Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak berkebutuhan khusus (ABK) dilahirkan dengan memiliki
karakteristik khusus. Tugas orang tua, guru, psikolog, dan profesional lainnya
yang kompeten adalah menemukan cara yang tepat agar dapat
mengembangkan semua potensi yang dimilikinya. Hal ini dapat dilakukan
melalui proses pendidikan dan pelatihan. Langkah awal untuk
mengembangkan potensi ABK adalah memahami potensi kognitif, afektif,
dan motoriknya.
ABK membutuhkan perhatian yang komprehensif. Seringkali pada saat
informasi yang dimiliki orang tua, guru, psikolog dan profesional lainnya
kurang lengkap akan merugikan perkembangan ABK. Namun, untuk
mendapatkan informasi yang lengkap, membutuhkan waktu, usaha, dan
komitmen. Tidak semua jenis ABK dapat didiagnosa dengan mudah pada usia
yang dini. Bahkan ada ABK yang mempunyai lebih dari satu kekhususan.
Sekali lagi, ini bukan perkara yang mudah untuk memahaminya.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)?
2. Bagaimana ruang lingkup Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)?
3. Bagaimana model layanan pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK)?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
2. Untuk mengetahui ruang lingkup Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
3. Untuk mengetahui model layanan pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK)

1
BAB II
LANDASAN TEORI

A. DEFINISI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)


Secara umum anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki
gangguan perkembangan atau kelainan lainnya sehingga memerlukan
penanganan secara khusus. Berkenaan dengan istilah disability, anak
berkebutuhan khusus merupakan anak yang memiliki keterbatasan baik fisik
maupun psikis. Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar
biasa dan anak cacat.
Adapun pengertian lain menyatakan bahwa anak berkebutuhan khusus
bersinggungan dengan perihal abnormalitas. Dalam hal ini terdapat
penundaan tumbuh kembang yang biasanya tampak di usia balita seperti baru
bisa berjalan di usia 3 tahun. Hal lain yang menjadi dasar anak tergolong
berkebutuhan khusus yaitu ciri-ciri tumbuh-kembang anak yang tidak muncul
(absent) sesuai usia perkembangannya seperti belum mampu mengucapkan
satu katapun di usia 3 tahun, atau terdapat penyimpangan tumbuh-kembang
seperti perilaku echolalia atau membeo pada anak autis.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia 2013, menjelaskan bahwa anak berkebutuhan khusus
adalah anak yang mengalami keterbatasan atau keluarbiasaan,baik fisik,
mental-intelektual, sosial, maupun emosional, yang berpengaruh secara
signifikan dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan
dengan anak-anak lain yang seusia dengannya.
Menurut Mulyono (2006), anak berkebutuhan khusus dapat dimaknai
dengan  anak-anak yang tergolong cacat atau menyandang ketentuan dan juga
anak yang berbakat.
Banyak istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan
khusus, seperti disability, impairment, dan handicap. Menurut World Health
Organization (WHO), definisi masing-masing istilah adalah sebagai berikut:
Disability yaitu keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan
dari impairment) untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan aturannya atau

2
masih dalam batas normal, biasanya digunakan dalam level individu.
Impairment yaitu kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau
struktur anatomi atau fungsinya, biasanya digunakan pada level organ.
Handicap yaitu ketidakberuntungan individu yang dihasilkan dari impairment
atau disability yang membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang
normal pada individu.
Jadi dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus (Heward,
2002) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak
pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental,
emosi atau fisik. Anak berkebutuhan khusus (special needs children) dapat
diartikan secara sederhana sebagai anak yang lambat (slow) atau mangalami
gangguan (retarded) yang sangat sukar untuk berhasil di sekolah
sebagaimana anak-anak pada umumnya sehingga mereka memerlukan
layanan yang spesifik dan berbeda dengan anak-anak pada umumnya.

B. RUANG LINGKUP ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)


Secara singkat masing-masing jenis kelainan dijelaskan sebagai berikut :
1. Tunanetra/anak yang mengalami gangguan penglihatan
Tunanetra adalah anak yang mengalami gangguan daya
penglihatannya, berupa kebutaan menyeluruh atau sebagian, dan
walaupun telah diberi pertolongan dengan alat-alat bantu khusus masih
tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
2. Tunarungu/anak yang mengalami gangguan pendengaran
Tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya
pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara
verbal dan walaupun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu
dengar masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
3. Tunadaksa/mengalami kelainan angota tubuh/gerakan
Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yang
menetap pada alat gerak (tulang, sendi, otot) sedemikian rupa sehingga
memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

3
4. Berbakat/memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa
Anak berbakat adalah anak yang memiliki potensi kecerdasan
(inteligensi), kreativitas, dan tanggungjawab terhadap tugas (task
commitment) di atas anak-anak seusianya (anak normal), sehingga untuk
mewujudkan potensinya menjadi prestasi nyata, memerlukan pelayanan
pendidikan khusus.
5. Tunagrahita
Tunagrahita (retardasi mental) adalah anak yang secara nyata
mengalami hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental jauh di
bawah rata-rata sedemikian rupa sehingga mengalami kesulitan dalam
tugas-tugas akademik, komunikasi maupun sosial, dan karenanya
memerlukan layanan pendidikan khusus.
6. Lamban belajar (slow learner) :
Lamban belajar (slow learner) adalah anak yang memiliki potensi
intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita.
Dalam beberapa hal mengalami hambatan atau keterlambatan berpikir,
merespon rangsangan dan adaptasi sosial, tetapi masih jauh lebih baik
dibanding dengan yang tunagrahita, lebih lamban dibanding dengan yang
normal, mereka butuh waktu yang lebih lama dan berulang-ulang untuk
dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun non akademik, dan
karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
7. Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik
Anak yang berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang secara
nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus (terutama
dalam hal kemampuan membaca, menulis dan berhitung atau matematika),
diduga disebabkan karena faktor disfungsi neugologis, bukan disebabkan
karena factor inteligensi (inteligensinya normal bahkan ada yang di atas
normal), sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak
berkesulitan belajar spesifik dapat berupa kesulitan belajar membaca
(disleksia), kesulitan belajar menulis (disgrafia), atau kesulitan belajar
berhitung (diskalkulia), sedangkan mata pelajaran lain mereka tidak
mengalami kesulitan yang signifikan (berarti)

4
8. Anak yang mengalami gangguan komunikasi;
Anak yang mengalami gangguan komunikasi adalah anak yang
mengalami kelainan suara, artikulasi (pengucapan), atau kelancaran bicara,
yang mengakibatkan terjadi penyimpangan bentuk bahasa, isi bahasa, atau
fungsi bahasa, sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak
yang mengalami gangguan komunikasi ini tidak selalu disebabkan karena
faktor ketunarunguan.
9. Tunalaras/anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku.
Tunalaras adalah anak yang mengalami kesulitan dalam
penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma
yang berlaku dalam lingkungan kelompok usia maupun masyarakat pada
umumnya, sehingga merugikan dirinya maupun orang lain, dan karenanya
memerlukan pelayanan pendidikan khusus demi kesejahteraan dirinya
maupun lingkungannya.

C. MODEL LAYANAN PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN


KHUSUS (ABK)
1) Bentuk Layanan Pendidikan Segregasi
Sistem layanan pendidikan segregasi adalah sistem pendidikan
yang terpisah dari sistem pendidikan anak normal. Pendidikan anak
berkebutuhan khusus melalui sistem segregasi maksudnya adalah
penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan secara khusus dan terpisah
dari penyelenggaraan pendidikan untuk anak normal. Dengan kata lain
anak berkebutuhan kusus diberikan layanan pendidikan pada lembaga
pendidikan khusus untuk anak berkebutuhan khusus, seperti Sekolah Luar
Biasa atau Sekolah Dasar Luar Biasa, Sekolah Menengah Pertama Luar
Biasa, Sekolah Menengah Atas Luar Biasa.
Sistem pendidikan segregasi merupakan sistem pendidikan yang
paling tua. Pada awal pelaksanaan, sistem ini diselenggarakan karena
adanya kekhawatiran atau keragaman terhadap kemampuan anak
berkebutuhan khusus untuk belajar bersama dengan anak normal. Selain
itu, adanya kelainan fungsi tertentu pada anak berkebutuhan khusus

