Anda di halaman 1dari 26

I.

KONSEP TEORI
a) Anatomi & Fisiologi

Sumber : https://dimazsetiadi.wordpress.com/2011/10/18/anatomi-telinga-
manusia/

1
Indera pendengaran merupakan bagian dari organ sensori khusus yang
mampu mendeteksi sebagai stimulus bunyi. Indera pendengaran sangat
penting dalam percakapan dan komunikasi sehari-hari. Organ yang berperan
dalam indera pendengaran adalah telinga.
1. Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna / aurikula) dan saluran
telinga luar (meatus auditorius eksternus). Daun telinga terletak di dua sisi
kepala setinggi mata. Tersusun oleh tulang rawan atau kartilago dan otot
kecil yang di lapisi oleh kulit sehingga menjadi tinggi keras dan lentur.
Daun telinga di persarafi oleh saraf fasialis. Fungsi dari daun telinga adalah
mengumpulkan gelombang suara untuk di teruskan kesaluran telinga luar
yang selanjutnya ke gendang telinga.
Saluran telinga luar merupakan lintasan yang sempit, panjangnya
sekitar 2,5 cm dari dauun telinga ke membran timpani. Saluran ini tidak
beraturan dan di lapisi oleh kulit yang mengandung kelenjar khusus,
glandula seruminosa yang menghasilkan serumen. Serumen ini berfungsi
untuk melindungi kulit dari bakteri, menangkap benda asing yang masuk
ke telinga. Serumen juga dapat mengganggu pendengaran jika terlalu
banyak. Batas telinga luar dengan telinga tengah adalah membran timpani
atau gendang telinga.
Membran timpani berbentuk kerucut dengan diameter sekitar 1 cm.
Tersusun atas tiga lapisan, yaitu bagian luar adalah lapisan epitel, bagian
tengah lapisan fibrosa dan lapisan dalam adalah mukosa. Fungsi dari
membran timpani adalah melindungi organ telinga tengah dan
menghantarkan fibrilasi suara dari telinga luar ke tulang pendengaran
(osikel). Kekuatan getaran suara mempengaruhi tegangan, ukuran, dan
ketebalan membran timpani.
2. Telinga Tengah
Telingga tengah merupakan rongga yang berisi udara dalam bagian
petrosus tulang temporal. Rongga tersebut di lalui oleh tiga tulang kecil

2
yaitu meleus, inkus, dan stapes yang membentang dari membran timpani
keforamen ovale. Sesuai dengan namanya tulang meleus bentuknya seperti
palu dan menempel pada membran timpani. Tulang inkus mehubungkan
meleus dengan stapes dan tulang stapes melekat pada jendela oval di pintu
masuk telinga dalam. Tulang stapes di sokong oleh otot stapedius yang
berperan menstabilkan hubungan antara stapes dengan jendela oval dan
mengatur hantaran suara. Jika telinga menerima suara yang keras, maka
otot stapedius akan berkontraksi sehingga rangkaian tulang akan kaku ,
sehingga hanya sedikit suara yang di hantarkan. Fungsi dari tulang-tulang
pendengaran adalah mengarahkan getaran dari membran timpani ke
fenesta vestibuli yang merupakan pemisah antara telinga tengah dengan
telinga dalam.
Rongga telinga tengah berhubungan dengan tuba eustachius yang
menghubungkan telinga tengah dengan faring. Fungsi tuba eustachius
adalah untuk keseimbangan tekana antara sisi timpani dengan cara
membuka atau menutup. Pada keadaan biasa tuba menutup, tetapi dapat
membuka pada saat menguap, menelan atau mengunyah.
3. Telinga Dalam atau Labirin.
Telinga dalam atau labirin mengandung organ-organ yang sensitif
untuk pendengaran, keseimbangan dan saraf kranial ke delapan. Telinga
dalam berisi cairan dan berada pada petrosa tulang temporal. Telinga dalam
tersusun atas dua bagian yaitu labirin tulangg dan labiriin membranosa.
a) Labirin Tulang
Labirin tulang merupakan ruang berisikan cairan menyerupai cairan
serebrospinalis yang di sebut cairn perilimf. Labirin tulang tersusun atas
vestibula, kanalis semisirkularis dan koklea. Vestibula menghubungkan
koklea dengan kanalis semisirkularis. Saluran semisirkularis merupakan
tiga saluran yang berisi cairan yang berfungsi menjaga keseimbangan
pada saat kepala di gerakkan. Cairan tersebut bergerak di salah satu
saluran sesuai arah gerakan kepala. Saluran ini mengandung sel-sel

