Disusun oleh :
Tingkat II C
1. Sinta Ratri Warenggi
2. Siti Munfarida
3. Alfunanto D. P
(NIM: P1337420215105)
(NIM: P1337420215111)
(NIM: P1337420215082)
Disusun oleh :
Tingkat II C
1. Sinta Ratri Warenggi
2. Siti Munfarida
3. Alfunanto D. P
(NIM: P1337420215105)
(NIM: P1337420215111)
(NIM: P1337420215082)
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Alloh SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahnya-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas yang
Penulis
ii
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL...........................................................................................i
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
Latar
belakang.......................................................................................
1
masalah.................................................................................
.1.
Rumusan
.1.
2
Tujuan...................................................................................................
2
klinis
6
parotitis............................................................................
2. 5 Patofisiologi
2. 6 Klasifikasi
2. 7 Pemeriksaan
6
parotitis...............................................................................
diagnostik
2. 10 Cara
10
parotitis.............................................................................
penularan
2. 11 Asuhan
9
parotitis..........................................................
9
parotitis........................................................................
2. 8 Penatalaksanaa
2. 9 Pencegahan
5
parotitis....................................................................
15
parotitis........................................................................
keperawatan
15
parotitis...............................................................
16
Kesimpulan...........................................................................................
21
.1.
Saran.....................................................................................................
21
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Parotitis Epidemika atau Mumps atau gondongan adalah suatu penyakit
menular dimana sesorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang menyerang
kelenjar ludah (kelenjar parotis) di antara telinga dan rahang sehingga
menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi bagian bawah (Obi,
2015).
Parotitis (Peradangan pada kelenjar parotis) adalah kondisi inflamasi
paling umum dari kelenjar saliva, namun infeksi dapat juga terjadi pada kelenjar
saliva lain. Lesi essensial dari mumps (parotitis epidemik) adalah inflamasi
kelenjar saliva (biasanya parotis) dan terutama penyakit menular pediatrik yang
disebabkan oleh virus. (Smeltzer, 2010)
Sebelum ditemukan vaksin parotitis pada tahun 1967, parotitis epidemika
merupakan penyakit yang sangat sering ditemukan pada anak. Insidens pada umur
<15 tahun 85% dengan puncak insidens kelompok umur 5-9 tahun. Setelah
ditemukan vaksin parotitis, kejadian parotitis epidemika menjadi sangat jarang.
Parotitis jarang terjadi pada orang tua. (Marisa, 2009)
Parotitis
merupakan
penyakit
infeksiyang
pada
30-40%
RUMUSAN MASALAH
1.2.1. Gambar anatomi fisiologi kelenjar ludah?
1.2.2. Apakah pengertian parotitis?
1.2.3. Apakah etiologi dari parotitis?
1.2.4. Apakah manifestasi klinis parotitis?
1.2.5. Bagaimana patofiologis parotitis?
1.2.6. Apakah klasifikasi dari parotitis?
1.2.7. Bagaimana pemeriksaan dignostik pada parotitis?
1.2.8. Bagaimana Penatalaksanaan pasien dengan parotitis?
1.2.9. Bagaimana pencegahan dari parotitis?
1.2.10. Bagaimana Asuhan keperawatan pasien dengan parotitis?
1.3.
TUJUAN
1. Mengetahui anatomi fisiologi kelenjar ludah.
2. Mengetahui pengertian parotitis.
3. Mengetahui etiologi dari parotitis.
4. Mengetahui manifestasi klinis parotitis.
5. Mengetahui patofiologis parotitis.
6. Mengetahui klasifikasi dari parotitis.
7. Mengetahui pemeriksaan dignostik pada parotitis.
8. Mengetahui penatalaksanaan pasien dengan parotitis.
9. Mengetahui pencegahan dari parotitis.
10. Mengetahui Asuhan keperawatan pasien dengan parotitis.
BAB II
TINJAUAN TEORI MEDIS
2.1.
PENGERTIAN
Kelenjar ludah terdiri dari sel-sel pensekresi saliva. Kelenjar ludah (saliva)
terletak di sekitar rongga mulut. Kelenjar ludah yang utama ialah kelenjar parotis,
submandibularis dan sublingualis.
Kelenjar parotis ialah yang terbesar. Satu disebelah kiri dan satu disebelah
kanan dan terletak dekat di depan agak ke bawah telinga. Sekretnya dituangkan ke
dalam mulut melalui saluran parotis atau saluran Stensen, yang bermuara di pipi
sebelah dalam, berhadapan dengan geraham (molar) kedua atas. Ada dua struktur
penting yang melintasi kelenjar parotis, yaitu arteri karotis externa dan saraf
cranial ketujuh (saraf fasialis).
