblas. Intinya yang bulat lebih kecil dan kromatinnya lebih padat.
Sitoplasmanya bersifat basofilik merata karena banyak polisom, tempat pembuatan
rantai globin untuk hemoglobin.
3. Sel pada tahap perkembangan eritroid disebut Eritroblas Polikromatofilik. Warna
polikromatofilik yang tampak terjadi akibat polisom menangkap zat warna basa pada
pulasan darah, sementara hemoglobin yang dihasilkan mengambil eosin. Inti
eritroblas polikromatofilik agak lebih kecil daripada inti eritroblas basofilik, dan
granula kromatinnya yang kasar berkumpul sehingga mengakibatkan inti tampak
sangat basofilik. Pada tahap ini tidak tampak anak inti. Eritroblas polikromatofilik
merupakan sel paling akhir pada seri eritroid yang akan membelah.
4. Pada tahap pematangan berikutnya disebut dengan Normoblas, inti yang terpulas
gelap mengecil dan piknotik. Inti ini secara aktif dikeluarkan sewaktu sitoplasmanya
masih agak polikromatofilik, dan terbentuklah eritrosit polikromatofilik.
5. Eritrosit polikromatofilik lebih mudah dikenali sebagai Retikulosit dengan polisom
yang masih terdapat dalam sitoplasma berupa retikulum. Jadilah sel Eritrosit.
21 OKTOBER 2014

LI.2 MEMAHAMI & MENJELASKAN HEMOGLOBIN

LO.1 MEMAHAMI & MENJELASKAN STRUKTUR DAN FUNGSI

 Hemoglobin adalah metalprotein pengangkut oksigen yang mengandung besi dalam


sel merah dalam darah mamalia dan hewan lainnya. Molekul hemoglobin terdiri dari
globin, apoprotein dan empat gugus heme, suatu molekul organik dengan satu atom
besi (Wikipedia, 2007).
 Hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi. Memiliki afinitas (daya gabung)
terhadap oksigen dan dengan oksigen itu membentuk oxihemoglobin di dalam sel
darah merah. Dengan melalui fungsi ini maka oksigen dibawa dari paru-paru ke
jaringan-jaringan (Evelyn, 2009).

A. SRUKTUR

Pada pusat molekul terdiri dari cincin heterosiklik yang dikenal dengan porfirin yang
menahan satu atom besi, atom besi ini merupakan situs/lokal ikatan oksigen. Porfirin yang
mengandung besi disebut heme. Nama hemoglobin merupakan gabungan dari heme dan
globin, globin sebagai istilah generik untuk protein globular. Ada beberapa protein
mengandung heme dan hemoglobin adalah yang paling dikenal dan banyak dipelajari.

Struktur molekul heme, molekul hemoglobin pada manusia terdapat 4 sub unit
protein berbentuk globul. Oleh karena itu 1 unit dapat membawa 1 molekul 02, maka secara
efektifnya setiap molekul hemoglobin dapat membawa 4 molekul 02, setiap unit pula tediri
dari 1 rantai polipeptida yang mengikat kuat molekul lain, struktur heme terdiri dari I
molekul protein berbentuk cincin yang di namai porphyrin dan I atom besi yang terletak di
tengah. Hemoglobin dalam keadaan normal membawa ion di oksidasikan kepada Fe 3+.

2 Hb2+ 4 O2 ==> 4 Hb O2 (oksihemoglobin)


Setelah sampai di sel-sel tubuh, terjadi reaksi pelepasan oksigen oleh Hb.

4 Hb O2 ==> 2 Hb2+ 4 O2

Pada manusia dewasa, hemoglobin berupa tetramer (mengandung 4 submit protein), yang
terdiri dari dari masing-masing dua sub unit alfa dan beta yang terikat secara non kovalen.
Sub unitnya mirip secara struktural dan berukuran hampir sama. Tiap sub unit memiliki
21 OKTOBER 2014

berat molekul kurang lebih 16.000 Dalton, sehingga berat molekul total tetramernya
menjadi 64.000 Dalton. Tiap sub unit hemoglobin mengandung satu heme, sehingga secara
keseluruhan hemoglobin memiliki kapasitas empat molekul oksigen (Wikipedia, 2007).

B. FUNGSI

Menurut Depkes RI adapun guna hemoglobin antara lain :


 Mengatur pertukaran oksigen dengan karbondioksida di dalam jaringan-jaringan
tubuh.
 Mengambil oksigen dari paru-paru kemudian dibawa ke seluruh jaringan-jaringan
tubuh untuk dipakai sebagai bahan bakar.
 Membawa karbondioksida dari jaringan-jaringan tubuh sebagai hasil metabolisme ke
paru-paru untuk di buang, untuk mengetahui apakah seseorang itu kekurangan
darah atau tidak, dapat diketahui dengan pengukuran kadar hemoglobin. Penurunan
kadar hemoglobin dari normal berarti kekurangan darah yang disebut anemia
(Widayanti, 2008).

LO.2 MEMAHAMI & MENJELASKAN BIOSINTESIS


21 OKTOBER 2014

Biosintesis heme dapat terjadi pada sebagian besar jaringan kecuali eritrosit dewasa
yang tidak mempunyai mitokondria. Sekitar 85% sintesis heme terjadi pada sel-sel
prekursor eritoid di sumsum tulang dan sebagian besar sisanya di sel hepar. Biosintesis
heme dapat dibagi menjadi 2 tahap, yaitu: (1) Sintesis porfirin; (2) Sintesis heme.

Biosintesis heme dimulai di mitokondria melalui reaksi kondensasi antara suksinil-KoA


yang berasal dari siklus asam sitrat dan asam amino glisin. Reaksi ini memerlukan
piridoksal fosfat untuk mengaktivasi glisin, diduga piridoksal bereaksi dengan glisin
membentuk basa Shiff, di mana karbon alfa glisin dapat bergabung dengan karbon
karbosil suksinat membentuk α-amino-β-ketoadipat yang dengan cepat mengalami
dekarboksilasi membentuk d-amino levulinat (ALA/AmLev). Rangkaian reaksi ini
dikatalisis oleh AmLev sintase/sintetase yang merupakan enzim pengendali laju reaksi
pada biosintesis porfirin. AmLev yang terbentuk kemudian keluar ke sitosol. Di sitosol 2
molekul AmLev dengan perantaraan enzim AmLev dehidratase/dehidrase membentuk
porfobilinogen yang merupakan prazat pertama pirol. AmLev dehidratase merupakan
enzim yang mengandung seng dan sensitif terhadap inhibisi oleh timbal

Empat porfobilinogen selanjutnya mengadakan kondensasi membentuk tetrapirol linier


yaitu hidroksi metil bilana yang dikatalisis oleh enzim uroporfirinogen I sintase
(porfobilinogen deaminase). Hidroksi metil bilana selanjutnya mengalami siklisasi spontan
membentuk uroporfirinogen I yang simetris atau diubah menjadi uroporfirinogen III
yang asimetris dan membutuhkan enzim tambahan yaitu uroporfirinogen III kosintase
Pada kondisi normal hampir selalu terbentuk uroporfirinogen III.
Uroporfirinogen III selanjutnya mengalami dekarboksilasi, semua gugus asetatny (A)
menjadi gugus metil (M) membentuk koproporfirinogen III. Reaksi ini dikatalisis oleh
enzim uroporfirinogen dekarboksilase. Enzim ini juga mampu mengubah uroporfirinogen
I menjadi koproporfirinogen I.

Selanjutnya, koproporfirinogen III masuk ke dalam mitokondria serta mengalami


dekarboksilasi dan oksidasi, gugus propionat (P) pada cincin I dan II berubah menjadi
vini (V). Reaksi ini dikatalisis oleh koproporfirinogen oksidase dan membentuk
protoporfirinogen IX. Enzim tersebut hanya bisa bekerja pada koproporfirinogen III,
sehingga protoporfirinogen I umumnya tidak terbentuk. Protoporfirinogen IX
selanjutnya mengalami oksidasi oleh enzim protoporfirinogen oksidase membentuk
protoporfirin IX. Protoporfirin IX yang dihasilkan akan mengalami proses penyatuan
dengan Fe++ melalui suatu reaksi yang dikatalisis oleh heme sintase atau ferokelatase
membentuk heme.
21 OKTOBER 2014

LI.3 MEMAHAMI & MENJELASKAN ANEMIA

LO.1 MEMAHAMI & MENJELASKAN DEFINISI


Anemia merupakan keadaan menurunnya kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah sel
darah merah di bawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan (Arisman, 2008). Anemia
sebagai keadaan dimana level hemoglobin rendah karena kondisi patologis. Defisiensi Fe
merupakan salah satu penyebab anemia, tetapi bukanlah satu-satunya penyebab anemia

Anemia adalah kumpulan gejala yang ditandai dengan kulit dan membran mukosa pucat,
dan pada test laboratorium didapatkan hitung hemoglobin, hematokrit (Hm), dan eritrosit
kurang dari normal. Insidennya 30% pada setiap individu diseluruh dunia, prevalensinya
terutama tinggi di negara berkembang karena faktor defisiensi diet atau kehilangan darah
akibat infeksi parasit (Hardjoeno.H, 2006).

LO.2 MEMAHAMI & MENJELASKAN KLASIFIKASI


Klasifikasi Anemia menurut etiopatogenesis : (Bakta.2009)

A.Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang


1.Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit
 Anemia defisiensi besi
 Anemia defisiensi asam folat
 Anemia defisiensi vitamin B12

2.Gangguan penggunaan besi


 Anemia akibat penyakit kronik
 Anemia sideroblastik

3.Kerusakan sumsum tulang


 Anemia aplastik
 Anemia mieloptisik
 Anemia pada keganasan hematologi
 Anemia diseritropoietik
 Anemia pada sindrom mielodisplastik

B.Anemia akibat perdarahan


 Anemia pasca perdarahan akut
 Anemia akibat perdarahan kronik

C.Anemia hemolitik
1.Anemia hemolitik intrakorpuskular
 Gangguan membran eritrosit (membranopati)
 Gangguan enzim eritrosit (enzimopati): anemia akibat defisiensi G6PD
 Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati)
-Thalasemia
-Hemoglobinopati struktural : HbS, HbE, dll
21 OKTOBER 2014

2.Anemia hemolitik ekstrakorpuskuler


 Anemia hemolitik autoimun
 Anemia hemolitik mikroangiopatik

D.Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis yang kompleks
Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi:

I.Anemia hipokromik mikrositer


 Anemia defisiensi besi
 Thalasemia major
 Anemia akibat penyakit kronik
 Anemia sideroblastik

II.Anemia normokromik normositer


 Anemia pasca perdarahan akut
 Anemia aplastik
 Anemia hemolitik didapat
 Anemia akibat penyakit kronik
 Anemiapada gagal ginjal kronik
 Anemia pada sindrom mielodisplastik
 Anemia pada keganasan hematologik

III.Anemia makrositer
a.Bentuk megaloblastik
 Anemia defisiensi asam folat
 Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa

b.Bentuk non-megaloblastik
 Anemia pada penyakit hati kronik
 Anemia pada hipotiroidisme
 Anemia pada sindrom mielodisplastik

LO.3 MEMAHAMI & MENJELASKAN GEJALA KLINIS

Bila anemia terjadi dalam waktu yang lama, konsentrasi Hb ada dalam jumlah yang sangat
rendah sebelum gejalanya muncul. Gejala- gejala tersebut berupa :

 Asimtomatik : terutama bila anemia terjadi dalam waktu yang lama


 Letargi
 Nafas pendek atau sesak, terutama saat beraktfitas
 Kepala terasa ringan
 Palpitasi

Sedangkan, tanda-tanda dari anemia yang harus diperhatikan saat pemeriksaan yaitu :

 Pucat pada membran mukosa, yaitu mulut, konjungtiva, kuku.


21 OKTOBER 2014

 Sirkulasi hiperdinamik, seperti takikardi, pulse yang menghilang, aliran murmur


sistolik
 Gagal jantung
 Pendarahan retina

Tanda-tanda spesifik pada pasien anemia diantaranya :

 Glossitis : terjadi pada pasien anemia megaloblastik, anemia defisiensi besi


 Stomatitis angular : terjadi pada pasien anemia defisiensi besi.
 Jaundis (kekuningan) : terjadi akibat hemolisis, anemia megaloblastik ringan.
 Splenomegali : akibat hemolisis, dan anemia megaloblastik.
 Ulserasi di kaki : terjadi pada anemia sickle cell
 Deformitas tulang : terjadi pada talasemia
 Neuropati perifer, atrofi optik, degenerasi spinal, merupakan efek dari defisiensi
vitamin B12.
 Garing biru pada gusi (Burton’s line), ensefalopati, dan neuropati motorik perifer
sering terlihat pada pasien yang keracunan metal.

LI.4 MEMAHAMI & MENJELASKAN ANEMIA DEFISIENSI BESI

LO.1 MEMAHAMI & MENJELASKAN DEFINISI


Anemia Defisiensi Besi adalah kondisi medis yang ditandai dengan berkurangnya sel darah merah di
dalam tubuh akibat kekurangan zat besi. Zat besi berperan dalam produksi hemoglobin, suatu
protein di dalam sel darah merah yang berperan dalam mengangkut oksigen. Ketika kadar zat besi di
dalam darah rendah akibat berbagai faktor, seperti kurang asupan zat besi, kehilangan darah dalam
jumlah besar, ketidakmampuan tubuh untuk menyerap zat besi sewaktu hamil, produksi hemoglobin
menjadi terbatas. Hal ini juga mempengaruhi produksi sel darah merah

LO.2 MEMAHAMI & MENJELASKAN ETIOLOGI


1. Kebutuhan meningkat secara fisiologis
 Pertumbuhan
 Periode pertumbuhan cepat pada umur 1 tahun hingga masa remaja.
 Menstruasi
 Peningkatan kebutuhan besi selama masa kehamilan (meningkatnya volume darah,
pembentukan plasenta, tali pusat, janin dan mengimbangi darah yang hilang selama
persalinan)
 Asupan besi tidak memadai (bayi diet susu selama 12-24 bulan)
 Vegetarian ketat
 Gangguan absorpsi setelah gastrektomi
 Kehilangan darah menetap (perdarahan saluran cerna)

2. Kurangnya besi yang diserap


a. Masukan besi dari makanan yang tidak adekuat.
b. Malabsopsi besi (perubahan histologi dan fungsional pada mukosa usus)
21 OKTOBER 2014

3. Perdarahan
Kehilangan 1 ml darah akan mengakibatkan kehilangan besi 0.5 mg, sehingga kehilangan
darah 3-4 ml / hari (1.5-2 mg besi) dapat mengakibatkan ketidakseimbangan besi.
Pendarahan dapat beruapa pendarahan saluran cerna, milk induced enteropathy, ulkus
peptikum, obat-obatan (asam asetil salisilat, kortikosteroid, indometasin, OANIS) dan
infeksi cacing (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus).
4. Transfusi feto-maternal
Kebocoran darah kronis kedalam sirkulasi ibu akan menyebabkan ADB pada akhir masa
fetus dan awal neonatus.
5. Hemoglobinuria
Biasanya dijumpai pada anak yang memakai katup jantung buatan, kehilangan besi melalui
urin rata-rata 1.8 – 7.8 mg/hari
6. Latrogenic blood loss
Pada anak yang banyak diambil darah vena untuk pemeriksaan laboratorium beresiko
ADB
7. Idiopathic pulmonary hemosiderosis
Jarang terjadi, ditandai dengan perdarahan paru hebat dan berulang serta adanya infiltrat
pada paru yang hilang timbul sehingga menyebabkan kadar Hb menurun drastis hingga
1.5 – 3 g/dL dalam 24 jam.
8. Latihan berlebihan
Pada atlet olahraga berat (lintas alam), 40% remaja perempuan dan 17% remaja laki-laki
kadar feritin serumnya < 10 ug/dL. Perdarahan saluran cerna yang tidak tampak akibat
ishcemia yang hilang timbul pada usus selama latihan berat terjadi pada 50% pelari.
9. Faktor nutrisi: rendahnya asupan besi total dalam makanan atau bioavailabilitas besi yang
dikonsumsi kurang baik (makanan banyak serat,rendah daging, dan rendah vitamin C).
10. Kebutuhan yang meningkat, seperti pada bayi prematur, anak dalam pertumbuhan, ibu
hamil dan menyusui.
11. Gangguan absorpsi besi: gastrektomi, colitis kronik, atau achlorhydria.
12. Kehilangan besi akibat perdarahan kronis, misalnya: perdarahan tukak peptik, keganasan
lambung/kolon, hemoroid, infeksi cacing tambang,menometrorraghia, Hematuria, atau
hemaptoe

Anemia karena kekurangan zat besi biasanya terjadi secara bertahap, melalui beberapa stadium, gejalanya
baru timbul pada stadium lanjut :

 Stadium 1.Kehilangan zat besi melebihi asupannya, sehingga menghabiskan cadangan dalam
tubuh, terutama di sumsum tulang. Kadar ferritin (protein yang menampung zat besi) dalam
darah berkurang secara progresif.
 Stadium 2.Cadangan besi yang telah berkurang tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk
pembentukan se darah merah, sehingga sel darah merah yang dihasilkan jumlahnya lebih sedikit.
 Stadium 3.Mulai terjadi anemia.Pada awal stadium ini, sel darah merah tampak normal, tetapi
jumlahnya lebih sedikit.Kadar hemoglogin dan hematokrit menurun.
 Stadium 4. Sumsum tulang berusaha untuk menggantikan kekurangan zat besi dengan
mempercepat pembelahan sel dan menghasilkan sel darah merah dengan ukuran yang sangat
kecil (mikrositik), yang khas untuk anemia karena kekurangan zat besi.
 Stadium 5. Dengan semakin memburuknya kekurangan zat besi dan anemia, maka akan timbul
gejala-gejala karena kekurangan zat besi dan gejala-gejala karena anemia semakin memburuk.
21 OKTOBER 2014

LO.3 MEMAHAMI & MENJELASKAN PATOFISIOLOGI

Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi berkurang. Jika
cadangan besi menurun, keadaan ini disebut Iron depleted state atau negative iron balance.
Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus,
serta pengecatan besid dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangna besi terus berlanjut terus
cadangan besi menjadi koson sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga
menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi, keadaan
seperti ini disebut sebagai: Iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang
dijumpai ialah peningkatan kadar free protophorphyrin dalam ertosit. Saturasi transferin menurun
dan total iron binding capacity (TIBC). Akhir-akhir ini parameter yang sangat spesifik ialah
peningkatan reseptor transferin dalam serum. Apabila jumlah besi menurun terus menerus maka
eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun, akibatnya timbul
anemia hipokromik mikrositer, disebut sebagai iron deficiency anemia. Pada saat ini juiga terjadi
kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menombulkan gejala pada epitel
mulut dan faring serta berbagai gejala lainnya.

Proses arsorbsi besi di bagi menjadi 3 fase:


• Fase luminal : Besi dalam makanan diolah dalam lambung kemudian siap diserap di duodenum.
• Fase Mukosal : Proses penyerapan dalam mukosa usus yang merupakan suatu proses aktif.
• Fase Korporeal : Meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh sel-sel
yangmemerlukan, dan penyimpanan besi oleh tubuh.

Fase luminal : Besi dalam makanan terdapat dalam 2 bentuk yaitu :


- Besi Heme : terdapat dalam daging dan ikan, tingkat arbsorbsinya tinggi, tidak dihambat oleh
bahan penghambat sehingga mempunyai biovailabilitas tinggi.
- Besi Non- heme : berasal dari sumber tumbuh-tumbuhan, tingkat arbsorbsinya rendah,
dipengaruhi oleh bahan pemacu atau penghambat sehingga biovaibilitasnya rendah.

