Anda di halaman 1dari 8

PENDIDIKAN KEPADA ANAK TUNARUNGU

Rona Napitupulu ( 210101118)

ronanapitupulu9@gmail.com

Abstrak.

Anak tunarungu adalah anak yang pendengarannya dibatasi sedemikian rupa sehingga anak
tersebut mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya. Keterbatasan tersebut dapat
mempengaruhi tingkat pengetahuan anak terhadap informasi yang diterimanya, sehingga
rendahnya tingkat pengetahuan anak khususnya dalam bidang kesehatan gigi dan mulut,
sehingga perlu adanya media yang dapat membantu penyandang tuna rungu mendapatkan
informasi tersebut. informasi dengan lebih mudah. .Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui bagaimana pendidikan anak tunarungu diselenggarakan dan untuk mengetahui
bagaimana pendidikan dilakukan kepada anak tunarungu.

Kata kunci: Pendidikan, Tunarungu, Anak.


LATAR BELAKANG

Pendidikan adalah suatu usaha yang mendasar dan terencana untuk menciptakan
suasana belajar dan proses pembelajaran sedemikian rupa sehingga peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, moralitas, ilmu hayat, pengetahuan umum dan keterampilan yang diperlukan
bagi masyarakat dibawah hukum memanggil .Tujuan pendidikan nasional adalah
mencerdaskan kehidupan masyarakat, artinya setiap orang berhak menerima dan menikmati
pendidikan dimana saja dan kapan saja, baik dalam kondisi jasmani maupun rohani. Anak-
anak yang membutuhkan dukungan khusus juga harus memperhatikan masa depannya, oleh
karena itu mereka berhak mengkritik pendidikan. Namun model pendidikan yang diajukan
tentu tidak sama dengan model pendidikan masyarakat awam lainnya. Setiap orang
mempunyai kebutuhan khusus yang berbeda-beda. Termasuk tuna rungu merupakan salah
satu kebutuhan khusus masyarakat. Ketulian merupakan suatu kebutuhan khusus bagi anak
yang mengalami ketulian atau gangguan pendengaran, biasanya sejak lahir dan sebagian
disebabkan oleh kelainan genetik dan kecelakaan.

Anak tunarungu adalah anak yang mengalami gangguan pendengaran baik sebagian
maupun seluruhnya, sehingga mempengaruhi kehidupannya secara kompleks. Secara fisik
anak tunarungu terlihat seperti anak normal, namun ketika diajak berkomunikasi ternyata
anak tersebut mengalami gangguan pendengaran. Anak tunarungu bukan berarti anak tersebut
mengalami gangguan bicara, namun biasanya anak tunarungu mempunyai kecacatan
sekunder yaitu gangguan bicara. Penyebabnya, sistem otak anak hanya memiliki kosa kata
yang sangat sedikit dan anak belum terbiasa berbicara. Anak-anak tunarungu tidak dapat
memahami informasi yang diucapkan. Oleh karena itu, anak sulit menyerap materi yang
bersifat abstrak, oleh karena itu diperlukan media yang dapat memudahkan anak tunarungu
dalam memahami konsep. Media visual yang menarik dan populer di kalangan siswa dinilai
dapat menjadi alat bantu yang relevan dalam membantu anak tunarungu dalam menghadapi
permasalahan belajar yang berkaitan dengan materi abstrak. Berdasarkan kenyataan tersebut,
maka perlu adanya perencanaan pendidikan khusus bagi anak tunarungu berkebutuhan
khusus, sehingga dibuatlah materi pendidikan anak tunarungu berdasarkan latar belakang
tersebut.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode studi Pustaka yang
berarti penulis mendapat sumber data dari berbagai sumber ilmiah yaitu,buku-buku jurnal,
dan laporan penelitian dan yang laiinya yang bersifat online, sumber data ilmiah disesuaikan
dengan topik pembahasan sehingga dapat memberikan dasar teologis dari peran guru PAK
dalam mengubah karakter siswa.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pengertian Anak Tunarungu

Tunarungu adalah suatu keadaan atau kondisi seseorang dimana indera pendengarannya
berkurang atau melemah sedemikian rupa sehingga ia tidak mampu mempersepsikan
rangsangan baik berupa suara, bunyi atau rangsangan pendengaran lainnya. Akibat gangguan
perkembangan pada penyandang tunarungu, kemampuan berbicara penyandang tunarungu
juga menjadi sulit, sehingga menyebabkan penyandang tunarungu mengalami keterlambatan
dan kesulitan dalam hal-hal yang berkaitan dengan komunikasi. Andreas Dwijosumarto
dalam seminar tuna rungu di Bandung (19 Juni 1988) mengatakan bahwa tuli adalah
hilangnya pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak mampu mempersepsikan
berbagai rangsangan, terutama indra pendengaran. Sri Moerdiani (1987: 27) menyatakan
dalam Psikologi Anak Khusus (Psychology of Special Children) bahwa anak tunarungu yang
mengalami gangguan pendengaran sehingga kurang melakukan aktivitas praktis dan tujuan
komunikasi dengan orang lain dan lingkungan.

