Tujuan
1. Mengetahui definisi keterlambatan bicara dan gangguan bahasa.
2. Mengetahui gangguan psikologis-neurologis yang sering disertai
keterlambatan bicara dan gangguan bahasa.
3. Mampu melakukan deteksi dini dan pemeriksaan lanjutan yang
diperlukan bekerjasama dalam tim interdisiplin.
4. Mampu merujuk ke terapis yang sesuai.
Pendahuluan
Bagi dokter anak, keterlambatan bicara dan bahasa tentu bukan masalah yang asing
lagi. Akan tetapi, gangguan ini melibatkan begitu banyak aspek perkembangan, mulai
dari aspek kognitif hingga sosial, sehingga masih banyak hal yang dapat kita pelajari .
Dalam membicarakan masalah bicara dan bahasa, kita harus membedakan antara
delay atau keterlambatan dengan disorder atau gangguan. Bila kita berbicara tentang
delay, berarti kita hanya mengetahui bahwa kemampuannya terlambat dibandingkan
dengan anak seumurnya, sedangkan disorder atau gangguan berarti bahwa anak
mengalami suatu gangguan spesifik.
Selanjutnya, gangguan bicara berbeda dengan gangguan bahasa atau gangguan
komunikasi. Berbagai disiplin ilmu sering menggunakan istilahnya sendiri; hal
ini sering membingungkan. Untuk keseragaman, penulis menggunakan definisi
dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders atau DSM-V yang baru
dikeluarkan pada tahun 2013.1
Gangguan suara bicara (speech sound disorder) merupakan produksi suara
bicara sehingga menjadi sulit dimengerti, mengganggu komunikasi verbal serta
partisipasi sosial, akademik, dan okupasi. Gangguan suara bicara dapat berupa
gangguan artikulasi, kefasihan, dan/ atau kualitas bicara.1,2 Gangguan artikulasi
ditandai substitusi, penghilangan, penambahan atau distorsi suara sehingga bicara
menjadi kurang jelas. Gangguan kefasihan bicara ditandai adanya stuttering atau
gagap ditandai gangguan kecepatan, ritme, dan pengulangan suara, kata, kalimat.
Gangguan suara meliputi gangguan kualitas, nada, dan kekerasan suara. Gangguan
suara bicara tidak dibicarakan dalam makalah ini.
70
What to do when you find a child with speech and language delay
Keterlambatan bicara
Sebagian besar keterlambatan bicara merupakan keterlambatan bicara ekspresif,
yang disebut juga sebagai late talkers, developmental language delay, atau maturational
delay.3,13 Sebanyak 95% di antara anak-anak ini merupakan late bloomers yang
menunjukkan catch-up pada masa prasekolah.2 Sebagian lain berlanjut dan
merupakan awal dari gangguan bahasa.
Anak dikatakan mengalami keterlambatan bicara bila kemampuannya kurang
dari 1 simpang baku (standard deviation, SD) dibandingkan anak seumurnya.2 Anak-
anak ini tidak mengalami gangguan kognitif. Fungsi reseptif, dapat normal atau
terlambat, yang relatif lebih sulit dideteksi. Faktor predisposisi adalah kemiskinan,
kurangnya pendidikan orang tua, prematuritas atau berat lahir rendah, depresi
pada ibu, dan jenis kelamin lelaki. Dalam keluarga sering ditemukan riwayat
keterlambatan bicara, gangguan bahasa, dan kesulitan belajar. Tidak ditemukan
penyebab neurologis lain.
Dalam praktiknya, keterlambatan bicara ekspresif tanpa disertai keterlambatan
bidang lain mudah dideteksi namun sulit didiagnosis dan merupakan diagnosis per-
eksklusionam. Berbagai penyebab keterlambatan bicara yang lain harus disingkirkan
terlebih dahulu. Mungkin pula gejala gangguan lain baru terlihat seiring perjalanan
waktu.
Gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran ditemukan pada 1/1000 bayi baru lahir dan 1,6/1000
remaja,14 dan merupakan penyebab keterlambatan bicara yang sering ditemukan.
American Academy of Pediatrics menganjurkan agar dilakukan skrining pendengaran
terhadap semua bayi baru lahir sebelum berumur 1 bulan. Terhadap bayi yang
tidak lulus skrining, dilakukan ulangan dan pemeriksaan pendengaran lengkap
sebelum bayi berumur 3 bulan. Intervensi harus dilakukan sebelum bayi berumur
6 bulan. Walaupun bayi lolos skrining, tetap harus dilakukan surveilans gangguan
pendengaran dan kemampuan komunikasi secara periodik.15
Bila alat skrining tidak tersedia, dapat digunakan uji pendengaran sederhana
dengan bisikan,16 gesekan jari,17 suara bel, atau remasan kertas pada setiap kunjungan
bayi ke dokter. Bila ada keraguan, pemeriksaan lanjutan dilakukan menggunakan
brainstem evoked response audiometry (BERA) atau oto-acoustic emission (OAE).
Ambang dengar normal adalah 20dB.
Disabilitas intelektual
Istilah retardasi mental saat ini telah digantikan dengan intellectual disability (ID)
atau disabilitas intelektual (DI).1 Kriteria DI adalah:
1. Defisit fungsi intelektual, meliputi pengertian sebab-akibat, pemecahan
masalah, perencanaan, pemikiran abstrak, pengambilan keputusan,
kemampuan akademik, dan kemampuan belajar dari pengalaman yang
dibuktikan dengan pemeriksaan klinis dan uji standar.
2. Defisit fungsi adaptif, sehingga anak tidak dapat memenuhi standar
perkembangan dan sosio-kultural untuk kemandirian dan kewajiban sosial,
ditandai oleh kurangnya komunikasi, partisipasi sosial, dan hidup mandiri
di rumah, sekolah, pekerjaan, dan komunitas.
3. Awitan pada masa perkembangan.
Dari definisi tersebut terlihat bahwa kriteria IQ tidak digunakan lagi. Namun
demikian, DI berhubungan dengan IQ dalam kisaran 65-75.
Prevalensi DI adalah 1%. Deteksi anak dengan DI ringan pada umur prasekolah
seringkali sulit. Anak yang mengalami DI sedang sering memperlihatkan
keterlambatan perkembangan bahasa ekspresif-reseptif dan kemampuan pra-
akademik.1
Autisme
Autisme merupakan gangguan perkembangan pervasif yang ditandai dengan
gangguan komunikasi dan interaksi sosial disertai perilaku, minat, dan aktivitas yang
terbatas dan repetitif.1 Gangguan bahasa pada autisme sangat bervariasi, mulai dari
gangguan bahasa non-verbal yang sangat mencolok, ekolalia, bicara dengan bahasa
yang aneh, sampai tidak dapat mempertahankan komunikasi untuk waktu yang lama.
Deprivasi psikososial
Kemampuan bicara dan bahasa sangat ditentukan oleh seringnya orang tua
berinteraksi dan berbicara dengan anak. Menonton televisi yang tidak interaktif
kurang menstimulasi perkembangan bicara dan bahasa pada bayi, berbeda dengan
anak yang agak besar. Bayi yang mengalami deprivasi psikososial akan menunjukkan
keterlambatan bicara dan bahasa, namun biasanya menunjukkan respons yang sangat
cepat bila dilakukan intervensi.
Mutisme selektif sangat jarang dijumpai. Pada mutisme selektif, anak
mengalami kesulitan bicara di lingkungan tertentu saja, misalnya di sekolah.