3
rambut yang memberikan respon terhadap gerakan cairan untuk
disampaikan pesan ke otak sehingga terjadi proses keseimbangan.
Koklea berbentuk seperti rumah siput, didalamnya terdapat duktus
koklearis yang berisi cairan endolimf dan banyak reseptor pendengaran.
Koklea bagian labirin di bagi atas tiga ruangan (skala) yaitu bagian atas
disebut skala vestibuli, bagian tengah disebut skala media, dan pada
bagian dasar disebut skala timpani. Antara skala vestibuli dengan skala
media dipisahkan oleh membran reisier dan antara skala media dengan
skala timpani dipisahkan oleh membran basiler.
b) Labirin Membranosa.
Labirin membranosa terendam dalam cairan perilimf dan
mengandung cairan endolimf. Kedua cairan tersebut terdapat
keseimbangan yang tepat dalam telinga dalam sehingga pengaturan
keseimbangan tetap terjaga. Labirin membranosa tersusun atas utrikulus,
sakulus, dan kanalis semisirkularis, duktus koklearis, dan organ korti.
Utrikulus terhubung dengan duktus semisirkularis, sedangkan sakulus
terhubung dengan duktus koklearis dalam koklea. Organ korti terletak
pada membrane basiler, tersusun atas sel-sel rambut yang merupakan
reseptor pendengaran. Ada dua tipe sel rambut yaitu sel rambut baris
tunggal interna dan tiga baris sel rambut eksterna. Pada bagian samping
dan dasar sel rambut bersinap dengan jaringan ujung saraf koklearis.
4. Mekanisme Pendengaran :
Gelombang suara dari luar dikumpulkan oleh daun telinga (pinna),
masuk ke saluran eksterna pendengaran (meatus dan kanalis auditorius
eksterna) yang selanjutnya masuk ke membrane timpani. Adanya
gelombang suara yang masuk ke membrane timpani menyebabkan
membrane timpani bergetar dan bergerak maju mundur. Gerakan ini juga
mengakibatkan tulang-tulang pendengaran seperti meleus, inkus, dan
stapes ikut bergerak dan selanjutnya stapes menggerakkan foramen ovale
serta menggerakkan cairan perilimf pada skala vestibule. Getaran

4
selanjutnya melalui membrane reisner yang mendorong endolimf dan
membrane basiler ke arah bawah dan selanjutnya menggerak perilimf pada
skala timpani. Pergerakan cairan dalam skala timpani menimbulkan
potensial aksi pada sel rambut yang selanjuttnya diubah menjadi inpuls
listrik. Inpuls listrik selanjutnya dihantarkan ke nukleus koklearis, thalamus
kemudian korteks pendengaran untuk diasosiasikan. (Tarwoto, 2009 : 234-
253).

5
b) Definisi
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa
telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti
radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ket elinga tengah
melalui tubaeustachius (Kusuma, Hardi & Amin Huda Nurarif, 2013).
Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah stadium dari
penyakit telinga tengah dimana terjadi peradangan kronis dari telinga
tengah, mastoid dan membran timpani tidak intak (perforasi) dan
ditemukan sekret (otorea), purulen yang hilang timbul. Istilah kronik
digunakan apabila penyakit ini hilang timbul atau menetap selama 2
bulan atau lebih (Fung, K, 2004).
OMSK adalah infeksi di telinga tengah dengan perforasi
membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus-
menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening
atau berupa nanah (Efiaty, 2007).

c) Etiologi
Sebagian besar Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan
kelanjutan dari Otitis Media Akut (OMA) yang prosesnya sudah berjalan
lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor penyebab adalah terapi yang terlambat,
terapi tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, dan daya tahan tubuh rendah.
Bila kurang dari 2 bulan disebut subakut. Sebagian kecil disebabkan oleh
perforasi membran timpani terjadi akibat trauma telinga tengah. Kuman
penyebab biasanya kuman gram positif aerob, pada infeksi yang sudah
berlangsung lama sering juga terdapat kuman gram negatif dan kuman
anaerob. (Arif Mansjoer, 2001 : 82).
Kuman penyebab OMSK antara lain kuman Staphylococcus aureus
(26%), Pseudomonas aeruginosa (19,3%), Streptococcus epidermidimis
(10,3%), gram positif lain (18,1%) dan kuman gram negatif lain (7,8%).
Biasanya pasien mendapat infeksi telinga ini setelah menderita saluran
napas atas misalnya influenza atau sakit tenggorokan. Melalui saluran yang

6
menghubungkan antara hidup dan telinga (tuba Auditorius), infeksi di
saluran napas atas yang tidak diobati dengan baik dapat menjalar sampai
mengenai telinga.
Penyebab OMSK antara lain:
1. Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas,
tetapi mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan
sosioekonomi, dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki
insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini
berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, tempat tinggal
yang padat.
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah
insiden OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang
dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih
kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini
primer atau sekunder.
3. Otitis media sebelumnya
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan
dari otitis media akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak
diketahui faktor apa yang menyebabkan satu telinga dan bukan yang
lainnya berkembang menjadi kronis.
4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah
hampir tidak bervariasi pada otitis media kronik yang aktif
menunjukkan bahwa metode kultur yang digunakan adalah tepat.
Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram- negatif, flora tipe-
usus, dan beberapa organisme lainnya.
5. Infeksi saluran napas bagian atas
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi
saluran nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga
tengah menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap

7
organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga
memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih
besar terhadap otitis media kronis.
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih
tinggi dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah
dijumpainya sebagian penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes
telinga atau bakteria atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum
terbukti kemungkinannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustacius
Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh
edema tetapi apakah hal ini merupakan fenomen primer atau
sekunder masih belum diketahui. Pada telinga yang inaktif berbagai
metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba eustachius
dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin
mengembalikan tekanan negatif menjadi normal.

d) Tanda dan Gejala


1. Telinga berair (otorrhoe)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan
encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan
oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada
OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau
busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah
oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret
biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan
infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar
setelah mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak
dijumpai adannya sekret telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna
kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk

8
degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih,
mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga
tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara
luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya
jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya
kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa
nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.
2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran.
Biasanya di jumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat
campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses
patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom,
dapat menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak
dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai
bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi
dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran
lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak
perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem
pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna
biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang
pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai
penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus
diinterpretasikan secara hati-hati. Penurunan fungsi kohlea biasanya
terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi
toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin
tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis
supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat
menggambarkan sisa fungsi kokhlea.
3. Otalgia (nyeri telinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada
merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat
karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya

9
ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya
durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan
abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya
otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang
komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau
trombosis sinus lateralis.
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius
lainnya. Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya
fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo
yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak
atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya
karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan
labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran
infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo.
Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum.

e) Epidemiologi
Prevalensi OMSK pada beberapa negara antara lain disebabkan,
kondisi sosial, ekonomi, suku, tempat tinggal yang padat, higiene dan
nutrisi yang jelek. Kebanyakan melaporkan prevalensi OMSK pada anak
termasuk anak yang mempunyai kolesteatom, tetapi tidak mempunyai data
yang tepat, apalagi insiden OMSK saja, tidak ada data yang tersedia. Otitis
media kronis merupakan penyakit THT yang paling banyak di negara
sedang berkembang. Di negara maju seperti Inggris sekitar 0, 9% dan di
Israel hanya 0, 0039%. Di negara berkembang dan negara maju prevalensi
OMSK berkisar antara 1-46%, dengan prevalensi tertinggi terjadi pada
populasi di Eskimo (12-46%), sedangkan prevalensi terendah terdapat
pada populasi di Amerika dan Inggeris kurang dari 1%.
Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan
termasuk dalam klasifikasi tinggi dalam tingkatan klasifikasi insidensi.
Pasien OMSK meliputi 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik

10
THT rumah sakit di Indonesia. Berdasarkan Survei Nasional Kesehatan
Indera Penglihatan dan Pendengaran oleh Departemen Kesehatan R.I
tahun 1994-1996, angka kesakitan (morbiditas) Telinga, Hidung, dan
Tenggorok (THT) di Indonesia sebesar 38,6% dengan prevalensi
morbiditas tertinggi pada kasus telinga dan gangguan pendengaran yaitu
sebesar 38,6% dan prevalensi otitis media supuratif kronik antara 2,1-5,2%
(Lasminingrum L, 2015).

f) Patofisiologi
Patofisiologi dari OMSK masih belum diketahui secara pasti,
tetapi dalam hal ini diduga merupakan stadium kronis dari otitis media
akut (OMA) dengan perforasi yang sudah terbentuk diikuti dengan
keluarnya sekret yang terus menerus. Perforasi sekunder pada OMA
dapat terjadi kronis tanpa kejadian infeksi pada telinga tengah.
Otitis media sering diawali dengan penyumbatan pada saluran
eustasius yang terjadi akibat infeksi pada saluran napas seperti radang
tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah.
Penyumbatan ini juga dapat diakibatkan oleh tumor. Saat bakteri
melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di
saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran,
tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-sel darah putih untuk
melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan
mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah
nanah dan menyumbat saluran eustasius. Selain itu pembengkakan
jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang
dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang
telinga.
Jika lendir bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu
karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang
telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat
bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya
sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak

11
dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran
pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan
yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat
merobek gendang telinga karena tekanannya.