Namun Moh Amin dalam bukunya Ortopedi Umum menyatakan bahwa tuna rungu
adalah anak yang mengalami gangguan pendengaran atau gangguan pendengaran akibat
rusaknya atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga
menyebabkan terhambatnya perkembangannya dan sebagainya. . memerlukan bimbingan
pendidikan khusus. (1991:1). Seorang ahli lain mendefinisikan tuli dari sudut pandang medis
dan pedagogi sebagai berikut: “Tuli berarti tidak adanya atau hilangnya kemampuan
mendengar, yang disebabkan oleh rusaknya seluruh alat pendengaran, yang menyebabkan
terhambatnya perkembangan bahasa sehingga memerlukan pengajaran khusus. . dan layanan.
(Salim, 1984:8). Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
anak tunarungu adalah anak yang mengalami gangguan pendengaran akibat tidak
berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran, sehingga anak memerlukan bimbingan
dan pendidikan khusus untuk mengembangkan kemampuannya. berbahasa dan potensinya
seoptimal mungkin. Atau dengan kata lain anak tunarungu adalah anak yang mengalami
gangguan atau gangguan pendengaran karena rusak atau tidak berfungsinya indra
pendengarannya, sehingga perkembangannya terhambat. Oleh karena itu, anak tunarungu
memerlukan pendidikan khusus untuk mencapai kehidupan yang layak di dalam dan di luar
ruangan.

2. METODE PEMBELAJARAN

Berikut metode pengajaran yang umumnya digunakan oleh guru kepada anak tunarungu,
yaitu (Kurnaeni : 2011) :

1. Belajar Melalui Membaca Ujaran (Speechreading)


Membaca adalah pembelajaran dimana anak memahami pembicaraan orang lain dengan
cara “membaca bibir” ucapannya. Namun hanya sekitar 50% bunyi ujaran yang dapat dilihat
melalui bibir. Di antara 50% sisanya, ada yang dibuat di belakang bibir tertutup atau jauh di
belakang mulut sehingga tidak terlihat, atau ada bunyi ujaran yang muncul di bibir dengan
cara yang sama sehingga pembaca bibir tidak bisa memastikan bunyi apa yang sedang
dilihatnya. . Hal ini sangat sulit bagi mereka yang ketuliannya berkembang pada periode pra-
linguistik. Seseorang dapat menjadi seorang pembaca tuturan yang baik, apabila ditunjang
dengan pengetahuan yang baik mengenai struktur bahasa, sehingga ia dapat menebak dengan
tepat mengenai bunyi-bunyi yang “tersembunyi”. Oleh karena itu, orang-orang tunarungu
yang berbicara normal cenderung menjadi pembaca ucapan yang lebih baik dibandingkan
orang-orang yang tidak dapat berbahasa sebelumnya, dan bahkan terdapat bukti bahwa orang-
orang non-tuli yang tidak memiliki latihan lebih baik dalam membaca bibir dibandingkan
orang-orang tunarungu yang harus menggunakan metode ini. Kelemahan sistem pembacaan
pidato ini dapat diatasi dengan menggabungkannya dengan sistem pembacaan pidato yang
direkomendasikan. Cued Speech adalah isyarat tangan untuk berhenti membaca.
2. Belajar Melalui Pendengaran.
Belajar melalui pendengaran, dimana penyandang tunarungu dari semua tingkatan dapat
memperoleh manfaat dari alat bantu dengar tertentu. Alat bantu dengar yang terbukti efektif
untuk gangguan pendengaran sensorineural yang sangat parah adalah implan koklea. Implan
koklea adalah alat bantu dengar prostetik yang terdiri dari dua bagian, yaitu komponen
eksternal (mikrofon dan pengolah suara) yang dikenakan pengguna, dan komponen internal
(seperangkat elektroda yang dipasang secara bedah di daun telinga (ujung) telinga. organ
pendengaran. ) di telinga bagian dalam Komponen Bagian luar dan dalam dihubungkan
secara elektrik Implan koklea dirancang untuk menghasilkan rangsangan pendengaran
dengan menghantarkan rangsangan listrik langsung ke saraf pendengaran.

