TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
DARAH
Darah merupakan suatu suspensi sel dan fragmen sitoplasma di dalam cairan yang
disebut Plasma. Secara keseluruhan darah dapat dianggap sebagai jaringan pengikat
dalam arti luas, karena pada dasarnya terdiri atas unsur-unsur sel dan substansi
interseluler yang berbentuk plasma. Fungsi utama dari darah adalah mengangkut oksigen
yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh
dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan mengandung berbagai bahan
penyusun sistem imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit.
Plasma
Plasma merupakan cairan yang sebagian besar tersusun atas air, tetapi juga mengandung molekul
utama seperti mineral, protein, hormon, glukosa dan nutrisi lainnya. Berikut ini adalah
komponen penyusun plasma :
Bahan Penyusun
Air
Ion
Natrium
Kalium
Kalsium
Magnesium
Klorida
Bikarbonat
Fungsi Utama
Pengangkut untuk mengangkut zat-zat lain
Protein Plasma
Penggumpalan
Albumin
Fibrinogen
Pertahanan
Imunoglobin (antibody)
Plasma darah terdiri dari air yang didalamnya terlarut berbagai macam zat, baik zat organik
maupun zat anorganik dan zat yang berguna maupun zat sisa yang tidak berguna sehingga
jumlahnya lebih kurang 7-10%. Zat yang terlarut dalam plasma darah dapat dikelompokkan
menjadi beberapa macam, yaitu:
a)
Zat makanan dan mineral, seperti glukosa, asam amino, asam lemak, kolesterol, serta
garam-garam mineral.
b)
c)
Globulin, untuk membentuk gemaglobulin, yaitu komponen zat kebal yang sangat
penting.
d)
Zat-zat metabolisme, seperti urea, asam urat, dan zat-zat sisa lainnya.
e)
Gas-gas pernapasan yang larut dalam plasma, seperti O2 , CO2 dan N2.
B.
Sel Darah
Sel-sel darah merupakan bagian terbesar dari darah,yaitu sekitar 40-50 % dari total komponen
darah. Sel-sel darah terdiri atas tiga macam, yaitu:
Jenis Sel
Eritrosit
Fungsi
Mengangkut oksigen dan
membantu mengangkut
Leukosit
Trombosit (Platelets)
5000-10000
250000-400000
karbondioksida
Pertahanan dan kekebalan
Penggumpalan darah
Sel darah merah (eritrosit) merupakan sel pembawa oksigen. Tidak seperti sel pada umumnya,
eritrosit tidak memiliki nukleus (inti sel) maupun mitokondria. Hal tersebut yang membuat sel
darah merah memiliki ukuran yang lebih kecil sehingga mudah untuk berpindah dalam darah.
Namun, dikarenakan sel darah merah tidak memiliki mitokondria untuk melakukan respirasi, ia
menggunakan sebagian dari oksigen dan nutrisi lainnya untuk melakukan metabolisme. Eritrosit
hanya mampu hidup sekitar 120 hari. Setiap detiknya, 2 juta sel darah merah mati dan 2 juta
lainnya lahir (terbentuk) dalam sum-sum tulang. Fungsi utama dari eritrosit ini adalah
membawa/mengikat oksigen. Oksigen diikat oleh protein besar yang biasa dikenal dengan
hemoglobin. Tiap 1 molekul hemoglobin mampu mengikat 4 molekul oksigen dan dalam satu sel
darah merah terdapat 300 juta molekul hemoglobin.
Sel darah merah dibentuk oleh sumsum tulang remaja. Sumsum tulang tersebut sudah mampu
memproduksi sel darah merah sebelum masa balita. Sel darah merah terbentuk dengan susunan
sel yang lengkap seperti pada umunya. Namun, semakin berkembang sel darah merah tidak
memiliki inti sel (nukleus). Setiap sel darah merah memiliki diameter 7 mikron dan tebal 2
mikron. Jika dihitung, dalam 1 ml darah manusia terdapat 5 juta sel darah merah. Volume ratarata dari sel darah merah sebanyak 5 liter. Tiap sel darah merah memiliki saluran sirkulasi dari
jantung menuju pembuluh kapiler dan kembali ke jantung setiap 45 detik.
Karakteristik eritrosit yang utama yaitu perubahan bentuk hal ini penting karena eritrosit harus
bersifat flexible untuk menyusup ke kapiler-kapiler yang sangat kecil. Peningkatan konsentrasi
hemoglobin atau penurunan fluiditas dapat menurunkan kemampuan berubah bentuk. Akumulasi
dari merman kalsium mengakibatkan sel kaku, berkerut dan mengurangi kemampuan berubah
bentuk.
Hemoglobin merupakan protein dengan berat molekul 66.000. hemoglobin terdiri dari 4 molekul.
2 molekul disebut beta chain dan 2 lainnya alpha chains. Chains ini tersusun atas asam amino
dan molekul sentral yang disebut heme. Pada setiap heme ini terdapat sebuah atom besi. Hem
juga mengatur sintesis hemoglobin dengan merangsang pembentukan protein globin. Hem
mempertahankan kompleks inisiasi ribosom dalam keadaan aktif.
Sintesis hemoglobin terjadi dalam masa pembentukan sel darah merah sejak masih berada pada
sum-sum tulang hingga berada dalam aliran darah. Besi merupakan atom yang sangat penting
dalam darah, karena disinilah terjadi ikatan oksigen. Ikatan antara atom besi dan oksigen ini
merupakan ikatan dua arah yang terjadi secara terus menerus. Reaksinya :
Hb + O2 HbO2
Oksigen mengalir dari paru-paru menuju kapiler, selanjutnya masuk dalam aliran darah yang
kemudian berdifusi masuk ke dalam sel darah merah yaitu ikatan dalam hemoglobin.Hemoglobin
memiliki volume 32 % dari total berat sel darah merah. Pada suatu saat, hemoglobin ini akan
mengalami kerusakan dan dirombak menjadi bilirubin. Bilirubin kemudian akan diserap oleh hati
yang digunakan sebagai zat warna empedu.
Ciri-ciri Eritrosit :
1)
Berukuran 7,5-7,7 m
2)
Bentuknya bikonkaf dengan bagian tengahnya lebih tipis dibandingkan bagian tepinya. Hal
tersebut juga berfungsi untuk memperluas permukaan.
3)
Berwarna merah kekuningan karena adanya Hemoglobin (Hb) yang berfungsi untuk
mengikat oksigen
4)
Jumlah pada pria dewasa sekitar 5 juta sel/cc darah dan pada wanita sekitar 4 juta sel/cc
darah
5)
6)
7)
8)
Eritrosit berusia sekitar 120 hari. Sel yang telah tua dihancurkan di Limpa. Hemoglobin
dirombak kemudian dijadikan pigmen Bilirubin (pigmen empedu).
Dalam sel darah merah terdapat hemoglobin , sejenis protein pengikat dan pembawa oksigen.
Baru-baru ini, para peneliti telah menemukan bahwa hemoglobin juga berikatan dengan molekul
nitrat oksida (NO) Gas NO tersebut membantu proses pengiriman O2 dengan merelaksasikan
dinding kapiler. Reaksi ikatan O2 dan Hemoglobin :
Hb + O2
HbO2
2.
Sel darah putih (leukosit) adalah bagian dari sistem imunitas yang membantu tubuh untuk
melawan penyakit maupun sel pengganggu lainnya.
Ciri-cirinya:
1)
Berukuran 10-12 m
2)
Jumlah sel pada orang dewasa berkisar antara 6000 9000 sel/cc darah. Jumlah ini terus
meningkat untuk sementara waktu ketika tubuh sedang berperang melawan suatu infeksi.
3)
4)
5)
6)
Menembus dinding kapiler yang disebut diapedesis untuk memakan bibit penyakit
Sel darah putih dibuat di sumsum tulang merah, limpa, kelenjar limpa, dan jaringan retikuloindotel. Leukosit mempunyai fungsi utama untuk melawan kuman yang masuk kedalam
tubuh,yaitu dengan cara memakannya yang disebut fagositosis. Jumlah leukosit dapat naik turun
tergantung dari ada tidaknya infeksi kuman-kuman tertentu. Fungsi fagosit sel darah tersebut
terkadang harus mencapai benda asing/kuman jauh di luar pembuluh darah. Kemampuan lekosit
untuk menembus dinding pembuluh darah (kapiler) untuk mencapai daerah tertentu disebut
Diapedesis. Gerakan lekosit mirip dengan amoeba Gerak Amuboid.
Leukosit dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu granulosit bila plasmanya bergranuler
dan agranulosit bila plasmanya tidak bergranuler.
Leukosit granulosit dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu:
1. Netrofil (62 % dari total Leukosit)
Bersifat fagosit, plasmanya bersifat netral, bentuk intinya bermacam-macam seperti batang
dengan banyak granula merah jambu. Sel ini berdiameter 12-15 m dan memiliki inti yang khas
padat terdiri atas sitoplasma pucat.
2. Basofil (0,4 %)
Basofil jarang ditemukan, biasanya berada pada darah tepi normal. Diameter basofil lebih kecil
dari neutrofil yaitu sekitar 9-10 m. Plasmanya bersifat basah, berbintik-bintik kebiruan, dan
bersifat fagosit. Berperan pada reaksi alergi. Basofil memiliki banyak granula sitoplasma yang
menutupi inti dan melepaskan heparin, yaitu bahan yang dapat mencegah pembekuan darah.
3. Eusinofil (2,3%)
Mengandung granula berwama merah (Warna Eosin) disebut juga Asidofil. Berfungsi pada
reaksi alergi (terutama infeksi cacing). Bersifat fagosit, plasmanya bersifat asam, berbintik-bintik
kemerahan yang jumlahnya akan meningkat bila terjadi infeksi.
Leukosit agranulosit dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1. Monosit (5,3 %)
Merupakan sel darah putih yang paling besar. Selnya berinti satu, besar berbentuk bulat panjang
dan bisa bergerak cepat. Masa hidup 4-8 jam dalam sirkulasi dan 4-5 hari dalam jaringan.
Monosit beredar dalam darah dan masuk ke jaringan yang cedera melewati membran kapiler
yang menjadi permeabel sebagai akibat dari reaksi peradangan. Monosit tidak bersifat fagosit,
tetapi setelah beberapa jam berada di jaringan akan berkembang menjadi makrofag. Makrofag
adalah sel besar yang mampu mencerna bakteri sisa sel dalam jumlah yang sangat besar.
Makrofag dapat memfagosit sel darah merah dan sel darah putih lain yang telah lisis
(rusak/pecah).
2. Limfosit (30 %)
Berinti satu, selnya tidak dapat bergerak bebas, ukurannya ada yang sebesar eritrosit. Sel ini
berperan besar dalam pembentukan zat kebal (antibodi). Limfosit juga memiliki peranan
fungsional yang berbeda, yang semuanya berhubungan dengan reaksi imunitas dalam bertahan
terhadap serangan mikroorganisme, makromolekul asing dan sel-sel kanker.Sirkulasi limfosit
terus terjadi.
3.
Platelets (trombosit)
Ciri-cirinya:
1. Berukuran lebih kecil (2-4m) dari eritrosit dan leukosit
2. Sel darah pembeku tidak berinti
3. Bentuknya tidak teratur
4. Bila tersentuh benda yang permukaannya kasar mudah pecah
Sel ini dibentuk di dalam megakariosit sumsum merah tulang. Trombosit terus dibetuk dan
dilepasan kedalam darah, tempat trombosit bertahan hidup 9-10 hari tidak memiliki nukleus dan
tidak sanggup membuat protein, trombosit tetap dapat melakukan berbagai aktivitas sel-sel utuh,
trombosit mengkonsumsi oksigen dan mempunyai metabolisme aktif yang tergantung pada
enzim pembangkit energi dari satu atau dua mitokondria kecil dalam sitoplasmanya. Trombosit
sangat penting bagi proses pembekuan darah. Pembekuan darah merupakan rangkaian proses
yang terjadi pada jaringan tubuh, plasma darah, dan trombosit.
Trombosit memiliki berbagai zat yang berfungsi untuk proses pembekuan darah. Pembekuan
darah terjadi secara bertahap dan cukup rumit karena melibatkan berbagai faktor pembekuan
darah.
Proses penggumpalan darah dimulai ketika endotelium pembuluh darah rusak dan jaringan ikat
pada dinding pembuluh tersebut terpapar ke darah. Selanjutnya otot-otot pada dinding pembuluh
darah mengalami kontraksi hingga membuat pembuluh menyempit. Penyempitan ini akan
mengurangi laju aliran darah. Trombosit menempel ke serat kolagen dalam jaringan ikat tersebut
dan mengeluarkan hormon serotonin dan zat kimia lain yang membuat trombosit saling
berdesakan kemudian menjadi lengket. Trombosit tersebut kemudian membuat sumbat yang
memberikan perlindungan darurat sehingga tidak terjadi kehilangan banyak darah. Penutup
tersebut diperkuat oleh gumpalan fibrin ketika kerusakan pembuluh darah semakin parah.
Fibrin dibentuk melalui proses yang bertahap. Faktor penggumpalan yang dibebaskan oleh
trombosit yang mengumpul atau sel-sel yang rusak bercampur dengan faktor penggumpalan
dalam plasma akan membentuk aktivator yang mengubah sejenis protein plasma yang disebut
prothrombin ke bentuk aktifnya yaitu thrombin. Pengubahan ini memerlukan suatu enzim
aktivator yaitu enzim trombokinase. Selain itu juga diperlukan faktor lain yaitu Ion Kalsium dan
vitamin K. Vitamin K diproduksi secara normal dalam usus besar oleh bakteri penyerapan yaitu
Eschericia coli. Adanya obat antibiotik yang dikonsumsi akan menghancurkan bakteri ini dan
mengurangi produktifitas vitamin K. Thrombin itu sendiri merupakan sejenis enzim yang
mengkatalisis tahapan akhir proses penggumpalan yaitu pengubahan fibrinogen menjadi fibrin.
Ada beberapa karakteristik Darah yaitu :
1. Darah lebih berat dan lebih kental daripada air , berbau khas dan memiliki pH 7,357,45.
2. Warna darah bervariasi, merah terang hingga merah tua kebiruan, bergantung pada
kadar oksigen yang dibawa oleh sel darah merah.
3. Volume darah yang beredar di dalam tubuh adalah 8% dari berat badan. Orang dewasa
yang sehat memiliki darah sekitar 5 liter. Biasanya volume darah pada laki-laki lebih
banyak daripada wanita. Hal ini tergantung pada ukuran tubuh dan berbanding terbalik
dengan jaringan lemak (adiposa) di dalam tubuh.
2.2.
TRANFUSI
Transfusi darah adalah proses menyalurkan darahatau produk berbasis darah dari
satu orang ke sistem peredaran orang lainnya. Transfusi darah berhubungan dengan
kondisi medis seperti kehilangan darah dalam jumlah besar disebabkan trauma, operasi,
syok dan tidak berfungsinya organ pembentuk sel darah merah.( A. Harryanto
Reksodiputro,1994). Transfusi Darah adalah proses pemindahan darah dari seseorang
yang sehat (donor) ke orang sakit (respien).
b)
Memelihara keadaan biologis darah atau komponen komponennya agar tetap bermanfaat.
c)
Memelihara dan mempertahankan volume darah yang normal pada peredaran darah
(stabilitas peredaran darah).
d)
e)
f)
g)
a)
b)
c)
Transfusi PRC
Tujuan transfusi PRC adalah untuk menaikkan Hb pasien tanpa menaikkan volume darah secara
nyata. Keuntungan menggunakan PRC dibandingkan dengan darah jenuh adalah:
1)
2)
3)
4)
Volume darah yang diberikan lebih sedikit sehingga kemungkinan overload berkurang
5)
b)
Tujuan transfusi suspensi trombosit adalah menaikkan kadar trombosit darah. Dosis suspensi
trombosit yang diperlukan dapat dihitung kira-kira sebagai berikut : 50 ml suspensi trombosit
menaikkan kadar trombosit 7500-10.000/mm pada resipien yang beratnya 50 kg.Suspensi
trombosit diberikan pada penderita trombositopeni bila :1) didapat perdarahan 2)untuk mencegah
perdarahan pada keadaan dimana ada erosi yang dapat berdarah bila kadar < 35.000/mm. 3)
untuk mencegah perdarahan spontan bila kadar trombosit < 15.000/mm
c)
Plasma segar yang dibekukan mengandung sebagian besar faktor pembekuan di samping
berbagai protein yang terdapat didalamnya; karena itu selain untuk mengganti plasma yang
hilang dengan perdarahan dapat dipakai sebagai pengobatan simptomatis kekurangan faktor
pembekuan darah. Fresh Frozen Plasma (PIT) tidak digunakan untuk mengobati kebutuhan
faktor VIII dan faktor IX (Hemofilia); untuk ini digunakan plasma Cryoprecipitate.Pada transfusi
dengan FFP biasanya diberikan 48 kantong (175225 ml) tiap 68 jam bergantung kebutuhan.
d)
Transfusi dengan darah penuh diperlukan untuk mengembalikan dan mempertahankan volume
darah dalam sirkulasi atau mengatasi renjatan.
1. Reaksi transfuse
Reaksi transfuse adalah reaksi yang terjadi selama tranfusi darah yang tidak diinginkan berkaitan
dengan tranfusi itu. sejak dilakukannya tes komatibilitas untuk menentukan adanya antibody
terhadap antigen sel darah merah, efek samping transfusi umumnya disebabkan oleh leokosit ,
trombosit dan protein plasma.
Gejala bervariasi mungkin tidak terdapat gejala atau gejalanya tidak jelas, ringan samapi
berat.hal ini disebabkan oleh hemolisis intravaskuler atau ekstravaskuler yang disebabkan oleh
reaksi antibody terhadap anti gen :
1)
2)
3)
nyeri dada
4)
5)
6)
7)
mengigil
8)
9)
1.
2.
3.
4.
a.
Calon donor tidak tampak sakit, tidak dalam pengaruh obat-obatan seperti golongan narkotik
dan alkohol serta tidak menderita suatu penyakit tertentu seperti penyakit jantung, paru-paru,
b.
Tekanan sistole antara 100-160 mmHg dan diastol antara 60-100 mmHg
Kadar Hb
Kulit donor
Kulit lengan di daerah tempat penyadapan harus sehat tanpa kelainan, tidak ada bekas tusukan
jarum
transfusi darah
Penyakit infeksi
Calon donor dengan pemeriksaan lab terhadap syphilis, Hepatitis B, Hepatitis C dan HIV yang
o
o
o
o
o
o
Fresh frozen plasma (FFP) mengandung semua protein plasma (faktor pembekuan), terutama
faktor V dan VII. FFP biasa diberikan setelah transfusi darah masif, setelah terapi warfarin dan
koagulopati pada penyakit hati. Setiap unit FFP biasanya dapat menaikan masing-masing kadar
faktor pembekuan sebesar 2-3% pada orang dewasa. Sama dengan PRBC, saat hendak diberikan
pada pasien perlu dihangatkan terlebih dahulu sesuai suhu tubuh.
4. Trombosit
Transfusi trombosit diindikasikan pada pasien dengan trombositopenia berat (<20.000 sel/mm3)
disertai gejala klinis perdarahan. Akan tetapi, bila tidak dijumpai gejala klinis perdarahan,
transfusi trombosit tidak diperlukan. Satu unit trombosit dapat meningkatkan 7000-10.000
trombosit/mm3 setelah 1 jam transfusi pada pasien dengan berat badan 70 kg. banyak faktor
yang berperan dalam keberhasilan transfusi trombosit diantaranya splenomegali, sensitisasi
sebelumnya, demam, dan perdarahan aktif.
5. Kriopresipitat
Kriopresipitat mengandung faktor VIII dan fibrinogen dalam jumlah banyak. Kriopresipitat
diindikasikan pada pasien dengan penyakit hemofilia (kekurangan faktor VIII) dan juga pada
pasien dengan defisiensi fibrinogen.
2.3.
Resiko Transfusi
Meskipun transfusi darah dapat menyelamatkan jiwa, namun tindakan ini bukan tanpa risiko.
Dahulu infeksi menjadi risiko utama transfusi darah, tetapi kini hal itu semakin sangat jarang
terjadi karena pengujian yang hati-hati dan skrining donor. Sebaliknya, reaksi transfusi dan
masalah diluar infeksi menjadi masalah yang paling umum.
Bila Anda melakukan transfusi, maka perlu segera memberitahu perawat Anda bila melihat
adanya perubahan dalam diri Anda, misalnya seperti gatal-gatal, menggigil, sakit kepala, dada
atau nyeri punggung, mual, pusing, masalah bernapas, atau masalah lainnya. Berikut ini reaksi
dan resiko yang mungkin timbul akibat tranfusi darah:
1. Reaksi Transfusi Darah
Transfusi darah kadang menyebabkan reaksi transfusi. Ada jenis reaksi transfusi
yang buruk dan ada yang moderat. Reaksi transfusi bisa segera terjadi setelah transfusi
dimulai, namun ada juga reaksi yang terjadi beberapa hari atau bahkan lebih lama setelah
transfusi dilakukan.