Kelenjar Submandibularis nomer dua besarnya sesudah keleanjar parotis.
Terletak di bawah kedua sisi tulang rahang, dan berukuran kira-kira sebesar buah
kenari. Sekretnya dituangkan ke dalam mulut melalui saluran submandibularis
atau saluran Wharton, yang bermuara di dasar mulut, dekat frenulum linguae.
Kelenjar sublingualis adalah yang terkecil. Letaknya di bawah lidah di
kanan dan kiri frenulum linguae dan menuangkan sekretnya ke dalam dasar mulut
melalui beberapa muara kecil.
Kelenjar ludah mensekresi saliva sebagai respon terhadap antisipasi
makanan atau adanya makanan didalam mulut. Rangsangan melalui saraf
parasimpatis menghasilkan dilatasi pembuluh darah didalam kelenjar dan
mengalirkan saliva.
Saliva memiliki tiga fungsi, yaitu:
a. Memungkinkan makanan dikunyah oleh gigi dan dibentuk kedalam bolus,
gumpalan yang dapat ditelan.
b. Ptyalin, enzim dalam saliva mengubah karbohidrat menjadi maltosa.
c. Melembabkan lidah dan bagian dalam mulut, memungkinkan lidah
bergerak saat bicara.
5
2.3.
ETIOLOGI
Virus ini adalah anggota kelompok paramiksovirus, yang juga
mencakup parainfluenza, campak dan virus penyakit Newcastle. Hanya diketahui
ada satu serotipe. Biakan manusia
paramyxovirinae
dan
family
paramyxoviridae.
Virus
mumps
MANIFESTASI KLINIS
Masa inkubasi 14-24 hari. Dimulai dengan stadium prodromal lamanya 12 hari dengan gejala demam, anoreksia, sakit kepala, muntah dan nyeri otot. Suhu
tubuh biasanya naik sampai 38,5-39,5C, kemudian timbul pembengkakan
kelenjar parotis yang mula-mula unilateral kemudian dapat bilateral (tidak selalu).
Pembengkakan tersebut terasa nyeri baik spontan maupun pada perabaan, lebihlebih bila pasien makan atau minum yang terasa asam. Ini merupakan gejala khas
untuk penyakit parotis epidemika. Di daerah parotis, kulit tampak berwarna merah
kecoklatan, nyeri tekan, bagian bawah daun telinga terangkat ke atas. Kadang
disertai trismus dan disfagia. Di rongga mulut pada muara duktus stenson tampak
kemerahan dan edema. Pembengkakan kelenjar berlangsung 3 hari kemudian
mengempis. Kadang kelenjar submandibularis dan sublingualis juga dapat
terkena. (Ngastiyah, 2005; 355)
2.5.
PATOFISIOLOGI
Penularan atau penyebaran virus dapat ditularkan melalui kontak
langsung, percikan ludah, bahan muntah, mungkin dengan urine. Virus masuk
tubuh mungkin melalui hidung atau mulut. Proliferasis terjadi di parotis atau
epitel traktus respiratory kemudian terjadi viremia, dan selanjutnya virus berdiam
di jaringan kelenjar atau saraf. Bagian yang paling tersering terkena ialah glandula
parotis.
Perjalanan penyakit klasik dimulai dengan demam, sakit kepala, anorexia
dan malaise. Dalam 24 jam anak mengeluh sakit telinga yang bertambah dengan
gerakan mengunyah. Esok harinya tampak glandula parotis membesar yang cepat
bertambah besar, mencapai ukuran maksimal dalam 1-3 hari. Biasanya demam
menghilang dalam 1-6 hari dan suhu menjadi normal sebelum hilangnya
pembengkakan kelenjar. Bagian bawah daun telinga terangkat keatas dan keluar
7
oleh pembengkakan kelenjar parotis. Pembengkakan dapat disertai nyeri hebat.
Nyeri mulai berkurang setelah tercapai pembengkakan maksimal berlangsung
kira-kira selama 6-10 hari. Biasanya satu kelenjar parotis membesar kemudian
diikuti yang lainnya dalam beberapa hari. Adakalanya kanan dan kiri membesar
menyebabkan
peningkatan IgG dan IgM yang dapat terdeteksi dengan ELISA ( enzyme linked
immunosorbent assay ). IgM meningkat pada stadium awal infeksi ( hari kedua
sakit ), mencapai puncaknya dalam minggu pertama dan bertahan 5-6 bulan.