3. Belajar secara Manual


Secara alamiah, penyandang tunarungu cenderung mengembangkan alat komunikasi
manual atau bahasa isyarat. Demi kepentingan universalitas, beberapa negara telah
mengembangkan bahasa isyarat yang distandarisasi secara nasional. Komunikasi tangan
kosong dalam bahasa isyarat standar memberikan pemahaman penuh terhadap bahasa
tersebut kepada penyandang tunarungu, sehingga mereka harus mempelajarinya dengan baik.
Kelemahan penggunaan bahasa isyarat adalah penggunanya cenderung membentuk
komunitas eksklusif.
3 STRATEGI & MEDIA PEMBELAJARAN

1.Strategi

A. Strategi individualisasi

Strategi individualisasi merupakan strategi pembelajaran dengan mempergunakan suatu


program yang disesuaikan dengan perbedaan individu baik karakteristik, kebutuhan maupun
kemampuan secara perseorangan.

B. Strategi kooperatif

Strategi kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang menekankan unsur gotong


royong atau saling membantu satu sama lain dalam mencapai tujuan pembelajaran.

C. Strategi modifikasi perilaku

Strategi modifikasi perilaku merupakan suatu bentuk strategi pembelajaran yang bertolak
dari pendekatan behavioral (behavioral approach).strategi ini bertujuan untuk mengubah
perilaku siswa ke arah yang lebih positif melalui conditioning (pengondisian) dan
membantunya agar lebih produktif sehingga menjadi individu yang mandiri.

2 Media Pembelajaran
Media pembelajaran dikelompokkan kedalam media visual, audio, dan audio-visual.
Media visual yang dapat dipergunakan dalam pembelajaran anak tunarungu antara lain
berupa gambar, grafis ( grafik, bagan, diagram, dan sebagainya); relita atau objek nyata dari
suatu benda ( mata uang, tumbuhan,dsb); model atau tiruan dari objek benda dan slides.

Tempat khusus/ sistem segregasi


Sistem pendidikan segregasi adalah sistem pendidikan yang terpisah dari system
pendidikan anak normal.
a. Sekolah khusus
Sekolah khusus bagi anak tunarungu disebut Sekolah Luar Biasa Bagian B ( SLB-B).
Adapun jenjang pendidikannya meliputi TKLB-B dengan lama pendidikan 1-3 tahun,
SDLB-B setingkat dengan SD 6 tahun, SLTPLB-B merupakan pendidikan semi kejuruan
dengan lama pendidikan 3 tahun, SMLB-B merupakan pendidikan kejuruan setingkat SLTA
dengan lama pendidikan3 tahun.
b. Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
SDLB adalah sekolah pada tingkat dasar yang menampung berbagai jenis kelainan,
seperti anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa dalam satu sekolah.
c. Kelas Jauh/ Kelas Kunjung
Kelas jauh adalah kelas yang dibentuk atau disediakan untuk memberi pelayanan
pendidikan bagi anak luar biasa termasuk anak tunarungu yang bertempat tinggal jauh dari
SLB/ SDLB.
KESIMPULAN

Penyandang tunarungu adalah penyandang tunarungu yang mengalami kehilangan


pendengarannya, baik sebagian (sulit mendengar) maupun seluruhnya (sulit mendengar),
sehingga pendengarannya tidak mempunyai nilai fungsional dalam kehidupan sehari-hari.
Easterbrooks (1997) mengemukakan bahwa ada tiga jenis utama gangguan pendengaran,
yaitu gangguan sensorineural konduktif dan gangguan pemrosesan pendengaran sentral,
tergantung pada lokasi penyakitnya. Gangguan pendengaran pada anak tunarungu dapat
diklasifikasikan mulai dari 0dB hingga 91dB dan lebih banyak lagi. Ciri khusus anak
tunarungu adalah penyandang tunarungu mempunyai hambatan dalam perkembangan bahasa
(penguasaan bahasa). Ketulian pada anak disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor
sebelum kelahiran anak (prenatal), pada saat kelahiran anak (natal) dan setelah kelahiran
anak (postnatal). Namun ada beberapa cara untuk mencegah ketulian. Kegiatan tersebut
dapat dilakukan sebelum menikah (pranikah), hamil (prenatal), melahirkan (maternal), dan
setelah melahirkan (postnatal). Banyak anak-anak dengan masalah pendengaran menerima
pendidikan tambahan di luar kelas reguler. Metode pengasuhan dalam membantu anak
tunarungu terbagi dalam dua kategori, yaitu pendekatan verbal dan manual.
DAFTAR PUSTAKA

Putranto, Bambang, S.Pd. 2015. Tips Menangani Murid yang Membutuhkan Perhatian
Khusu. Jakarta: Diva Press \

Santrock, John W. 2015. PSIKOLOGI PENDIDIKAN. Jakarta : PT. Kencana.

Somantri, Dr. T. Sutjihati, M.Si., psi. 2012. PSIKOLOGI ANAK LUAR BIASA. Bandung :
PT. Refika Aditama.

Thompson,Jenny. 2010. Memahami Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta : Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai