PBL SKENARIO 1
BLOK DARAH DAN SISTEM LIMFATIK
LEKAS LELAH BILA BEKERJA
BLOK MUSKULOSKELETAL
SASARAN BELAJAR :
Eritropoiesis adalah proses pembentukan eritrosit yang terjadi di sumsum tulang hingga terbentuk
eritrosit matang dalam darah tepi yang dipengaruhi dan dirangsang oleh hormon eritropoietin.
Eritropoietin adalah hormon glikoprotein yang terutama dihasilkan oleh sel-sel interstisium
peritubulus ginjal, dalam respon terhadap kekurangan oksigen atas bahan globulin plasma, untuk
digunakan oleh sel-sel induk sumsum tulang. Eritropoietin mempercepat produksi eritrosit pada
semua stadium terutama saat sel induk membelah diri dan proses pematangan sel menjadi eritrosit.
Di samping mempercepat pembelahan sel, eritropoietin juga memudahkan pengambilan besi,
mempercepat pematangan sel dan memperpendek waktu yang dibutuhkan oleh sel untuk masuk
dalam sirkulasi.
2. Prorubrisit :
Nukleoli (-)
3. Rubrisit :
Inti: lebih kecil dari prorubrisit, bulat, kromatin kasar dan menggumpal
4. Metarubrisit :
5. Eritrosit polikromatik :
6. Eritrosit :
Ukuran 6-8 µm
Sitoplasma kemerahan
1. Prekursor eritrosit paling awal adalah Proeritroblas. Sel ini relatif besar dengan garis
tengah 12µm sampai 15 µm. Kromatin dalam intinya yang bulat besar tampak berupa
granula halus dan biasanya terdapat dua nukleolus nyata. Sitoplasmanya jelas
basofilik. Sementara proeritroblas berkembang, jumlah ribosom dan polisom yang
tersebar merata makin bertambah dan lebih menonjolkan basofilianya.
2. Turunan proeritroblas disebut Eritroblas basofilik. Sel ini agak lebih kecil daripada
proeritroblas. Intinya yang bulat lebih kecil dan kromatinnya lebih padat.
Sitoplasmanya bersifat basofilik merata karena banyak polisom, tempat pembuatan
rantai globin untuk hemoglobin.
3. Sel pada tahap perkembangan eritroid disebut Eritroblas Polikromatofilik. Warna
polikromatofilik yang tampak terjadi akibat polisom menangkap zat warna basa pada
pulasan darah, sementara hemoglobin yang dihasilkan mengambil eosin. Inti
eritroblas polikromatofilik agak lebih kecil daripada inti eritroblas basofilik, dan
granula kromatinnya yang kasar berkumpul sehingga mengakibatkan inti tampak
sangat basofilik. Pada tahap ini tidak tampak anak inti. Eritroblas polikromatofilik
merupakan sel paling akhir pada seri eritroid yang akan membelah.
4. Pada tahap pematangan berikutnya disebut dengan Normoblas, inti yang terpulas
gelap mengecil dan piknotik. Inti ini secara aktif dikeluarkan sewaktu sitoplasmanya
masih agak polikromatofilik, dan terbentuklah eritrosit polikromatofilik.
5. Eritrosit polikromatofilik lebih mudah dikenali sebagai Retikulosit dengan polisom
yang masih terdapat dalam sitoplasma berupa retikulum. Jadilah sel Eritrosit.
21 OKTOBER 2014
A. SRUKTUR
Pada pusat molekul terdiri dari cincin heterosiklik yang dikenal dengan porfirin yang
menahan satu atom besi, atom besi ini merupakan situs/lokal ikatan oksigen. Porfirin yang
mengandung besi disebut heme. Nama hemoglobin merupakan gabungan dari heme dan
globin, globin sebagai istilah generik untuk protein globular. Ada beberapa protein
mengandung heme dan hemoglobin adalah yang paling dikenal dan banyak dipelajari.
Struktur molekul heme, molekul hemoglobin pada manusia terdapat 4 sub unit
protein berbentuk globul. Oleh karena itu 1 unit dapat membawa 1 molekul 02, maka secara
efektifnya setiap molekul hemoglobin dapat membawa 4 molekul 02, setiap unit pula tediri
dari 1 rantai polipeptida yang mengikat kuat molekul lain, struktur heme terdiri dari I
molekul protein berbentuk cincin yang di namai porphyrin dan I atom besi yang terletak di
tengah. Hemoglobin dalam keadaan normal membawa ion di oksidasikan kepada Fe 3+.
4 Hb O2 ==> 2 Hb2+ 4 O2
Pada manusia dewasa, hemoglobin berupa tetramer (mengandung 4 submit protein), yang
terdiri dari dari masing-masing dua sub unit alfa dan beta yang terikat secara non kovalen.
Sub unitnya mirip secara struktural dan berukuran hampir sama. Tiap sub unit memiliki
21 OKTOBER 2014
berat molekul kurang lebih 16.000 Dalton, sehingga berat molekul total tetramernya
menjadi 64.000 Dalton. Tiap sub unit hemoglobin mengandung satu heme, sehingga secara
keseluruhan hemoglobin memiliki kapasitas empat molekul oksigen (Wikipedia, 2007).
B. FUNGSI
Biosintesis heme dapat terjadi pada sebagian besar jaringan kecuali eritrosit dewasa
yang tidak mempunyai mitokondria. Sekitar 85% sintesis heme terjadi pada sel-sel
prekursor eritoid di sumsum tulang dan sebagian besar sisanya di sel hepar. Biosintesis
heme dapat dibagi menjadi 2 tahap, yaitu: (1) Sintesis porfirin; (2) Sintesis heme.
Anemia adalah kumpulan gejala yang ditandai dengan kulit dan membran mukosa pucat,
dan pada test laboratorium didapatkan hitung hemoglobin, hematokrit (Hm), dan eritrosit
kurang dari normal. Insidennya 30% pada setiap individu diseluruh dunia, prevalensinya
terutama tinggi di negara berkembang karena faktor defisiensi diet atau kehilangan darah
akibat infeksi parasit (Hardjoeno.H, 2006).
C.Anemia hemolitik
1.Anemia hemolitik intrakorpuskular
Gangguan membran eritrosit (membranopati)
Gangguan enzim eritrosit (enzimopati): anemia akibat defisiensi G6PD
Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati)
-Thalasemia
-Hemoglobinopati struktural : HbS, HbE, dll
21 OKTOBER 2014
D.Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis yang kompleks
Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi:
III.Anemia makrositer
a.Bentuk megaloblastik
Anemia defisiensi asam folat
Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
b.Bentuk non-megaloblastik
Anemia pada penyakit hati kronik
Anemia pada hipotiroidisme
Anemia pada sindrom mielodisplastik
Bila anemia terjadi dalam waktu yang lama, konsentrasi Hb ada dalam jumlah yang sangat
rendah sebelum gejalanya muncul. Gejala- gejala tersebut berupa :
Sedangkan, tanda-tanda dari anemia yang harus diperhatikan saat pemeriksaan yaitu :
3. Perdarahan
Kehilangan 1 ml darah akan mengakibatkan kehilangan besi 0.5 mg, sehingga kehilangan
darah 3-4 ml / hari (1.5-2 mg besi) dapat mengakibatkan ketidakseimbangan besi.
Pendarahan dapat beruapa pendarahan saluran cerna, milk induced enteropathy, ulkus
peptikum, obat-obatan (asam asetil salisilat, kortikosteroid, indometasin, OANIS) dan
infeksi cacing (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus).
4. Transfusi feto-maternal
Kebocoran darah kronis kedalam sirkulasi ibu akan menyebabkan ADB pada akhir masa
fetus dan awal neonatus.
5. Hemoglobinuria
Biasanya dijumpai pada anak yang memakai katup jantung buatan, kehilangan besi melalui
urin rata-rata 1.8 – 7.8 mg/hari
6. Latrogenic blood loss
Pada anak yang banyak diambil darah vena untuk pemeriksaan laboratorium beresiko
ADB
7. Idiopathic pulmonary hemosiderosis
Jarang terjadi, ditandai dengan perdarahan paru hebat dan berulang serta adanya infiltrat
pada paru yang hilang timbul sehingga menyebabkan kadar Hb menurun drastis hingga
1.5 – 3 g/dL dalam 24 jam.
