Anda di halaman 1dari 43

MODUL IV

PENDALAMAN MATERI
ORIENTASI, MOBILITAS, SOSIAL DAN KOMUNIKASI (OMSK)
ANAK TUNANETRA

Logo (Kosongkan)

Penulis
SUBAGYA

PPG Dalam JABATAN


Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
Tahun 2018

KATA PENGANTAR

i
KATA PENGANTAR

ii
Daftar Isi

Halaman judul................................................................................................. i
Kata Pengantar............................................................................................... ii
Daftar isi ......................................................................................................... iii
I. Pendahuluan............................................................................................ 1
II. Kegiatan belajar 1: Konsep Dasar dan Pemanfatan Indra non visual ...... 3
III. Kegiatan belajar 2: Teknik Orientasi dan Mobilitas................................... 15
IV. Kegiatan belajar 3: Keterampilan Social dan Komunikasi ........................ 32
V. Kegiatan belajar 4: Membaca-menulis Braille .......................................... 39
Daftar Pustaka................................................................................................ 46
Lampiran ........................................................................................................ 47

iii
I. Pendahuluan
A. Rasionalisasi dan Deskripsi Singkat
Menurut Lowenfeld (Lowenfeld, 1979; Willings, 2017 ), siswa tunanetra memiliki
tiga hambatan pokok yaitu hambatan memperoleh aneka ragam pengalaman,
sosialisasi dan mobilitas. Ketiga hambatan tersebut harus diatasi dengan pelatihan,
penyediaan fasilitas, teknologi bantu yang diperlukan. Materi orientasi, mobilitas,
social dan komunikasi (OMSK) merupakan program kebutuhan khusus untuk
peserta didik tunanetra agar hilanganya fungsi visual dapat dikompensasikan ke
indra lain.

Program pengembangan ini lebiih tepat disebut sebagai tindakan intervesi karena
bersifat habilitatif, rehabilitatif, validatif, revalidatif, kompensatif. Program
pengembangan ini pelaksanaannya berbasis asesmen, jadi semua program
dilakukan atas dasar kondisi awal peserta didik. Kurikulum untuk OMSK bersifat
“glondongan”, siapa, kelas berapa, materinya apa, sepenuhnya diserahkan guru
dan guru didasarkan oleh hasil asesmen yang dilakukan.

B. Relevansi
Menguasai konsep teoritis dan praktik program OMSK merupakan kompetensi
khusus yang harus dimiliki oleh guru pendidikan khusus. Hilangnya fungsi
penglihatan mendorong peserta didik tunanetra untuk mengefektifkan
pemanfaatan (kompensatif) indra non visual untuk memperoleh persepsi
sebanyak mungkin.

C. Petunjuk belajar

1. Downloadlah terlebih dahulu film OM yang teredia di web http//:


2. Bacalah petunjuk modul ini secara keseluruhan.

32
3. Bacalah modul ini secara bertahap, mulai modul 1 sampai dengan 4. Ikuti
alur modul ini sampai tuntas termasuk mengerjakan tugas, menjawab
pertanyaan.
4. Buatlah catatan penting jika menemukan hal-hal yang memerlukan
pembahasan lebih lanjut.
5. Carilah referensi/literature/bahan ajar yang disarankan/yang sesuai untuk
melengkapi pembahasan modul ini, baik melalui online maupun off
line.Misal
http://staffnew.uny.ac.id/upload/130543600/pendidikan/Materi+Orientasi+
dan+Mobilitas.pdf
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/19510121198
5031-
IRHAM_HOSNI/TEHNIK_MOBILITAS_DAN_STRATEGI_LAYANAN.pdf

33
II. Pembelajaran 1 : Konsep Dasar dan Pemanfatan Indra non visual
A. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan: Menguasai konsep teoritis dan
layanan program OMSK, peserta didik tunanetra
B. sub Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Setelah mengkaji berbagai literature, diskusi, dan berlatih peserta dapat:
1. Mendeskripsikan konsep OMSK.
2. Mendeskripsikan konsep dasar gembaran tubuh.
3. Mendiskripsikan program pengembangan indra non visual.
C. Pokok-pokok Materi
1. Konsep OMSK
2. Konsep dasar
3. Pengembangan Indra no visual
D. Uraian Materi
Ketika Anda sekolah di SD, SMP, SMA adakah mata pelajaran OMSK? Jika
Anda seorang yang melihat tentu tidak memperoleh mata pelajaran itu.
Tahukah isi materi modul ini tidak perlu dipelajari secara khusus bagi peserta
didik yang melihat? Untuk selanjutnya baca modul berikut!.

1. Pengertian
a. Orientasi
Orientasi adalah proses penggunaan indera-indera yang masih berfungsi
untuk menetapkan posisi diri dan hubungannya dengan objek-objek yang
ada dalam lingkungannya. Orientasi itu mencari informasi untuk menjawab
pertanyaan: (1) di mana saya berada? (2) di mana tujuan saya? dan (3)
bagaimana saya bisa sampai tujuan?
Orientasi melibatkan proses kognitif yang dimulai dari proses persepsi,
analitik, seleksi, perencanaan dan pelaksanaan. Proses asimilasi data dari
lingkungan yang diperoleh melalui indera-indera yang masih berfungsi
seperti penciuman, pendengaran, perabaan, persepsi kinestetis, atau sisa
penglihatan. Proses analitik merupakan pengorganisasian data yang diterima
ke dalam beberapa kategori berdasarkan ketetapannya, keterkaitannya,

34
keterkenalannya, sumber, jenis dan intensitas sensorisnya. Proses seleksi
merupakan pemilihan data yang telah dianalisis yang dibutuhkan dalam
melakukan orientasi yang dapat menggambarkan situasi lingkungan sekitar.
Proses perencanaan merupkan perencanaan tindakan yang akan dilakukan
berdasarkan data hasil seleksi sensoris yang sangat relevan untuk
menggambarkan situasi lingkungan.Proses melaksanakan hasil
perencanaan dalam suatu tindakan.
Kelima proses kognitif itu akan efektif jika anak tunanetra memiliki
pengetahuan/knowledge) dan pemahaman/Comprehension) terhadap hal-
hal khusus sebagai berikut.
1) Landmarks (ciri medan): Setiap benda, suara, bau, suhu, atau petunjuk
taktual yang mudah dikenali, menetap, dan telah diketahui sebelumnya,
serta memiliki lokasi yang permanen dalam lingkungan.
2) Clue (petunjuk): Setiap rangsangan suara, bau, perabaan, kinestetis,
atau visual yang mempengaruhi penginderaan yang dapat segera
memberikan informasi kepada siswa tentang informasi penting untuk
menentukan posisi dirinya atau sebagai garis pengarah
3) Indoor Numbering System (sistem penomoran di dalam ruangan): Pola
dan susunan nomor-nomor ruangan di dalam suatu bangunan.
4) Measurement (pengukuran): Tindakan atau proses mengukur. Mengukur
merupakan suatu keterampilan untuk menentukan suatu dimensi secara
pasti atau kira-kira dari suatu benda atau ruang dengan mempergunakan
alat.
5) Compass Directions (arah-arah mata angin): Arah-arah mata angin
adalah arah-arah tertentu yang ditentukan oleh medan magnetik dari
bumi. Empat arah pokok ditentukan oleh titik-titik yang pasti, dengan
interval 90 derajat setiap sudutnya. Keempat arah tersebut adalah utara,
timur, selatan, dan barat.
6) Self Familiarization (pengakraban diri) –Proses pengakraban diri
merupakan aktivitas khusus sebagai upaya untuk memadukan kelima
komponen orientasi dan menunjukkan saling keterhubungannya. Kelima