5
memerlukan layanan pendidikan dengan menggunakan metode yang
sesuai dengan kebutuhan khusus mereka. Misalnya, untuk anak tuna netra,
mereka memerlukan layanan khusus berupa braille, orientasi mobilitas.
Anak tuna rungu memerlukan komunikasi total, bina persepsi bunyi: anak
tuna daksa memerlukan layanan mobilisasi dan aksesilbilitas, dan layanan
terapi untuk mendukung fungsi fisiknya.
Ada empat bentuk pelayanan pendidikan dengan sistem segregasi
yaitu:
a) Sekolah Luar Biasa (SLB)
Bentuk Sekolah Luar Biasa merupakan bentuk sekolah yang paling
tua. Bentuk SLB merupakan bentuk unit pendidikan. Artinya,
penyelenggaraan sekolah mulai dari tingkat persiapan sampai dengan
tingkat lanjutan diselenggarakan dalam satu unit sekolah dengan satu
kepala sekolah. Pada awalnya penyelenggaraan sekolah dalam bentuk
unit ini berkembang sesuai dengan kelainan yang ada (satu kelainan
saja) sehingga ada SLB untuk tuna netra (SLB-A), SLB untuk tuna
rungu (SLB-B), SLB untuk tuna grahita (SLB-C), SLB untuk tuna
daksa (SLB-D), dan SLB untuk tuna laras (SLB-E). Bahkan dalam
Kebijakan dan Program Direktorat Pembinaan SLB (2006), disebutkan
jenis anak berkebutuhan lainnya, yaitu : F. Tuna wicara; G. Tuna
ganda; H. HIV/AIDS; I. Gifted; J. Talented, dengan potensi bakat
istimewa (Multiple Intelligences); K. Kesulitan belajar; L. Lambat
belajar; M. Autis; N. Korban penyalahgunaan narkoba; O. Indigo.
Di setiap SLB tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar dan
tingkat lanjut. Sistem pengajarannya lebih mengarah ke sistem
individualisasi. Selain ada SLB yang hanya mendidik satu kelainan
saja, ada pula yang mendidik lebih dari satu kelainan, sehingga muncul
SLB-BC yaitu SLB untuk Anak tuna rungu dan tuna grahita. SLB-
ABCD, yaitu SLB untuk anak tuna netra, tuna rungu, tuna grahita, dan
tuna daksa. Hal ini terjadi karena jjumlah anak yang ada di unit tersebut
sedikit dan fasilitas sekolah terbatas.

6
b) Sekolah Luar Biasa Berasrama
Sekolah Luar Biasa Berasrama merupakan bentuk sekolah luar
biasa yang dilengkapi dengan fasilitas asrama. Peserta didik tinggal di
asrama. Pengelolaan asrama menjadi satu kesatuan dengan pengelolaan
sekolah, sehingga di SLB tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar,
dan tingkat lanjut, serta unit asrama. Bentuk satuan pendidikannya pun
juga sama dengan bentuk SLB di atas, sehingga ada SLB-A untuk tuna
netra, SLB untuk tuna rungu (SLB-B), SLB untuk tuna grahita (SLB-
C), SLB untuk tuna daksa (SLB-D), dan SLB untuk tuna laras (SLB-E),
serta SLB AB untuk anak tuna netra dan tuna rungu.
Pada SLB berasrama terdapat kesinambungan program
pembelajaran yang ada di sekolah dengan di asrama, sehingga asrama
merupakan tempat pembinaan setelah anak di sekolah. Selain itu, SLB
berasrama merupakan pilihan sekolah yang sesuai bagi peserta didik
yang berasal dari luar daerah, karena mereka terbatas fasilitas antar
jemput.
c) Kelas Jauh/Kelas Kunjung
Kelas jauh atau kelas kunjung adalah lembaga yang disediakan
untuk memberi layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
yang tinggal jauh dari SLB atau SDLB. Penyelenggaraan kelas
jauh/kelas kunjung merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam rangka
menuntaskan wajib belajar serta pemerataan kesempatan belajar.
Anak berkebutuhan khusus tersebar di seluruh pelosok tanah air,
sedangkan sekolah-sekolah yang khusus mendidik mereka masih sangat
terbatas di kota/kabupaten. Oleh karena itu, dengan adanya kelas
jauh/kelas kunjung menjadi tanggung jawab SLB terdekatnya. Tenaga
guru yang bertugas di kelas tersebut berasal dari guru SLB-SLB di
dekatnya. Mereka berfungsi sebagai guru kunjung (itenerant teacher).
Kegiatan admistrasinya dilaksanakan di SLB terdekat tersebut.
d) Sekolah Dasar Luar Biasa
Dalam rangka menuntaskan kesempatan belajar bagi anak
berkebutuhan khusus, pemerintah mulai Pelita II menyelenggarakan