8. Latihan berlebihan
Pada atlet olahraga berat (lintas alam), 40% remaja perempuan dan 17% remaja laki-laki
kadar feritin serumnya < 10 ug/dL. Perdarahan saluran cerna yang tidak tampak akibat
ishcemia yang hilang timbul pada usus selama latihan berat terjadi pada 50% pelari.
9. Faktor nutrisi: rendahnya asupan besi total dalam makanan atau bioavailabilitas besi yang
dikonsumsi kurang baik (makanan banyak serat,rendah daging, dan rendah vitamin C).
10. Kebutuhan yang meningkat, seperti pada bayi prematur, anak dalam pertumbuhan, ibu
hamil dan menyusui.
11. Gangguan absorpsi besi: gastrektomi, colitis kronik, atau achlorhydria.
12. Kehilangan besi akibat perdarahan kronis, misalnya: perdarahan tukak peptik, keganasan
lambung/kolon, hemoroid, infeksi cacing tambang,menometrorraghia, Hematuria, atau
hemaptoe
Anemia karena kekurangan zat besi biasanya terjadi secara bertahap, melalui beberapa stadium, gejalanya
baru timbul pada stadium lanjut :
Stadium 1.Kehilangan zat besi melebihi asupannya, sehingga menghabiskan cadangan dalam
tubuh, terutama di sumsum tulang. Kadar ferritin (protein yang menampung zat besi) dalam
darah berkurang secara progresif.
Stadium 2.Cadangan besi yang telah berkurang tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk
pembentukan se darah merah, sehingga sel darah merah yang dihasilkan jumlahnya lebih sedikit.
Stadium 3.Mulai terjadi anemia.Pada awal stadium ini, sel darah merah tampak normal, tetapi
jumlahnya lebih sedikit.Kadar hemoglogin dan hematokrit menurun.
Stadium 4. Sumsum tulang berusaha untuk menggantikan kekurangan zat besi dengan
mempercepat pembelahan sel dan menghasilkan sel darah merah dengan ukuran yang sangat
kecil (mikrositik), yang khas untuk anemia karena kekurangan zat besi.
Stadium 5. Dengan semakin memburuknya kekurangan zat besi dan anemia, maka akan timbul
gejala-gejala karena kekurangan zat besi dan gejala-gejala karena anemia semakin memburuk.
21 OKTOBER 2014
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi berkurang. Jika
cadangan besi menurun, keadaan ini disebut Iron depleted state atau negative iron balance.
Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus,
serta pengecatan besid dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangna besi terus berlanjut terus
cadangan besi menjadi koson sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga
menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi, keadaan
seperti ini disebut sebagai: Iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang
dijumpai ialah peningkatan kadar free protophorphyrin dalam ertosit. Saturasi transferin menurun
dan total iron binding capacity (TIBC). Akhir-akhir ini parameter yang sangat spesifik ialah
peningkatan reseptor transferin dalam serum. Apabila jumlah besi menurun terus menerus maka
eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun, akibatnya timbul
anemia hipokromik mikrositer, disebut sebagai iron deficiency anemia. Pada saat ini juiga terjadi
kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menombulkan gejala pada epitel
mulut dan faring serta berbagai gejala lainnya.
· Iron depletion : Ditandai dengan cadangan besi menurun atau tidak ada tetapi kadar
Fe serum dan Hb masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi
besi non heme.
· Iron deficiency anemia : Keadaan ini merupakan stadium lanjut dari defisiensi Fe.
Keadaan ini ditandai dengan cadangan besi yang menurun atau tidak ada, kadar
Fe serum rendah, saturasi transferin rendah, dan kadar Hb atau Ht yang rendah
21 OKTOBER 2014
DIAGNOSIS BANDING :
B. PENCEGAHAN
Beberapa tindakan penting yang dapat dilakukan untuk mencegah kekurangan besi pada awal
kehidupan adalah sebagai berikut :
Meningkatkan pemberian ASI eksklusif.
Menunda pemakaian susu sapi sampai usia 1 tahun.
21 OKTOBER 2014
Memberi bayi makanan yang mengandung besi serta makanan yang kaya dengan asam
askorbat (jus buah).