Untuk mencegah terjadinya reaksi yang buruk, diperlukan tindakan pencegahan
sebelum transfusi dimulai. Jenis darah diperiksa berkali-kali, dan dilakukan crossmatched untuk memastikan bahwa jenis darah tersebut cocok dengan jenis darah dari
orang yang akan mendapatkannya. Setelah itu, perawat dan teknisi laboratorium bank
darah mencari informasi tentang pasien dan informasi pada unit darah (atau komponen
darah) sebelum dikeluarkan. Informasi ini dicocokkan sekali lagi di hadapan pasien
sebelum transfusi dimulai.
a. Reaksi Alergi
Alergi merupakan reaksi yang paling sering terjadi setelah transfusi darah. Hal ini
terjadi karena reaksi tubuh terhadap protein plasma dalam darah donor. Biasanya
gejala hanya gatal-gatal, yang dapat diobati dengan antihistamin seperti
diphenhydramine (Benadryl).
b. Reaksi Demam
Orang yang menerima darah mengalami demam mendadak selama atau dalam waktu
24 jam sejak transfusi. Sakit kepala, mual, menggigil, atau perasaan umum
ketidaknyamanan mungkin bersamaan dengan demam. Acetaminophen (Tylenol)
dapat meredakan gejala-gejala ini.
Reaksi-reaksi tersebut terjadi sebagai respon tubuh terhadap sel-sel darah putih
dalam darah yang disumbangkan. Hal ini lebih sering terjadi pada orang yang pernah
mendapat transfusi sebelumnya dan pada wanita yang pernah beberapa kali
mengalami kehamilan. Jenis-jenis reaksi juga dapat menyebabkan demam, dan
pengujian lebih lanjut mungkin diperlukan untuk memastikan bahwa reaksi ini hanya
demam.
Pasien yang mengalami reaksi demam atau yang beresiko terhadap reaksi tranfusi
lainnya biasanya diberikan produk darah yang leukositnya telah dikurangi. Artinya,
sel-sel darah putih telah hilang setelah melalui filter atau cara lainnya.
c. Reaksi hemolitik kekebalan akut
Ini adalah jenis yang paling serius dari reaksi transfusi, tetapi sangat jarang terjadi.
Reaksi hemolitik kekebalan akut terjadi ketika golongan darah donor dan pasien tidak
cocok. Antibodi pasien menyerang sel-sel darah merah yang ditransfusikan,
menyebabkan mereka mematahkan (hemolyze) dan melepaskan zat-zat berbahaya ke
dalam aliran darah.
Pasien mungkin menggigil, demam, nyeri dada dan punggung bawah, serta mual.
Ginjal dapat rusak parah, dan dialisis mungkin diperlukan. Reaksi hemolitik dapat
mematikan jika transfusi tidak dihentikan segera saat reaksi dimulai.
d. Reaksi hemolitik tertunda
Reaksi ini terjadi ketika tubuh perlahan-lahan menyerang antigen (antigen selain
ABO) pada sel-sel darah yang ditransfusikan. Sel-sel darah mengalami pemecahan
setelah beberapa hari atau minggu transfusi dilakukan. Biasanya tidak ada gejala,
tetapi sel-sel darah merah yang ditransfusikan hancur dan dan jumlah sel darah merah
pasien mengalami penurunan. Dalam kasus yang jarang ginjal mungkin akan
terpengaruh, dan pengobatan mungkin diperlukan.
Seseorang mungkin tidak mengalami jenis reaksi seperti ini kecuali mereka pernah
mendapat transfusi di masa lalu. Orang-orang yang mengalami jenis reaksi hemolitik
tertunda ini perlu menjalani tes darah khusus sebelum menerima transfusi darah
kembali. Unit darah yang tidak memiliki antigen yang menyerang tubuh harus
digunakan.
Dalam waktu satu bulan sejak transfusi, pasien mungkin mengalami demam,
masalah liver, ruam, dan diare. Untuk mencegah agar sel-sel darah putih tidak
menyebakan GVHD, darah yang disumbangkan harus menjalani radiasi sebelum
transfusi. (Radiasi membuat sel darah putih tidak mempengaruhi sel-sel darah merah.)
4. Infeksi
Transfusi darah dapat menjadi jalan masuk bagi bakteri, virus, dan parasit yang
menyebabkan infeksi. Di negara seperti Amerika Serikat kemungkinan infeksi akibat
transfusi sangat rendah. Dengan adanya unit pengujian darah terhadap kuman yang dapat
menyebabkan infeksi telah membantu memastikan darah sangat aman, namun perlu kita
sadari bahwa tidak ada pengujian yang 100% akurat.
