LAPORAN PENDAHULUAN
(Sumber : www.virtualmedicalcentre.com)
Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian. Bahan
interseluler adalah cairan yang disebut plasma dan di dalamnya terdapat
unsur-unsur padat, yaitu sel darah. Volume darah secara keseluruhan
kira-kira merupakan 1/12 berat badan atau kira-kira 5 liter. Sekitar 55
persennya adalah cairan, sedangkan 45% sisanya terdiri atas sel darah.
Angka ini dinyatakan dalam nilai hematokrit atau volume sel darah yang
dipadatkan yang berkisar anatara 40-47. Diwaktu sehat volume darah
adalah konstan dan sampai batas tertentu diatur oleh tekanan osmotik
dalam pembuluh darah dan dalam jaringan.
Kandungan yang ada di dalam darah :
1. Air : 91%
2. Protein : 3% (albumin, globulin, protombin, da
fibrinigen)
3. Mineral : 0,9% (natrium klorida, natrium bikarbonat,
garam fosfat, magnesium, kalsium dan zat
besi.
4. Bahan Organik : 0.1% (glukosa, lemakasam urat, keratinin,
kolesterol, dan asam amino)
Fungsi Darah :
1. Sebagai alat pengangkut, yaitu :
a. Mengambil oksigen / zat pembakaran dari paru-paru untuk
diedarkan keseluruh jaringan tubuh.
b. Mengangkut karbon dioksida dari jaringan untuk dikeluarkan
melalui paru-paru.
c. Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan
dibagikan keseluruh jaringan / alat tubuh.
d. Mengangkat / mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi
tubuh untuk dikeluarkan melalui ginjal dan kulit.
e. Mengedarkan hormon yaitu hormon untuk membantu proses
fisiologis.
f. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit dan racun
dalam tubuh dengan perantaraan leukosit dan antibodi / zat-zat
anti racun.
g. Menyebarkan panas keseluruh tubuh.
h. Menjaga kesetimbangan asam basa jaringan tubuh untuk
menghindari kerusakan.
Karakteristik Darah :
1. Volume darah : 7% - 10% BB (5 Lt pada dewasa normal)
2. Komponen darah : Eritrosit, Leukosit, trombosit →40% - 45%
volume darah;
a. Transfusi dalam plasma darah
b. PH darah : 7,37 – 7,45
c. Temp : 38°C
d. Viskositas lebih kental dari air dengan BJ 1,041 – 1,067\
Bagian-Bagian Darah :
1. Sel-Sel Darah
a. Eritrosit (Sel darah merah)
Merupakan cakram bikonkaf yang tidak berinti, ukurannya
0.007 mm, tidak bergerak, banyaknya kira-kira 4,5-5 juta/mm³,
warnanya kuning kemerah-merahan karena didalamnya
mengandung hemoglobin (hemoglobin adalah protein pigmen yang
meberi warnamerah pada darah. Hemoglobin terdiri atas protein
yang di sebut globin dan pigmen non-protein yang disebut heme.),
setiap eritrosi mengandung sekitar 300 juta molekul hemoglobin,
sifatnya kenyal sehingga dapat berubah bentuk sesuai dengan
pembuluh darah yang dilalui.
Sel darah merah memerlukan protein karena strukturnya
terbentuk dari asam amino. Mereka juga memerlukan zat besi
wnita memerlukan lebih banyak zat besi karena beberapa
diantaranya dibuang sewaktu menstruasi. Sewaktu hsmil
diperlukan zat besi dalam jumlah yang lebih banyak lagi untuk
perkembangan janin dan pembuatan susu.
Sel darah merah dibentuk didalam sumsum tulang, terutama
dari tulang pendek, pipih, dan tak beraturan dari jaringan konselus
pada ujung tulang pipa dan dari sumsum dalam batang iga-iga dan
dari sternum.