Anemia defisiensi Fe merupakan hasil akhir keseimbangan negatif Fe yang


berlangsung lama. Bila keseimbangan besi ini menetap akan menyebabkan cadangan besi
terus berkurang. Terdapat 3 tahap defisiensi besi, yaitu :

· Iron depletion : Ditandai dengan cadangan besi menurun atau tidak ada tetapi kadar
Fe serum dan Hb masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi
besi non heme.

· Iron deficient erythropoietin/iron limited erythropoiesis : Pada keadaan ini


didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoiesis. Pada
pemeriksaan laboratorium didapat kadar Fe serum dan saturasi transferin
menurun sedangkan TIBC dan FEP meningkat.

· Iron deficiency anemia : Keadaan ini merupakan stadium lanjut dari defisiensi Fe.
Keadaan ini ditandai dengan cadangan besi yang menurun atau tidak ada, kadar
Fe serum rendah, saturasi transferin rendah, dan kadar Hb atau Ht yang rendah
21 OKTOBER 2014

LO.4 MEMAHAMI & MENJELASKAN MANIFESTASI


A. gejala anemia umum
disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena iskemia organ target serta akibat
mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar hemoglobin. Gejala ini muncul pada
setiap kasus anemia setelah penuruan hemoglobin sampai kadar tertentu ( Hb<7 g/dL ).
Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendengin (tinnitus), mata
berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas dan disepsia. Pada pemeriksaan pasien
tampak pucat yang dapat dilihat dari konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan
bawah kuku. Sindrom anemia bersifat tidak spesifik karena dapat ditimbulkan oleh penyakit di
luar anemia dan tidak sensitive karena timbul setelah penurunan hemoglobin yang berat ( Hb<7
g/dL ).
B. Gejala khas anemia
 Anemia defisiensi besi
- Koilonychia : kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris garis vertical
dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok
- Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah
menghilang
- Stomatitis angularis (cheilosis) : adanya keradangan pada sudut mulut sehingga
tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan
- Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
- Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhlorida
- Pica : keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti tanah liat, es, lem
dan lain-lain
 Anemia megaloblastik : glositis, gangguan neurologic pada defisiensi vitamin B12
 Anemia hemolitik : icterus, splenomegaly dan hepatomegaly
 Anemia aplastic : perdarahan dan tanda-tanda infeksi

LO.5 MEMAHAMI & MENJELASKAN DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan gejala klinis yang sering tidak khas.
Ada beberapa kriteria diagnosis yang dipakai untuk menentukan ADB:
Kriteria diagnosis ADB menurut WHO:
1. Kadar HB kurang dari normal sesuai usia.
2. Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata < 31% (N:32-25%)
3. Kadar Fe serum < 50 ug/dl (N:80-180ug/dl)
4. Saturasi Transferin < 15% (N:20-50%)
Dasar diagnosis ADB menurut Cook dan Monsen
1. Anemia hipokrom mikrositik
2. Saturasi transferin < 16%
3. Nilai FEP > 100% Ug/dl eritrosit
4. Kadar feritin serum < 12 ug/dl
Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 dari 3 kriteria (ST, feritin serum dan FEP) harus
dipenuhi.
21 OKTOBER 2014

Lanzkowsky menyimpulkan ADB dapat diketahui melalui:


1. Pemeriksaan apus darah tepi hipokrom mikrositer yang dikonfirmasi dengan kadar
MCV, MCH, dan MCHC yang menurun Red cell distribution width (RDW) > 17%
2. FEP meingkat
3. Feritin serum menurun
4. Fe serum menurun, TIBC meningkat, ST < 16%
5. Respon terhadap pemberian preparat besi
 Retikulosis mencapai puncak pada hari ke 5-10 setelah pemberian besi
 Kadar hemoglobin meningkat rata-rata 0,25-0,4 g/dl/hari atau PCV meningkat
1%/hari
6. Sumsum tulang
 Tertundanya maturasi sitoplasma
 Pada pewarnaan sumsum tulang tidak ditemukan besi atau besi berkurang
Cara lain untuk menentukan adanya ADB adalah dengan trial pemberian preparat besi.
Penentuan ini penting untuk mengetahui adanya ADB subklinis dengan melihat respons
hemoglobin terhadap pemberian preparat besi. Bila dengan pemberian preparat besi dosis 6
mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu terjadi peningkatan kadar Hb 1-2 g/dl maka dapat dipastikan
bahwa yang bersangkutan menderita ADB.
Diagnosis banding
Anemia penyakit
Pemeriksaan lab ADB Thalasemia minor
kronik
MCV ↓ ↓ N/↓
Fe serum ↓ N ↓
TIBC ↑ N ↓
Saturasi transferin ↓ N ↓
FEP ↑ N N/↑
Feritin serum ↓ N ↓
*FEP : Free Erithrocyte Protophoyrin
Diagnosis banding yang lainnya adalah dengan anemia sideroblastik dan keracunan timbal.
Cara membedakan ADB dengan thalasemia salah satunya dengan
MCV
⅀ 𝐸𝑟𝑖𝑡𝑟𝑜𝑠𝑖𝑡
Jika hasilnya : < 13 menunjukkan thalasemia minor > 15 menunjukkan ADB

DIAGNOSIS BANDING :

Talasemi, gangguan sintesis heme, anemia sideroblastik, inflamasi atau


penyakit menahun.
21 OKTOBER 2014

LO.6 MEMAHAMI & MENJELASKAN KOMPLIKASI


Komplikasi seperti pada anemia yang lain apabila anemianya berat maka akan timbul
komplikasi pada sistem kardiovaskuler berupa dekompensatio cordis. Komplikasi lain yang
mungkin terjadi adalah komplikasi dari traktus gastrointestinal berupa keluhan epigastric
distress atau stomatis.

LO.7 MEMAHAMI & MENJELASKAN PENATALAKSANAAN DAN PENCEGAHAN


A. PENATALAKSANAAN

1. Terapi kausal: tergantung penyebab penyakitnya, misalnya: pengobatan cacing tambang,


pengobatan hematoid. Terapi ini harus dilakukan, apabila tidak dilakukan maka anemia
akan kambuh kembali.
2. Pemberian preparat besi untuk pengganti kekurangan besi dalam tubuh:
a) Besi peroral
 ferrous sulphat → dosis 3 x 200 mg (murah)
 ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferros succinate (lebih
mahal)
Sebaiknya diberikan pada saat lambung kosong, tetapi efek samping lebih banyak dibanding
setelah makan. Efek sampingnya yaitu mual, muntah, serta konstipasi. Pengobatan diberikan
selama 6 bulan setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. Kalau
tidak, maka akan kembali kambuh.
b) Besi parenteral
Efek sampingnya lebih berbahaya, dan harganya lebih mahal, indikasi:
 Intoleransi oral berat
 Kepatuhan berobat kurang
 Kolitis ulserativa
 Perlu peningkatan Hb secara cepat
Preparat yang tersedia: iron dextran complex, iron sorbital citric acid complex → diberikan
secara intramuskuler atau intravena pelan.
Efek samping: reaksi anafilaksis, flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri perut, dan
sinkop.
c) Pengobatan lain
 Diet: makanan bergizi dengan tinggi protein (protein hewani)
 Vitamin c: diberikan 3 x 100 mg perhari untuk meningkatan absorpsi besi
 Transfusi darah: jarang dilakukan

B. PENCEGAHAN
Beberapa tindakan penting yang dapat dilakukan untuk mencegah kekurangan besi pada awal
kehidupan adalah sebagai berikut :
 Meningkatkan pemberian ASI eksklusif.
 Menunda pemakaian susu sapi sampai usia 1 tahun.
21 OKTOBER 2014