35
komponen orientasi merupakan dasar dari proses pengakraban diri.
Kelima komponen tersebut adalah: arah mata angin, pengukuran, clue,
landmark, dan sistem penomoran.
b. Mobilitas
Mobilitas adalah kemampuan, kesiapan, dan mudahnya bergerak dan
berpindah untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Mobilitas juga berarti
kemampuan bergerak dan berpindah dalam suatu lingkungan ke lingkungan
yang lain. Mobilitas amat berkaitan dengan kesiapan fisik. Kesanggupan
mobilitas amat ditentukan oleh kemampuan orientasi. Kekuatan orientasi
akan berdampak pada jangkauan mobilitas anak tunanetra.
c. Orientasi dan mobilitas
OM adalah satu kemampuan, kesiapan dan mudahnya bergerak dari satu
posisi/tempat ke satu posisi/tempat lain yang dikehendaki dengan baik,
tepat, efektif, dan selamat.
d. Keterampilan social
Keterampilan social mencakup keterampilan untuk hidup, bekerjasama,
mengntrol diri, sosialisasi dengan orang lain. Ketermpilan social untuk
tunanetra dalam modul ini akan lebih banyak membahas keterampilan
social yang berkaitan dengan life skill atau kecakapan hidup yang harus
dimiliki untuk bekal hidup untuk diri sendiri maupun untuk orang lain.
e. Keterampilan kominikasi
Keterampilan sosial adalah keterampilan seseorang untuk
mempertahankan tujuan pribadi yang hendak dicapai dengan hubungan
baik dengan orang lain dengan cara yang dapat diterima secara sosial
f. OMSK
Selaras dengan perkembangan OM diberikan materi tambahan yaitu
keterampilan social dan komunikasi, sehingga disingkat menjadi OMSK.
OMSK adalah Sejumlah keterampilan yang dibutuhkan tunanetra untuk
menutupi atau mengganti keterbatasan sebagai akibat langsung dari
adanya hambatan penglihatan. Pengembangan OM adalah keterampilan

36
(orientasi dan berpindah tempat, sosial, komunikasi) yang dibutuhkan
setiap orang untuk bisa akses dan berinteraksi dengan lingkungannya
2. Ruang lingkup
Orientasi dan mobilitas, Keterampilan social, Keterampilan komunikasi.
3. Model kurikulum
a. Terpisah: OMSK diberikan secara terpisah dari mata pelajaran yang lain,
dengan alokasi waktu dan guru khusus.
b. Terpadu: OMSK diberikan secara terpadu pada mata pelajaran tertentu
dengan alokasi waktu dan guru mata pelajaran yang sama.
c. Prioritas: OMSK diberikan atas dasar prioritas, dimana OMSK dipraktikan
benar-benar berdasarkan hasil asesmen. Hal ini terjadi karena peserta
didik terlambat masuk sekolah pada usia yang lebih tua dari kelasnya/
mereka adalah peserta didik yang mengalami ketunanetraan baru.
4. Konsep Dasar
a. Gambaran tubuh
Coba pejamkan mata, dan cobalah jalan beberapa langkah! Apa yang Anda
rasakan? Tahukah posisi dirimu dengan objek lain? Itu hanya berlangsung
beberapa detik. Bayangkan peserta didik tunanetra itu sudah bertahu-tahun
seperti itu bahkan sejak lahir.
Tahukah bahwa peserta didik tunanetra itu tidak tahu ruang di luar dirinya?
Tahukah bahwa peserta didik tunanetra itu tidak tahu gambaran dirinya?
Apalagi di gambaran tubuh orang lain.
Peserta didik tunanetra pertama-tama harus mempelajari mengenai dirinya
sendiri, sebelum dapat dengan tepat berhubungan dengan orang lain dan
lingkungannya. Bila sudah menguasai konsepsi yang tepat mengenai
gambaran tubuh dan orientasi ruang, tunanetra akan dapat menguasai
tingkah laku motoris secara efektif pula.
B.J. Cratty, gambaran tubuh dapat dibagi dalam kategori sebagai berikut
yaitu a) Bidang tubuh berkaitan dengann lokasi seseorang sehubungan
dengan bidang-bidang tubuhnya, misalnya : sisi, depan dan belakang; b)
bagian-bagian tubuh berkaitan dengan kemampuan memberi nama

37
dan mengetahui letak bagian-bagian tubuh; c) gerakan tubuh berkaitan
dengan gerakan otoritas umumnya dan gerakan berbagai-bagai anggota
badan-mengenal kanan kiri, samping –depan dll; d) arah berkaitan dengan
proyeksi ke luar, menjauhi badan, menurut arah kiri-kanan, muka-belakang,
atas-bawah, berdiri sedemiki-an rupa, sehingga bagian kiri (kanan, dan
sebagai-nya) berada paling dekat dengan gerakan objek. Mengetahui mana
yang kiri (kanan dan sebagainya) dari objek. Menghubungkan objek dengan
diri memakai kiri, kanan dan sebagainya (William T. Lydon and M. Loretta
Mc Grow, 1973, h. 12).
b. Kesadaran ruang
Peserta didik tunenetra menyadari ruang bagian-demi bagian. Berbeda
dengan orang awas yang dimulai dari global baru ke detail..Tunanetra
membentuk keseluruhan melalui bagian-bagian dan tergantung dari
jangkauan peradaban, dan apa yang dapat dipelajari melalui perabaan ini
karena hanya terbatas, maka tunanetra tidak dapat mengamati kedalaman,
susunan dan keselutuhan yang merupakan ciri-ciri pokok sesuatu objek. Juga
objek yang ada di luar jangkauannya tidak berarti lagi buat tunanetra. Peserta
didik tunanetra harus disadarkan tentang ruang aksi (dimana dia bergerak),
ruang tubuh (kesadarannya pada arah dan jarak sehubungan dengan
badannya sendiri), ruang objek, (lokasi objek-objek dapat diketahui menurut
arah dan jarak atau objek dalam hubungannya dengan ruang tubuh, ruang
peta (pengelahan pengalaman-pengalaman ruang yang konkrit ke dalam
“Peta Mental” yang agak luas, yang bergantung pada semacam sistem
koordinasi atau arah mata-angin, yang dipakai untuk ruangan, wilayah, kata
atau negeri), dan ruang abstraksi (berkaitan dengan visualisasi definitif bagi
sebagian orang, yang berbarengan dengan kemampuan menanggulangi
konsepsi-konsepsi ruang abstrak yang dibutuhkan dalam masalah pemetaan
dan navigasi, idea-idea geografi dan astronomi, atau masalah geometri).
c. Konsep belok dana rah mata angin
Peserta didik tunanetra perlu dilatih tentang belok, karena tidak sedikit diantara
mereka tidak memahami tentang belok. Latihan belok dapat dimulai dengan

38
belokan yang tepat-tepat lebih dahulu, misalnya belokan 90, setengah
lingkaran (180), puteran penuh (360), sebelum mulai dengan belokan-
belokan dengan derajat yang berbeda-beda. Kemudian belok kanan, belok kiri,
hapak kanan, hadap kiri, balik kanan, balik kiri.
Untuk menentukan arah mata angin, dapat digunakan matahari. Bila tidak ada
sinar matahari dapat menggunakan arah jalan yang sudah dikenalnya. Bila
menggunakan matahari kenalkan pada tunanetra untuk pertama kali arah
utara, dengan mengharapkan anak ke arah utara, kemudian terangkan bahwa
di sebelah kiri adalah barat, kanan di sebelah matahari terbit adalah timur dan
sebagainya. Ajarkan pula mengenai arah dan posisi matahari, misalnya jam :
05.30 matahari terbit di sebelah timur, jam 12.00 matahari di tengah-tengah,
sehingga anak tahu bahwa posisi matahari itu menunjukkan jam. Untuk anak
yang pandai terangkan sekaligus bahwa yang beredar (berputar) itu buminya
bukan matahari.
Setelah menguasai arah mata angin dengan pedoman matahari atau arah
jalan, maka anak penting juga mendapat latihan konsep arah di dalam gedung.

d. Sikap tubuh
Pada anak tunanetra umumnya mempunyai kesalahan dasar pada kebiasaan
posture. Kesalahan dasar yang paling banyak dijumpai adalah berupa
memajukan kepala ke depan, sehingga kepala lebih maju ke depan bila
dibandingkan dengan garis tengah badan. Bahupun ikut terdorong ke depan,
sehingga punggung menjadi kyphosis dengan tingkatan yang berbeda-beda.
Banyak juga tunanetra yang mengalami gangguan lordosis. Hal ini disebabkan
oleh pinggul yang juga maju ke depan, sebagai akibat dari otot-otot perut yang
lemah. Otot-otot pada lutut biasanya kencang, sehingga anak tunanetra tapak
kakinya mengalami pronasi (memutar ke dalam). Ini kemungkinan karena
anak tunanetra menggunakan tapak kakinya untuk meraba waktu berjalan.

Kesalahan posture ini dapat dihindarkan dengan adanya program yang


mencakup latihan-latihan yang sifatnya mendasar sekalipun keadaaannya

39
sederhana, sejak anak masih kecil agar dapat mengembangkan posture yang
lebih baik. Latihan-latihan harus dilakukan dengan berulang-ulang, supaya
anak tidak selalu mengulang kebiasaan-kebiasaan yang jelek. Latihan-latihan
tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat yang sederhana yang
mudah didapat dan mudah pula digunakan
e. Waktu dan jarak
Konsep waktu dapat diberikan kepada tunanetra dengan latihan-latihan
sebagai berikut :
1) Memahami apa artinya satu detik, satu menit, satu jam dan sebagainya.
2) Membahas berapa lama waktu yang diperlukan untuk melakukan kegiatan
atau aktiitas sehari-hari. Misalnya berapa lama waktu untuk mandi, makan,
belajar di rumah dan sebagainya.
3) Apa yang dapat dikerjakan orang selama satu detik, satu menit, satu jam
dan sebagainya.
4) Suruh anak menghitung berapa kali jantung berdenyut salama satu menit.
5) Suruh anak dengan bermacam-macam perlombaan yang melakukannya
diukur dengan waktu.
6) Suruh anak untuk mengira-ira waktu yang digunakan untuk menyelesaikan
suatu tugas tertentu.
Konsep jarak anak harus dijelaskan dari ukuran-ukuran yang terpendek sampi
dengan macam ukuran yang terpanjang, sedikit demi sedikit dari ukuran yang
pendek sebelum mengenal yang panjang. Pengertian perbandingan atau
perbedaan mana yang pendek, yang terpendek, panjang dan yang lebih
panjang, lebih rendah, lebih tinggi dan sebagainya. Kegiatan untuk
menerangkan konsep jarak ini dapat dimulai dengan menjelaskan pengertian
satu senti meter, satu meter dan sebagainya. Kemudian dengan mengukur
bagian-bagian dari tubuh, panjang langkah, mengukur benda-benda yang ada
di dalam kelas, mengukur kelas, rumah. Menduga panjang sesuatu, menduga
jarak suara sesuatu dengan dirinya. Membedakan jalan yang panjang dan
yang melintas.

40
5. Pengembangan indra non visual
a. Pendengaran
Pendengaran memberi informasi tentang tempo dan waktu. Pendengaran
merupakan indra jarak jauh yang mampu menempuh ruang. Kepekaan
pendengaran dianggapnya sebagai suatu yang otomatis sebagai kompensasi
atas hilangnya fungsi visual – semua itu hasil dari latihan bukan pembawaan.
Anak tunanetra dengan pendengarannya mampu mengetahui suasana yang
silih berganti. Berbagai jenis dan warna suara (timbre) dapat menggambarkan
atau memberi petunjuk terhadap suatu keadaan atau peristiwa dan objek.
Aktivitas yang mengkombinasikan tekstur atau bentuk dengan bunyi dapat
membuka peluang bagi tunanetra terhadap terbentuknya asosiasi antara
benda-benda.
b. Perabaan
Peserta didik tunanetra usia sekolah atau prasekolah menggunakan tubuhnya
untuk memahami masalah ruang. Tunanetra sejak lahir mulai mengetahui
bahwa ada ruangan di luar dirinya ketika mereka diajar menjangkau dengan
tangannya untuk mendapatkan barang atau benda, kemudian barulah mereka
berani mengangkat tubuhnya. Kesatuan, kekakuan, kestabilan, berat, bentuk,
dan tekstur dapat diketahui dengan indra perabaan. Kepekaan indra perabaan
pada anak tunanetra tidak berlangsung secara otomatis, tetapi melalui latihan
yang berlangsung terus-menerus sebagai kompensasi hilangnya fungsi visual
. Sensitivitas kulit ditentukan oleh adanya kemampuan untuk membedakan
dua titik yang disebut diskriminasi taktual. Guyton (1981) menyatakan bahwa
perabaan yang paling peka adalah ujung lidah (1 mm), ujung jari (2 mm), dan
hidung (3 mm). Pinel (1993) menyatakan bahwa bagian tubuh yang mampu
mendiskriminasikan taktual yang terhalus adalah tangan, bibir, dan lidah.
Kepekaan diskriminasi taktual sesuai dengan kepadatan reseptornya dan
luasnya korteks serebri sensorik, maka tunanetra mampu membedakan
berbagai variasi bentuk titik timbul dalam huruf Braille.

41
c. Indra lain
Indra pencecap dan pencium secara fisiologis dekat sekali letaknya, maka
kedua indra tersebut akan bekerja secara kooperatif. Indra pembau mampu
menganalisis dan menduga terhadap jenis benda, asal benda serta rasa dari
benda tersebut. Bau yang khas akan merupakan petunjuk terhadap suatu
objek yang dituju. Bau menginformasikan posisi badan dan sebagai petunjuk
berjalan bebas. Indra kinestesi menyadarkan anak tunanetra akan posisi dan
gerak tubuh. Indra keseimbangan mampu memberikan informasi tentang
posisi dari tubuhnya dan juga gerakan lurus serta memutar dari bagian–bagian
tubuh tersebut
E. Rangkuman
Peserta didik tunanetra mengalami kesulitan dalam memahami konsep dasa,
sehingga perlu dilatih tentang gambaran tubuh, kesadaran ruang, konsep
belok, arah mata angin, sikap tubuh dan konsep waktu dan jarak. Indra non
visual perlu dilatih untuk memperoleh kepekaan untuk mengkompensasikan
dari hilangnya penglihatan.
F. Tugas
Carilah buku atau refernsi lain untuk memperdalam pengetahuan tentang
konsep dasar dan pengembangan indra non visual!

42
III. Pembelajaran 2 : Teknik Orientasi dan mobilitas
A. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan: menguasai konsep teoritis dan
layanan program OMSK, peserta didik tunanetra.
B. Sub Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Setelah mengkaji berbagai literature, diskusi, berlaih peserta dapat:
a. Mendeskripsikan teknik pendamping awas.
b. Mendeskripsikan teknik jalan mandiri
c. Mendeskripsikan tekni berjalan dengan tongkat.
C. Pokok-Pokok Materi
a. Teknik jalan dengan pendamping awas
b. Teknik jalan mandiri tanpa alat bantu
c. Teknik tongkat
D. Uraian Materi
1. Jalan dengan Pendamping awas

Pada bagian ini Anda akan belajar dan berlatih bagaimana mendampingi seorang
tunanetra berjalan. Teknik yang akan Anda pelajari meliputi a)Tehik membuat
kontak; b) Melalui jalan sempit atau tempat yang padat orang; c) Berjalan melalui
pintu tertutup; d) Teknik naik dan turun tangga; e) Duduk di kursi; f) Masuk
mobil; dan Berbalik arah.
Silahkan putar film OM yang telah Anda download kemudian perhatikan.
Buatlah catatan setiap langkah-langkah penting!

a. Tehik Membuat Kontak: Membuat


kontak antara pendamping dengan
tunanetra, lebih dahulu pendamping
menyentuh punggung telapak tangan
tunanetra. Kontak dapat dilakukan
oleh pendamping awas ataupun
tunanetra. Jika tunanetra yang
mengajak, tunanetra dapat mengajak
pendamping baik dengan lisan Gambar: membuat kontak
maupun dengan sentuhan tangan, sedangkan jika pendamping awas