PATHWAY
mulut
traktus
Penularan :
Kontak langsung dengan saliva
Air droplet borne (bersin, batuk)
Bahan muntah
respiratoryUrin
Demam, menggigil
Malaise
Gelisah
Informasi (-)
Anoreksia
MK: Intoleransi aktivitas
Pembengkakan kelenjar parotis
MK: Hipertermia
Nyeri rahang spontan, nyeri kepala, nyeri otot terutama daerah leher
9
KLASIFIKASI
1. Parotitis Kambuhan
Anak-anak mudah terkena parotitis kambuhan yang timbul pada usia
2.6.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Jumlah leukosit normal atau terdapat leukopenia dengan limfositosis
relatif. Sebagai pemeriksaan tambahan dapat dilakukan complement-fixing
antibody test, neutralization test, Iisolasi virus, uji intradermal dan pengukuran
kadar amilase dalam serum. Pemeriksaan urine bila perlu. Untuk menentukan
pengobatan pasien dengan parotitis epidemika perlu pemeriksaan darah yang
hassilnya biasanya ditemukan leukopenia dengan limfositosis relatif, kenaikan
kadar amilase dalam serum yang mencapai puncaknya setelah 1 minggu, dan akan
menjadi normal setelah 2 minggu. Virus akan ditemukan pada saliva, urine dan
cairan serebrospinalis dan darah. Dalam pemeriksaan darah, antibodi dalam serum
terhadap antigen S akan diketemukan selama parotitis masih ada dan antibodi
tersebut mencapai puncaknya pada permulaan penyakit dan menghilang dalam
waktu 6-12 bulan. Sedangkan antibodi terhadap antigen V (virus) mencapai
10
PENATALAKSANAAN
1. Medis
Istirahat di tempat tidur selama demam dan pembengkakan kelenjar
parotis. Simtomatis diberikan kompres dingin/panas dan obat analgetika.
Diet makanan cair/lunak. Kortikosteroid selama 2-4 hari dan globulin
diperkirakan dapat mencegah orkitis. (Ngastiyah, 2005;356)
2. Keperawatan
Pasien parotitis epidemika tidak di rawat di rumah sakit kecuali jika ada
komplikasi yang memerlukan pengobatan khusus. (Ngastiyah, 2005;356)
a. Penderita rawat jalan
Penderita baru dapat dirawat jalan bila tidak ada komplikasi (keadaan
umum cukup baik).
1. Istirahat yang cukup
2. Pemberian diet lunak dan cairan yang cukup
3. Kompres panas dingin bergantian
Penerapan kompres hangat dan dingin setiap 2-3 jam selama 10-15
menit akan bermanfaat. Menurut Berker (2004) yang tertulis
didalam buku gangguan gangguan Gastrointestinal (Muttaqin&sari,
2013) menjelaskan bahwa gejala simptomatik dapat diberikan
kompres panas atau dingin dan juga diberikan analgetika.
4. Medikamentosa
a) Analgetik-antipiretik bila perlu
1) Metampiron : anak > 6 bulan 250 500 mg/hari
maksimum 2 g/hari
2) Parasetamol : 7,5 10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
11
3) Hindari pemberian aspirin pada anak karena pemberian
aspirin berisiko menimbulkan Sindrom Reye yaitu sebuah
penyakit langka namun mematikan. Obat-obatan anak yang
terdapat di apotik belum tentu bebas dari aspirin. Aspirin
seringkali
disebut
acetylsalicylic acid.
juga
sebagai
salicylate
atau
b) Multivitamin
c) Antibiotik
d) Tidak direkomendasikan pengobatan dengan antivirus (sebab
tidak ada antivirus yang spesifik untuk jenis paramyxovirus)
5. Tidak ada obat khusus. (Self Limiting Diseases)
b. Penderita rawat inap
Penderita dengan demam tinggi, keadaan umum lemah, nyeri
kepala hebat, gejala saraf perlu rawat inap diruang isolasi :
1. Diet lunak, cair dan TKTP
2. Analgetik-antipiretik
3. Berikan kortikosteroid untuk mencegah komplikasi.
Menurut Volpato (2004) yang tertulis didalam buku gangguan
gangguan Gastrointestinal (Muttaqin&sari, 2013) menyebutkan
bahwa pemberian kortosteroid selama 2-4 hari dan 20 ml
convalescent gammaglobulin diperkirakan dapat mencegah
terjadinya orkitis. Setelah sembuh, testis yang terkena mungkin
akan menciut. Jarang terjadi kerusakan testis yang permanen
sehingga terjadi kemandulan.
2.9.
KOMPLIKASI
Keterlibatan sistem saraf pusat (SSP) dalam bentuk meningitis aseptik
(sel-sel inflamasi pada cairan serebrospinal) adalah yang paling sering, terjadi
tanpa gejala pada 50% sampai 60% pasien. Gejala meningitis (sakit kepala, kaku
kuduk) terjadi sampai 15% pasien dan berubah tanpa sequelae 3 sampai 10 hari.
Orang dewasa memiliki risiko lebih tinggi untuk komplikasi ini dibandingkan
12
anak-anak, dan laki-laki lebih sering dibandingkan anak perempuan (dengan rasio
3:1). Parotitis mungkin tidak ada di sebanyak 50% pasien demikian. Penyakit otak
adalah jarang (kurang dari 2 per 100,000 kasus mumps). (Wilders, et all, 2011.
dalam Pinkbook, 2012)
1. Meningioensefalitis
Komplikasi ini merupakan komplikasi yang sering pada masa
anak. Insiden yang sebenarnya sukar diperkirakan karena infeksi subklinis
system
saraf
sentral,
seperti
dibuktikan
oleh
pleositasis
cairan
8. Ketulian
Tuli saraf dapat terjadi unilateral, jarang bilateral; walaupn
insidennya rendah (1:15.000), parotitis adalah penyebab utama tuli saraf
unilateral. Kehilangan pendengaran mungkin sementara atau permanen.
(Maldonado, 2000)
9. Komplikasi Okuler
Komplikasi ini meliputi dakrioadenitis, pembengkakan yang nyeri,
biasanya bilateral, dari kelenjar lakrimalis; neuritis optic (papillitis)dengan
gejala-gejaa bervariasi dari kehilangan penglihatan sampai kekaburan
ringan dengan penyembuuhan dalam 10-20 hari; uveokeratitis, biasanya
unilateral dengan fotofobia, keluar air mata, kehilangan penglihatan cepat
dan penyembuhan dalam 20 hari; skleritis, tendonitis, dengan akibat
eksoftalmus; dan trobosis vena sentral. (Maldonado, 2000)
10. Artritis
Atralgia yang disertai dengan pembengkakan dan kemerahan sendi
merupakan komplikasi yang jarang; biasanya penyembuhannya sempurna.
(Maldonado, 2000)
15
2.10.PENCEGAHAN
Pencegahan terhadap parotitis epidemika dapat dilakukan secara imunisasi
pasif dan imunisasi aktif.
1. Pasif
Gamma globulin parotitis tidak efektif dalam mencegah parotitis atau
mengurangi komplikasi.
2. Aktif
Dilakukan dengan memberikan vaksinasi dengan virus parotitis epidemika
yang hidup tapi telah dirubah sifatnya
berumur 15 bulan. Vaksin ini tidak menyebabkan panas atau reaksi lain dan tidak
menyebabkan ekskresi virus dan tidak menular. Menyebabkan imunitas yang
lama dan dapat diberikan bersama vaksin campak dan rubella. Pemberian
vaksinasi dengan virus ini, sangat efektif dalam menimbulkan peningkatan
bermakna dalam antibodi terhadap parmyxovirus pada individu yang seronegatif
sebelum vaksinasi dan telah memberikan proteksi 15 sampai 95%. Proteksi yang
16
Penyakit gondongan sangat jarang ditemukan pada anak yang berumur
kurang dari 2 tahun, hal tersebut karena umumnya mereka masih memiliki atau
dilindungi oleh anti bodi yang baik. Seseorang yang pernah menderita penyakit
gondongan, maka dia akan memiliki kekebalan seumur hidupnya.
f) B5 Bowel
Nyeri telan, nafsu makan menurun, Mulut tampak
kering, bising usus dalam batas normal (5-12 x/menit). Tidak
teraba skibala
g) B6 Bone
Tidak mengalami keterbatasan gerak, ROM aktif
h) Integument
Terdapat tanda-tanda inflamasi di area submandibula
berupa kemerahan pada kulit, perabaan panas, pembesaran area
sekitar dan nyeri tekan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri
akut
berhubungan
dengan
biological
injury
agent
nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
Diagnosa
Keperawatan
Hasil
Nyeri akut
Setelah dilakukan
berhubungan dengan
tindakan keperawatan
biological injury
selama 3 x 24 jam
NOC:
- Paint control
- Kepuasan pasien:
agent (inflamation
salivary gland).
managemen nyeri
Kriteria hasil:
1. Mampu mengontrol
Intervensi
Managemen Nyeri (1400):
1. Observasi nyeri klien secara
komprehensif termasuk skala,
lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi.