 Memberi bayi makanan yang mengandung besi serta makanan yang kaya dengan asam
askorbat (jus buah).
 Memberi suplemen Fe pada bayi kurang bulan.
 Pemakaian PASI yang mengandung besi.
Diprioritaskan pada kelompok rawan yaitu, balita, anak sekolah, ibu hamil, wanita menyusui,
wanita usia subur, remaja putri dan wanita pekerja.
Diet :
Makanan yang mengandung Fe sebanyak 8 – 10 mg Fe perhari dan hanya sebesar 5 – 10% yang
diabsrobsi.
 Pada anak Fe berasal dari ASI dan penyerapannya lebih efisien daripada Fe yang berasal
dari susu sapi (ditunda hingga umur 1 tahun dikarenakan perdarahan saluran cerna yang
tersamarkan)
 Pemberian makanan kaya vitamin C dan memperkenalkan makanan padat mulai pada
usia 4-6 bulan
 Pemberiam suplemen Fe pada bayi prematur
 Pemakaian susu formula yang mengandung besi (PASI)
Makanan yang dapat mempengaruhi penyerapan zat besi, yaitu :
 Meningkatkan penyerapan
Asam askorbat, daging, ikan, dan unggas, dan HCl
 Menurunkan penyerapan
Asam tanat (teh dan kopi), kalsium, fitat, beras, kunung telur, polifenol, oksalat, dan obat-
obatan (antasid, tetrasiklin, dan kolestiramin)
Penyuluhan kesehatan
 Kesehatan lingkungan (penggunaan jamban, pemakaian alas kaki)
 Gizi (mengkonsumsi makanan bergizi)
 Konsneling pada ibu atau orang sekitar untuk memilih bahan makanan dengan kadar
besi cukup sejak bayi sampai remaja
 Pemberantasan infeksi cacing tambang
 Suplementasi besi pada populasi rentan (ibu hamil dan anak balita)
 Fortifikasi bahan makanan dengan besi
 Skirining anemia
 pemeriaksaan hb, ht pada bayi baru lahir dan pada bayi kurang bulan ( prematur )
 Sebaiknya dilakukan pada usia 12 bulan dengan pemeriksaan hemoglobin (Hb) dan
penilaian risiko defisiensi besi atau anemia defisiensi besi.

LO.8 MEMAHAMI & MENJELASKAN PROGNOSIS


Umumnya baik bila ditangani dengan cepat dan adekuat.
Prognosis baik apabila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja dan diketahui
penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat.
21 OKTOBER 2014

DAFTAR PUSTAKA :

 Almatsier Sunita, 2004. Penuntun Diet Edisi Baru, Institusi Gizi Perjan RS
Dr.Ciptomangunkusumo dan Asosiasi Dietisien Indonesia, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
 Anthony Tan, 2002. Wowen and Nutrition, Copy Righat Health Media, of Amerika.
 Bakta, I.M ., 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC.
 Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., Moss, P.A.H., 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta :
EGC.
 Weiss, G.,Goodnough, L.T., 2005. Anemia of Chronic Disease.Nejm, 352 : 1011-1023.
 Dunn, A., Carter, J., Carter, H., 2003. Anemia at the end of life: prevalence,
significance, and causes in patients receiving palliative care. Medlineplus. 26:1132-
1139.
 Ganong. 2001. BukuAjarFisiologiKedokteran. EGC. Jakarta
 Guyton.2007. FisiologiManusiadanMekanismePenyakit.EGC. Jakarta
 Handayani, Wiwik.2008.Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Hematologi.SalembaMedika: Jakarta.
 Bakta, I Made.,Suega,Ketut.,Dharmayuda, Tjokro Gde., 2009. Anemia Defisiensi Besi.
in Sudoyo AW,Setiyohadi B, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Edisi ke-4. internal
publising FK UI. hal.,: internal publising FK UI. hal. 1127-1135 (Jakarta 2009).
 Manampiring, Aaltjie.E., 2008. Prevalensi Anemia dan Tingkat Kecukupan Zat Besi
Pada Anak Sekolah Dasar Di Desa Minaesa Kecamantan Wori Kabupaten Minahasa
Utara.Tesis.Manado. Departemen Pendidikan Nasional RI Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi.
 Muhammad,Adang.,Sianipar, Osman., 2005. Penentuan Defisiensi Besi Anemia
Penyakit Kronis Menggunakan Peran Indeks sTfR-F. Indonesian Journal of Clinical
Pathology and Medical Laboratory,Vol.12,No.1,Nov 2005:9-15.

Anda mungkin juga menyukai