Memberi suplemen Fe pada bayi kurang bulan.
Pemakaian PASI yang mengandung besi.
Diprioritaskan pada kelompok rawan yaitu, balita, anak sekolah, ibu hamil, wanita menyusui,
wanita usia subur, remaja putri dan wanita pekerja.
Diet :
Makanan yang mengandung Fe sebanyak 8 – 10 mg Fe perhari dan hanya sebesar 5 – 10% yang
diabsrobsi.
Pada anak Fe berasal dari ASI dan penyerapannya lebih efisien daripada Fe yang berasal
dari susu sapi (ditunda hingga umur 1 tahun dikarenakan perdarahan saluran cerna yang
tersamarkan)
Pemberian makanan kaya vitamin C dan memperkenalkan makanan padat mulai pada
usia 4-6 bulan
Pemberiam suplemen Fe pada bayi prematur
Pemakaian susu formula yang mengandung besi (PASI)
Makanan yang dapat mempengaruhi penyerapan zat besi, yaitu :
Meningkatkan penyerapan
Asam askorbat, daging, ikan, dan unggas, dan HCl
Menurunkan penyerapan
Asam tanat (teh dan kopi), kalsium, fitat, beras, kunung telur, polifenol, oksalat, dan obat-
obatan (antasid, tetrasiklin, dan kolestiramin)
Penyuluhan kesehatan
Kesehatan lingkungan (penggunaan jamban, pemakaian alas kaki)
Gizi (mengkonsumsi makanan bergizi)
Konsneling pada ibu atau orang sekitar untuk memilih bahan makanan dengan kadar
besi cukup sejak bayi sampai remaja
Pemberantasan infeksi cacing tambang
Suplementasi besi pada populasi rentan (ibu hamil dan anak balita)
Fortifikasi bahan makanan dengan besi
Skirining anemia
pemeriaksaan hb, ht pada bayi baru lahir dan pada bayi kurang bulan ( prematur )
Sebaiknya dilakukan pada usia 12 bulan dengan pemeriksaan hemoglobin (Hb) dan
penilaian risiko defisiensi besi atau anemia defisiensi besi.
DAFTAR PUSTAKA :
Almatsier Sunita, 2004. Penuntun Diet Edisi Baru, Institusi Gizi Perjan RS
Dr.Ciptomangunkusumo dan Asosiasi Dietisien Indonesia, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Anthony Tan, 2002. Wowen and Nutrition, Copy Righat Health Media, of Amerika.
Bakta, I.M ., 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC.
Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., Moss, P.A.H., 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta :
EGC.
Weiss, G.,Goodnough, L.T., 2005. Anemia of Chronic Disease.Nejm, 352 : 1011-1023.
Dunn, A., Carter, J., Carter, H., 2003. Anemia at the end of life: prevalence,
significance, and causes in patients receiving palliative care. Medlineplus. 26:1132-
1139.
Ganong. 2001. BukuAjarFisiologiKedokteran. EGC. Jakarta
Guyton.2007. FisiologiManusiadanMekanismePenyakit.EGC. Jakarta
Handayani, Wiwik.2008.Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Hematologi.SalembaMedika: Jakarta.
Bakta, I Made.,Suega,Ketut.,Dharmayuda, Tjokro Gde., 2009. Anemia Defisiensi Besi.
in Sudoyo AW,Setiyohadi B, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Edisi ke-4. internal
publising FK UI. hal.,: internal publising FK UI. hal. 1127-1135 (Jakarta 2009).
Manampiring, Aaltjie.E., 2008. Prevalensi Anemia dan Tingkat Kecukupan Zat Besi
Pada Anak Sekolah Dasar Di Desa Minaesa Kecamantan Wori Kabupaten Minahasa
Utara.Tesis.Manado. Departemen Pendidikan Nasional RI Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi.
Muhammad,Adang.,Sianipar, Osman., 2005. Penentuan Defisiensi Besi Anemia
Penyakit Kronis Menggunakan Peran Indeks sTfR-F. Indonesian Journal of Clinical
Pathology and Medical Laboratory,Vol.12,No.1,Nov 2005:9-15.