43
yang melakukan kontak, maka pendamping dapat menyentuh
pungggung tangan tunanentra dan dibarengi dengan ajakan lisan.
Kemudian tunanetra segera memegang lengan pendamping dengan
erat, tetapi relax sedikit di atas sikut. Ibu jari tunanetra berada di
sebelah luar dan jari-jari yang lain berada di sebelah dalam lengan
pendamping. Lengan bawah tunanetra paralel dengan tanah dan
lengan atas paralel dan dekat tubuhnya sendiri. Posisi tunanetra
berada setengah langkah di belakang pendamping dan di samping
pendamping. Bahu lurus dan sejajar di belakang bahu pendamping.

b. Melalui jalan sempit atau tempat yang padat orang: Bila tunanetra
bersama pembimbing melalui jalan yang sempit, maka agar
perjalannya lancar, tunanetra tidak tersangkut-sangkut, pendamping
menggerakkan siku ke arah belakang ke arah tengah-tengah
punggung. Ini adalah merupakan isyarat kepada tunanetra kalau akan
melalui tempat yang sempit atau tempat yang banyak orang (padat
suasannya), untuk selanjutnya tunanetra memanjangkan lenganya,
sehingga jarak tunanetra dan pendamping menjadi satu langkah, agar
tunanetra tidak menginjak/ menendang tumit pembimbing. Setelah
perjalanan melampaui tempat yang sempit atau tempat yang padat,
pendamping menarik sikunya ke samping kembali dan tunanetra juga
posisinya kembali ke posisi semula dan berada di samping
pendamping dengan jarak setengah langkah di belakang pendamping
kembali. Jadi pada waktu melalui jalan sempit tersebut tunanetra harus
benar-benar berada satu langkah penuh di belakang pendamping.
c. Berjalan melalui pintu tertutup: Bila perjalanan pendamping dan
tunanetra akan melalui pintu, pendamping memberitahukan kepada
tunanetra agar jaraknya dipersempit sampai menjadi satu baris dengan
pendamping. Kemudian pendamping menyebutkan tentang variasi
terbukanya pintu. Misalnya : pintu membuka ke kiri atau ke kanan,
membukanya menjauh kita atau mendekati kita (ke luar atau ke

44
dalam).Waktu membuka pintu, yang membuka pendamping, tunanetra
membantu menahan dengan meletakkan telapak tangan yang bebas
pada tengah-tengah daun pintu, agar pendamping tidak kewalahan
melayani pintu. Jika pintu membukanya ke arah yang berlawanan
dengan pegangan tunanetra, tunanetra pegangannya ganti dengan
tangan yang bebas dan tangan yang tadi untuk berpegangan dilepas
kemudian posisi berdirinya di belakang pendamping seperti bila melalui
jalan sempit dan tangan tunanetra yang tadi untuk berpegangan utnuk
menahan pintu. Misalnya jika tunanetra pegangannya ada sebelah
kanan, sedangkan pintu membukanya ke arah kiri, maka pegangan
tunanetra ganti dengan tangan yang kanan. Pendamping dapat
membuka dengan tangan kanan atau dengan tangan kiri, tetapi bagi
tunanetra yang selanjutnya menutup pintu, bila pintu membuka ke arah
kiri menutup juga dengan tangan kiri, kalau membukanya ke arah
kanan, tunanetra menutupnya juga dengan tangan kanan. Bila telah
lewat pintu posisi pegangan tunanetra segera kembali seperti biasa.
d. Teknik naik dan turun tangga: Waktu akan naik tangga suatu gedung
atau rumah pendamping awas memberi tahu tunanetra bahwa akan
naik tangga, kemudian kalau sudah dekat tapi tangan pendamping
berhenti. Tunanetra mengikuti berhenti dengan mengambil jarak
setengah langkah di belakang pendamping. Bila siku pendamping
terasa naik, tunanetra maju setengah langkah lagi dan selanjutnya
adalah melangkah naik mengikuti pendamping. Berat badan tunanetra
bertumpu pada ujung telapak kaki dan tetapi berada satu tangga di
belakang pendamping sampai naik tangga tersebut habis, sehingga
pada waktu mencapai tempat yang datar siku pendamping terasa
memberi isyarat pada tunanetra, bahwa tangga naik sudah habis.

45
Gambar: naik turun tangga

Pada waktu turun tangga, caranya juga sama dengan waktu naik tangga.
Pendamping juga lebih dahulu memberi tahukan kalau mau turun
tangga. Kemudian berhenti di tepi tangga sebentar, baru seterusya
turun. Tunanetra mengikuti pendamping dengan posisi satu tangan di
belakang pendamping seperti ketika naik tangga, sampai siku
pendamping terasa memberi isyarat kalau turun tangga sudah sampai
di tempat yang datar.

e. Duduk di kursi: Jika akan duduk di kursi, pendamping lebih dahulu


harus meyakinkan pada tunanetra tentang bentuk, ukuran dan kondisi
dari pada kursi cukup kuat atau tidak. Jika datang dari depan kursi,
pendamping membawa tunanetra sejauh setengah langkah dari bagian
depan kursi dan menerangkan posisi dan jarka kursi terhadap
tunanetra. Kemudian tunanetra melepaskan pegangannya dna maju ke
depan sampai tulang kering kakinya menyentuh pinggiran depan kursi.
Seterusnya tunanetra mengecek kursi dengan menyapukan tangannya
ke seluruh permukaan kursi, sandaran dan tempat duduknya benar-
benar kosong ataukah ada benda di atasnya. Bila tak ada benda di
atasnya, tunanetra selanjutnya berputar, berdiri membelakangi kursi

46
dengan meluruskan atau menyentuhkan bagian belakang kakinya pada
pinggiran kursi, baru untuk duduk sambil berpegangan pada kedua sisi
(tepi) kursi sebelum duduk. Mungkin juga pendamping dan tunanetra
datangnya dari belakang kursi. Maka bila demikian pendamping harus
merabakan tunanetra pada bagian belakang kursi. Tunanetra
seterusnya meraba sandaran dan tempat duduk dengan sebelah
tangan tetap memegang sandaran kursi. Tehnik duduknya sama
dengan kalau datangnya dari depan kursi.

Gambar: duduk di kursi

Bila di ruang makan di mana terdapat kursi yang bermeja, caranya


sama dengan kalau dari belakang kursi. Yang penting bagaimana
posisi tunanetra di depan meja itu, seudah lurus atau belum, sudah
terasa enak atau belum dan sebagainya. Untuk mengontrol ini,
tunanetra dapat merentangkan tangannya ke bagian pinggir meja
sesudah duduk. Sedang untuk mengatur letak kursi agar cukup enak
untuk duduk, sebelum duduk tunanetra dapat mengontrol dengan
memegang kursi dan tangan sebelahnya lagi meraba meja, bila jarak
meja dan kursi terlalu rapat dapat ditarik direntangkan agar dapat untuk
duduk dengan enak.

47
f. Masuk mobil: Setelah sampai di depan pintu mobil, pendamping
menjelaskan posisi pintu mobil, membukanya ke sebelah kanan atau
kiri, kemudian tangan tunanetra dipegangkan pada handlenya supaya
tunanetra membuka sendiri. Setelah pintu terbuka tangan tunanetra
yang satunya mengontrol pinggiran atas pintu mobil, terus meraba
tempat duduk untuk mengetahui posisi tempat duduk dan mengontrol
ada benda-benda di atasnya atau tidak.