12
g) Pemeriksaan Diagnostik
Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik
sebagai berikut :
1) Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli
konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya
ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta
keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga tengah.
Paparela, Brady dan Hoel (1970) melaporkan pada penderita OMSK
ditemukan tuli sensorineural yang dihubungkan dengan difusi produk
toksin ke dalam skala timpani melalui membran fenstra rotundum,
sehingga menyebabkan penurunan ambang hantaran tulang secara
temporer/permanen yang pada fase awal terbatas pada lengkung basal
kohlea tapi dapat meluas kebagian apek kohlea. Gangguan
pendengaran dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang, sedang berat,
dan ketulian total, tergantung dari hasil pemeriksaan ( audiometri atau
test berbisik). Derajat ketulian ditentukan dengan membandingkan
rata-rata kehilangan intensitas pendengaran pada frekuensi percakapan
terhadap skala ISO 1964 yang ekivalen dengan skala ANSI 1969.
Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran menurut ISO 1964 dan
ANSI 1969. Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran
Normal : -10 dB sampai 26 dB
Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB
Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB
Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB
Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB
Tuli total : lebih dari 90 dB.
Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan
fungsi kohlea. Dengan menggunakan audiometri nada murni pada
hantaran udara dan tulang serta penilaian tutur, biasanya kerusakan
tulang-tulang pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan
manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan

13
pendengaran. Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bisa
membantu :
a. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih
dari 15-20 dB
b. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli
konduktif30-50 dB apabila disertai perforasi
c. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran
yang masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
d. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli
bagaimanapun keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan
kohlea parah.
Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh
penilaian pendengarandengan menggunakan garpu tala dan test
Barani. Audiometri tutur dengan maskingadalah dianjurkan,
terutama pada tuli konduktif bilateral dan tuli campur.
2) Pemeriksaan Radiologi.
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga
kronis nilaidiagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat
otoskopi dan audiometri. Pemerikasaan radiologi biasanya
mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan
pneumatisasi leb ih sedikit dibandingkan mastoid yang satunya atau
yang normal. Erosi tulang, terutama pada daerah atik memberi kesan
kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah
:
a. Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi
mastoid dariarah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk
pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan
tegmen. Pada keadaan mastoid yang skleritik, gambaran radiografi
ini sangat membantu ahli bedah untuk menghindari dura atau sinus
lateral.
b. Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga
tengah. Akantampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik

14
sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai
struktur-struktur.
c. Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid
petrosusdan yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius
interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini
menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat
menunjukan adanya pembesaran akibatkolesteatom.
d. Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal
sehingga dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik.
Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan
tulang oleh karena kolesteatom, ada atau tidak tulang-tulang
pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis
semisirkularis horizontal. Keputusan untuk melakukan operasi
jarang berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada keadaan
tertentu seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior
menunjukan adanya penyakit mastoid.

h) Penatalaksanaan
1. Penanganan lokal meliputi pembersihan hati – hati telinga
menggunakan mikroskop dan alat penghisap. Pemberian tetes
antibiotika atau pemberian bubuk antibiotika sering membantu bila
da cairan purulen. Antibiotika sistemik biasanya tidak diresepkan
kecuali pada kasus infeksi akut.
2. Timpanoplasti. Tujuan timpanoplasti adalah mengembalikan
fungsi telinga tengah, menutup lubang perforasi telinga tengah,
mencegah infeksi berulang, dan memperbaiki
pendengaran.timpanoplasti dilakukan melalui kanalis auditorius
eksternus, baik secara transkanal atau melalui insisi post aurikuler.
Pembedahan biasanya dilakukan pada pasien rawat jalan dengan
anastesi yang umum.

15
3. Mastoidektomi. Tujuan pembedahan mastoid adalah untuk
mengangkat kolesteatoma, mencapai struktur yang sakit, dan
menciptakan telingan yang aman, kering dan sehat. Mastoidektomi
biasanya dilakukan melalui insisi post aurikuler, dan infeksi
dihilangkan dengan mengambil secara sempurna sel udara
mastoid. Mastoidektomi ke dua mungkin diperlukan 6 bula setelah
yang pertama untuk mengecek kekambuhan kolesteatoma

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


a. Pengkajian
1. Anamnesa : Tanda-tanda dan gejala utama infeksi ekstrena dan media
adalah nyeri serta hilangnya pendengaran. Data harus disertai
pernyataan mengenai mulai serangan, lamanya, tingakt nyerinya. Rasa
nyeri timbul karena adanya tekanan kepada kulit dinding saluran yang
sangat sensitif dan kepada membran timpani oleh cairan getah radang
yang terbentuk didalam telinga tengah. Saluran eksterna yang penuh
dan cairan di telinga tengah mengganggu lewatnya gelombang suara,
hal ini menyebabkan pendengaran berkurang. Penderita dengan infeksi
telinga perlu ditanya apakah ia mengerti tentang cara pencegahannya.
2. Pemeriksaan Fisik : Telinga eksterna dilihat apakah ada cairan yang
keluar dan bila ada harus diterangkan. Palpasi pada telinga luar
menimbulkan nyeri pada otitis eksterna dan media. Pengkajian dari
saluran luar dan gedang telinga (membran timpani). Gendang telinga
sangat penting dalam pengkajian telinga, karena merupakan jendela
untuk melihat proses penyakit pada telinga tengah. Membran timpani
yang normal memperlihatkan warna yang sangat jelas, terlihat ke abu-
abuan. Terletak pada membran atau terlihat batas-batasnya. Untuk
visulaisasi telinga luar dan gendang telinga harus digunakan otoskop.
3. Riwayat Kesehatan : OMA lebih dari 2 bulan, Pengobatan OMA yang
tidak tuntas
4. Data Subjektif : Telinga terasa penuh, Nyeri pada telinga yang sakit,
Vertigo

16
5. Data Objektif : Terdapat abses atau kite retroaurikule, Terdapat polip,
Terlihat Kolesteatoma pada epitimpan, Ottorho, Sekret terbentuk
nanah dan berbau.

b. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b/d agen cedera biologis.
2. Hipertermi b/d infeksi pada telinga tengah dan tuba eutachius ditandai
dengan suhu tubuh meningkat.
3. Gangguan persepsi sensori : pendengaran b/d gangguan penghantar
bunyi pada organ.
4. Gangguan citra diri b.d adanya penyakit kronis (keluarnya nanah dan
paralisis nervus facialis).
5. Anxietas b/d tindakan penanganan dan rencana operasi.
6. Kurang pengetahuan b/d kurang terpajan terhadap informasi.

c. Tujuan dan Intervensi (Nic Noc)


Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :


dengan:  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara
Agen injuri (biologi, kimia, pain control, komprehensif termasuk lokasi,
fisik, psikologis),  comfort level karakteristik, durasi, frekuensi,
kerusakan jaringan Setelah dilakukan kualitas dan faktor presipitasi
tinfakan keperawatan  Observasi reaksi nonverbal dari
DS: selama …. Pasien tidak ketidaknyamanan
- Laporan secara verbal mengalami nyeri, dengan  Bantu pasien dan keluarga untuk
DO: kriteria hasil: mencari dan menemukan
- Posisi untuk menahan  Mampu mengontrol dukungan
nyeri nyeri (tahu penyebab  Kontrol lingkungan yang dapat
- Tingkah laku berhati-hati nyeri, mampu mempengaruhi nyeri seperti suhu
- Gangguan tidur (mata menggunakan tehnik ruangan, pencahayaan dan
sayu, tampak capek, sulit nonfarmakologi untuk kebisingan
atau gerakan kacau, mengurangi nyeri,  Kurangi faktor presipitasi nyeri
menyeringai) mencari bantuan)  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
- Terfokus pada diri  Melaporkan bahwa menentukan intervensi
sendiri nyeri berkurang dengan  Ajarkan tentang teknik non
- Fokus menyempit menggunakan farmakologi: napas dala,

17
(penurunan persepsi manajemen nyeri relaksasi, distraksi, kompres
waktu, kerusakan proses  Mampu mengenali nyeri hangat/ dingin
berpikir, penurunan (skala, intensitas,  Berikan analgetik untuk
interaksi dengan orang frekuensi dan tanda mengurangi nyeri: ……...
dan lingkungan) nyeri)  Tingkatkan istirahat
- Tingkah laku distraksi,  Menyatakan rasa  Berikan informasi tentang nyeri
contoh : jalan-jalan, nyaman setelah nyeri seperti penyebab nyeri, berapa
menemui orang lain berkurang lama nyeri akan berkurang dan
dan/atau aktivitas,  Tanda vital dalam antisipasi ketidaknyamanan dari
aktivitas berulang-ulang) rentang normal prosedur
- Respon autonom (seperti  Tidak mengalami  Monitor vital sign sebelum dan
diaphoresis, perubahan gangguan tidur sesudah pemberian analgesik
tekanan darah, pertama kali
perubahan nafas, nadi
dan dilatasi pupil)
- Perubahan autonomic
dalam tonus otot
(mungkin dalam rentang
dari lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah,
merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu
makan dan minum

18
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Hipertermia NOC: NIC :


Berhubungan dengan : Thermoregulasi  Monitor suhu sesering
- penyakit/ trauma mungkin
- peningkatan Setelah dilakukan  Monitor warna dan suhu kulit
metabolisme tindakan keperawatan  Monitor tekanan darah, nadi
- aktivitas yang selama………..pasien dan RR
berlebih menunjukkan :  Monitor penurunan tingkat
- dehidrasi Suhu tubuh dalam batas kesadaran
normal dengan kreiteria  Monitor WBC, Hb, dan Hct
DO/DS: hasil:  Monitor intake dan output
 kenaikan suhu tubuh  Suhu 36 – 37C  Berikan anti piretik:
diatas rentang normal  Nadi dan RR dalam  Kelola
 serangan atau konvulsi rentang normal Antibiotik:…………………
(kejang)  Tidak ada perubahan ……..
 kulit kemerahan warna kulit dan tidak  Selimuti pasien
 pertambahan RR ada pusing, merasa  Berikan cairan intravena
 takikardi nyaman  Kompres pasien pada lipat
 Kulit teraba panas/ paha dan aksila
hangat  Tingkatkan sirkulasi udara
 Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
 Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
 Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
 Monitor hidrasi seperti turgor
kulit, kelembaban membran
mukosa)

19
DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL KEPERAWATAN
(Nursing Outcome) (Nursing Interventions
Classication)
Gangguan persepsi Setelah dilakukan NEUROLOGIK MONITORING :
sensori : (spesifik, visual, tindakan keperawatan ð Monitor tingkat neurologis
auditori, kinestetik, selama ..........x 24 jam, ð Monitor fungsi neurologis klien
pengecapan, taktil, diharapakan gangguan ð Monitor respon neurologis
penciuman) persepsi sensori teratasi.ð Monitor reflek-reflek meningeal
Kriteria hasil: ð Monitor fungsi sensori dan
Berhubungandengan: - Sensori function : persepsi : penglihatan, penciuman,
ð Perubahan sensori hearing pendengaran, pengecapan, rasa
persepsi - Sensori function : ð Monitor tanda dan gejala
ð Stimulus lingkungan vision penurunan neurologis klien
berlebih - Sensori function : taste
ð Stress psikologis and smell
ð Perubahan penerimaan EAR CARE :
sensori, transmisi, dan atau
ð Menunjukan tanda dan ð Kaji fungsi pendengaran klien
integrasi gejala persepsi dan ð Jaga kebersihan telinga
Ga sensori baik : ð Monitor respon pendengaran klien
Gangguan penghantar penglihatan, ð Monitor tanda dan gejala
bunyi pada organ pendengaran, makan, dan penurunan pendengaran
minum baik. ð Monitor fungsi pendengaran klien
Tanda dan gejala ð Mampu
DS : mengungkapkan fungsi MONITORING VITAL SIGN :
persepsi dan sensori ð Monitor TD, Suhu, Nadi dan
dengan tepat pernafasan klien
ð Catat adanya fluktuasi TD
ð Monitor vital sign saat pasien
berbaring, duduk atau berdiri
DO : ð Auskultasi TD pada kedua lengan
ð Konsentrasi buruk dan bandingkan
ð Distorsi pendengaran ð Monitor TD, Nadi, RR sebelum
ð Perubahan respon dan setelah aktivitas
terhadap stimulus ð Monitor kualitas Nadi
ð Melaporkan atau ð Monitor frekuensi dan irama
menunjukan perubahan pernafasan
sensori akut ð Monitor suara paru
ð Iritabilitas ð Monitor pola pernafasan abnormal
ð Disorientasi waktu, ð Monitor suhu, warna, dan
tempat, orang kelembaban kulit
ð Perubahan kemampuan ð Monitor sianosis perifer
pemecahan masalah ð Monitor adanya cushing triad
ð Perubahan pola perilaku (tekanan nadi yang melebar,
ð Perubahan pola brakikardi, peningkatan sistolik)
komunikasi ð Identifikasi penyebab dari
ð Halusinasi perubahan vital sign
ð Distorsi visual