2. Monitor tanda-tanda vital
klien.
3. Tingkatkan istirahat pasien.
menggunakan teknik
non-farmakologi
untuk mengurangi
nyeri).
2. Melaporkan
bahwanyeri
berkurang dengan
menggunakan
19
manajemen nyeri.
3. Mampu mengenali
nyeri (skala,
intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri).
4. Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang.
2.
Hipertermi
Setelah dilakukan
berhubungan dengan
tindakan keperawatan
peningkatan laju
selama 1 x 24 jam
NOC:
- Penurunan suhu tubuh
metabolisme: proses
inflamasi.
Kriteria hasil:
1. klien mampu
menjelaskan kembali
pendidikan
kesehatan yang
diberikan.
2. Mampu termotivasi
untuk melaksanakan
penjelasan yang
telah diberikan.
Ketidakseimbangan
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
kebutuhan tubuh
selama 3 x 24 jam
NOC:
Status nutrisi: intake
berhubungan dengan
ketidakmampuan
menelan makanan,
biological injury
agent (inflamation
salivary gland).
Kriteria hasil:
intake makanan dan
minuman peroral
adequat
4. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan setelah mendapatkan intervensii adalah :
a. Perbaikan membrane mukosa oral.
BAB III
PENUTUP
3.1.
KESIMPULAN
Penyakit parotitis yang lebih awam disebut gondongan (mumps)
merupakan suatu penyakit menular dimana seseorang terinfeksi oleh virus
(Paramyxovirus) yang menyerang kelenjar ludah (kelenjar parotis) di antara
telinga dan rahang sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas
atau pipi bagian bawah. Gejala yang ditimbulkan berupa pembengkakan, rasa
sakit, kemerahan, dan kelembutan pada saluran kelenjar ludah, namun juga terjadi
kelainan berupa pelebaran dan penyumbatan saluran. Gangguan parotitis
cenderung menyerang anak-anak dibawah usia 15 tahun (sekitar 85% kasus).
Dahulu keadaan ini sering terlihat pada pasien yang mendapat perawatan dari
operasi abdomen, tetapi sekarang khasus ini telah jarang terlihat, hanya kadangkadang terlihat pada parotitis kronis rekuren, tetapi tidak sesering yang
diperkirakan
.
3.2.
SARAN
Perawat harus lebih memperhatikan faktor-faktor apa saja yang bisa
menimbulkan komplikasa penyakit lain,karena Banyak komplikasi yang
ditimbulkan oleh peradangan kelenjar saliva ini sehingga perawat harus sedini
mungkin penanganan diawali dengan berbagai tes laboratorium, disusul pada
pemberian antibiotik.pencegahan penyakit parotitis akan lebih baik bisa di cegah
sedini mungkin dengan pemberian Vaksinasi gondongan yang merupakan bagian
dari imunisasi rutin pada masa anak-anak
21
DAFTAR PUSTAKA
Andareto, Obi. (2015). Penyakit Menular di Sekitar Anda. Jakarta:Pustaka Ilmu
Semesta
Depkes RI. (2008). Mumps (parotitis Epidemika). Pedoman Pengobatan Dasar di
Puskesmas; 2007. Jakarta Depkes RI.
Gibson, John. (2008). Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat Edisi 2.
Penerbit Buku Kedokteran, EGC : Jakarta.
Herdman & Kamitsura. (2014). NANDA International Nursing Diagnoses:
Definition and Classification, 2015-2017. 10th edition. Oxford: Wiley
Blackwell
Maldonado, Yvonne. (2000). Parotitis Epidemika. Dalam: Nelson Ilmu Kesehatan
Anak. p.1075-1077.
Marissa Tania Stephanie Pudjiadi, Sri Rezeki S. (2009). Orkitis pada Infeksi
Parotitis Epidemika: laporan kasus. Sari Pediatri, Vol. 11, No. 1, Juni
2009. p 47-51
Moorhead etc. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC), Measurement of
Health Outcomes. 5th Edition. USA: Elsevier Mosby
Mumps, Pinkbook. (2012). Epidemiology and Prevention of Vaccine Preventable
Diseases, 12th Edition Second Printing Revised May 2012
Muttaqin&Sari. (2013) Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Ngastiyah. 2005. Perawatan Pada Anak. Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC
Pearce, C. Evelyn. (2006). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. PT. Gramedia
: Jakarta.