Gambar: Akan masuk mobil

48
Setelah tunanetra yakin kalau tempat duduk benar-benar kosong, barulan
tunanetra masuk dan duduk. Jika tunanetra akan naik bus umum yang
pintunya agak besar dan tinggi, maka tangan tunanetra dipegangkan
pada besi pegangan yang ada di pintu atau dekat pintu, selanjutnya
dengan tehnik trailing (merambat) pada tepi sandaran tempat duduk
tunanetra akan dapat menemukan tempat duduk yang masih kosong.

g. Memindahkan pegangan tangan: Tunanetra bila memegangnya pada


pendamping sudah terlalu lama mungkin merasa capai, sehingga ingin
memindahkan pegangannya dengan berganti tangan yang sebelah.
Hal ini dapat dilakukan dengan lebih dahulu bertanya kepada
pendamping, apakah sisi yang sebelah yang akan digunakan untuk
pindah itu suasananya aman atau tidak. Kalau pendamping menjawab
kalau keadaan aman, tunanetra dapat pindah pegangan dengan cara
tangannya yang bebas berpegangan pada tangan pendamping yang
semula dipegang. Tangan yang pertama kali berpegangan dilepas dan
sambil menggeser ke belakang pendamping untuk memegang tangan
pendamping yang bebas. Kemudian tangan yang untuk pegangan
kedua dipindahkan ke tangan pendamping yang dipegang oleh tangan
pertama, setelah itu tangan yang pertama kali berpegangan dilepas
dan tangan yang kedualah yang memegang tangan pendamping pada
sisi yang sebelahnya tadi.
h. Berbalik arah: Jika pendamping dan tunanetra dalam perjalanan
menemui jalan buntu atau mungkin karena sesuatu hal yang
menyebabkan mereka harus berbalik arah, ini dapat dilakukan dengan
cara, pendamping berhenti sebentar, kemudian berputar 45 derajad
dari posisi semula menghadap ke arah tunanetra demikian pula
tunanetra juga berputar 45 derajad ke arah pendamping, sehingga
tunanetra dan pendamping berhadap-hadapan posisinya. Tangan
tunanetra yang bebas kemudian memegang tangan pendamping yang
bebas. Selanjutnya pendamping berjalan ke arah yang berlawanan

49
dengan arah semula dan tunanetra melepaskan tangan yang pertama
kali memegang pendamping dan berjalan seperti biasa.
2. Jalan mandiri tanpa alat bantu
a. Trailing (Menyusuri): Trailing adalah kegiatan dengan menggunakan
punggung jari manis dan kelingking untuk menyusuri permukaan yang
datar, seperti dinding, meja lemari dan sebagainya untuk menentukan
posisi diri, mengetahui sesuatu tempat dan untuk menentukan arah yang
sejajar dengan benda-benda yang ditrailing.
b. Squaring Off (Menertibkan): Squaring off adalah sikap berdiri lurus
sesempurna mungkin dengan menggunakan tubuh dan bagian-bagiannya
untuk menentukan posisi di suatu tempat (misalnya di ambang pintu) dan
di samping itu meletakkan posisi tubuh sejajar dengan garis pengarah,
sehingga tunanetra mengetahui posisi awal dan garis arah menuju suatu
benda. Pada waktu tunanetra mengadakan squaring off pada ambang
pintu tangan direntangkan sampai menyentuh tiang kusen, kemudian
tubuhya menyesuaikannya. Squaring off dapat juga pada tembok dengan
merapatkan punggung dan tumit keduanya pada tembok. Cara lain ialah
dengan merapatkan betis pada pinggiran tempat tidur, merapatkan pantat
pada pinggiran meja dan sebagainya. Dalam kegiatan ini yang penting
harus selalu ingat bahwa seluruh tubuh harus mengikuti penyesuaian
yang dilakukan oleh bagian-bagiannya.
c. Upper Hand and Fore Arm (Tangan di atas menyilang tubuh): Tahnik ini
diciptakan guna melindungi badan bagian atas dan kepala dari benturan-
benturan benda-benda yang tinggi, seperti : pintu yang setengah teruka,
sudut bangunan yang menonjol, tiang dan sebagainya. Cara tangan
kanan atau kiri diangkat ke depan/atas setinggi bahu/dada menyilang
badan, sikut membentuk sudut kira-kira 120 derajad, telapak tangan
menghadap ke depan dan ujung jari segaris dengan bahu dengan rilek.
Tehnik ini digunakan dalam lingkungan yang sudah betul-betul dikenal,
misalnya di rumah sendiri atau di kantor, sehingga tunanetra dapat

50
menggunakan tehnik ini dengan tepat pada satu atau dua langkah terakhir
saja.
d. Lower Hand and Fore Arm (Tangan di bawah menyilang tubuh): Tehnik
ini digunakan untuk melindungi tubuh bagian bawah, yaitu daerah perut
dan pangkal paha, supaya tidak terbentur pada benda-benda seperti :
kursi, meja, tempat jemuran handuk dan sebagainya. Caranya, tangan
kanan atau kiri ke arah bawah disilangkan badan, telapak tangan pada
tengah-tengah tubuh mengharap badan (punggung telapak tangan ke
luar). Jarak telapak tangan dan tubuh kira-kira 20 centimeter. Tehnik ini
penddunannya seperti teknik upper hand and fore arm, yaitu di tempat
yang betul-betul sudah dikenal oleh tunanetra.
e. Menentukan Arah (Direction taking): Teknik ini digunakan untuk
memperoleh garis pengarah dari suatu benda atau bunyi agar tunanetra
dapat berjalan lurus dan dapat sampai ke tujuan dengan tepat. Caranya,
tunanetra berdiri sejajar dengan garis pengarah yang menuju ke tempat
tujuan. Teknik ini mirip dengan teknik trailing, jadi tunanetra dapat
menentukan arah dengan menggunakan permukaan rata dari benda-
benda seperti bangku, papan tulis, dan sebagainya, sebagai alat bantu
orientasi dan mobilitas.
f. Pencari Benda Jatuh (Dropped Objects): Tunanetra kalau mempunyai
sesuatu benda yang jatuh penting sekali untuk mendengarkan dan
menghadapkan muka ke arah sumber bunyi itu berhenti. Sebab dengan
berbuat begitu akan mudah untuk mengadakan pencarian. Kemudian
segera berbalik ke arah bunyi, untuk menemukan kembali. Untuk mencari
benda yang jatuh ini ada dua cara: Pertama, dengan jalan membunkukkan
badan ke arah benda dengan sikap tangan melindungi muka (upper hand
yang disesuaikan dengan situasi). Kemudian tangan mencari dengan
teknik membuat lingkaran kecil berupa rabaan ke tempat benda yang
jatuh, makin meluas sampai benda ketemu. Kedua, dengan jongkok
badan tegak lurus, agar kepala tidak membentur sesuatu benda yang
mungkin ada di dekat tunanetra. Setelah memegang lantai/anah, telapak

51
tangan diletakkan terbuka rata di lantai untuk mencari dengan cara yang
sistimatis, dengan cara meraba mulai dari lingkaran kecil yang semakin
meluas atau dengan merabakan kedua belah telapak tangan digerakkan
ke arah samping, kemudian kembali ke tengah-tengah badan dengan
diulang-ulang makin menjauh ke depan sampai benda dapat ditemukan
kembali.
g. Pengenalan Ruangan (Search Pattern): Bagaimana dengan tunanetra
dapat mengenal suatu ruangan dengan mendetail dan menyeluruh,
sehingga dapat mengetahui keadaan sesuatu ruangan berapa luasnya
dan benda-benda apa saja yang ada dalam ruangan itu? Untuk
mengetahui hal ini ada dua cara: Pertama, dengan cara Perimater Method
(mengelilingi ruangan), untuk mengetahui berapa kira-kira luas ruangan.
Untuk ini tunanetra dapat menentukan titik tolak (vacal point) lebih dahulu,
misalnya menggunakan pintu, sehingga setiap gerakan tunanetra dapat
bertitik tolak pada pintu itu. Mula-mula tunanetra berdiri pada vacal point,
kemudian dengan trailing mengelilingi ruangan menurut arah jarum jam
sampai kembali ke vacal point. Kedua, ialah dengan Grid System
(menjelajahi ruangan). Tujuang menggunakan teknik ini adalah untuk
mengetahui keadaan ruangan secara menyeluruh. Caranya : Tunanetra
dapat berjalan diagonal dari sudut yang satu menyeberang ke sudut yang
lain atau dapat juga menyeberang dari dinding yang satu ke dinding yang
lain, sehingga seluruh ruangan dapat dijelajahi.
h. Shaking Hand (Berjabat tangan): Kesulitan sering dialami oleh dua orang
tunanetra yang ingin saling berjabat tangan. Bila tunanetra bermaksud
jabat tangan dengan orang awas, mungkin sudah tidak problem, sebab
orang yang awas dapat melihat tunanetra, tetapi bila tunanetra dengan
tunanetra bermaksud akan berjabat tangan ini merupakan suatu kesulitan,
karena sama-sama tidak melihat. Bila antara tunanetra dengan tunanetra
ingin berjabat tangan hendaknya kedua tunanetra itu saling mengulurkan
tangannya ke depan tingginya jangan sampai melewati dada, kemudian
digerakkan ke kanan dan ke kiri atau ke kiri terus ke kanan. Kalau kedua

52
telapak tangan tersebut sudah bersentuhan, barulah berjabat tangan.
Buat orang awas yang ingin berjabat tangan dengan tunanetra, maka
sentuhkanlah punggung telapak tangan pada punggung telapak tangan
tunanetra, kemudian baru jabat tangan.
3. Teknik tongkat
Sebelum berlatih berjalan dengan tongkat, cobalah cari informasi di internet
tentang tongkat untuk tunanetra! Tulisalah spesifikasi tongkat yang standar
untuk tunanetra!
a. Teknik trailing: Teknik ini sebetulnya adalah teknik diagonal yang
digunakan untuk trailing. Tujuan penggunaan teknik ini agar tunanetra
mampu berjalan di dalam ruangan yang sudah dikenal dan dengan
teknik ini tunanetra dapat berjalan lurus dalam mencapai tujuan tertentu
Caranya posisi tongkat sama dengan teknik diagonal, tetapi posisi
tip/ujung tongkat menempel pada permukaan datar yang ada pada
tembok atau mungkin pagar batu yang datar pada pinggiran yang
horisontal dan vertikal.
b. Teknik di luar ruangan (out door technique): eknik ini dapat digunakan
di daerah yang sudah dikenal maupun yang belum dikenal oleh
tunanetra. Panjang tongkat harus sudah diukur yang sebaik-baiknya
dengan tunanetra yang memakainya. Panjangnya yang paling ideal
adalah setinggi tulang dada tunanetra yang memakainya. Dalam hal
ini perlu diperhatikan beberapa teknik yang harus dikuasai dengan baik
oleh tunanetra, yaitu : (a) Mengenai cara memegang tongkat (grip); (b)
Lebar busur ke kiri dan ke kanan harus selalu sama dan stabil (arc
consistent; (c) Sebelum melangkahkan kaki, tunanetra harus mengecek
dulu tempat yang akan diinjak untuk berjalan (clearing before walk); (d)
Posisi tangan lentur di depan pada tengah-tengah badan (arm resting on
body); (e)Gerak tongkat dan langkah kaki ada koordinasi yang harmonis
(coordination/keep in step). Teknik-teknik itu mencakup teknik sentuhan
dan teknik 2 sentuhan.

53
1) Teknik sentuhan (Touch technique): Teknik ini dapat digunakan di
daerah yang sudah dikenal maupun daerah yang belum dikenal oleh
tunanetra, yang masih asing bagi tunanetra untuk menjelajahi
tempat tersebut, namun tunanetra dapat berjalan dengan selamat.
Prosedur dari teknik sentuhan ini adalah sebagai berikut: (a) Cara
memegang tongkat (grip) Cara memegang grip diharapkan tidak
tegang, tetapi harus relax seperti orang yang sedang berjabat
tangan. Dari yang benar-benar berfungsi dalam memegang tongkat
in adalah jari telunjuk yang untuk menahan tongkat dan ibu jari, untuk
menekan pegangan atau grip. Sedang jari-jari yang lain fungsinya
hanya sebagai pembantu saja. Posisi tongkat harus rapat pada
telapak tangan dengan telunjuk lurus pada bagian tongkat atau grip
yang datang (rata); (b) Lebar Busur: Lebar busur ke kiri dan ke kanan
harus selalu sama atau stabil sehingga dapat melindungi kaki kiri dan
kanan (tip tepat lurus dengan bahu) tidak boleh terlalu lebar ke kiri
atau ke kanan. Posisi pergelangan tangan juga tidak boleh terlalu ke
tepi / sisi kiri atau kanan, terlalu ke atas atau ke bawah; (c) Mengecek
sebelum melangkah (clearing) Sebelum melangkahkan kaki,
tunanetra harus mengecek lebih dulu tempat yang akan diinjak untuk
berjalan. Bila menyentuh sesuatu harus benar-benar diperhatikan
apakah jenis benda itu. Cara mengecek : Ujung tongkat (tip)
digeserkan dari samping kiri ke samping kanan (atau sebaliknya),
kemudian digeserkan kembali ke depan pada tengah-tengah badan,
selanjutnya ditarik digeser menuju tengah-tengah ke dua telapak
kaki. Teknik ini digunakan juga waktu akan menyeberang jalan; (d)
Posisi tangan: Posisi pergelangan tangan di tengah-tengah badan,
sehingga kalau menyentuh / menabrak sesuatu benda atau terkait
tidak menusuk perut dan bagian busurnya akan menyentuh benda
itu lebih dulu.(e) Gerak tongkat dan langkah kaki ada koordinasi
yang harmonis.

54
2) Teknik Dua Sentuhan (Two Touch Technique): Teknik dua sentuhan
ini pada dasarnya adalah sama dengan teknik sentuhan,
perbedaanya hanya pada penggunaan dan geseran tongkat saja.
Teknik dua sentuhan digunakan untuk berjalan di jalan / tempat yang
kasar, dimana kalau tongkat digeser busrnya akan kerap tersangkut
/ menusuk jalan atau tanah, sehingga gerakan tongkat ke kiri dan
kanannya tidak dengan digeser, melainkan sedikit diangkat ujungnya
dari tanah (jangan lebih dari 10 sentimenter diatas tanah), dan
disentuhkan ke sebelah kiri dan kanan di depan telapak kaki jaraknya
sama dengan teknik sentuhan. Tujuan penggunaan teknik ini untuk
berjalan mengikuti shore line, mencari belokan, jalan masuk, jalan
yang bahaya (kasar) dan untuk mengecek posisi tubuh berada di
pinggir atau tidak. Teknik sentuhan maupun teknik dua sentuhan ini
tidak selalu digunakan sepanjang perjalanan, tetapi hanya
digunakan dalam hal-hal seperti tersebut ditas.
c. Teknik Menggeserkan Tip (Slide Technique): Prosedur teknik ini juga
sama dengan prosedur kedua teknik tersebut diatas. Perbedaannya
juga hanya pada penggunaan geseran waktu menggerakan tongkat.
Teknik ini digunakan pada jalan / trotoar / tempat yang rata / licin
permukaannya dengan menggunakan ujung tongkat ke kiri atau ke
kanan pada jalan / trotoar / tanah yang rata, sehingga semua benda,
lubang baik besar maupun kecil dapat tersentuh oleh bagian busur
tongkat dan akhirnya tidak ada sesuatu halangan pun yang tidak
tersentuh oleh bagian busur dari geseran tongkat sebelumnya. Berjalan
dengan teknik menggeserkan tip yang besar, akan membawa
tunanetra sampai ke tempat tujuan dengan aman dan sleamat karena
semua halangan akan terdeteksi.
d. Teknik Naik dan Turun Tangga (Up and Down Stair Technique):
Tujuan penggunaan teknik ini, agar tunanetra mampu berjalan nai dan
turun tangga dengan aman dan selamat sampai habis seluruh tangga
yang sedang dilalui.Sebelum naik atau turun tangga tu harus

55
mengadakan penertiban dulu (squaring off) pada pinggir tangga yang
pertama untuk naik atau turun, dengan menggunakan ujung ke dua
telapak kaki, dirasakan pada bagian pinggir tangga (lurus dengan
tangga). Setela squaring off, tunanetra mengecek tinggi angga dan
lebar tangan serta posisinya sudah di tengah-tengah jalan atau belum,
untuk menghindari kalau tangga naik atau turunnya tidak
menggunakan pegangan agar tunanetra tidak terjun ke samping
tangga. Tetapi kalau disamping kiri / kanan ada pegangan, tunanetra
lebih baik naik atau turun mendekati pegangan. Tunanetra dapat naik
atau turun denga sebelah tangan memegang tongkat dan sebelumnya
berpegangan pada pegangan tangan.
Cara mengecek tunanetra menggeserkan ujung tongkatnya dari sisi kiri
ke sisi kanan, kemudian digeser kembali ke tengah dan ditarik ke ara
kaki, seperti waktu mencek pada awal perjalanan. Jika tunanetra sudah
yakin bahwa posisinya sudah benar dan siap akan naik, tunanetra
hendaknya menggunakan teknik tongkat menyilang tubuh dengan
ujung tongkat disentuhkan pada pinggiran tangga yang kedua dan
tegak agak diangkat sehingga ujung tongkat kira-kira hanya 5
centimeter berada di bawah bibir tangga ke dua. Kemudian mulai naik
dengan posisi tangga dan ujung tongkat yang tidak berubah sampai
terasa tangga naik habis, karena bila tangga naik habis ujung tongkat
tidak menyentuh tangga lagi.
Bila turun tekniknya juga sama, hanya ujung tongkat disentuhjkan pada
tangga ke dua pada bagian bibirnya kemudian sedikit menggantung
dan bila tangga turun nanti sudah habis, ujung tongkat akan
menyentuh lantai, selanjutnya tunanetra berjalan dengan teknik
menggeserkan tip (slide technique). Untuk berjalan naik dan turun
tangga yang lebar permukaan tangganya tidak sama, tiap-tiap tangga
harus dicek, sehingga tiap melangkah satu tangga, tunanetra tidak
boleh lupa mengecek, jadi naik atau turunnya satu tangga demi satu
tangga.

56
E. Rangkuman
Teknik yang akan Anda pelajari meliputi: a)Teknik membuat kontak; b) Melalui
jalan sempit atau tempat yang padat orang; c) Berjalan melalui pintu tertutup; d)
Teknik naik dan turun tangga; e) Duduk di kursi; f) Masuk mobil; dan Berbalik
arah. Teknik jalan mandiri meliputi: a) trarilling, b) lower hand; c) upper hand; d)
menentukan arah, e) mencari benda jatuh; f) berjabat tangan; g) menertibkan; h)
pengenalan ruangan.Teknik tongkat meliputi: a) cara memegang tongkat, teknik
trailing, teknik sentuhan, teknik 2 sentuhanm dan teknik naik/turun tangga.
F. Tugas
1. Setelah menyaksikan tayangan film teknik pendamping awas, coba
praktikan dengan teman Anda, dimana salah satunya berperan sebagai
peserta didik tunanetra!
2. Coba Anda mempraktikan ke delapan teknik jalan mandiri tanda alat
dengan mata tertutup!
3. Ambillah tongkat! Coba praktikan berjalan dengan teknik tongkat!

57
IV.Pembelajaran: 3 Keterampilan Sosial dan Komunikasi
A. Capaian Pembelajaran: menguasai konsep teoritis dan layanan program
OMSK, peserta didik tunanetra.
B. Sub Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Setelah melakukan diskusi, mengkaji literatur dan berlatih terus-menenur
peserta dapat:
1. Mendeskripsikan cara mengajar bidang-bidang keterampilan social
dengan tepat.
2. Menjelaskan cara mengajar bidang-bidang keterampilan komunikasi
dengan tepat.

C. Pokok-Pokok Materi
Keterampilan social
Keterampilan komunikasi
D. Uraian Materi
Keterampilan social dan komunikasi pada modul ini hanya disajikan
keterampila dasar dan esensial yang perlu latihkan ke peserta didik
tunanetra. Anda dapat mengembangkan sendiri materi lain yang
diperlukan.
1. Pengembangan keterampilan sosial
a. Pengertian
Keterampilan sosial adalah keterampilan seseorang untuk
mempertahankan tujuan pribadi yang hendak dicapai dengan hubungan
baik dengan orang lain dengan cara yang dapat diterima secara sosial
b. Tujuan
Tujuan akhir dari pengembangan kemampuan sosial adalah tunanetra
mampu melakukan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari sehingga peserta
didik mampu berinteraksi, beradaptasi dan berpartisipasi aktif dalam
kehidupan pribadi dan sosial di lingkungan keluarga di sekolah dan
masyarakat luas.
c. Bentuk aktivitas

58
Ruang lingkup keterampilan social dalam modul ini hanya mengambil
bagian yang esensial. Guru dapat menambahkan sendiri sesuai kebutuhan
dan kepentingan peserta didik. Adapun ruang lingkup keterampilan social
dalam modul ini yaitu: 1) Kesehatan pribadi; 2)Aktivitas sehar-hari; 3) Dunia
kerja; 4) Reproduksi.
1) Kesehatan pribadi
a) Kesehatan pribadi mencakup menjaga kesehatan pribadi: mandi
sendiri, mencuci dan mengeringkan tangan, mencuci dan
mengeringkan kaki, menggosok gigi, menggunakan deodorant,
memotong kuku, mencuci rambut dan menyisir, merias diri, memakai
sandal dan sepatu,
b) Merawat dan memerlihara pakaian: memcuci pakaian tanpa mesin,
mencuci pakaian dengan mesin, menyeterika, melipat pakaian,
menyimpan pakaian, memilih pakaian, menandai pakaian
2) Kegiatan sehari-hari
a) Menggunakan peralatan dapur: menyalakan kompor, merawat
kompor.
b) Menyiapkan makanan: memilih bahan makanan, memotong bahan
makanan, mengupas bahan makanan, menggoreng, memasak,
mengontrol kematangan masakan, menghidangkan makanan,
menyimpan makanan.
c) Etika di meja makan: cara duduk, menggunakan dan menyimpan
serbet, menggunakan peralatan meja makan, orientasi meja makan,
sopan santun di meja makan.menuang ari di gelas, menata makan
di meja makan, makan dan minum bersama.
d) Memelihara perabot rumah: Menggunakan lampu; Membersihkan
perabot rumah tangga; Membersihkan langit-langit;Membersihkan
kaca jendela dan pintu; Menyapu lantai; Mengepel lantai; Menata
mebeler.
e) Merawat lingkungan rumah: membersihkan halaman, merawat
tanaman, merawat alat kebun, merawat hewan peliharaan.

59
f) Memperbaiki pakaian sederhana: menjahit.
g) Mengelola keuangan: Mengidentifikasi uang kertas dan uang logam,
Melipat uang kertas, Menyimpan uang ke dalam dompet atau tas,
Membelanjakan uang, Menyimpan uang di Bank, Mengatur uang
untuk keperluan keluarga (tlp, listrik dll).
3) Dunia kerja
a) Menajemen kerja: arti kerja, aturan kerja, sikap bekerja, menyiapkan
alat kerja, memelihara alat kerja, menggunakan alat kerja
b) Menggunakan waktu: menagatur waktu kerja dan waktu senggang.
4) Reproduksi
Reproduksi manusia: perbedaan jenis kelamin, peralatan yang
berhubungan dengan jenis kelamin, masalah kewanitaan (haid, hamil,
merawat bayi, KB, membesarkan anak), menanamkan jiwa religus
pada anak, peralatan laki-laki, sunat/khitanan, polusio, mimpi basah,
bagian-bagian tubuh yang tdiak boleh disentuh oleh lain jenis/orang
lain, alat vital.reproduksi,
2. Keterampilan komunikasi
a. Pengertian
Pengembangan komunikasi pada tunanetra menekankan pada bagaimana
tunanetra dapat mengkomunikasikan secara lisan pikiran dan maksudnya
dengan ekspresif dan menarik kepada orang lain. Banyak tunanetra
mengkomunikasikan pikiran dan maksudnya tidak ekspresi dan tidak
menarik. Hal ini bukan berarti tunanetra tidak bisa melakukannya, tetapi
tidak mendapatkan latihan contoh dari lingkungannya karena
ketunanetraannya.
b. Tujuan
Tujuan akhir dari pengembangan komunikasi adalah mampu bersikap baik
dan benar dalam berkomunikasi lisan, tulisan dan isyarat secara ekspresif
menyenangkan baik menggunakan alat komunikasi manual maupun
elektronik.

60
c. Bentuk aktivitas
Bentuk aktivitas pengembangan komunikasi untuk peserta didik
tunanetra yaitu: komunikasi tulisan bagi tunanetra, komunikasi isyarat
bagi tunanetra, pemanfatan teknologi bantu komunikasi elektronik dan
manual
1) Baca tulis Braille: melatih perabaan, diskriminasi taktual,
mengidentifikasi bentuk, posisi tubuh, posisi tangan, posisi jari,
memasang reglet, menggunakan kaca pembesar (low vision), berlatih
menggunakan alat untuk tanda tangan.
2) Komunikasi: alat tradisional, peralatan modern, teknologi bantu,
perkenalan, bermain, komunikasi formal dan non formal, etika bergaul,
anjangsana, berobat ke puskeman/RS, membayar pajak listrik, pajak
PBB, transaksi di Bank, organisasi kampong, ibdah bersama, arisan,
dll.

E. Rangkuman
Keterampilan sosial adalah keterampilan seseorang untuk mempertahankan tujuan
pribadi yang hendak dicapai dengan hubungan baik dengan orang lain dengan cara
yang dapat diterima secara sosial. Keterampilan komunikasi merupakan
kecapakan individu secara ekpresif dan reseptif dengan orang lain dengan
memperhatikan norma dan etika yang berlaku.
F. Tugas
Coba identifikasi materi esensial yang belum masuk pada program
pengembangan keterampilan social dan komunikasi!

61
V. Pembelajaran 4: Membaca-menulis Braille

A. Capaian Pembelajaran: menguasai konsep teoritis dan layanan program


membaca-menulis Braille bagi peserta didik tunanetra.
B. Sub Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Setelah mempelajari pedoman penulisan Braille, berdiskusi, berlatih, peserta
dapat:
1. Menulis Braille dengan cepat dan benar
2. Membaca huruf Braille dengan cepat dan benar
C. Pokok-Pokok Materi
Membaca-menulis Braille Dasar
D. Uraian Materi
1. Pembentukan huruf Braille.
Huruf Braille dikembangkan terdiri dari 6 huruf Braille titik, tanda baca umum,
dan beberapa simbol yang ditampilkan sebagai mengangkat 6 pola titik sel
Braille dibaca dengan menggunakan ujung jari untuk merasakan titik-titik
dibangkitkan. Abjad Braille 6 titik, metode untuk mewakili nomor Braille, dan
beberapa tanda baca Braille yang digunakan dalam semua bahasa yang
berbagi alfabet Romawi. Ada variasi dari 6 titik Braille dalam berbagai bahasa
alfabet Romawi. Representasi tanda baca dan perbedaan dalam arti lain 6 sel
titik Braille yang umum digunakan untuk mewakili karakter khusus dan/ atau
kombinasi huruf umum. Karakter Braille didasarkan pada sel Braille 6 titik
memiliki dua kolom paralel tiga titik masing-masing. Jika sel kosong dihitung,
64 kombinasi yang unik yang mungkin titik dengan sel Braille 6 titik. Ketinggian
sekitar 0,02 titik inci (0,5 mm); jarak horizontal dan vertikal antara titik pusat
dalam sel Braille adalah sekitar 0,1 inci (2,5 mm); ruang kosong antara titik
pada sel yang bersebelahan adalah sekitar 0,15 inci (3,75 mm) horizontal dan
0,2 inci (5,0 mm) vertikal. Halaman Braille standar 11 inci dan biasanya
memiliki maksimum 40-42 sel Braille per baris dan 25 baris.

62
Huruf Braille antara menulis dan membaca memiliki cara berkebalikan.
Menulis huruf Braille tidak dapat langsung dapat dibaca seperti menulis huruf
cetak. Cara menulisnya dari arah kiri dengan membuat tusukan pada reglet
kemudian untuk membacanya kertas dibalik dibaca dari arah kiri ke kanan.
Huruf Baca huruf Tulis

Berikut adalah huruf abjad dalam huruf Braille


Huruf Baca

Huruf Tulis

Perhatikan huruf a sampai j! kemudian teruskan mengamati huruf k


sampai t!
Cari hubungan antara huruf a dengan k, b dengan l, c dengan m
demikian seterusnya sampai j dengan t.
Lanjutkan hubungan k dengan v dst.

63
2. Cara Menulis Huruf Braille dengan Reglet:
a. Masukkan kertas ke dalam lipatan reglet.
b. Tulis/ tusuk reglet dengan pena/ stylus dengan dari arah kanan ke kiri
menggunakan alphabetik huruf negatif/ tulis.
c. Jika telah penuh, maka pindahkan reglet dengan cara:
1) Buka/ lepas reglet
2) Geserlah reglet tersebut ke bawah
3) Bekas lubang paku reglet bagian bawah menjadi pedoman untuk
memasukkan paku/ pengait reglet bagian atas, dst.
Untuk membaca, bukalah reglet dan balikanlah kertas hasil tulisan tersebut
dan bacalah dari kiri ke kanan.

3. Tanda baca

64
Contoh

Tanda huruf besar/ kapital, titik 6 (,)

a. Ditulis rapat tanpa spasi

b. Satu atau dua kata dengan semua huruf besar digunakan dua tanda huruf kapital
untuk masing-masing kata dan ditulis di depan kata.
GEMPA BUMI ,,gempa ,,bumi

c. Untuk tiga/ lebih kata dengan semua huruf besar digunakan tiga tanda huruf
kapital di depan kata pertama dan dua tanda kapital sebelum kata terakhir.

d. Ketentuan c tidak berlaku untuk judul buku, karangan, bab, yang semuanya
ditulis tiap kata digunakan dua tanda huruf kapital dan ditulis di depan masing-
masing kata.

65
Tanda kursif, titik 4-6
a. Ditulis langsung tanpa spasi di depan kata.
b. Tanda kursif digunakan kata/ kalimat yang bercetak miring/ tebal, bergaris
bawah.

Satu s.d tiga kata digunakan satu tanda kursif untuk masing-masing kata.

Untuk empat/ lebih kata digunakan dua tanda di depan kata pertama dan satu
tanda kursif sebelum kata terakhir.

Tanda lebih kurang ( ± ), titik 2-6, 3-5 (59)

a. Penulisannya dipisahkan dengan satu spasi dari huruf/ tanda baca yang
mendahului atau mengikutinya.
b. Penulisannya tidak dipisahkan dengan spasi dari angka atau singkatan mata
uang, ukuran yang mengikutinya.

66
4. Matematika dasar
a. Bilangan

b. BIlangan pecahan

c. Pemenggalan bilangan besar

67
d. Angka romawi

e. Operasi bilangan

68
f. Pangkat dan indek

69
g. Akar

h. Operasi bilangan tertutup

i. FPB dan KPK

j. Taksiran dan kesimpulan

70
E. Rangkuman

F. Tugas

Jika Anda ingin mendalami Braille Matematika lanjut, Kimia Braille, Musik
Braille, Arab Braille, Tulisan singkat, Contraction silahkan baca buku Membaca-
menulis Braille yang ditulis Subagya, penerbit UNS Press.

71

Anda mungkin juga menyukai