7
Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB). Di SDLB merupakan unit sekolah
yang terdiri dari berbagai kelainan yang dididik dalam satu atap. Dalam
SDLB terdapat anak tuna netra, tuna rungu, tuna grahita, dan tuna
daksa.
Tenaga kependidikan di SDLB terdiri dari kepala sekolah, guru
untuk tuna netra, guru untuk tuna rungu, guru untuk tuna grahita, guru
untuk tuna daksa, guru agama, dan guru olah raga. Selain tenga
kependidikan, di SDLB dilengkapi dengan tenaga ahli.yang berkaitan
dengan kelainan mereka, antara lain dokter umum, dokter spesialis,
fisioterapis, psikolog, speech therapish, audiolog. Selian itu ada tenaga
administrasi dan penjaga sekolah.
Kurikulum yang digunakan di SDLB adalah kurikululum yang
digunakan di SLB untuk tingkat dasar yang disesuaikan dengan
kekhususannya. Kegiatan belajat dilakukan secara individual, kelompok
dan klasikal sesuai dengan ketunaan masing-masing.pendekatan yang
dipakai juga lebih ke pendekatan individualisasi. Selain kegiatan
pembelajaran, dalam rangka rehabilitasi di SDLB juga diselenggarakan
pelayanan khusus sesuai dengan ketunaan anak. Anak tuna netra
memperoleh latihan menulis dan membaca braille dan orientasi
moobilitas; anak tuna rungu memperoleh latihan membaca ujaran,
komunikasi total bina persepsi bunyi dan irama; tuna grahita
memperoleh layanan mengurus diri sendiri; anak tuna daksa
memperoleh layanan fisioterapi dan latihan koordinasi motorik.
Lama pendidikan di SDLB sama dengan lama pendidikan di SLB
konvensional uuntuk tingkat dasar, yaitu anak tuna netra, tuna grahita,
dan tuna daksa selama 6 tahun, dan anak tuna rungu 8 tahun.
Sejalan dengan perbaikan istem perundangan di RI yaitu UU RI
no.2 tahun 1989 dan PPNo.72 Tahun 1991, dalam pasal 4 PP No.72
Tahun 1991 satuan pendidikan luar biasa terdiri dari:
a. Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) dengan lama pendidikan minimal
6 tahun.

8
b. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa (SLTPLB) minimal 3
tahun.
c. Sekolah Menengah Luar Biasa (SMALB) minimal 3 tahun.
Selain itu, pasal 6 PP No.72 Tahun 1991 juga dimungkinkan
penyelenggaraaan Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TKLB) dengan
lama pendidikan satu sampai tiga tahun.

2) Bentuk Layanan Pendidikan Terpadu/Integrasi


Bentuk layanan pendidikan terpadu/integrasi adalah sistem pendidikan
yang memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk
belajar bersama-sama dengan anak normal belajar dalam satu atap. Sistem
pendidikan integrasi disebut juga sistem pendidikan terpadu yakni sistem
pendidikan yang membawa anak berkebutuhan khusus kepada suasana
keterpaduan dengan anak normal. Keterpaduan tersebut dapat bersifat
menyeluruh, sebagian, keterpaduan dalam rangka sosialisasi.
Pada sistem keterpaduan secara penuh dan sebagian, jumlah anak
berkebutuhan khusus dalam satu kelas maksimal 10% dari jumlah siswa
keseluruhan. Selain itu dalam satu kelas hanya satu jenis kelainan. Hal ini
untuk menjaga beban guru kelas tidak terlalu berat, dibanding jika guru
harus melayani berbagai macam kelainan.
Untuk membantu kesulitan yang dialami oleh anak berkenutuhan
khusus, di sekolah terpadu disediakan Guru Pembimbing Khusus (GPK).
GPK dapat berfungsi sebagai konsultan bagi guru kelas, kepala sekolah
atau anak berkebutuhan khusus itu sendiri. Selain itu GPK juga berfungsi
sebagai pembimbing di ruang bimbingan khusus tau guru kelas pada kelas
khusus.
Ada 3 bentuk keterpaduan dalam layanan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus menurut Depdiknas (1986), ketiga bentuk tersebut
adalah:
a) Bentuk Kelas Biasa
Dalam bentuk keterpaduan ini, anak berkebutuhan khusus belajar
di kelas biasa secara penuh dengan menggunakan kurikulum biasa.

9
Oleh karena itu, sangat diharapkan adanya pelayanan dan bantuan guru
kelas atau guru bidang studi semaksimal mungkin dengan
memeperhatikan petunjuk-petunjuk khusus dalam melaksanakan
kegiatan belajar-mengajar di kelas biasa. Bentuk keterpaduan ini sering
juga disebut dengan keterpaduan penuh.
Dalam keterpaduan ini, guru pembimbing khusus hanya berfungsi
sebagai konsultan bagi kepala sekolah, guru kelas/guru bidang studi,
atau orang tua anak berkebutuhan khusus. Sebagai konsultan, guru
pembimbing khusus berfungsi sebagai penasehat kurikulum, maupun
permasalahan dalam mengajar anakcberkebutuhan khusus. Oleh karena
itu perlu disediakan ruang konsultasi untuk guru pembimbing khusus.
Pendekatan, metode, cara penilaian yang digunakan pada kelas
biasa ini tidak berbeda dengan yang digunakan dalam seolah umum.
Tetapi, untuk beberapa mata pelajaran yang disesuaikan dengan
ketunaan anak. Misalnya, untuk anak tuna netra untuk pelajaran
menggambar, matematika, menulis, membaca, perlu disesuaikan
dengan kondisi anak. Untuk anak tuna rungu mata pelajaran kesenian,
bahasa asing/bahasa Indonesia ( lisan) perlu disesuaikan dengan
kemampuan wicara anak.
b) Kelas Biasa dengan Ruang Bimbingan Khusus
Pada keterpaduan ini, anak berkebutuhan khusus, belajar di kelas
biasa dengan menggunakan kurikulum biasa serta mengikuti pelayanan
khusus untuk mata pelajaran tertentu yang tidak dapat diikuti oleh anak
berkebutuhan khusus bersama dengan anak noormal. Pelayanan khusus
tersebut diberikan di ruang bimbingan khusus oleh guru pembimbing
khusus (GPK) dengan menggunakan pendekatan individu dan metode
peragaan yang sesuai. Untuk keperluan teersebut di ruang bimbingan
khusus dilengkai dengan peralatan khusus untuk memberikan latihan
dan bimbingan khusus. Misalnya untuk anak tuna netra, di ruang
bimbingan khusus disediakan alat tulis braille, peralatan orientasi
mobilitas. Keterpaduan pada tingkat ini sering disebut juga keterpaduan
sebagian.

10
c) Bentuk Kelas Khusus
Dalam keterpaduan ini, anak berkebutuhan khusus mengikuti
pendidikan sama dengan kurikulum di SLB secara penuh di kelas
khusus pada sekolah umum yang melaksanakan program pendidikan
terpadu. Keterpaduan ini disebut juga dengan keterpaduan
lokal/bangunan atau keterpaduan yang bersifat sosialisasi.
Pada tingkat keterpaduan ini, guru pembimbing khusus berfungsi
sebagai pelaksana program di kelas khusus. Pendekatan, metode, dan
cara penilaian yang digunakan adalah pendekatan, metode, dan cara
penilaian yang digunakan di SLB. Keterpaduan pada tingkat ini hanya
bersifat fisik dan sosial, yang artinya anak berkebutuhan khusus yang
dipadukan untuk kegiatan yang bersifat non akademik, seperti olah
raga, ketrampilan, juga sosialisasi pada waktu jam-jam istirahatatau
acara lain yang diadakan oleh sekolah.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus
yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada
ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Anak berkebutuhan khusus (special
needs children) dapat diartikan secara sederhana sebagai anak yang lambat
(slow) atau mangalami gangguan (retarded) yang sangat sukar untuk berhasil
di sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya sehingga mereka
memerlukan layanan yang spesifik dan berbeda dengan anak-anak pada
umumnya.

B. Saran
Kesalahan dalam penyusunan laporan serta penyajian materi tidak dapat
dipungkiri lagi, atas dasar itulah saran dan kritikan sangatlah dibutuhkan demi
perbaikan ke depannya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Artikel Unnes : http://students.unnes.ac.id/pus/page/model-layanan-pendidikan-


abk. diakses pada tanggal 12 Mei 2022 pukul 14:25.
Mangunsong, F. 2009. Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Jilid
I. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan
Psikologi (LPSP3) Kampus Baru UI, Depok.
Utami, Oktaviani. 2014. Layanan Bimbingan Belajar bagi Anak Autistik di SDN
Inklusif Ngleri Playen Gunungkidul Yogyakarta. Yogyakarta: Fakultas Ilmu
Pendidikan UNY, Yogyakarta.

13
MAKALAH
PENGEMBANGAN PSIKOLOGI
TERHADAP ANAK DISABILITAS (ABK)

Mata Kuliah Pengembangan Psikologi


Dosen Pengampu Rika Fitriani, S.E, M.H

Disusun Oleh :
Kelompok 3
- Rozana
- Apriyani
- Rosita
- Kholifah

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


STAI YASBA KALIANDA
LAMPUNG SELATAN
TAHUN 2023

14
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. wb…

Alhamdulillahirabbil’alamin segala puji syukur kita panjatkan kehadirat


Allah SWT yang telah melimpahkan segala nikmat dan karunia-Nya kepada kita
semua Yang Maha Mengetahui dan sumber segala ilmu pengetahuan. Dia-lah
yang telah berkenan memberikan kemampuan lahir dan bathin kepada kita setiap
hamba-Nya. Karena limpahan karunia-Nya, kita sama-sama mampu
menyelesaikan lapran praktikum Perencanaan Pembelajaran tepat pada
waktunya.  Shalawat beserta salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda
Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan risalah-risalah kebaikan
kepada seluruh ummat manusia. Semoga kita mendapatkan syafaat beliau di
akhirat kelak, aamin.
Selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pembelajaran, makalah
ini juga di buat agar bisa membantu memberikan pengetahuan tentang psikologi
terhadap anak disabilitas (ABK).
Harapan kedepannya semoga dengan kehadiran makalh ini dapat
memberikan manfaat kepada kita semua selaku calon pendidik hebat di masa
depan.

Wassalamu’alaikum wr. wb .
           
Kalianda, Mei 2023
                                                
 
Penyusun

15
ii
DAFTAR ISI

COVER ........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 1
C. Tujuan ......................................................................................................... 1

BAB II LANDASAN TEORI


A. Definisi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) ..............................................  2
B. Ruang Lingkup Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) ................................. 3
C. Model Layanan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) .............. 5

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ................................................................................................. 12
B. Saran  ........................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA

iii
16

Anda mungkin juga menyukai