5. Kontaminasi Bakteri
Jarang sekali darah terkontaminasi dengan sejumlah kecil bakteri kulit selama
melakukan donor darah. Namun, trombosit adalah komponen darah yang paling mungkin
mengalami kontaminasi bakterial. Oleh sebab itu trombosit harus disimpan pada suhu
kamar, karena bakteri dapat tumbuh dengan cepat. Menurut penelitian, sekitar 1 dari
setiap 5.000 unit trombosit yang disumbangkan terkontaminasi. Pasien yang
mendapatkan trombosit yang terkontaminasi dapat segera mengalami penyakit yang lebih
serius setelah transfusi dimulai.
Pada tahun 2004, bank darah mulai melakukan pengujian terhadap trombosit,
sehingga mereka dapat membuang unit darah terkontaminasi yang mungkin
menyebabkan kerusakan. Pengujian ini masih terus disempurnakan, namun dari waktu ke
waktu semakin sedikit penyakit yang disebabkan oleh masalah kontaminasi trombosit.
Disamping itu, semakin banyak rumah sakit menggunakan trombosit apheresis, yang
memiliki risiko yang lebih rendah dari kontaminasi bakteri.
6. Hepatitis B dan C
Virus yang menyerang hati menyebabkan berbagai bentuk hepatitis. Hepatitis
merupakan penyakit yang paling umum ditularkan melalui transfusi darah. Hasil dari
sebuah penelitian 2009 terhadap hepatitis B dalam darah yang disumbangkan
mengemukakan bahwa risiko penularan virus ini sekitar 1 dalam setiap 350.000 unit,
atau sekitar 1 dibanding 1,6 juta transfusi darah dapat menularkan hepatitis C.
Berbagai penelitian terus dilakukan untuk mengurangi risiko infeksi tersebut.
Dalam kebanyakan kasus tidak ada gejala, tetapi hepatitis kadang-kadang dapat
menyebabkan kegagalan hati dan masalah lainnya.
Beberapa langkah secara rutin telah dilakukan untuk mengurangi risiko hepatitis
dari transfusi darah. Para calon donor darah diajukan pertanyaan sehubungan dengan
faktor risiko hepatitis dan gejala hepatitis. Darah yang disumbangkan juga diuji untuk
menemukan virus hepatitis B, virus hepatitis C, dan masalah hati yang mungkin menjadi
tanda jenis hepatitis lainnya.
7. Human immunodeficiency virus (HIV)
Salah satu rute utama penularan HIV adalah melalui kontak langsung antara darah
dengan darah yang terinfeksi HIV. Meskipun sebagian besar infeksi HIV melalui darah
terjadi melalui penggunaan suntikan narkoba, namun di seluruh dunia sejumlah kasus
penularan HIV terjadi melalui transfusi darah, suntikan medis, limbah medis dan paparan
kerja.
Pengujian HIV atas setiap unit darah yang disumbangkan mulai dilakukan pada
tahun 1985, dan semua darah yang disumbangkan hingga saat ini dites HIV. Dengan
pengujian yang semakin ditingkatkan dari waktu ke waktu, maka jumlah kasus AIDS
yang terkait dengna transfusi terus menurun.
8. Infeksi Lainnya
Seiring dengan pengujian yang disebutkan di atas, semua darah sebelum transfusi
diuji untuk mengetahui apakah beresiko terhadap penularan sifilis, HTLV-I dan HTLV-II
(virus terkait dengan T-cell leukemia / limfoma manusia). Sejak tahun 2003, darah yang
disumbangkan juga diuji untuk mengetahui virus West Nile, yang terbaru adalah
pengujian atas penyakit Chagas (penyakit umum di Amerika Selatan dan Tengah).
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri tertentu, virus, dan parasit, seperti
Babesiosis, Malaria, penyakit Lyme, dan lain-lain juga dapat ditularkan melalui transfusi
darah. Tapi karena donor potensial diseleksi dengan mengajukan pertanyaan tentang
status kesehatan dan perjalanan mereka, maka risiko penularan penyakit seperti kasuskasus di atas dapat diminimalkan.
BAB III
LAPORAN KEGIATAN DIRUANG KOMPONEN DARAH TRANSFUSI
3.1.
3.2.