Anda di halaman 1dari 36

CASE REPORT

ILMU KESEHATAN KELAUTAN


PENGARUH TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK TERHADAP
OLAHRAGAWAN

Pembimbing :
Letkol Laut (K/W) Dr. Titut Harnanik, dr., M.kes

Penyusun :
Dinda Asry Firliansyah 20190420073
Dwi Faidah Agustina 20190420074

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA
LAKESLA Drs. Med. R. Rijadi Sastropanoelar, Phys.
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Referat yang berjudul “Pengaruh Terapi Oksigen Hiperbarik Terhadap


Olahragawan” telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu tugas baca
dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan Dokter Muda di bagian
Lembaga Kesehatan Kelautan Drs. Med. R. Rijadi S., Phys, Surabaya.

Surabaya, 1 November 2020

Mengesahkan,

Pembimbing

Letkol Laut (K/W) Dr.Titut Harnanik.,dr.,


M.Kes
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkah dan rahmat-Nya, kami bisa menyelesaikan case report dengan topik
“Pengaruh Terapi Oksigen Hiperbarik Terhadap Olahragawan” dengan
lancar. Referat ini disusun sebagai salah satu penilaian tugas untuk
menyelesaikan kepaniteraan klinik di bagian Lembaga Kesehatan Kelautan
Drs. Med. R. Rijadi S., Phys, Surabaya. Penulis berharap referat ini dapat
dijadikan sebagai tambahan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis
maupun pembaca.

Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-


pihak yang membantu penulis dalam penyusunan referat ini, yaitu:

a. Letkol Laut (K/W) Dr. Titut Harnanik, dr., M.Kes


b. Para dokter di Lembaga Kesehatan Kelautan Drs. Med. R. Rijadi S.,
Phys, Surabaya
c. Para perawat dan pegawai di Lembaga Kesehatan Kelautan Drs. Med.
R. Rijadi S., Phys, Surabaya
Kami menyadari bahwa referat yang kami susun ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka penulis berharap ada masukan, saran, atau kritik yang
membangun dari semua pihak. Semoga referat ini dapat memberi manfaat bagi
kita semua.

Surabaya, 1 November 2020

Penulis
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN............................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
Daftar Gambar...........................................................................................................iv
Daftar Table.................................................................................................................v
BAB I............................................................................................................................1
LATAR BELAKANG..................................................................................................1
BAB II......................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................3
2.1 Terapi Oksigen Hiperbarik........................................................................3
2.1.1 Definisi....................................................................................................3
2.1.2 Prinsip Hukum Fisika......................................................................3
2.1.5 Macam Ruangan Udara Bertekanan Tinggi...................................5
2.1.6 Indikasi dan Kontra-Indikasi HBO....................................................7
2.1.7 Efek Samping HBO..............................................................................9
2.2 Olahraga.......................................................................................................10
2.2.1 Definisi Olahraga..................................................................................10
2..2.2. Latihan..................................................................................................11
2.2.3 VO2 max............................................................................................12
2.2.4 Metabolisme saat latihan......................................................................13
2.3 Kebugaan Jasmani................................................................................15
2.4 Hubungan HBOT dengan Olahragawan.................................................16
BAB IV.......................................................................................................................20
KESIMPULAN...........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................22
LAMPIRAN................................................................................................................25
Daftar Gambar

Gambar 1 Multiplace hyperbaric chamber (Perez-Vidal et al., 2017).................6


Gambar 2. Multiplace hyperbaric chamber (Perez-Vidal et al., 2017)................6
Gambar 3 Monoplace hyperbaric chamber (Jeter and Wong, 2020)..................6
Daftar Table

Table 1 Indikasi HBO (Yan, Liang and Cheng, 2015)...........................................8


Table 2 Efek Samping Terapi HBO (Leung and Lam, 2018)..............................10
BAB I

LATAR BELAKANG

Terapi oksigen hiperbarik (HBOT) teknik di mana pasien menghirup


oksigen 100% (O2) untuk jangka waktu tertentu dan tekanan tertentu, yang
lebih tinggi dari tekanan atmosfer, di ruang khusus monoplace atau
multiplace. tekanan O2 untuk HBOT harus minimal 1,4 atmosfir absolut
(ATA) atau lebih tinggi. Di ruang monoplace, pasien individu menghirup
langsung bertekanan 100% O2. Di ruang multiplace berisi lebih dari satu
pasien, bernafas bertekanan 100% O 2 secara tidak langsung oleh penutup
kepala, masker atau tabung endotrakeal. HBOT tidak sama dengan terapi
O2 tropis. Terapi O2 tropis adalah pengiriman O2 di bawah tekanan ke
bagian tubuh tertentu . Mengirimkan O 2 ke paru-paru menyebabkan
peningkatan tingkat sirkulasi dan jaringan O 2. (Memar et al., 2019)

Olahraga merupakan latihan fisik yang sangat dikenal baik di


Indonesia maupun di dunia Internasional. Olahraga dalam bentuk latihan
fisik tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan ini .(Husin, 2016)

Seorang atlet menjalani latihan yang keras melebihi batas- batas


kemampuan fisiologi dan psikologis mereka. Atlet harus dapat untuk cepat
bisa beradaptasi dengan program pelatihan yang sedang dilaksanakan
atau program yang sedang diprogramkan. Dari aktivitas kerja maupun
aktivitas berolahraga. Dengan pembebanan yang maksimal dalam jangka
waktu yang lama maka otot-otot tubuh pada titik tertentu tidak bisa
merespon atau otot tidak mampu berkontraksi otot mengalami kelelahan
saat program pelatihan. Hal yang sangat penting bagi seorang atlet yaitu
untuk mencapai keseimbangan antara program pelatihan dan masa
pertandinggan. Ketika seorang atlet melakukan pelatihan dalam volume
besar atau pada intensitas sangat tinggi, kebugaran akan meningkat
tetapi kelelahan juga akan meningkat. (Parwata I Made, 2015)

1
Aktivitas fisik atau olahraga adalah pergerakan tubuh yang
dilakukan otot dengan terencana dan berulang yang menyebabkan
peningkatan pemakaian energi dengan tujuan untuk memperbaiki
kebugaran fisik. Ada dua jenis aktifitas fisik yaitu aktivtas fisik aerobik dan
anaerobik. Kedua aktivitas ini berdampak pada pengeluaran kadar laktat
dan LDH.. Indikator yang mendukung terjadinya peningkatan insiden
cedera yang dapat menyebabkan kecacatan diantaranya enzim laktat
dehidrogenase (LDH). Pada saat kekurangan oksigen, piruvat akan
diubah menjadi asam laktat dengan bantuan enzim LDH, enzim ini
dikeluarkan saat di dalam tubuh terjadi kerusakan jaringan. (Piko et al.,
2016)
Oksigen, seperti gas lainnya, bereaksi terhadap tekanan dan
depresurisasi; dengan meningkatkan konsentrasi oksigen dengan
kelarutan gas di bawah tekanan, gradien difusnya diperkuat, yang
memungkinkan penetrasi jaringan dalam. Untuk prinsip inilah pengobatan
dengan oksigenasi hiperbarik membantu memperbaiki jaringan perfusi,
hipoksia, iskemik, infark atau nekrotik yang buruk. Oksigenasi terbaik
memungkinkan untuk memicu proses pemulihan jaringan dan, selain itu,
memfasilitasi reperfusi dan angiogenesis . (Rosyanti et al., 2019)

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Terapi Oksigen Hiperbarik


2.1.1 Definisi
Terapi oksigen hiperbarik (HBOT) didefinisikan sebagai perawatan
di mana pasien menghirup oksigen 100% secara berkala sementara ruang
perawatan diberi tekanan hingga tekanan yang lebih besar dari
permukaan laut (1,0 atmosfer absolut, ATA). (Yan, Liang and Cheng,
2015)

Regimen HBO (hiperbarik oksigen) menggunakan tekanan 1,5


hingga 2,5 Atm untuk durasi 30 hingga 90 menit, yang dapat diulang
beberapa kali. Waktu antara dan jumlah total sesi berulang sangat
bervariasi. Tujuan terapi oksigen hiperbarik untuk perawatan dan
pengobatan beberapa penyakit seperti emboli intravaskular, penyakit
dekompresi, infeksi anaerob, keracunan CO. (Rosyanti et al., 2019)

Disediakan di salah satu ruang monoplace (satu orang) yang


biasanya dikompresi dengan oksigen atau ruang multi-tempat (banyak
orang) yang dikompresi dengan udara di mana oksigen disalurkan melalui
tudung atau masker. Manfaat pengobatan adalah hasil dari efek primer
dan sekunder. Efek primer melibatkan peningkatan tekanan dan
hiperoksia. Efek sekunder seperti mengotrol stres oksidatif termasuk efek
antimikroba, blunting reperfusi cedera iskemia, dan penyembuhan luka.
(Heyboer et al., 2017)

2.1.2 Prinsip Hukum Fisika


Efek dari terapi oksigen hiperbarik adalah berdasarkan hukum-hukum
gas dan efek-efek fisiologis dan biokimia dari hiperoksia.

Hukum-hukum fisika tentang gas tersebut antara lain:

3
A. Hukum Boyle, menyatakan bahwa volume gas berbanding
terbalik dengan tekanan bila temperatur dipertahankan konstan.
Volume gas menurun dengan naiknya tekanan dan volume naik
dengan turunnya tekanan.
B. Hukum Dalton, menyatakan bahwa tekanan campuran (total
pressure) dua gas atau lebih yang berada dalam suatu ruangan sama
dengan jumlah tekanan gas (partial pressure) masing-masing yang
ada dalam ruangan tersebut
C. Hukum Henry, menyatakan bahwa banyaknya gas yang larut
dalam cairan atau jaringan berbanding lurus dengan tekanan gas dan
koefisien kelarutan gas tersebut pada temperatur tetap. Hukum ini
merupakan basis dari peningkatan tekanan oksigen di jaringan
dengan penggunaan terapi oksigen hiperbarik

D. Hukum Charles, pada volume tetap, temperatur suatu gas


berbanding lurus dengan tekanannya (Glazer, 2016) dan (Jones and
Wyatt, 2019)

2.1.4 Mekanisme Kerja

Pada Manusia, Oksigen digunakan untuk menghasilkan energi dan


juga untuk metabolisme..

Prinsip dari terapi oksigen hiperbarik adalah membantu tubuh untuk


memperbaiki jaringan yang rusak dengan meningkatkan aliran oksigen ke
jaringan tubuh. Terapi oksigen hiperbarik akan menyebabkan darah
menyerap oksigen lebih banyak akibat peningkatan tekanan oksigen di
dalam paruparu yang dimanipulasi oleh ruangan hiperbarik. Dengan
konsentrasi oksigen yang lebih tinggi dari normal, tubuh akan terpicu
untuk memperbaiki jaringan yang rusak lebih cepat dari biasanya. Terapi
oksigen hiperbarik (HBOT) memberikan oksigen di bawah tekanan untuk
meningkatkan kadar oksigen jaringan. Oksigen diberikan 2-3 kali lebih
tinggi dari tekanan atmosfer, dan didistribusikan di sekitar area yang
terinfeksi; sehingga memungkinkan terjadinya proses penyembuhan alami
tubuh dan memperbaiki fungsi jaringan. HBOT juga merangsang

4
kaskade transduksi sinyal dengan meningkatkan oksigen reaktif dan
spesies nitrogen, maka jaringan akan melepaskan prostaglandin, oksida
nitrat, dan sitokin yang menunjukkan respons patofisiologis terhadap luka,
pembedahan, dan infeksi. HBOT diketahui sebagai terapi untuk mengobati
penyakit dekompresi, gangren, atau keracunan karbon monoksida.
(Rosyanti et al., 2019)

HBOT menyebabkan penurunan regulasi sitokin dan faktor


pertumbuhan naik. HBOT menekan produksi sitokin proinflamasi yang
diinduksi-stimulus dan memengaruhi produksi TNFa (tumor necrosis factor
alpha) dan endotelin. Tingkat VEGF (faktor pertumbuhan endotel
vaskular) meningkat secara signifikan dengan HBOT , sedangkan nilai
PGE2 dan COX-2 mRNA sangat berkurang. Efek HBOT pada produksi
NO masih memerlukan studdi lebih lanjut. HBOT meningkatkan
penyembuhan luka dengan mengurangi inflamasi patologis (efek anti-
inflamasi) (Rosyanti et al., 2019)

2.1.5 Macam Ruangan Udara Bertekanan Tinggi


NFPA (National Fire Gas Association) mengklasifikasikan chamber
berdasarkan kapasitas untuk tujuan menetapkan persyaratan dan operasi
minimum

1. Kelas A – Manusia, kapasitas multipel


2. Kelas B – Manusia, kapasitas single
3. Kelas C – Hewan, tidak ada kapasitas manusia
Perawatan klinis dapat dilakukan di Kelas A (multi) atau B (mono)
sistem ruang. Dalam sistem Kelas B, seluruh ruangan bertekanan
dengan hampir 100% oksigen, dan pasien menghirup ruang sekitar
oksigen secara langsung. Sistem Kelas A menampung dua orang
atau lebih (pasien, pengamat, dan/atau personel pendukung);
ruangan bertekanan dengan udara terkompresi sementara pasien
bernapas dekat 100% oksigen melalui masker, kerudung kepala,
atau tabung endotrakeal. Penting untuk dicatat bahwa sistem Kelas
B dapat dan bertekanan dengan udara bertekanan sementara

5
pasien bernapas dekat 100% oksigen melalui masker, kerudung
kepala, atau tabung endotrakeal (Moon, 2019).

Gambar 1 Multiplace hyperbaric chamber (Perez-Vidal et al., 2017)

Gambar 2. Multiplace hyperbaric chamber (Perez-Vidal et al., 2017)

6
Gambar 3 Monoplace hyperbaric chamber (Jeter and Wong, 2020)

2.1.6 Indikasi dan Kontra-Indikasi HBO


Indikasi darurat adalah penyakit di mana HBOT harus diberikan
sesegera mungkin. Berikut ini adalah indikasi darurat:
(1) keracunan karbon monoksida akut dan keracunan gas berbahaya
lainnya; (2) infeksi gas gangren, tetanus dan bakteri anaerob lainnya;
(3) penyakit dekompresi; (4) sindrom emboli udara; (5) setelah
resusitasi kardiopulmoner (CPR) karena berbagai risiko untuk disfungsi
otak akut; (6) bantuan dalam pengobatan syok; (7) edema otak; (8)
edema paru (kecuali edema paru jantung); (9) crush syndrome; (10)
ekstremitas (jari, kaki) dan suplai darah setelah transplantasi kulit; (11)
keracunan obat dan bahan kimia; (12) ensefalopati anoksik iskemia
akut.

indikasi non-darurat berikut ini disetujui untuk digunakan:


(1) keracunan karbon monoksida atau ensefalopati toksik lainnya;
(2) tuli mendadak; (3) penyakit serebrovaskular iskemik (operasi
pengangkatan serebral, cedera batang otak); (5) pemulihan

7
pendarahan otak; (6) fraktur penyembuhan yang buruk; (7)
peradangan retina serosa sentral; (8) keadaan vegetatif; (9) sindrom
insufisiensi adaptasi dataran tinggi; (10) cedera saraf tepi; (11)
pembedahan tumor jinak intrakranial; (12) penyakit periodontal; (13)
ensefalitis virus; (14) kelumpuhan wajah; (15) osteomielitis; (16)
osteonekrosis aseptik; (17) cerebral palsy; (18) keterlambatan
perkembangan janin; (19) diabetes dan kaki diabetik; (20) penyakit
jantung aterosklerotik koroner (angina dan infark miokard); (21) aritmia
kecepatan (fibrilasi atrium, denyut prematur, takikardia); (22)
miokarditis; (23) penyakit vaskular perifer, vaskulitis, mis., Raynaud,
trombosis vena dalam, dll .; (24) vertigo; (25) tukak kulit kronis
(hambatan suplai darah arteri, kongesti vena, luka baring); (26) cedera
tulang belakang; (27) tukak lambung; (28) kolitis ulserativa; (29)
hepatitis menular (gunakan ruang khusus penyakit menular); (30)
terbakar; (31) radang dingin; (32) operasi plastik; (33) pencangkokan
kulit; (34) cedera olahraga; (35) kerusakan radioaktif (tulang dan
jaringan lunak, sistitis, dll.); (36) tumor ganas (dengan radioterapi atau
kemoterapi); (37) cedera saraf otic; (38) sindrom kelelahan; (39) sakit
kepala angioneurotic; (40) pustular; (41) psoriasis; (42) pityriasisrosea;
(43) multiple sclerosis; (44) sindrom Guillain-Barre akut; (45) ulkus oral
berulang; (46) ileus paralitik; (47) asma bronkial; dan (48) sindrom
gangguan pernapasan akut.
Indikasi dan kontraindikasi HBOT saat ini dirilis pada pertemuan
akademik ke-22 yang diadakan di Qingdao pada 2013 dan disetujui
pada tanggal 1 November 2013 (Yan, Liang and Cheng, 2015)

8
Table 1 Indikasi HBO (Yan, Liang and Cheng, 2015)

kontraindikasi absolut adalah mereka yang dilarang HBOT jika


pasien disertai dengan yang berikut:
1. Pneumothorax yang tidak diobati
Kontraindikasi relatif adalah sebagai berikut:
1. Infeksi saluran nafas atas
2. Sinusitis kronis
3. Penyakit kejang
4. Emfisema yang disertai CO2
5. Panas tinggi yang tidak terkontrol
6. Riwayat pneumothorax spontan
7. Riwayat operasi dada
8. Riwayat operasi telinga
9. Kerusakan paru asimptomatik
10. Infeksi virus
11. Spherositosis kogenital

9
12. Riwayat neuritis optik (LAKESLA, 2016)

2.1.7 Efek Samping HBO


Manfaat pengobatan adalah hasil dari efek primer dan sekunder.
Efek utama adalah hasil dari peningkatan tekanan dan hiperoksia.
Sementara itu, efek sekunder adalah hasil dari stres oksidatif terkontrol.
HBOT menghasilkan spesies oksigen reaktif (ROS) dan spesies nitrogen
reaktif, yang berfungsi sebagai molekul sinyal di beberapa jalur, termasuk
yang terlibat dalam penyembuhan luka. (Heyboer et al., 2017).

Ini adalah efek primer dan sekunder yang sama yang dapat
menyebabkan efek samping yang terkait dengan HBOT. Ini termasuk
berbagai bentuk barotrauma, sistem saraf pusat (SSP) dan toksisitas
oksigen paru, dan efek samping yang okular. Ada tambahan masalah
claustrophobia. Penting untuk memahami dan mengukur efek samping ini.
Ini membantu menciptakan protokol untuk meminimalkan risiko selain
risiko penimbangan yang lebih baik dan manfaat perawatan bagi pasien.
Penting untuk dicatat bahwa HBOT tetap di antara terapi paling aman
yang digunakan saat ini.8 Berikut ini adalah daftar lengkap potensi efek
samping, beberapa di antaranya lebih umum (barotrauma telinga tengah
[MEB], claustrophobia) dan lain-lain yang merupakan risiko teoritis yang
tidak mungkin terjadi secara klinis dengan tindakan pencegahan skrining
yang tepat (barotrauma paru [PBT]) (Heyboer et al., 2017).

Table 2 Efek Samping Terapi HBO (Leung and Lam, 2018)

10
2.2 Olahraga

2.2.1 Definisi Olahraga

Olahraga merupakan suatu kegiatan terstruktur dan terencana


yang bertujuan untuk memperbaiki kinerja fisik. Sesuai dengan Sistem
Keolahragaan Nasional, ruang lingkup dari olahraga adalah olahraga
pendidikan, olahraga rekreasi, dan olahraga prestasi. (Dylan Trotsek,
2017)

Jenis olahraga yang diterapkan tergantung dari kebutuhannya.


Untuk jenis olahraga prestasi dibutuhkan takaran yang lebih tinggi dan
program latihan yang lebih terstruktur, tentunya disesuaikan juga dengan
jenis olahraga yang diikuti, apakah olahraga jenis aerobic ataukah
anaerobik.(Dylan Trotsek, 2017)

2.2.1.1 KEBUTUHAN ENERGI OLAHRAGA

Asupan nutrisi atlet dibutuhkan untuk penyediaan energi selama


aktivitas termasuk juga pemberian suplemen dan usaha khusus. Semua
zat gizi yang didapat dari makanan atau minuman haruslah mencukupi
kebutuhan harian. Perhitungan jumlah zat gizi ini merupakan perhitungan
yang umum dipakai oleh setiap orang termasuk atlet dengan
memperhatikan persentase jumlah kalori karbohidrat, lemak, dan protein
yang harus dikonsumsi.(Dylan Trotsek, 2017)

PENYEDIAAN ENERGI DALAM OLAHRAGA

Setiap aktivitas fisik manusia selalu membutuhkan energi. Energi


yang dibutuhkan berasal dari bahan makanan yang dikonsumsi yang
disediakan dari berbagai reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh. Sumber

11
energi yang paling cepat tersedia untuk kontraksi otot adalah adenosine
Triphospate yang disingkat dengan ATP . Selanjutnya ATP merupakan
sumber energi yang terdapat pada serabut otot sebagai sumber energi
mendadak untuk kontraksi otot. (Dylan Trotsek, 2017)

Dinyatakan bahwa di dalam tubuh terdapat senyawa kimia berupa


adenosine trifosfat (ATP). Selama aktivitas, senyawa ini diubah menjadi
adenosine difosfat (ADP) dan menghasilkan energi untuk kontraksi otot.
Jumlah ATP dalam otot sangat terbatas, sehingga akan segera habis
apabila digunakan. Akan tetapi sistem di dalam otot mampu untuk
membentuk ATP dari ADP yang telah tersedia di dalam otot.
Terbentuknya ATP ini menyebabkan otot mampu melanjutkan kontraksi
selama olahraga. (Dylan Trotsek, 2017)

2..2.2. Latihan

Latihan ialah upaya sadar yang dilakukan secara berkelanjutan


dan sistematis untuk meningkatkan kemampuan fungsional raga.
Program latihan khususnya program latihan fisik yang dilaksanakan
secara kuntinyu dan melewati batas- batas pembebanan ini akan
menimbulkan kelelahan. (Parwata I Made, 2015)

Latihan fisik yang dilakukan pada saat berolahraga merupakan


aktivitas fisik yang teratur dalam jangka waktu dan intensitas tertentu,
yang bertujuan menjaga tubuh agar selalu dalam keadaan sehat dan
bugar. Selain untuk menjaga kebugaran tubuh, latihan fisik sangat
dianjurkan untuk program preventif dan rehabilitatif dalam upaya menjaga
dan meningkatkan kesehatan. (Husin, 2016)

Ada dua bentuk aktivitas fisik, yaitu aktivitas fisik aerobik dan
aktivitas fisik anaerobik. Aktivitas fisik aerobik adalah aktivitas fisik yang
menggunakan energi Adenosine Triphosphate (ATP) dari hasil proses
oksidasi fosforilase glikogen dan asam lemak bebas. Aktivitas fisik
anaerobik adalah aktivitas fisik yang dalam proses metabolisme
pembentukan energi tidak menggunakan oksigen. (Husin, 2016)

12
2.2.3 VO2 max
VO2Max adalah volume Oksigen maksimal yang diproses oleh
tubuh manusia pada saat melakukan kegiatan yang intensif. VO2 max ini
adalah suatu tingkatan kemampuan tubuh yang dinyatakan dalam liter per
menit atau milliliter/menit/kg berat badan.VO2Max biasanya digunakan
untuk mengukur daya tahan atlet dalam melakukan suatu cabang
olahraga. Seorang pemain sepakbola dengan nilai VO2MAX semakin
tinggi, maka semakin bagus staminanya. Begitupun sebaliknya semakin
rendah nilainya. (Indrayana and Yuliawan, 2019)

Kapasitas aerobik maksimal dinyatakan sebagai VO2 Max.


Kapasitas aerobik pada hakikatnya menggambarkan besarnya
kemampuan motorik (motoric Power) dari proses aerobik pada seorang
atlet. Kapasitas volume oksigen maksimal (VO2 Max) adalah tempo
tercepat dimana seseorang dapat menggunakan oksigen selama
olahraga.Dengan kemampuan seorang olahragawan memikul beban kerja
yang berat dalam waktu yang relatif lama. Hal ini disebabkan kapasitas
aerobik yang dimiliki seorang olahragawan sangat terbatas, sehingga sulit
untuk bertahan dalam memikul beban kerja/ latihan yang berat dengan
hanya mengandalkan sistem anaerobik saja yaitu tanpa menggunakan
oksigen apalagi dalam waktu yang cukup lama. Oleh sebab itu sistem
aerobik yang bekerja hanya dengan pemakaian oksigen merupakan kunci
penentu keberhasilan dalam olahraga ketahanan. VO2 Max yang besar
juga juga mempercepat pemulihan setelah beraktivitas.(Indrayana and
Yuliawan, 2019)

VO2 Max yang lebih tinggi akan menghasilkan kadar asam laktat
yang rendah. Hal ini menjadi salah satu penyebab kenapa seseorang
yang memiliki VO2 Max yang tinggi lebih cepat pemulihannya setelah
beraktivitas/ latihan jika dibandingkan dengan seseorang yang VO2 Max
nya rendah.

VO2Max adalah volume oksigen maksimum yang dapat digunakan


permenit. VO2Max adalah kecepatan pemakaian oksigen dalam

13
metabolisme aerob maksimum. VO2Max merupakan daya tangkap
aerobik maksimal menggambarkan jumlah oksigen maksimum yang di
konsumsi per satuan waktu oleh seseorang selama latihan atau tes,
dengan latihan yang makin lama makin berat sampai kelelahan,
ukurannya disebut VO2max. (Indrayana and Yuliawan, 2019)

2.2.4 Metabolisme saat latihan


Selama melakukan pekerjaannya, tubuh manusia menerima
rangsangan yang menyebabkan otot berkontraksi secara terus menerus
sehingga suplai oksigen ke otot akan berkurang. Kondisi ini
mengakibatkan terjadinya pergeseran sumber energi aktivitas otot yang
semula berasal dari asam lemak ketika suplai oksigen cukup, kemudian
beralih ke sumber energi lain yang proses perombakannya tidak
memerlukan oksigen. (Hidayah, 2018)
otot dapat tetap beraktivitas saat suplai oksigen berkurang dengan
menggunakan Adenosine Triphosphat (ATP) dan Ceratine Phosphate
(CP) sebagai sumber energi. Ketersediaan kedua senyawa tersebut di sel
otot sangat terbatas sehingga hanya mampu mencukupi energi untuk
aktivitas otot yang sesaat dan tiba-tiba yang membutuhkan daya ledak
otot yang tinggi. Ketika otot beraktivitas secara kontinyu saat ketersediaan
oksigen tidak cukup, maka dapat digunakan sumber energi lain berupa
karbohidrat yaitu glukosa. (Hidayah, 2018)
Semua karbohidrat yang masuk ke dalam tubuh akan dikonversi
menjadi glukosa yang kemudian disimpan dalam hati dan otot sebagai
glikogen untuk cadangan energi. Glikogenakan diubah menjadi asam
piruvat melalui reaksi glikolisis anaerobic. (Hidayah, 2018)
Pada kondisi aerobik, seluruh asam piruvat yang dihasilkan dari
proses glikolisis akan masuk ke siklus Kreb’s dan menghasilkan ATP,
karbondioksida dan uap air. Kondisi ini terjadi saat tubuh melaksanakan
aktivitas fisik dengan intensitas ringan. Jika aktivitas fisik meningkat,
energi yang diperlukan semakin banyak. Jika aktivitas fisik terus

14
ditingkatkan sampai pada kondisi submaksimal atau maksimal, misal pada
aktivitas fisik anaerobik maka piruvat yang terbentuk akan lebih besar.
Pada saat ini tidak semua piruvat akan segera menjadi laktat. (Husin,
2016)
Sistem anaerobik lebih dikenal sebagai sistem glikogen asam
laktat, karena terjadi pemecahan glikogen menjadi asam piruvat,
selanjutnya asam piruvat akan berdisosiasi menjadi asam laktat. Sistem
ini terjadi karena tubuh kekurangan oksigen sehingga asam piruvat yang
terbentuk tidak dapat melanjutkan ke tahap yang berikutnya yaitu ke siklus
Kreb’s. Karakteristik dari sistem anaerobik dapat membentuk ATP tiga kali
lebih cepat dari mekanisme aerob (Oksidatif fosforilasi) di mitokondria. Di
bawah kondisi optimal sistem anaerobik dapat menyediakan energi dalam
1,3 sampai 1,6 menit saja . (Husin, 2016)
Berdasarkan intensitasnya terdapat tiga jenis intensitas aktivitas
fisik yaitu aktivitas fisik dengan intensitas ringan dapat berlangsung lama
sekali dan selalu menggunakan sistem energi predominan aerobik, dan
aktivitas fisik sedang sampai dengan berat lamanya bervariasi tergantung
dari persentase penggunaan sistem energi predominanya aerobik atau
anaerobik. Aktivitas fisik intensitas sedang sampai intensitas berat akan
menggunakan energi ATP yang dihasilkan melalui proses hidrolisis
glukosa. Proses hidrolisis glukosa dapat melalui dua jalur glikolisis, yaitu
glikolisis aerobik dan glikolisis anaerobik. .
Latihan olahraga atau aktivitas fisik dapat terjadi kurang lebih 2-5%
dari oksigen yang diangkut oleh hemoglobin dan diproses dimitokondria
diperkirakan diubah menjadi senyawa radikal superoksida sehingga
meningkat. ( Halliwell & Gutteride (1999), didalam Husin, 2016)
Indikator yang mendukung terjadinya kerusakan jaringan,
diantaranya adalah laktat dehidrogenase (LDH). Pada saat terjadi
kekurangan oksigen, piruvat akan diubah menjadi asam laktat dengan
bantuan enzim LDH, enzim ini dikeluarkan saat didalam tubuh terjadi
kerusakan jaringan . Kerusakan jaringan adalah suatu kondisi di dalam
tubuh yang menyebabkan terjadinya gangguan fungsi dari suatu jaringan.

15
Salah satu yang memicu terjadinya kerusakan jaringan adalah
ketidakseimbangan antara produksi oksidan dan antioksidan. (Husin,
2016)

2.3 Kebugaan Jasmani

Kebugaran jasmani adalah serangkaian karakteristik fisik yang dimiliki


atau dicapai seseorang yang berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan aktivitas fisik . Adapun seseorang yang bugar dalam kaitannya
olahraga dan aktivitas fisik diartikan sebagai orang yang mampu
menjalankan kehidupan sehari-hari tanpa melampaui batas daya tahan
stress pada tubuh dan memiliki tubuh yang sehat serta tidak beresiko
mengalami penyakit yang disebabkan rendahnya tingkat kebugaran atau
kurangnya aktivitas fisik). Kebugaran diklasifikasikan menjadi dua kategori
yaitu: kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan atau healthrelated
fitness dan kebugaran yang berhubungan dengan keterampilan atau
skillrelated fitness (Sukamti, Zein and Budiarti, 2016)

2.4 Hubungan HBOT dengan Olahragawan

olahraga akut, yang menekan jaringan tubuh, dapat menyebabkan


Stres oksidatif berlebihan disertai kerusakan otot .Tubuh menunjukkan
penurunan fungsi otot dan / atau respons peradangan karena kelelahan
otot yang berlebihan tanpa pemulihan yang tepat dari kerusakan, dan ini
dapat menyebabkan gangguan olahraga serta penurunan kemampuan
untuk melakukan olahraga. (Woo et al., 2020)

Aktivitas fisik yang menggunakan sistem energi anaerob primer akan


mampu merangsang produksi asam laktat, sehingga akan meningkatkan
kadar laktat baik di otot maupun di dalam darah. Peningkatan laktat akan
menyebabkan penurunan pH dan penurunan pH akan menyebabkan
enzim menjadi lambat sehingga pembentukan ATP akan lambat pula,
kondisi ini akan menyebabkan kelelahan yang pada akhirnya akan

16
menghambat pencapaian. Oleh karena itu diperlukan optimalisasi
pemulihan dengan mempercepat metabolisme organ penetral laktat.
(Widiyanto, 2012)

Otot dapat tetap beraktivitas saat suplai oksigen berkurang dengan


menggunakan Adenosine Triphosphat (ATP) dan Ceratine Phosphate
(CP) sebagai sumber energi. Ketersediaan kedua senyawa tersebut di sel
otot sangat terbatas sehingga hanya mampu mencukupi energi untuk
aktivitas otot yang sesaat dan tiba-tiba yang membutuhkan daya ledak
otot yang tinggi. Ketika otot beraktivitas secara kontinyu saat ketersediaan
oksigen tidak cukup, maka dapat digunakan sumber energi lain berupa
karbohidrat yaitu glukosa. Semua karbohidrat yang masuk ke dalam tubuh
akan dikonversi menjadi glukosa yang kemudian disimpan dalam hati dan
otot sebagai glikogen untuk cadangan energi. Glikogen akan diubah
menjadi asam piruvat melalui reaksi glikolisis anaerobic (Hidayah, 2018)

Sistem anaerobik lebih dikenal sebagai sistem glikogen asam


laktat, karena terjadi pemecahan glikogen menjadi asam piruvat,
selanjutnya asam piruvat akan berdisosiasi menjadi asam laktat. Sistem
ini terjadi karena tubuh kekurangan oksigen sehingga asam piruvat yang
terbentuk tidak dapat melanjutkan ke tahap yang berikutnya yaitu ke siklus
Kreb’s. Karakteristik dari sistem anaerobik dapat membentuk ATP tiga kali
lebih cepat dari mekanisme aerob (Oksidatif fosforilasi) di mitokondria..
(Husin, 2016)
Pada saat kekurangan oksigen, piruvat akan diubah menjadi asam
laktat dengan bantuan enzim LDH, enzim ini dikeluarkan saat di dalam
tubuh terjadi kerusakan jaringan. (Piko et al., 2016).

Terapi Oksigen Hiperbarik (HBOT) bisa efektif dalam pemulihan


awal dari cedera otot terkait olahraga karena itu efek menguntungkan
pada pemulihan sel dan perbaikan jaringan. Karena kerusakan otot yang
disebabkan oleh olahraga disebabkan oleh kerusakan akut atau jangka
panjang pada sel dan jaringan otot, dimungkinkan untuk memperkirakan
secara tidak langsung tingkat kerusakan dari tingkat enzim seperti LDH

17
yang dilepaskan ke dalam darah dari jaringan otot selama latihan. LDH
serum meningkat secara signifikan setelah dilakukan latihan .Kadar enzim
serum otot meningkat tidak hanya pada tubuh atlet yang berolahraga
secara intensif tetapi juga pada orang biasa setelah berolahraga. Respon
inflamasi yang meningkat dan kerusakan otot yang berulang dengan
berolahraga dapat menyebabkan cedera, berdampak negatif pada
lamanya rehabilitasi setelah cedera, dan mengurangi kemampuan untuk
berolahraga . pengobatan HBOT dalam fase pemulihan setelah olahraga
adalah efektif dalam mengurangi kerusakan otot akibat latihan. (Woo et
al., 2020)

HBOT mengurangi tingkat peningkatan laktat yang disebabkan oleh


olahraga . HBOT dapat meningkatkan suplai oksigen ke jaringan,
memberi energi pada aktivitas sel, meningkatkan sintesis adenosin
trifosfat (ATP), dan memfasilitasi metabolisme zat pemicu kelelahan.
Berdasarkan efek ini,HBOT diterapkan dalam pengobatan kerusakan otot
di bawah kelelahan (Chen et al., 2019)

Oksigen Hiperbarik bekerja dengan cara memicu kondisi tubuh atlet


hingga ke tingkat sel, dengan hal terpenting dari semua unsur kehidupan
yaitu oksigen . Oksigen hiperbarik meningkatkan kemampuan sel darah
merah dan plasma darah untuk membawa oksigen ke jaringan di tingkat
tubuh, oksigen hiperbarik juga membantu proses penyembuhan dan
memulihkan tubuh dengan sangat baik dan cepat. Setelah beberapa
waktu latihan, dengan oksigen hiperbarik otot dapat diperbaiki dan otak
akan berfungsi lebih baik dengan kondisi oksigen yang cukup. (Widiyanto,
2012)

Kebugaran jasmani adalah serangkaian karakteristik fisik yang


dimiliki atau dicapai seseorang yang berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan aktivitas fisik. Adapun seseorang yang bugar dalam kaitannya
olahraga dan aktivitas fisik diartikan sebagai orang yang mampu
menjalankan kehidupan sehari-hari tanpa melampaui batas daya tahan
stress pada tubuh dan memiliki tubuh yang sehat serta tidak beresiko

18
mengalami penyakit yang disebabkan rendahnya tingkat kebugaran atau
kurangnya aktivitas fisik. (Sukamti, Zein and Budiarti, 2016)

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

Latihan fisik

Metabolime aerob

Kontraksi otot terus


menerus
metabolisme anaerob

Glikolisis Anaerob Suplay oksigen


berkurang. Dengan
intesitas berat

Asam piruvat

19
HBOT Oksigen ke jaringan

Asam Laktat

LDH turun

LDH meningkat

Kebugaran

BAB IV

KESIMPULAN

Terapi oksigen hiperbarik (HBOT) perawatan di mana pasien


menghirup oksigen 100% secara berkala sementara ruang perawatan
diberi tekanan hingga tekanan yang lebih besar dari permukaan laut (1,0
atmosfer absolut, ATA). Regimen HBO (hiperbarik oksigen)
menggunakan tekanan 1,5 hingga 2,5 Atm untuk durasi 30 hingga 90
menit, yang dapat diulang beberapa kali. Disediakan di salah satu ruang
monoplace (satu orang) , ruang multi-tempat (banyak orang) yang
dikompresi dengan udara di mana oksigen disalurkan melalui tudung atau
masker. Manfaat pengobatan adalah hasil dari efek primer dan sekunder.

Latihan fisik yang dilakukan pada saat berolahraga merupakan


aktivitas fisik yang teratur dalam jangka waktu dan intensitas tertentu, Ada

20
dua bentuk aktivitas fisik, yaitu aktivitas fisik aerobik dan aktivitas fisik
anaerobik. Aktivitas fisik aerobik adalah aktivitas fisik yang menggunakan
energi Adenosine Triphosphate (ATP) dari hasil proses oksidasi
fosforilase glikogen dan asam lemak bebas. Aktivitas fisik anaerobik
adalah aktivitas fisik yang dalam proses metabolisme pembentukan energi
tidak menggunakan oksigen.

Pada saat kekurangan oksigen, piruvat akan diubah menjadi asam


laktat dengan bantuan enzim LDH, enzim ini dikeluarkan saat di dalam
tubuh terjadi kerusakan jaringan.