Bilingualisme
Penggunaan dua bahasa atau lebih di rumah pada anak normal tidak menimbulkan
masalah. Anak dengan kemampuan bilingual dapat menguasai kedua bahasa
tersebut sebelum berusia 6 tahun.19 Lingkungan rumah yang bilingual baik untuk
anak normal, tetapi sebaliknya dapat menghambat kemajuan anak yang memang
sudah mengalami keterlambatan bicara.
Secara klinis, bila ada keterlambatan bicara, strategi bilingualisme harus
didiskusikan dengan orangtua. Tentukan bahasa yang paling diperlukan dan
tentukan kemampuan serta minat anak dalam bahasa.
mengubah ide yang ada ke dalam bentuk perkataan. Anak dapat menggunakan
mimik untuk menambah terbatasnya ekspresi verbalnya.
Keadaan ini sering sulit dibedakan dengan keterlambatan bicara ekspresif.
Anak dengan keterlambatan bicara ekspresif akan berkembang dengan sendirinya,
sedangkan anak dengan gangguan bicara ekspresif tidak akan membaik tanpa
intervensi.
Adanya gangguan fungsi reseptif mempersulit diagnosis banding dengan
disabilitas intelektual dan dapat menjadi petunjuk bahwa anak akan mengalami
kesulitan yang lebih besar di kemudian hari.
Tata laksana
Tata laksana gangguan bahasa bergantung pada diagnosis dan penyebabnya. Terapi
pada anak dengan keterlambatan bicara melibatkan tim yang terdiri dari dokter,
psikolog, terapis, dan orang tua. Sayangnya, sedikit sekali penelitian randomized
controlled trial (RCT) tentang terapi intervensi untuk gangguan bahasa.
Bila keterlambatan bicara disebabkan gangguan pendengaran, dapat dipasang
alat bantu dengar atau implan koklea sesuai kerusakan organ yang terjadi. Bila
disebabkan disabilitas intelektual, diberikan terapi remedial. Pada autisme dapat
dilakukan terapi sensori integrasi, terapi floor time, terapi okupasi, terapi perilaku,
terapi wicara, dan lain-lain, bergantung pada kebutuhan anak. Obat-obatan hanya
diberikan bila diperlukan. Anak yang menunjukkan perilaku agresif, tantrum
berlebihan, dan menyakiti diri sendiri memerlukan obat untuk menekan perilaku
tersebut. Bila anak sudah mulai berinteraksi cukup baik barulah diberikan terapi
wicara. Pemakaian bahasa di rumah sebaiknya diseragamkan sehingga dapat
membantu anak menguasai satu bahasa terlebih dahulu. Pengalaman menunjukkan
bahwa mengajarkan orang tua untuk bermain dan berinteraksi dengan anak sangat
membantu pada kasus keterlambatan bahasa ekspresif.
Hasil terapi biasanya baru terlihat setelah beberapa bulan. Perlu dilakukan
evaluasi setiap 3-6 bulan untuk melihat hasil terapi yang telah diberikan; apakah
program terapi perlu ditambah, dikurangi, atau diubah sesuai dengan keadaan dan
kebutuhan anak saat itu.
Simpulan
Agar dapat tercapai hasil yang optimal dalam menangani anak dengan keterlambatan
bicara dan gangguan bahasa, perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1. Deteksi keterlambatan bicara dan gangguan bahasa sedini mungkin
2. Carilah etiologi keterlambatan bicara dan gangguan bahasa, termasuk faktor
orang tua dan lingkungan
3. Jangan menunggu
4. Tentukan terapi pada anak sesuai kebutuhan
5. Berikan penjelasan dan latihan kepada orangtua agar mereka dapat membantu
anak di rumah
6. Lakukan evaluasi terapi setiap 2-3 bulan dalam tim bersama orangtua.
Daftar pustaka
1. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental
disorders: DSM-V. Washington, DC: Amer Psychiatric Publishing; 2013.
2. Carter J, Musher K. Etiology of speech and language disorders in children. In: Basow
DS, penyunting. UpToDate. Waltham, MA: UpToDate;2013.
3. Leung AK, Kao CP. Evaluation and management of the child with speech delay. Am
Fam Physician. 1999;59:3121-8.
4. Carter J, Musher K. Evaluation and treatment of speech and language disorders in
children. Dalam: Basow DS, penyunting. UpToDate. Waltham, MA: UpToDate; 2014.
5. Law J, Garrett Z, Nye C. Speech and language therapy interventions for children
with primary speech and language delay or disorder. Cochrane Database Syst Rev.
2003:CD004110.
6. Duryea TK. Emergent literacy including language development. In: Basow DS, editors.
Waltham, MA: UpToDate;2014.
7. Feldman M. Evaluation and management of language and speech disorders in preschool
children. Pediatr Rev. 2005;26:131-42.
8. Walker D, Gugenheim S, Downs MP, Northern JL. Early language milestone scale and
language screening of young children. Pediatrics. 1989;83:284-8.
9. Wachtel RC, Shapiro BK, Palmer FB, Allen MC, Capute AJ. CAT/CLAMS. A tool
for the pediatric evaluation of infants and young children with developmental delay.
Clinical adaptive test/clinical linguistic and auditory milestone scale. Clin Pediatr
(Phila). 1994;33:410-5.
10. Ellawadi AB, Ellis Weismer S. Assessing gestures in young children with autism spectrum
disorders. J Speech Lang Hear Res. 2013
11. US Preventive Services Task Force. Screening for speech and language delay in
preschool children: Recommendation statement. Pediatrics. 2006;117:497-501.
12. Filipek PA, Accardo PJ, Ashwal S, Baranek GT, Cook EH, Dawson G, dkk. Practice
parameter: Screening and diagnosis of autism: Report of the quality standards
subcommittee of the american academy of neurology and the child neurology society.
Neurology. 2000;55:468-79.
13. Sices L. Overview of expressive language delay (late talking) in young children.
Dalam: Basow DS, penyunting. UpToDate. Waltham, MA: UpToDate;2014.
14. Smeijers AS, Ens-Dokkum MH, van den Bogaerde B, Oudesluys-Murphy AM. Clinical
practice: The approach to the deaf or hard-of-hearing paediatric patient. Eur J Pediatr
2011;170:1359-63.
15. American Academy of Pediatrics, Joint Committee on Infant Hearing. Year 2007
position statement: Principles and guidelines for early hearing detection and
intervention programs. Pediatrics. 2007;120:898-921.
16. Kubba H. Whispered voice test for screening hearing impairment in adults and children:
Systematic review. J Pediatr. 2004;144:684.
17. Torres-Russotto D, Landau WM, Harding GW, Bohne BA, Sun K, Sinatra PM.
Calibrated finger rub auditory screening test (CALFRAST). Neurology. 2009;72:1595-
600.
18. Shevell M. Global developmental delay and mental retardation or intellectual disability:
Conceptualization, evaluation, and etiology. Pediatr Clin North Am. 2008;55:1071-84.
19. Barac R, Bialystok E. Bilingual effects on cognitive and linguistic development: Role
of language, cultural background, and education. Child Dev. 2012;83:413-22.
20. Webster RI, Erdos C, Evans K, Majnemer A, Kehayia E, Thordardottir E, dkk. The
clinical spectrum of developmental language impairment in school-aged children:
Language, cognitive, and motor findings. Pediatrics. 2006;118:e1541-9.
Penyunting:
Hardiono D. Pusponegoro
Dwi Putro Widodo
Irawan Mangunatmadja
Setyo Handryastuti
Amanda Soebadi
Diterbitkan oleh:
Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang DKI Jakarta
Tahun 2014
ISBN 978-602-98137-9-1
Daftar Penulis
Daftar Penulis............................................................................................... ix
What to do when you find a child with speech and language delay.................. 70
Hardiono D. Pusponegoro