20
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Gangguan Citra Diri NOC: NIC :


berhubungan dengan:  Body image Body image enhancement
Biofisika (penyakit kronis),  Self esteem - Kaji secara verbal dan
kognitif/persepsi (nyeri Setelah dilakukan nonverbal respon klien
kronis), kultural/spiritual, tindakan keperawatan terhadap tubuhnya
penyakit, krisis situasional, selama …. gangguan - Monitor frekuensi mengkritik
trauma/injury, pengobatan body image dirinya
(pembedahan, kemoterapi, pasien teratasi dengan - Jelaskan tentang pengobatan,
radiasi) kriteria hasil: perawatan, kemajuan dan
DS:  Body image positif prognosis penyakit
- Depersonalisasi bagian  Mampu - Dorong klien
tubuh mengidentifikasi mengungkapkan perasaannya
- Perasaan negatif tentang kekuatan personal - Identifikasi arti pengurangan
tubuh  Mendiskripsikan melalui pemakaian alat bantu
- Secara verbal menyatakan secara faktual - Fasilitasi kontak dengan
perubahan gaya hidup perubahan fungsi individu lain dalam
DO : tubuh kelompok kecil
- Perubahan aktual struktur  Mempertahankan
dan fungsi tubuh interaksi sosial
- Kehilangan bagian tubuh
- Bagian tubuh tidak
berfungsi

21
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Ansietas NOC : NIC :


- Kontrol kecemasan Anxiety Reduction (penurunan
berhubungan dengan - Koping kecemasan)
Faktor keturunan, Krisis Setelah dilakukan asuhan  Gunakan pendekatan yang
situasional, Stress, selama ……………klien menenangkan
kecemasan teratasi dgn  Nyatakan dengan jelas harapan
perubahan status
kriteria hasil: terhadap pelaku pasien
kesehatan, ancaman  Klien mampu  Jelaskan semua prosedur dan
kematian, perubahan mengidentifikasi dan apa yang dirasakan selama
konsep diri, kurang mengungkapkan prosedur
pengetahuan dan gejala cemas  Temani pasien untuk
hospitalisasi  Mengidentifikasi, memberikan keamanan dan
mengungkapkan dan mengurangi takut
Penanganan dan rencana menunjukkan tehnik  Berikan informasi faktual
operasi untuk mengontol mengenai diagnosis, tindakan
cemas prognosis
 Vital sign dalam batas  Libatkan keluarga untuk
DO/DS: normal mendampingi klien
 Postur tubuh, ekspresi
- Insomnia  Instruksikan pada pasien untuk
wajah, bahasa tubuh
- Kontak mata kurang menggunakan tehnik relaksasi
dan tingkat aktivitas
- Kurang istirahat  Dengarkan dengan penuh
menunjukkan
- Berfokus pada diri perhatian
berkurangnya
sendiri kecemasan  Identifikasi tingkat kecemasan
- Iritabilitas  Bantu pasien mengenal situasi
- Takut yang menimbulkan kecemasan
- Nyeri perut  Dorong pasien untuk
- Penurunan TD dan mengungkapkan perasaan,
denyut nadi ketakutan, persepsi
- Diare, mual, kelelahan  Kelola pemberian obat anti
- Gangguan tidur cemas:........
- Gemetar
- Anoreksia, mulut kering
- Peningkatan TD, denyut
nadi, RR
- Kesulitan bernafas
- Bingung
- Bloking dalam
pembicaraan
- Sulit berkonsentrasi

22
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Kurang Pengetahuan NOC: NIC :