Terapi Oksigen Hiperbarik (HBOT) bisa efektif dalam pemulihan


awal dari cedera otot terkait olahraga karena itu efek menguntungkan
pada pemulihan sel dan perbaikan jaringan.

HBOT mengurangi tingkat peningkatan laktat yang disebabkan oleh


olahraga . HBOT dapat meningkatkan suplai oksigen ke jaringan,
memberi energi pada aktivitas sel, meningkatkan sintesis adenosin
trifosfat (ATP), dan memfasilitasi metabolisme zat pemicu kelelahan.
Berdasarkan efek ini,HBOT diterapkan dalam pengobatan kerusakan otot
di bawah kelelahan

21
DAFTAR PUSTAKA

Chen, C. Y. et al. (2019) ‘Early recovery of exercise-related


muscular injury by hbot’, BioMed Research International, 2019. doi:
10.1155/2019/6289380.

Dylan Trotsek (2017) ‘SUMBER DAN METABOLISME ENERGI


DALAM OLAHRAGA’, Journal of Chemical Information and Modeling,
110(9), pp. 1689–1699.

Glazer, T. A. and Telian, S. A. (2016) ‘Otologic Hazards Related to


Scuba Diving’, Sports Health, 8(2), pp. 140–144. doi:
10.1177/1941738116631524.

Heyboer, M. et al. (2017) ‘Hyperbaric Oxygen Therapy: Side Effects


Defined and Quantified’, Advances in Wound Care, 6(6), pp. 210–224. doi:
10.1089/wound.2016.0718.

Hidayah, I. (2018) ‘Peningkatan Kadar Asam Laktat Dalam Darah

22
Sesudah Bekerja’, The Indonesian Journal of Occupational Safety and
Health, 7(2), p. 131. doi: 10.20473/ijosh.v7i2.2018.131-141.

Husin (2016) ‘Kadar Malondialdehide ( MDA ) dan Lactate


Dehidrogenase (LDH) Pada Latihan Aerobik dan Anaerobik’, Psik Stik
Bina Husada Palembang, 4(1), pp. 121–135.

Indrayana, B. and Yuliawan, E. (2019) ‘Penyuluhan Pentingnya


Peningkatan Vo2Max Guna Meningkatkan Kondisi Fisik Pemain
Sepakbola Fortuna Fc Kecamatan Rantau Rasau’, Jurnal Ilmiah Sport
Coaching and Education, 3(1), pp. 41–50. doi: 10.21009/jsce.03105.

Jeter, J. P. and Wong, E. B. (2020) ‘Hyperbaric oxygen therapy in


dermatology’, Cutis, 105(1), pp. 24–27.

Jones, mark W. and Wyatt, H. A. (2019) ‘Hyperbaric , Physics’, pp. 2–5.

LAKESLA (2016) BUKU AJAR ILMU KESEHATAN PENYELAMAN


DAN HIPERBARIK.

Leung, J. K. S. and Lam, R. P. K. (2018) ‘Hyperbaric oxygen


therapy: Its use in medical emergencies and its development in Hong
Kong’, Hong Kong Medical Journal, 24(2), pp. 191–199. doi:
10.12809/hkmj176875.

Memar, M. Y. et al. (2019) ‘Hyperbaric oxygen therapy:


Antimicrobial mechanisms and clinical application for infections’,
Biomedicine and Pharmacotherapy, 109(October 2018), pp. 440–447. doi:
10.1016/j.biopha.2018.10.142.

Moo,. R. E (2019) Hyperbaric Oxygen Theraphy Indication.


Undersea and Hyperbaric Medial Society. 14th ed. USA.

Parwata I Made Yoga , S.Pd., M. K. (2015) ‘KELELAHAN DAN


RECOVERY DALAM OLAHRAGA’, Biomass Chem Eng, 49(23–6), pp. 1–
15.

Perez-Vidal, C. et al. (2017) ‘Wireless transmission of biosignals for

23
hyperbaric chamber applications’, PLoS ONE, 12(3), pp. 1–19. doi:
10.1371/journal.pone.0172768.

Piko, S. O. et al. (2016) ‘Perbandingan Aktivitas Fisik Aerobik Dan


Anaerobik’, 9(17), pp. 88–97.

Rosyanti, L. et al. (2019) ‘HIJP : HEALTH INFORMATION JURNAL


PENELITIAN MEKANISME YANG TERLIBAT DALAM TERAPI OKSIGEN
HIPERBARIK ( Theoritical Review Hyperbaric Oxygen Therapy /HBOT)’,
HIJP : Health Information Junal Hiperbarik, 11(2), pp. 182–205.

Sukamti, E. R., Zein, M. I. and Budiarti, R. (2016) ‘PROFIL


KEBUGARAN JASMANI DAN STATUS KESEHATAN INSTRUKTUR
SENAM AEROBIK DI YOGYAKARTA’, Jurnal Olahraga Prestasi.

Widiyanto (2012) ‘HYPERBARIC OXYGEN AND ACTIVE


RECOVERY By ’:,.

Woo, J. et al. (2020) ‘Effects of hyperbaric oxygen therapy on


inflammation, oxidative/antioxidant balance, and muscle damage after
acute exercise in normobaric, normoxic and hypobaric, hypoxic
environments: A pilot study’, International Journal of Environmental
Research and Public Health, 17(20), pp. 1–10. doi:
10.3390/ijerph17207377.

Yan, L., Liang, T. and Cheng, O. (2015) ‘Hyperbaric oxygen therapy


in China’, Medical Gas Research, 5(1), pp. 1–6. doi: 10.1186/s13618-015-
0024-4.

24
LAMPIRAN

25
26
27
28
29
30

Anda mungkin juga menyukai