Perkembangan sel darah dalam sumsum tulang melalui
berbagai tahap mula-mula besar dan berisi nukleus tetapi tidak ada
hemoglobin; kemudian dimuati hemoglobin dan akhirnya
kehilangan nukleusnya dan baru diedarkan ke dalam sirkulasi
darah.
Rata-rata panjang hidup sel darah merah kira-kira 115 hari.
Sel menjadi usang dan dihancurkan dalam sistema retikulo-
endotelial, terutama dalam limpa dan hati. Globin dan hemoglobin
dipecah menjadi asam amino untuk digunakan sebagai protein
dalam jaringan-jaringan dan zat besi dalam hem dari hemoglobin
dikeluarkan untuk digunakan dalam pembentukan sel darah merah
lagi. Sisa hem dari hemoglobin diubah lagi menjadi bilirubin
(pigmen kuning) dan biliverdin yaitu yang berwarna kehijau-
hijauan yang dapat dilihat pada perubahan warna hemoglobin yang
rusak pada luka memar.
Bila terjadi perdarahan maka sel merah dengan
hemoglobinnya sebagai pembawa oksigen, hilang. Pada perdarahan
sedang, sel-sel itu diganti dalam waktu beberapa minggu
berikutnya. Tetapi bila kadar hemoglobin turun sampai 40% atau
dibawahnya, maka diperlukan tranfusi darah.
Fungsi : Mengikat oksigen dari paru-paru untuk diedarkan
keseluruh jaringan tubuh dan mengikat karbon dioksida dari
jaringan tubuh untuk dikeluarkan melalui paru-paru / melalui jalan
pernafasan.
Produksi Eritrosit (Eritropoesis):
1) Terjadi di sumsum tulang dan memerlukan besi, Vit B12, asam
folat, piridoksin (B6)
2) Di pengaruhi oleh O₂ dalam jaringan
3) Masa hidup : 120 hari
4) Pemecahan Hb menghasilkan bilirubin dan besi. Besi berkaitan
dengan protein (transferin) dan diolah kembali menjadi Hb
baru.
2. Leukosit (Sel darah putih)
Berbentuk bening, tidak bewarna, memiliki inti, lebih besar
dari sel drah merah (eritrosit), dapat berubah dan bergerak dengan
perantaraan kaki palsu (psedoupodia),dalam keadaan normalnya
terkandung 4x109 hingga 11x109 sel darah putih di dalam seliter
darah manusia dewasa yang sehat, sekitar 7000-25000 sel per tetes.
Dalam setiap milimeter kubil darah terdapat 6000 sampai 10000
(rata-rata 8000) sel darah putih.
Leukosit selain berada di dalam pembuluh darah juga
terdapat di seluruh jaringan tubuh manusia. Pada kebanyakan
penyakit di sebabkan oleh masuknya kuman / infeksi maka jumlah
leukosit yang ada di dalam darah akan lebih banyak dari biasanya.
Hal ini disebabkan sel leukosit yang biasanya tinggal di dalam
kelenjar limfe, sekarang beredar dalam darah untuk
mempertahankan tubuh dari serangan penyakit tersebut.
Rentang kehidupan leukosit setelah di produksi di sumsum
tulang, leukosit bertahan kurang lebih satu hari di dalam sirkulasi
sebelum masuk ke jaringan. Sel ini tetap dalam jaringan selama
beberapa hari, beberapa minggu, atau beberapa bulan, tergantung
jenis leukositnya.
Fungsi : sebagai pertahan tubuh yaitu membunuh dan
memakan bibit penyakit /bakteri yang masuk kedalam jaringan
RES (sistem retikuloendotel), tempat pembikannya didalam limpa
dan kelenjar limfe, sebagai pengangkut yaitu mengangkut
membawa zat lemak dari dinding usus melalui limpa terus ke
pembuluh darah.
Macam-Macam Sel Darah Putih (Leukosit), meliputi :
a. Agranulosit
Sel leukosit yang tidak mempunyai granula di
dalamnya, yang terdiri dari :
1) Limfosit
Yaitu macam leukosit yang dihasilkan dari jaringan
RES dan kelenjar limfe, bentuknya ada yang besar dan
kecil, didalam sitoplasmanya tidak terdapat glandula dan
intinya besar, banyaknya kira-kira 15%-20%. rentang
hidupnya dapat mencapai beberapa tahun.
Striktur : Limfosit mengandung nukleus bulat
berwarna biru gelap yang dikelilingi lapisan tipis
sitoplasma. Ukurannya bervariasi ukuran kecil 5 µm – 8
µm, ukuran terbesar 15 µm
Fungsi : membunuh dan memakan bakteri yang
masuk kedalam jaringan tubuh dan berfungsi juga dalam
reaksi imunologis.
2) Monosit
Terbanyak dibuat di sumsum merah, lebih besar dari
limfosit, mencapai 3%-8% jumlah total.
Struktur : merupakan sel darah terbesar. Memilik
protoplasma yang lebar, berwarna biru abu-abu
mempunyai bintik-bintik sedikit kemerahan, inti selnya
bulat dan panjang, warnanya lembayung muda.
Fungsi : sangat fagositik dan sangat aktif. Sel ini
siap bermigrasi melalui pembuluh darah. Jika monosit
telah meninggalkan aliran darah, maka sel ini menjadi
hitosit jaringan (makrofag tetap).
b. Granulosit
Disebut juga leukosit granular yang terdiri dari
Neutrofil atau disebut juga polimorfonuklear leukosit
banyaknya mencapai 50%-60%.
Struktur : neutrofil memiliki granula kecil berwarna
merah muda dalam sitoplasmanya dan banyak bintik-
bintik halus / glandula. Nukleusnya memiliki 3-5 lobus
yang terhubungkan dengan benang kromatin tipis.
Diameternya mencapai 9 µm – 12 µm
Fungsi : pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri
serta proses peradangan kecil lainnya, serta biasanya
juga juga yang memberikan tanggapan pertama terhadap
infeksi bakteri, aktivitas dan matinya neutrofil dalam
jumlah yang banyak menyebabkan adanya nanah.
c. Eusinofil
mencapai 1%-3% jumlah sel darah putih. Struktur :
memiliki granula sitoplasma yang kasar dan besar, dengan
pewarnaan oranye kemerahan. Sel ini memiliki nukleus
berlobus dua, dan berdiameter 12 µm – 15 µm.Fungsi :
merupakan fagosti lemah, jumlahnya akan mengikat saat
terjadi alergi atau penyakit parasit, tetapi akan berkurang
selama stres berkepanjangan. Sel ini berfungsi dalam
detoksifikasi hestamin yang di produksi sel mast dan
jaringan yang cedera saat inflamasi berlangsung.
d. Basofil
Mencapai kurang dari 1% jumlah leukosit.
Struktur ; memiliki sejumlah granula sitoplasma besar yang bentuknya
tidak beraturan dan akan bewarna keunguan sampai hitam serta
memperlihatkan nukleus berbentuk S. Diameternya 12 µm – 15
µm.Fungsi : bertanggung jawab untuk memberi reaksi alergi dan
antigen dengan jalan mengeluarkan histamin kimia yang
menyebabkan peradangan.
B. LANDASAN TEORI
1. DEFINISI
2. ETIOLOGI
c.Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya
maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak
sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang
sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic
Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan
infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk
kedua kalinya atau lebih dan dapat pula terjadi pada bayi yang mendapat
infeksi virus dengue untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat
imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta (
Litbang.Depkes.go.id,2005)
3. EPIDEMILOGI
Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus
Dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes
albopictus. Virus Dengue termasuk genus Flavivirus, famili Flaviviridae,
yang dibedakan menjadi 4 serotipe yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN
4. Keempat serotipe virus ini terdapat di Indonesia dan dilaporkan bahwa
serotipe virus DEN 3 sering menimbulkan wabah, sedang di Thailand
penyebab wabah yang dominan adalah virus DEN 2 (Syahrurahman A et al.,
1995). Penyakit ini ditunjukkan dengan adanya demam secara tiba-tiba 2-7
hari, disertai sakit kepala berat, sakit pada sendi dan otot (myalgia dan
arthralgia) dan ruam merah terang, petechie dan biasanya muncul dulu pada
bagian bawah badan menyebar hingga menyelimuti hampir seluruh tubuh.
Radang perut bisa juga muncul dengan kombinasi sakit di perut, rasa mual,
muntah-muntah atau diare (Soewandoyo E., 1998).
Manifestasi klinik terwujud sebagai akibat adanya kebocoran
plasma dari pembuluh darah perifer ke jaringan sekitar. Infeksi virus
Dengue dapat bersifat asimtomatik atau simtomatik yang meliputi panas
tidak jelas penyebabnya (Dengue Fever, DF), Demam Berdarah Dengue
(DBD), dan demam berdarah dengan renjatan (DSS) dengan manifestasi
klinik demam bifasik disertai gejala nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri otot,
dan timbulnya ruam pada kulit ( Soegijanto S., 2004).
Virus Dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan
nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus. Di dalam tubuh
manusia, virus berkembang biak dalam sistem retikuloendotelial, dengan
target utama virus Dengue adalah APC (Antigen Presenting Cells ) di mana
pada umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel Kupffer
dari hepar dapat juga terkena (Harikushartono et al., 2002). Segera terjadi
viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima hari
gejala panas mulai. Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus
dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Precenting
Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-
Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-
helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang
sudah memfagosit virus juga mengaktifkan sel B yang akan melepas
antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi,
antibodi hemaglutinasi, antibodi fiksasi komplemen (Gubler DJ., 1998).
Penyakit infeksi virus Dengue merupakan hasil interaksi
multifaktorial yang pada saat ini mulai diupayakan memahami keterlibatan
faktor genetik pada penyakit infeksi virus, yaitu kerentanan yang dapat
diwariskan. Konsep ini merupakan salah satu teori kejadian infeksi
berdasarkan adanya perbedaan kerentanan genetik (genetic susceptibility)
antar individu terhadap infeksi yang mengakibatkan perbedaan interaksi
antara faktor genetik dengan organisme penyebab serta lingkungannya
(Darwis D., 1999).
Patofisiologi primer DBD dan Dengue Shock Syndrom (DSS)
adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang diikuti kebocoran
plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga menimbulkan
hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah (Gambar 2.1). Volume
plasma menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat, yang didukung
penemuan post mortem meliputi efusi serosa, efusi pleura, hemokonsentrasi
dan hipoproteinemi (Soedarmo, 2002).
Patogenesis DBD masih kontroversial dan masing-masing hanya
dapat menjelaskan satu atau beberapa manifestasi kliniknya dan belum
dapat menjelaskan secara utuh keseluruhan fenomena (Soetjipto et al.,
2000). Beberapa teori tentang patogenesis DBD adalah The Secondary
Heterologous Infection Hypothesis, Hipotesis Virulensi Virus, Teori
Fenomena Antibodi Dependent Enhancement (ADE), Teori Mediator, Peran
Endotoksin, dan Teori Apoptosis (Soegijanto S., 2004).
Pencegahan dan pemberantasan infeksi Dengue diutamakan pada
pemberantasan vektor penyakit karena vaksin yang efektif masih belum
tersedia. Pemberantasan vektor ini meliputi pemberantasan sarang nyamuk
dan pembasmian jentik. Pemberantasan sarang nyamuk meliputi
pembersihan tempat penampungan air bersih yang merupakan sarana utama
perkembangbiakan nyamuk, diikuti penimbunan sampah yang bisa menjadi
tempat perkembangbiakan nyamuk. Tempat air bersih perlu dilindungi
dengan ditutup yang baik. Pembasmian jentik dilakukan melalui kegiatan
larvaciding dengan abate dan penebaran ikan pemakan jentik di kolam-
kolam (Soegijanto S., 2004).
4.MANIFESTASI KLINIK
a. . Fase prepatogenesis
Fase Susepteble : agent (nyamuk aedes aegypti) sudah terinfeksi
virus dangue dari host yang satu yang menderita penyakit DBD tetapi
agent belum menularkan virus dangue pada host yang lain, sehingga host
tersebut belum terinfesi virus dangue
B. Fase fatogenesis
a) . Fase presimtomatis : host sudah terinfeksi virus dangue tetapi
gejalanya belum tampak namun apabila dilakukan pemeriksaan
diagnostik maka akan didapat peningkatan leukosit dan penurunan
trombosit
2. Fase klinis : infeksi virus semakin meluas, muncul tanda-dan gejala
DBD
Masa inkubasi selama 3 – 15 hari sejak seseorang terserang virus
dengue. Selanjutnya penderita akan menampakkan berbagai tanda dan
gejala demam berdarah sebagai berikut :
1) Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 – 40 derajat Celsius)
a. Pada pemeriksaan uji torniquet, tampak adanya jentik (puspura)
perdarahan
b. Adanya bentuk perdarahan dikelopak mata bagian dalam
(konjungtiva),
c. mimisan (epitaksis), buang air besar dengan kotoran berupa lendir
bercampur darah (melena), dan lain-lainnya.
d. Terjadi pembesaran hati (hepatomegali).
e. Tekanan darah menurun sehingga menyebabkan syok.
f. Pada pemeriksaan laboratorium hari ke 3 – 7 terjadi penurunan
trombosit dibawah 100.000 /mm3 terjadi peningkatan nilai
Hematokrit diatas 20% dari nilai normal.
g. Timbulnya beberapa gejala klinik yang menyertai seperti mual,
muntah,
5. PATOFISIOLOGI
a. Narasi
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan
mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit
kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemi ditenggorokan,
timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin muncul pada system
retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati
dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah
dibawah kulit.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan
membedakan DF dan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding
kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta
aktivasi system kalikreain yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler.
Hal ini berakibat berkurangnya volume plama, terjadinya hipotensi,
hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler ibuktikan
dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga
peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi
sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera teratasi akan terjadi
anoxia jaringan, asidosis metabolic dan kematian. Sebab lain kematian
pada DHF adalah perdarahan hebat. Perdarahan umumnya dihubungkan
dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi
trombosit.
Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses
imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran
darah. Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan
hati yang fungsinya memang tebukti terganggu oleh aktifasi system
koagulasi. Masalah terjadi tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada
pasien dengan perdarahan hebat. (Suriadi,2001, hal:b5758)
b. Skema
Virus Dangue
Aides aigepti
Viremia
hipotensi Hipetermi
hipokonsentrasi trombosit mual, muntah,
anoreksia
Resiko Perubahan
Resiko
renjatan pendarahan nutrisi
hipovolemik kurang dari
6. COLABORATIVE CARE MANAJEMEN kebutuhan
a. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Trombositopeni ( 100.000/mm3)
2. Hb dan PCV meningkat ( 20% )
3. Leukopeni ( mungkin normal atau lekositosis )
4. Isolasi virus
5. Serologi ( Uji H ): respon antibody sekunder
6. Pada renjatan yang berat, periksa : Hb, PCV berulang kali
(setiap jam atau 4-6 jam apabila sudah menunjukkan tanda
perbaikan ), Faal hemostasis, FDP, EKG, Foto dada,
BUN,creatinin serum.