Berhubungan dengan :  Kowlwdge : disease  Kaji tingkat pengetahuan pasien
keterbatasan kognitif, process dan keluarga
interpretasi terhadap  Kowledge : health  Jelaskan patofisiologi dari
informasi yang salah, Behavior penyakit dan bagaimana hal ini
kurangnya keinginan untuk Setelah dilakukan berhubungan dengan anatomi
mencari informasi, tidak tindakan keperawatan dan fisiologi, dengan cara yang
mengetahui sumber- selama …. pasien tepat.
sumber informasi, kurang menunjukkan  Gambarkan tanda dan gejala
terpajan terhadap informasi pengetahuan tentang yang biasa muncul pada
proses penyakit dengan penyakit, dengan cara yang tepat
kriteria hasil:  Gambarkan proses penyakit,
DS: Menyatakan secara  Pasien dan keluarga dengan cara yang tepat
verbal adanya masalah menyatakan  Identifikasi kemungkinan
DO: ketidakakuratan pemahaman tentang penyebab, dengan cara yang
mengikuti instruksi, penyakit, kondisi, tepat
perilaku tidak sesuai prognosis dan program  Sediakan informasi pada pasien
pengobatan tentang kondisi, dengan cara
 Pasien dan keluarga yang tepat
mampu melaksanakan
 Sediakan bagi keluarga
prosedur yang
informasi tentang kemajuan
dijelaskan secara
pasien dengan cara yang tepat
benar
 Diskusikan pilihan terapi atau
 Pasien dan keluarga
penanganan
mampu menjelaskan
kembali apa yang  Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
dijelaskan perawat/tim
mendapatkan second opinion
kesehatan lainnya
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
 Eksplorasi kemungkinan sumber
atau dukungan, dengan cara
yang tepat

23
d. Evaluasi
1. Nyeri akut b/d agen cedera biologis :
a. Nyeri px terkontrol atau hilang.
b. Px tidak mengeluh nyeri pada telinga
c. Px tidak meringis
d. TTV normal (N=60 - 100x/mnt; T=120/80mmHg; S=36,40-37,50C;
RR=16-20x/mnt)
e. Px dapat berkonsentrasi dengan baik
f. Skala nyeri 1-0
g. Px terlihat rileks
h. Pada saat palpasi pada area mastoid tidak terasa nyeri, daun telinga
ditarik tidak nyeri.
i. Pada saat inspeksi dengan otoscope terlihat membrana thympani
normal.
2. Hipertermi b/d infeksi pada telinga tengah dan tuba eutachius ditandai
dengan suhu tubuh meningkat :
a. Suhu px normal 36,50-37,50C
b. Akral teraba hangat
c. Px terlihat rileks
d. Nadi normal (60 - 100x/mnt)
3. Gangguan persepsi sensori : pendengaran b/d gangguan penghantar
bunyi pada organ :
a. Gangguan komunikasi berkurang atau hilang.
b. Px dapat mendengarkan dengan jelas saat dilakukan tes
pendengaran
c. Px tidak mengalami kesulitan dalam berkomunikasi
d. Px mengatakan telinganya tidak berdenging lagi
e. Px dapat menerima pesan melalui metode pilihan misalnya
komunikasi tulisan, bahasa lambang.
f. Px dapat berbicara dengan jelas dan mendengar dengan baik.
g. Px akan memakai alat bantu dengar (jika sesuai)

24
4. Gangguan citra diri b.d adanya penyakit kronis (keluarnya nanah dan
paralisis nervus facialis) :
a. Pasien bisa beradaptasi terhadap perubahan tubuhnya.

b. Pasien dapat menerima kenyataan situasi dirinya

c. Pasien mampu memasukan perubahan dalam konsep diri tanpa


harga diri negatif
5. Anxietas b/d tindakan penanganan dan rencana operasi :
a. Kecemasan px hilang atau terkontrol.
b. Pasien dapat menerima secara nyata kondisi penyakit dengan
positif.
c. Pasien menunjukkan rileks dan melaporkan penurunan ansietas
sampai tingkat ditangani.
d. Mengatakan perasaan dan cara yang sehat untuk menghadapi
masalah.
e. Menunjukkan keterampilan pemecahan masalah dan penggunaan
sumber secara efektif.
6. Kurang pengetahuan b/d kurang terpajan terhadap informasi :
a. Kebutuhan informasi px dapat terpenuhi.
b. Px tidak terlihat kebingungan
c. Px tahu tentang penyakit dan penatalaksanaan penyakitnya
d. Px kooperatif

25
III. DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Efiaty, Nurbaiti, Jenny, Ratna. 2007. Buku Ajar Ilm Kesehatan Telinga

Hidung Tenggorokan, Kepala dan Leher Ed. 6. Jakarta: FKUI

Fung, K. 2004. Otitis Media Cronik. http://www.medline.com

Kowalak, J.P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: ECG

Nurarif Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan

Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC. Yogyakarta

: Mediaction.

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan

Medikal Bedah. Jakarta: EGC

26

Anda mungkin juga menyukai