Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PAROTITIS

Disusun sebagai penugasan dari Mata Keperawatan Anak

Dosen pengampu : Walin, SST, M. Kes

Disusun oleh :
Tingkat II C
1. Sinta Ratri Warenggi
2. Siti Munfarida
3. Alfunanto D. P

(NIM: P1337420215105)
(NIM: P1337420215111)
(NIM: P1337420215082)

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG


Prodi Keperawatan Purwokerto
2016
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PAROTITIS
Disusun sebagai penugasan dari Mata Keperawatan Anak

Dosen pengampu : Walin, SST, M. Kes

Disusun oleh :
Tingkat II C
1. Sinta Ratri Warenggi
2. Siti Munfarida
3. Alfunanto D. P

(NIM: P1337420215105)
(NIM: P1337420215111)
(NIM: P1337420215082)

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG


Prodi Keperawatan Purwokerto
2016
i

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Alloh SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahnya-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas yang

berjudul ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PAROTITIS. Tidak lupa


shalawat serta salam selalu kita curahkan kepada junjungan kita Nabi besar
Muhammad SAW. Asuhan keperawatan ini disusun sebagai penugasan dari mata
kuliah keperawatan anak. Dalam pembuatannya penulis mendapat banyak bantuan
dari beberapa pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Allah SWT, yang selalu senantiasa melimpahkan rahmat karunia-Nya.
2. Dosen pengampu mata kuliah keperawatan anak yang telah memberikan
tugas mata kuliah.
3. Kedua orang tua penulis, teman kelompok

dan orang lain yang

bersangkutan, sehingga penulis mendapat semangat, dorongan dan doa,


untuk menyelesaikan tugas ini.
Akhir kata, semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya
mahasiswa keperawatan. Penyusun juga meminta maaf apabila banyak kesalahan
dalam penyusunan tugas ini. Penulis menyadari bahwa tugas ini masih belum
sempurna. Oleh karen itu, penulis mengharapkan saran dan kritik membangun
dari pembaca untuk kesempurnaan tugas ini.

Purwokerto, 22 September 2016

Penulis

ii
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL...........................................................................................i
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii

DAFTAR ISI....................................................................................................... iii


BAB 1 PENDAHULUAN
.1.

Latar

belakang.......................................................................................
1
masalah.................................................................................

.1.

Rumusan

.1.

2
Tujuan...................................................................................................
2

BAB II TINJAUAN TEORI


2. 1 Pengertian.............................................................................................
3
2. 2 Anatomi fisiologi kelenjar ludah........................................................ 3
2. 3 Etiologi
parotitis....................................................................................
2. 4 Manifestasi

klinis

6
parotitis............................................................................

2. 5 Patofisiologi
2. 6 Klasifikasi
2. 7 Pemeriksaan

6
parotitis...............................................................................
diagnostik

2. 10 Cara

10
parotitis.............................................................................

penularan

2. 11 Asuhan

9
parotitis..........................................................

9
parotitis........................................................................

2. 8 Penatalaksanaa
2. 9 Pencegahan

5
parotitis....................................................................

15
parotitis........................................................................

keperawatan

15
parotitis...............................................................
16

BAB III PENUTUP


.1.

Kesimpulan...........................................................................................
21

.1.

Saran.....................................................................................................
21

DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.

LATAR BELAKANG
Parotitis Epidemika atau Mumps atau gondongan adalah suatu penyakit
menular dimana sesorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang menyerang
kelenjar ludah (kelenjar parotis) di antara telinga dan rahang sehingga
menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi bagian bawah (Obi,
2015).
Parotitis (Peradangan pada kelenjar parotis) adalah kondisi inflamasi
paling umum dari kelenjar saliva, namun infeksi dapat juga terjadi pada kelenjar
saliva lain. Lesi essensial dari mumps (parotitis epidemik) adalah inflamasi
kelenjar saliva (biasanya parotis) dan terutama penyakit menular pediatrik yang
disebabkan oleh virus. (Smeltzer, 2010)
Sebelum ditemukan vaksin parotitis pada tahun 1967, parotitis epidemika
merupakan penyakit yang sangat sering ditemukan pada anak. Insidens pada umur
<15 tahun 85% dengan puncak insidens kelompok umur 5-9 tahun. Setelah
ditemukan vaksin parotitis, kejadian parotitis epidemika menjadi sangat jarang.
Parotitis jarang terjadi pada orang tua. (Marisa, 2009)
Parotitis

merupakan

penyakit

infeksiyang

pada

30-40%

kasusnyamerupakan infeksi asimptomatik. Infeksi ini disebabkan oleh virus RNA


untai tunggal negatif sense berukuran 100-600 nm, dengan panjang 15000
nukleotida termasuk dalam genus Rubulavirus subfamily paramyxovirinae dan
subfamily paramyxoviridae (Sumarmo, 2008). Penyebaran virus terjadi dengan
kontak langsung, percikan ludah,bahan mentah mungkin dengan urin. Sekarang
penyakit ini sering terjadi pada orang dewasa muda sehingga menimbulkan

epidemi secara umum. Pada umumnya parotitis epidemika dianggap kurang


menular jika dibanding dengan morbili atau vericela karena banyak infeksi
parotitis epideka cenderung tidak tidak jelas secara klinis (Warta mwdika.2009).
1
2
1.2.

RUMUSAN MASALAH
1.2.1. Gambar anatomi fisiologi kelenjar ludah?
1.2.2. Apakah pengertian parotitis?
1.2.3. Apakah etiologi dari parotitis?
1.2.4. Apakah manifestasi klinis parotitis?
1.2.5. Bagaimana patofiologis parotitis?
1.2.6. Apakah klasifikasi dari parotitis?
1.2.7. Bagaimana pemeriksaan dignostik pada parotitis?
1.2.8. Bagaimana Penatalaksanaan pasien dengan parotitis?
1.2.9. Bagaimana pencegahan dari parotitis?
1.2.10. Bagaimana Asuhan keperawatan pasien dengan parotitis?

1.3.

TUJUAN
1. Mengetahui anatomi fisiologi kelenjar ludah.
2. Mengetahui pengertian parotitis.
3. Mengetahui etiologi dari parotitis.
4. Mengetahui manifestasi klinis parotitis.
5. Mengetahui patofiologis parotitis.
6. Mengetahui klasifikasi dari parotitis.
7. Mengetahui pemeriksaan dignostik pada parotitis.
8. Mengetahui penatalaksanaan pasien dengan parotitis.
9. Mengetahui pencegahan dari parotitis.
10. Mengetahui Asuhan keperawatan pasien dengan parotitis.

BAB II
TINJAUAN TEORI MEDIS
2.1.

PENGERTIAN

Menurut Wong (2009), Parotitis adalah suatu peradangan pada kelenjar


parotis dan merupakan respons atas infeksi oleh virus Paramyxovirus yang
menyerang kelenjar ludah diantara telinga dan rahang sehingga menyebabkan
pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi bagian bawah.
Penyakit parotitis atau gondongan adalah suatu penyakit menular dimana
sesorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang menyerang kelenjar ludah
(kelenjar parotis) di antara telinga dan rahang sehingga menyebabkan
pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi bagian bawah (Obi, 2015).
Parotitis epidemika (gondongan) adalah suatu infeksi virus menular yang
menyebabkan pembengkakan unilateral (satu sisi) atau bilateral (kedua sisi) pada
kelenjar liur disertai nyeri. Pada saluran kelenjar ludah terjadi kelainan berupa
pembengkakan sel epitel, pelebaran dan penyumbatan saluran (Pudjiadi, 2009).
2.2.

ANATOMI FISIOLOGI KELENJAR LUDAH

Gambar 1: Kelenjar Ludah


3
4
Kelenjar ludah adalah kelenjar majemuk bertandan, yang berarti terdiri
atas gabungan kelompok alveoli bentuk kantong dan yang membentuk lubanglubang kecil. Saluran-saluran dari setiap alveolus bersatu untuk membentuk
saluran yang lebih besar dan yang mengantar sekretnya ke saluran utama dan
melalui ini secret dituangkan ke dalam mulut. (Evelyn C. Pearce, 2006)

Kelenjar ludah terdiri dari sel-sel pensekresi saliva. Kelenjar ludah (saliva)
terletak di sekitar rongga mulut. Kelenjar ludah yang utama ialah kelenjar parotis,
submandibularis dan sublingualis.
Kelenjar parotis ialah yang terbesar. Satu disebelah kiri dan satu disebelah
kanan dan terletak dekat di depan agak ke bawah telinga. Sekretnya dituangkan ke
dalam mulut melalui saluran parotis atau saluran Stensen, yang bermuara di pipi
sebelah dalam, berhadapan dengan geraham (molar) kedua atas. Ada dua struktur
penting yang melintasi kelenjar parotis, yaitu arteri karotis externa dan saraf
cranial ketujuh (saraf fasialis).
Kelenjar Submandibularis nomer dua besarnya sesudah keleanjar parotis.
Terletak di bawah kedua sisi tulang rahang, dan berukuran kira-kira sebesar buah
kenari. Sekretnya dituangkan ke dalam mulut melalui saluran submandibularis
atau saluran Wharton, yang bermuara di dasar mulut, dekat frenulum linguae.
Kelenjar sublingualis adalah yang terkecil. Letaknya di bawah lidah di
kanan dan kiri frenulum linguae dan menuangkan sekretnya ke dalam dasar mulut
melalui beberapa muara kecil.
Kelenjar ludah mensekresi saliva sebagai respon terhadap antisipasi
makanan atau adanya makanan didalam mulut. Rangsangan melalui saraf
parasimpatis menghasilkan dilatasi pembuluh darah didalam kelenjar dan
mengalirkan saliva.
Saliva memiliki tiga fungsi, yaitu:
a. Memungkinkan makanan dikunyah oleh gigi dan dibentuk kedalam bolus,
gumpalan yang dapat ditelan.
b. Ptyalin, enzim dalam saliva mengubah karbohidrat menjadi maltosa.
c. Melembabkan lidah dan bagian dalam mulut, memungkinkan lidah
bergerak saat bicara.
5
2.3.

ETIOLOGI
Virus ini adalah anggota kelompok paramiksovirus, yang juga
mencakup parainfluenza, campak dan virus penyakit Newcastle. Hanya diketahui
ada satu serotipe. Biakan manusia

digunakan untuk isolasivirus. Pengaruh

sitopatik kadang-kadang ditemukan, tetapi hemadsorpsi merupakan indikator


infeksi yang paling sensitif. Virus telah diisolasi dari ludah, cairan serebrospinal,
darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi lain.
Agen penyebab parotitis epidemika adalah anggota dari kelompok
paramyxovirus, yang juga termasuk didalamnya virus para influenza, measles, dan

virus newcastle disease. Ukuran dari partikel paramyxovirus sebesar 90-300 m,


virus telah diisolasi dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan
terinfeksi lain. Mumps merupakan virus RNA rantai tunggal genus Rubulavirus
subfamily

paramyxovirinae

dan

family

paramyxoviridae.

Virus

mumps

mempunyai 2 glikoprotein yaitu hemaglutinin-neuramidase dan perpaduan


protein. Virus ini juga memiliki 2 komponen yang sanggup memfiksasi , yaitu:
antigen S atau yang dapat larut (soluble) yang berasal dari nukleokapsid dan
antigen V yang berasal dari nukleokapsid dan antigen V yang berasal dari
hemaglutini permukaan.
Virus ini aktif dalam lingkungan yang kering tapi virus ini hanya dapat
bertahan selama 4 hari pada suhu ruangan. Paramyxovirus dapat hancur pada suhu
<4C, oleh formalin, eter, serta pemaparan cahaya ultraviolet selama 30 detik.
Virus masuk dalam tubuh melalui hidung atau mulut. Virus bereplikasi pada
mukosa saluran napas atas kemudian menyebar ke kelenjar limfa local dan diikuti
viremia umum setelah 12-25 hari (masa inkubasi) yang berlangsung selama 3-5
hari. Selanjutnya lokasi yang dituju virus adalah kelenjar parotis, ovarium,
pancreas, tiroid, ginjal, jantung atau otak. Virus masuk ke system saraf pusat
melalui plexus choroideus lewat infeksi pada sel mononuclear. Masa penyebaran
virus ini adalah 2-3 minggu melalui ludah, cairan serebrospinal, darah, urin, otak,
dan jaringan terinfeksi lain. Virus dapat diisolasi dari saliva 6-7 hari sebelum
onset penyakit dan 9 hari sesudah munculnya pembengkakan pada kelenjar ludah.
6
Penularan terjadi 24 jam sebelum pembengkakan kelenjar ludah dan 3 hari setelah
pembengkakan menghilang. (Sumarno, 2008)
2.4.

MANIFESTASI KLINIS
Masa inkubasi 14-24 hari. Dimulai dengan stadium prodromal lamanya 12 hari dengan gejala demam, anoreksia, sakit kepala, muntah dan nyeri otot. Suhu
tubuh biasanya naik sampai 38,5-39,5C, kemudian timbul pembengkakan
kelenjar parotis yang mula-mula unilateral kemudian dapat bilateral (tidak selalu).
Pembengkakan tersebut terasa nyeri baik spontan maupun pada perabaan, lebihlebih bila pasien makan atau minum yang terasa asam. Ini merupakan gejala khas

untuk penyakit parotis epidemika. Di daerah parotis, kulit tampak berwarna merah
kecoklatan, nyeri tekan, bagian bawah daun telinga terangkat ke atas. Kadang
disertai trismus dan disfagia. Di rongga mulut pada muara duktus stenson tampak
kemerahan dan edema. Pembengkakan kelenjar berlangsung 3 hari kemudian
mengempis. Kadang kelenjar submandibularis dan sublingualis juga dapat
terkena. (Ngastiyah, 2005; 355)
2.5.

PATOFISIOLOGI
Penularan atau penyebaran virus dapat ditularkan melalui kontak
langsung, percikan ludah, bahan muntah, mungkin dengan urine. Virus masuk
tubuh mungkin melalui hidung atau mulut. Proliferasis terjadi di parotis atau
epitel traktus respiratory kemudian terjadi viremia, dan selanjutnya virus berdiam
di jaringan kelenjar atau saraf. Bagian yang paling tersering terkena ialah glandula
parotis.
Perjalanan penyakit klasik dimulai dengan demam, sakit kepala, anorexia
dan malaise. Dalam 24 jam anak mengeluh sakit telinga yang bertambah dengan
gerakan mengunyah. Esok harinya tampak glandula parotis membesar yang cepat
bertambah besar, mencapai ukuran maksimal dalam 1-3 hari. Biasanya demam
menghilang dalam 1-6 hari dan suhu menjadi normal sebelum hilangnya
pembengkakan kelenjar. Bagian bawah daun telinga terangkat keatas dan keluar
7
oleh pembengkakan kelenjar parotis. Pembengkakan dapat disertai nyeri hebat.
Nyeri mulai berkurang setelah tercapai pembengkakan maksimal berlangsung
kira-kira selama 6-10 hari. Biasanya satu kelenjar parotis membesar kemudian
diikuti yang lainnya dalam beberapa hari. Adakalanya kanan dan kiri membesar

bersamaan. Parotitis unilateral ditemukan kira-kira 25%.


Adanya respon inflamasi sistemik memberikan manifestasi peningkatan suhu
tubuh, respon ketidaknyamanan sakit kepala dan anorexia memberikan
manifestasi ketidakseimbangan pemenuhan nutrisi. (Muttaqin&Sari, 2013)
Menurut Isselbacher, yang tertulis dalam jurnal FK UNHALU
(Suhardimansyah, 2013), menjelaskan bahwa Paramyxovirus

menyebabkan

peningkatan IgG dan IgM yang dapat terdeteksi dengan ELISA ( enzyme linked
immunosorbent assay ). IgM meningkat pada stadium awal infeksi ( hari kedua
sakit ), mencapai puncaknya dalam minggu pertama dan bertahan 5-6 bulan.

Immunoglobulin G muncul pada akhir minggu pertama, mencapai puncaknya


hingga 3 minggu dan bertahan seumur hidup. Imuglobulin A juga meningkat saat
terjadinya infeksi. Imunitas dihubungkan dengan adanya antibodi yang
menetralkan. Mekanisme imun seluler diduga mendukung pathogenesis penyakit
akut dan kesembuhan. Seperti infeksi virus sistemik lainnya, parotitis dapat
menyebabkan supresi sementara hipersensitivitas jenis lambat terhadap antigen
yang telah dikenal sebelumnya, seperti protein tuberkulin

PATHWAY

Penyebaran Anggota Paramyxovirus

Etiologi dan Faktor Resiko:


Infeksi Karena Kuman Bakteri: Paramyxovirus, staphilococcus aureus, Virus mumps,
HIVdan
Hidung
Penyakit Autoimun: SLE
Penyumbatan : Tumor, kalkulus
Proliferasi di Parotis/epitel
Penyebab Lain: Malnutrisi, pengobatan kanker
Lansia
Oral hygiene yang buruk
Viremia
Tidak imunisasi mums

mulut
traktus

Penularan :
Kontak langsung dengan saliva
Air droplet borne (bersin, batuk)
Bahan muntah
respiratoryUrin

Kenaikan Titer IgM&IgG


PAROTITIS
Psikososial

Respon inflamasi sistemik


Merangsang hipotalamus anterior
Nyeri rahang belakang
Proses inflamasi kalenjar ludah

Demam, menggigil

Malaise

Gelisah

Informasi (-)

Proses terjadinya penyakit


Kurang pengetahuan
Kesulitan mengunyah dan menelan
Invasi limfosit

Anoreksia
MK: Intoleransi aktivitas
Pembengkakan kelenjar parotis

MK: Defisit Pengetahuan


MK: Ansietas

MK: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

MK: Hipertermia

Menekan reseptor nyeri


Kesulitan berbicara
MK: Hambatan Komunikasi Verbal

Nyeri rahang spontan, nyeri kepala, nyeri otot terutama daerah leher

MK: Nyeri akut

9
KLASIFIKASI
1. Parotitis Kambuhan
Anak-anak mudah terkena parotitis kambuhan yang timbul pada usia

2.6.

antara 1 bulan hingga akhir masa kanak-kanak.Kambuhan berarti


sebelumnya anak telah terinfeksi virus kemudian kambuh lagi.
Menurut Nahlieli (2005) yang tertulis didalam buku gangguan
gangguan Gastrointestinal (Muttaqin&sari, 2013) menjelaskan bahwa
parotitis sangat jarang ditemukan pada anak yang berumur kurang dari 2
tahun, hal tersebut karena umumnya mereka masih memiliki atau
dilindungi oleh antibodi yang baik. Anak yang menderita parotitis akan
memiliki kekebalan seumur hidupnya.
2. Parotitis Akut
Parotitis akut ditandai dengan rasa sakit yang mendadak,
kemerahan dan pembengkakan pada daerah parotis. Dapat timbul sebagai
akibat pasca-bedah yang dilakukan pada penderita terbelakang mental dan
penderita usia lanjut, khususnya apabila penggunaan anestesi umum lama
dan adanya gangguan dehidrasi.
2.7.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Jumlah leukosit normal atau terdapat leukopenia dengan limfositosis
relatif. Sebagai pemeriksaan tambahan dapat dilakukan complement-fixing
antibody test, neutralization test, Iisolasi virus, uji intradermal dan pengukuran
kadar amilase dalam serum. Pemeriksaan urine bila perlu. Untuk menentukan
pengobatan pasien dengan parotitis epidemika perlu pemeriksaan darah yang
hassilnya biasanya ditemukan leukopenia dengan limfositosis relatif, kenaikan
kadar amilase dalam serum yang mencapai puncaknya setelah 1 minggu, dan akan
menjadi normal setelah 2 minggu. Virus akan ditemukan pada saliva, urine dan
cairan serebrospinalis dan darah. Dalam pemeriksaan darah, antibodi dalam serum
terhadap antigen S akan diketemukan selama parotitis masih ada dan antibodi
tersebut mencapai puncaknya pada permulaan penyakit dan menghilang dalam
waktu 6-12 bulan. Sedangkan antibodi terhadap antigen V (virus) mencapai
10

puncaknya dalam 1 bulan, menetap selama 6 bulan berikutnya, kemudian


menurun secara lambat dalam 2 tahun sampai jumlah yang rendah dan akan
menetap selamanya. (Ngastiyah, 2005;356)
2.8.

PENATALAKSANAAN
1. Medis
Istirahat di tempat tidur selama demam dan pembengkakan kelenjar
parotis. Simtomatis diberikan kompres dingin/panas dan obat analgetika.
Diet makanan cair/lunak. Kortikosteroid selama 2-4 hari dan globulin
diperkirakan dapat mencegah orkitis. (Ngastiyah, 2005;356)
2. Keperawatan
Pasien parotitis epidemika tidak di rawat di rumah sakit kecuali jika ada
komplikasi yang memerlukan pengobatan khusus. (Ngastiyah, 2005;356)
a. Penderita rawat jalan
Penderita baru dapat dirawat jalan bila tidak ada komplikasi (keadaan
umum cukup baik).
1. Istirahat yang cukup
2. Pemberian diet lunak dan cairan yang cukup
3. Kompres panas dingin bergantian
Penerapan kompres hangat dan dingin setiap 2-3 jam selama 10-15
menit akan bermanfaat. Menurut Berker (2004) yang tertulis
didalam buku gangguan gangguan Gastrointestinal (Muttaqin&sari,
2013) menjelaskan bahwa gejala simptomatik dapat diberikan
kompres panas atau dingin dan juga diberikan analgetika.
4. Medikamentosa
a) Analgetik-antipiretik bila perlu
1) Metampiron : anak > 6 bulan 250 500 mg/hari
maksimum 2 g/hari
2) Parasetamol : 7,5 10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis

11
3) Hindari pemberian aspirin pada anak karena pemberian
aspirin berisiko menimbulkan Sindrom Reye yaitu sebuah
penyakit langka namun mematikan. Obat-obatan anak yang
terdapat di apotik belum tentu bebas dari aspirin. Aspirin
seringkali

disebut

acetylsalicylic acid.

juga

sebagai

salicylate

atau

b) Multivitamin
c) Antibiotik
d) Tidak direkomendasikan pengobatan dengan antivirus (sebab
tidak ada antivirus yang spesifik untuk jenis paramyxovirus)
5. Tidak ada obat khusus. (Self Limiting Diseases)
b. Penderita rawat inap
Penderita dengan demam tinggi, keadaan umum lemah, nyeri
kepala hebat, gejala saraf perlu rawat inap diruang isolasi :
1. Diet lunak, cair dan TKTP
2. Analgetik-antipiretik
3. Berikan kortikosteroid untuk mencegah komplikasi.
Menurut Volpato (2004) yang tertulis didalam buku gangguan
gangguan Gastrointestinal (Muttaqin&sari, 2013) menyebutkan
bahwa pemberian kortosteroid selama 2-4 hari dan 20 ml
convalescent gammaglobulin diperkirakan dapat mencegah
terjadinya orkitis. Setelah sembuh, testis yang terkena mungkin
akan menciut. Jarang terjadi kerusakan testis yang permanen
sehingga terjadi kemandulan.
2.9.

KOMPLIKASI
Keterlibatan sistem saraf pusat (SSP) dalam bentuk meningitis aseptik
(sel-sel inflamasi pada cairan serebrospinal) adalah yang paling sering, terjadi
tanpa gejala pada 50% sampai 60% pasien. Gejala meningitis (sakit kepala, kaku
kuduk) terjadi sampai 15% pasien dan berubah tanpa sequelae 3 sampai 10 hari.
Orang dewasa memiliki risiko lebih tinggi untuk komplikasi ini dibandingkan
12
anak-anak, dan laki-laki lebih sering dibandingkan anak perempuan (dengan rasio
3:1). Parotitis mungkin tidak ada di sebanyak 50% pasien demikian. Penyakit otak
adalah jarang (kurang dari 2 per 100,000 kasus mumps). (Wilders, et all, 2011.
dalam Pinkbook, 2012)
1. Meningioensefalitis
Komplikasi ini merupakan komplikasi yang sering pada masa
anak. Insiden yang sebenarnya sukar diperkirakan karena infeksi subklinis
system

saraf

sentral,

seperti

dibuktikan

oleh

pleositasis

cairan

serebrospinal, telah dilaporkan lebih dari 65% penderita dengan parotitis.


Manifestasi klinis terjadi pada lebih dari 10% penderita. Insiden

meningoensefalitis parotitis sekitar 250/100.000 kasus; 10% dari kasus ini


terjadi pada penderita lebih tua dari 20 tahun. Angka mortalitas adaah
sekitar 2%. Orang laki-laki terkena tiga sampai lima kali lebih sering
daripada wanita. Parotitis merupakan salah satu dari penyebab meningitis
aseptik yang paling sering. (Maldonado, 2000)
Patogenesis meningoensefalitis parotitis telah diuraikan sebabagai
(1) infeksi primer neuron dan (2) ensefalitis pascainfeksi dengan
demielinasi. Pada tipe pertama parotitis sering muncul bersamaan atau
menyertai ensefalitis. Pada tipe ke dua, ensefalitis menyertai parotitis pada
sekitar 10 hari. Parotitis mungkin pada beberapa kasus tidak ada. Stenosis
aqueduktus dan hidrosefalus telah dihubungkan dengan infeksi parotitis.
Menginjeksikan virus parotitis ke dalam tpai pada umur menyusui telah
menghasilkan lesi yang serupa. (Maldonado, 2000)
Meningoensefalitis parotitis secara klinis tidak dapat dibedakan
dari meningitis sebab lain. Ada kekakuan leher sedang, tetapi pemeriksaan
neorologis lain biasanya normal. Cairan serebrospinal (CSS) biasanya
berisi sel kurang dari 500 sel/mm3, walaupun kadang-kadang jumlah sel
dapat melebihi 2.000. selnya hamper selalu limfosit, berbeda dengan
meningitis aseptik enterovirus, dimana leukosit polimorfonklear sering
mendominasi pada awal penyakit. Virus parotitis dapat diisolasi dari cairan
serebrospinal pada awal penyakit. (Maldonado, 2000)
13
2. Orkitis, Epididimitis
Orchitis (inflamasi testicular) adalah komplikasi paling umum pada
laki-laki setelah masa pubertas. Penyakit ini terjadi sebanyak 50% pada
laki-laki setelah masa pubertas, biasanya setelah parotitis, tapi penyakit ini
mungkin mendahuluinya, terjadi secara serempak, atau terjadi sendirian.
(Wilders, 2011).
Komplikasi ini jarang terjadi pada anak laki-laki prapubertas tetapi
sering (14-35%) pada remaja dan orang dewasa. Testis paling sering
terinfeksi dengan atau tanpa epididimitis; epididimitis dapat juga terjadi
sendirian. Jarang ada hidrokel. Orkitis biasanya menyertai parotitis dalam
8 hari atau sekitarnya; orkitis dapat juga terjadi tanpa bukti adanya infeksi
kelenjar ludah. Pada sekitar 30% penderita keda testis terkena. Mulainya

biasanya mendadak, dengan kenaikan suhu, menggigil, nyeri kepala, mual,


dan nyeri perut bawah; bila testis kanan terlibat, appendisitis dapat
dikesankan sebagai kemungkinan diagnostik. Testis yang terkena menjadi
nyeri dan bengkak, dan kulit yang berdekatan edema dan merah. Rata-rata
lamanya adalah hari. Sekitar 30-40% testis yang terkena atrofi. Gangguan
fertilitas diperkirakan sekitar 13%, tetapi infertilitas absolut mungkin
jarang. (Maldonado, 2000).
3. Ooforitis
Nyeri pelvis dan kesakitan ditemukan pada sekitar 7% pada
penderita wanita pasca pubertas. Tidak ada bukti adanya gangguan
fertilitas. (Maldonado, 2000)
4. Nefritis
Viruria telah sering dilaporkan. Pada satu penelitian orang dewasa,
kelainan fungsi ginjal terjadi kadang-kadang pada setiap penderita, dan
virria terdeteksi pada 75%. Frekuensi keterlibatan ginjal pada anak belum
diketahui. Nefritis yang mematikan, terjadi 10-14 hari sesudah parotitis,
telah dilaporkan. (Maldonado, 2000)
14
5. Prankreatitis
Pankreatitis adalah jarang, tapi adakalanya terjadi tanpa parotitis;
hyperglycemia adalah temporer dan bersifat reversibel. (Wilders, 2011)
6. Miokarditis
Manifestasi jantung yang serius sangat jarang, tetapi infeksi ringan
miokardium mungkin lebih sering daripada yang diketahui. Rekaman
elektrokardigrafi menunjukkan perubahan-perubahan, kebanyakan depresi
segmen ST, pada 13% orang dewasa pada satu seri. Keterlibatan demikian
dapat menjelaskan nyeri prekordium, bradikardia, dan kelelahan kadangkadang ditemukan pada remaja dan orang dewasa dengan parotitis.
(Maldonado, 2000)
7. Mastitis
Komplikasi ini tidak lazim pada masing-masing jenis kelamin.
(Maldonado, 2000)

8. Ketulian
Tuli saraf dapat terjadi unilateral, jarang bilateral; walaupn
insidennya rendah (1:15.000), parotitis adalah penyebab utama tuli saraf
unilateral. Kehilangan pendengaran mungkin sementara atau permanen.
(Maldonado, 2000)
9. Komplikasi Okuler
Komplikasi ini meliputi dakrioadenitis, pembengkakan yang nyeri,
biasanya bilateral, dari kelenjar lakrimalis; neuritis optic (papillitis)dengan
gejala-gejaa bervariasi dari kehilangan penglihatan sampai kekaburan
ringan dengan penyembuuhan dalam 10-20 hari; uveokeratitis, biasanya
unilateral dengan fotofobia, keluar air mata, kehilangan penglihatan cepat
dan penyembuhan dalam 20 hari; skleritis, tendonitis, dengan akibat
eksoftalmus; dan trobosis vena sentral. (Maldonado, 2000)
10. Artritis
Atralgia yang disertai dengan pembengkakan dan kemerahan sendi
merupakan komplikasi yang jarang; biasanya penyembuhannya sempurna.
(Maldonado, 2000)
15
2.10.PENCEGAHAN
Pencegahan terhadap parotitis epidemika dapat dilakukan secara imunisasi
pasif dan imunisasi aktif.
1. Pasif
Gamma globulin parotitis tidak efektif dalam mencegah parotitis atau
mengurangi komplikasi.
2. Aktif
Dilakukan dengan memberikan vaksinasi dengan virus parotitis epidemika
yang hidup tapi telah dirubah sifatnya

atau diberikan subkutan pada anak

berumur 15 bulan. Vaksin ini tidak menyebabkan panas atau reaksi lain dan tidak
menyebabkan ekskresi virus dan tidak menular. Menyebabkan imunitas yang
lama dan dapat diberikan bersama vaksin campak dan rubella. Pemberian
vaksinasi dengan virus ini, sangat efektif dalam menimbulkan peningkatan
bermakna dalam antibodi terhadap parmyxovirus pada individu yang seronegatif
sebelum vaksinasi dan telah memberikan proteksi 15 sampai 95%. Proteksi yang

baik sekurang-kurangnya selama 12 tahun dan tidak mengganggu vaksin terhadap


morbili, rubella, dan poliomielitis atau vaksinasi variola yang diberikan serentak.
Kontraindikasi: Bayi dibawah usia 1 tahun karena efek antibodi maternal;
Individu dengan riwayat hipersensitivitas terhadap komponen vaksin; demam
akut; selama kehamilan; leukimia dan keganasan; limfoma; sedang diberi obatobat imunosupresif, alkilasi dan anti metabolit; sedang mendapat radiasi.
Belum diketahui apakah vaksin akan mencegah infeksi bila diberikan
setelah pemaparan, tetapi tidak ada kontraindikasi bagi penggunaan vaksin
Mumps dalam situasi ini. (Rampengan, 2007).
2.11. CARA PENULARAN
Penyakit Gondong (Mumps atau Parotitis) penyebaran virus dapat
ditularkan melalui kontak langsung, percikan ludah, bahan muntah, mungkin
dengan urin. Virus dapat ditemukan dalam urin dari hari pertama sampai hari
keempat belas setelah terjadi pembesaran kelenjar.

16
Penyakit gondongan sangat jarang ditemukan pada anak yang berumur
kurang dari 2 tahun, hal tersebut karena umumnya mereka masih memiliki atau
dilindungi oleh anti bodi yang baik. Seseorang yang pernah menderita penyakit
gondongan, maka dia akan memiliki kekebalan seumur hidupnya.

2.12.ASUHAN KEPERAWATAN PADA PAROTITIS


1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Data demografi, Parotitis dapat terdi pada semua usia, tetapi cenderung
menyerang anak-anak yang berumur 5-15 tahun, sangat jarang
ditemukan pada anak yang berusia kurang dari 2 tahun karena

umumnya mereka masih memiliki/dilindungi oleh antibody yang baik.


Anak yang pernah menderita parotitis akan memiliki kekebalan
seumur hidupnya.
b. Keluhan utama
Biasanya klien akan mengeluh demam, sakit kepala, dan nyeri rahang
bagian belakang saat mengunyah.
c. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien akan mengeluh demam, sakit kepala, nyeri rahang
bagian belakang saat mengunyah, pembekakan di submandibula
(rahang bagian belakang) dan adakalanya disertai kaku rahang (sulit
membuka mulut).
d. Riwayat penyakit sebelumnya
Apakah klien pernah menderita parotitis sebelumnya, adakah penyakit
lain seperti DM, HT, penyakit menular, dll.
e. Riwayat Keluarga
Adakah keluarga yang pernah mengalami penyakit ini sebelumnya.
f. Riwayat lingkungan:
Adakah pasien parotitis di sekitar tempat tinggalnya
g. Pemeriksaan fisik:
a) Keadaan umum : biasanya klien tampak lemah
17
b) B1 Breathing
Nafas normorespiratory, RR 12-20 x/menit, irama
teratur, tidak ada sesak nafas, tidak ada pernafasan cuping
hidung, tidak ada retraksi dinding dada, suara nafas normal.
c) B2 Blood
Biasanya klien akan mengalami takikardi karena efek
dari nyeri yang dirasakan, Perkusi: bunyi yang dihasilkan
redup, auskultasi: ditemukan bunyi jantung S1 dan S2 tunggal.
d) B3 Brain
Kesadaran Compos Mentis, GCS 4,5,6
e) B4 Bladder
Tidak ada gangguan, namun pada komplikasi orkitis
(peradanagn pada salah satu/kedua testis. Setelah sembuh testis
yang terkena mungkin akan menciut. Jarang terjadi kerusakan
testis yang permanen sehingga menyebabkan kemandulan
(Volpaton, 2004).

f) B5 Bowel
Nyeri telan, nafsu makan menurun, Mulut tampak
kering, bising usus dalam batas normal (5-12 x/menit). Tidak
teraba skibala
g) B6 Bone
Tidak mengalami keterbatasan gerak, ROM aktif
h) Integument
Terdapat tanda-tanda inflamasi di area submandibula
berupa kemerahan pada kulit, perabaan panas, pembesaran area
sekitar dan nyeri tekan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri

akut

berhubungan

dengan

biological

injury

agent

(inflamation salivary gland).


18
b. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme:
proses inflamasi.
c. Ketidakseimbangan

nutrisi

kurang

dari

kebutuhan

tubuh

berhubungan dengan biological injury agent (inflamation salivary


gland), anoreksia.
3. Intervensi
No.
1.

Diagnosa

Tujuan dan Kriteria

Keperawatan

Hasil

Nyeri akut

Setelah dilakukan

berhubungan dengan

tindakan keperawatan

biological injury

selama 3 x 24 jam
NOC:
- Paint control
- Kepuasan pasien:

agent (inflamation
salivary gland).

managemen nyeri
Kriteria hasil:
1. Mampu mengontrol

Intervensi
Managemen Nyeri (1400):
1. Observasi nyeri klien secara
komprehensif termasuk skala,
lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi.
2. Monitor tanda-tanda vital
klien.
3. Tingkatkan istirahat pasien.

nyeri (tahu penyebab 4. Kolaborasikan dengan dokter


nyeri, mampu

dalam pemberian analgetik.

menggunakan teknik
non-farmakologi
untuk mengurangi
nyeri).
2. Melaporkan
bahwanyeri
berkurang dengan
menggunakan

19

manajemen nyeri.
3. Mampu mengenali
nyeri (skala,
intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri).
4. Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang.
2.

Hipertermi

Setelah dilakukan

berhubungan dengan

tindakan keperawatan

peningkatan laju

selama 1 x 24 jam
NOC:
- Penurunan suhu tubuh

metabolisme: proses
inflamasi.

Kriteria hasil:
1. klien mampu
menjelaskan kembali
pendidikan
kesehatan yang
diberikan.
2. Mampu termotivasi
untuk melaksanakan
penjelasan yang
telah diberikan.

1. Pengetahuan pasien dan


keluarga tentang cara
menurunkan suhu tubuh.
2. Anjurkan keluarga untuk
membatasi aktifitas pasien.
3. Atur lingkungan yang
kondusif.
4. Beri kompres dengan air
dingin(air biasa) pada daerah
aksila, lipat paha dan temporal
bila terjadi panas.
5. Anjurkan keluarga untuk
memakaikan pakaian yang
dapat menyerap keringat
seperti katun.
6. anjurkan keluarga untuk

melakukan massage pada


ektremitas menggunakan
minyak kayu putih.
7. Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian antipiretik.
3.

Ketidakseimbangan

Setelah dilakukan

nutrisi kurang dari

tindakan keperawatan

kebutuhan tubuh

selama 3 x 24 jam
NOC:
Status nutrisi: intake

berhubungan dengan
ketidakmampuan

makanan dan minuman

menelan makanan,
biological injury
agent (inflamation
salivary gland).

Kriteria hasil:
intake makanan dan
minuman peroral
adequat

Terapi nutrisi (1120):


1. Monitor intake
20
makanan/minuman pasien dan
hitung intake kalori per hari
yang sesuai dengan pasien.
2. Tentuan makanan yang sesuai
dengan budaya dan agama
pasien
3. Tentukan makanan semisoft
yang mudah ditelan bagi
pasien.
4. Pilihkan suplemen nutrisi
yang cocok.
5. Dorong intake makanan yang
tinggi kalsium dan kalium
(yang cocok bagi pasien).
6. Pastikan diit yang diberikan
tinggi serat untuk cegah
konstipasi.
7. Sajikan makanan yang
menarik meliputi teksture,
warna dan macamnya.
8. Lakukan oral hygiene sebelum
makan dan sesuai kebutuhan
9. Monitor hasil laborat

4. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan setelah mendapatkan intervensii adalah :
a. Perbaikan membrane mukosa oral.

b. Pemenuhan nutrisi optimal sesuai tingkat toleransi individu.


c. Terjadi penurunan respon nyeri.
d. Suhu tubuh kembali normal.

BAB III
PENUTUP

3.1.

KESIMPULAN
Penyakit parotitis yang lebih awam disebut gondongan (mumps)
merupakan suatu penyakit menular dimana seseorang terinfeksi oleh virus
(Paramyxovirus) yang menyerang kelenjar ludah (kelenjar parotis) di antara
telinga dan rahang sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas
atau pipi bagian bawah. Gejala yang ditimbulkan berupa pembengkakan, rasa
sakit, kemerahan, dan kelembutan pada saluran kelenjar ludah, namun juga terjadi
kelainan berupa pelebaran dan penyumbatan saluran. Gangguan parotitis
cenderung menyerang anak-anak dibawah usia 15 tahun (sekitar 85% kasus).
Dahulu keadaan ini sering terlihat pada pasien yang mendapat perawatan dari
operasi abdomen, tetapi sekarang khasus ini telah jarang terlihat, hanya kadangkadang terlihat pada parotitis kronis rekuren, tetapi tidak sesering yang
diperkirakan
.

3.2.

SARAN
Perawat harus lebih memperhatikan faktor-faktor apa saja yang bisa
menimbulkan komplikasa penyakit lain,karena Banyak komplikasi yang
ditimbulkan oleh peradangan kelenjar saliva ini sehingga perawat harus sedini
mungkin penanganan diawali dengan berbagai tes laboratorium, disusul pada
pemberian antibiotik.pencegahan penyakit parotitis akan lebih baik bisa di cegah
sedini mungkin dengan pemberian Vaksinasi gondongan yang merupakan bagian
dari imunisasi rutin pada masa anak-anak

21
DAFTAR PUSTAKA
Andareto, Obi. (2015). Penyakit Menular di Sekitar Anda. Jakarta:Pustaka Ilmu
Semesta
Depkes RI. (2008). Mumps (parotitis Epidemika). Pedoman Pengobatan Dasar di
Puskesmas; 2007. Jakarta Depkes RI.
Gibson, John. (2008). Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat Edisi 2.
Penerbit Buku Kedokteran, EGC : Jakarta.
Herdman & Kamitsura. (2014). NANDA International Nursing Diagnoses:
Definition and Classification, 2015-2017. 10th edition. Oxford: Wiley
Blackwell
Maldonado, Yvonne. (2000). Parotitis Epidemika. Dalam: Nelson Ilmu Kesehatan
Anak. p.1075-1077.
Marissa Tania Stephanie Pudjiadi, Sri Rezeki S. (2009). Orkitis pada Infeksi
Parotitis Epidemika: laporan kasus. Sari Pediatri, Vol. 11, No. 1, Juni
2009. p 47-51
Moorhead etc. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC), Measurement of
Health Outcomes. 5th Edition. USA: Elsevier Mosby
Mumps, Pinkbook. (2012). Epidemiology and Prevention of Vaccine Preventable
Diseases, 12th Edition Second Printing Revised May 2012
Muttaqin&Sari. (2013) Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Ngastiyah. 2005. Perawatan Pada Anak. Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC
Pearce, C. Evelyn. (2006). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. PT. Gramedia
: Jakarta.

Priyatno, Agus dan Sri Lestari. (2008). Endoskopi Gastrointestinal. Salemba


Medika : Jakarta.
Smeltzer. (2010). Brunner & Suddarths Textbook of Medical-Surgical Nursing.
12th ed. USA: Lippincott William & Wilkins
Suhardimansyah. 2013. Referat Mups April 2013. Kendari: Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Haluoleo
Templer,JW,dkk. (2009). Parotitis/Mumps. Web MD Professional.
Volpato, Marcia Paschoalina (2004). Submandibular Sialadentis/Sialadenosis.
HONcode Principles of the Health On the Net Foundation. eMedicine
Specialties. Otalaryngology and Facial Plastic Surgery

Anda mungkin juga menyukai