b. MEDIKASI
Dengue Hemoragik Fever (DHF) tanpa disertai pengobatan hanya
bersifat optomatif dan suportif :
1. Pemberian cairan IV yang cukup
2. Antipiretik
3. Antimikroba / antibakteri
4. Antikonvulsan
c. TREATMENT
d. DIET
Untuk makanan dan cairan pada awal berikan saring atau
bubur sampai keluhan nyeri epigartrium hilang, suhu normal dan
merasa nyaman maka bentuk makanan bisa di tingkatkan.rasa haus
dan keadaan dehidrasi dapat timbul akibat demam tinggi. Pasien
perlu di beri minum banyak, 50 ml/kg BB dalam 2-4 jam pertama
berupa air teh atau gula, sirup, susu, dan sari buah.
e. Aktivitas
Karena suhu tubuh yang tinggi dan rasa lemah, pasien di
anjurkan tirah baring di tempat tidur, selama tirah baring pasien
dapat melakukan mobilisasi ringan sesuai dengan kemampuannya.
f. Pendidikan Kesehatan
Pada pasien dan keluarga di beri pendidikan kesehatan mengenai
penyakit DHF :
a. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang vector dan
pemberatan nya
b. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang tanda dan
gejala awal DHF.
c. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang pentingnya
tindakan pertama pada penderita DHF. ( Wijaya dan putri ,
2013 ).
1. PENGKAJIAN
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Peningkatan suhu tubuh (Hipertermi) berhubungan dengan
proses infeksi virus dengue (viremia).
b. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan
pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
c. Resiko syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan
yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke
ekstravaskuler
d. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi
yang tidak adekwat akibat mual dan nafsu makan yang
menurun.
e. Resiko terjadinya cidera (perdarahan) berhubungan dengan
penurunan factor-fakto pembekuan darah (
trombositopeni )
3. PERENCANAAN
Intervensi :
a. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang
disukai
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, menduga
kemungkinan intervensi
b. Observasi dan catat masukan makanan pasien
Rasional : Mengawasi masukan kalori/kualitas
kekurangan konsumsi makanan
c. Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan)
Rasional : Mengawasi penurunan BB / mengawasi
efektifitas intervensi.
d. Berikan / Anjurkan pada klien untuk makanan
sedikit namun sering dan atau makan diantara
waktu makan
Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan
kelemahan dan meningkatkan masukan juga
mencegah distensi gaster.
e. Berikan dan Bantu oral hygiene.
Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan masukan
peroral
4. Resiko terjadi cidera (perdarahan) berhubungan dengan
penurunan factor-faktor pembekuan darah (trombositopeni).
Tujuan : Tidak terjadi perdarahan selama dalam masa
perawatan.
Kriteria : TD 100/60 mmHg, N: 80-100x/menit reguler,
pulsasi kuat, tidak ada perdarahan spontan (gusi, hidung,
hematemesis dan melena), trombosit dalam batas normal
(150.000/uL).
Intervensi :
a. pada klien untuk banyak istirahat tirah baring
(bedrest)
Rasional : Aktifitas pasien yang tidak terkontrol
dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.
b. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga
tentang bahaya yang dapat timbul akibat dari
adanya perdarahan, dan anjurkan untuk segera
melaporkan jika ada tanda perdarahan seperti di
gusi, hidung(epistaksis), berak darah (melena), atau muntah
darah (hematemesis).
Rasional : Keterlibatan pasien dan keluarga dapat
membantu untuk penaganan dini bila terjadi
perdarahan.
c. Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi
yang lunak, pelihara kebersihan mulut, berikan
tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah
dan Observasi tanda-tanda perdarahan serta tanda
vital (tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan).
Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan lebih
lanjut.
d. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang
disertai tanda klinis.
Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda
adanya kebocoran pembuluh darah yang
pada tahap tertentu dapat menimbulkan
tanda-tanda klinis seperti epistaksis, ptike.
e. Monitor trombosit setiap hari
Rasional : Dengan trombosit yang dipantau setiap
hari, dapat diketahui tingkat kebocoran
pembuluh darah dan kemungkinan perdarahan
yang dialami pasien.
4. EVALUASI