BLOK URONEFROLOGI
KELOMPOK 3
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-
Nya sehingga laporan tutorial ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya, Aamiin.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan tutorial ini, karena itu
kritik dan saran yang sifatnya membangun senantiasa kami harapkan guna
memacu kami menciptakan karya-karya yang lebih bagus.
Akhir kata, kami ingin menghaturkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan karya tulis ini, terutama
kepada:
1. dr. Nurfadhillah Khalid selaku pembimbing tutorial kelompok kami
2. Teman-teman yang telah mendukung dan turut memberikan motivasi dalam
menyelesaikan laporan tutorial ini.
Semoga Allah SWT dapat memberikan balasan setimpal atas segala
kebaikan dan pengorbanan dengan limpahan rahmat dari-Nya.Aamiin yaa Robbal
A’lamiin.
Kelompok 3
SKENARIO 3
Laki-laki berusia 25 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin dengan keluhan
nyeri pada kelaminnya terutama saat buang air kecil. Keluhan ini telah dirasakan
sejak 2 hari yang lalu. Pasien sudah menikah selama setahun, tapi belum
mempunyai anak. Pada pemeriksaan didapatkan tanda inflamasi pada glans penis,
ditemukan beberapa lecet (ekskoriasi) pada glans penis, muara OUE dan batang
penis, duh tubuh homogen abu-abu, dan terdapat sariawan.
KATA/KALIMAT KUNCI
1. Laki-laki berumur 25 tahun
2. Keluhan utama nyeri pada kelamin terutama saat BAK
3. Keluhan dialami 2 hari yang lalu
4. Pasien sudah menikah selama setahun, tapi belum mempunyai anak
5. Pada pemeriksaan terdapat tanda inflamasi pada glans penis, ditemukan
beberapa lecet (ekskoriasi) pada glans penis, muara OUE dan batang penis
6. Terdapat duh tubuh homogen abu-abu dan sariawan
PERTANYAAN
1. Jelaskan apa saja yang termasuk dalam etiologi Penyakit Menular Seksual !
2. Jelaskan faktor risiko terjadinya nyeri pada alat kelamin !
3. Jelaskan patomekanisme dari gejala pada sekenario !
4. Penyakit apa saja yang dapat menyebabkan nyeri pada alat kelamin ?
5. Bagaimana langkah-langkah diagnosis sesuai skenario ?
6. Bagaimana diagnosis banding sesuai skenario?
7. Bagaimana perspektif islam yang sesuai dengan skenario ?
JAWABAN
1. Etiologi Penyakit Menular Seksual1
Faktor Resiko :
Dalam Infeksi menular seksual ( IMS ) yang dimaksud dengan
perilaku resiko tinggi ialah perilaku yang menyebabkan seseorang
mempunyai resiko besar terserang penyakit tersebut. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian infeksi menular seksual yaitu :
1. Penyebab penyakit (agent)
Penyakit menular seksual sangat bervariasi penyebabnya dapat berupa virus,
parasit, bakteri, protozoa.
2. Tuan (host)
Beberapa faktor yang terdapat pada host, berperan pada perbedaan insiden
penyakit menular adalah :
a. Umur
Umur merupakan salah satu variabel yang penting dalam mempengaruhi
aktiitas seksual seseorang, pada orang yang lebih dewasa memiliki
pertimbangan lebih banyak dibandingkan dengan orang yang belum dewasa.
Pada remaja atau seseorang yang masih muda, sel-sel organ reproduksi belum
matang sehingga semakin mudah untuk terkena IMS. Usia yang lebih muda
juga akan mudah mendapat pelanggan dalam melakukan seks komersial
sehingga beresiko tertular IMS dan HIV AIDS. Pada kelompok muda
dibandingkan pada usia tua baik laki-laki maupun perempuan prevalensi
tertinggi IMS pada kelompok umur 15-30 tahun.
b. Pilihan dalam hubungan seksual
Ada 3 faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang yaitu faktor
predisposisi, faktor-faktor pendukung dan faktor pendorong. Faktor
predisposisi adalah yang memudahkan terjadinya perilaku antara lain
pengetahuan individu, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai pandangan
dan persepsi, tradisi, norma sosial, pendapatan, pendidikan, umur dan status
sosial. Faktor pendukung adalah faktor yang memungkinkan terjadinya
perilaku antara lain adanya keterampilan dan sumber daya seperti fasilitas,
personal dan pelayanan kesehatan serta memudahkan individu untuk
mencapainya. Faktor pendorong adalah faktor yang menguatkan seseorang
untuk melakukan perilaku tersebut, diantaranya sikap dan perilaku petugas
kesehatan serta dorongan yang berasal dari masyarakat.
c. Lama bekerja sebagai pekerja seks komersial.
Pekerjaan seseorang berikatan erat dengan kemungkinan terjadinya
PMS. Pada beberapa orang yang bekerja dengan kondisi tertentu dan
lingkungan yang memberikan peluang terjadinya kontak seksual akan
meningkatkan penderita PMS. Orang tersebut termasuk dalam kelompok
resiko tinggi terkena PMS. Semakin lama masa kerja seseorang, maka
semakin besar kemungkinan ia melayani pelanggan yang telah terinfeksi
IMS. Prevalensi HIV dan IMS pada yang baru memulai pekerjaan seks
hampir sama tingginya dengan dengan pengalaman yang lebih panjang.
d. Status Perkawinan
Insiden IMS lebih tinggi pada orang yang belum kawin, bercerai atau
orang yang terpisah dari keluarganya bila dibandingkan dengan orang yang
sudah kawin karena pemenuhan kebutuhan seksualnya terpenuhi.
e. Pemakaian Kondom
Kondom merupakan selubung/sarung karet yang dapat terbuat dari
berbagai bahan diantaranya lateks (karet), plastik (vinil), atau bahan alami
(produksi hewani) yang dipasang pada penis saat hubungan seksual yang
berfungsi untuk menegah kehamilan maupun penularan infeksi menular
seksual. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Budiman (2015)
bahwa orang yang tidak menggunakan kondom beresiko 34 terkena IMS
(gonore) sebesar 3,987 kali dibandingkan dengan orang yang menggunakan
kondom.
1. Infeksi Bakteri
Gonore
a) Penyebab : Neisseria gonorrhoeae
b) Patogenesis : Setelah melekat, gonokokus berpenetrasi ke dalam sel epitel
dan melalui jaringan subepitel dimana gonokokus ini terpajan ke sistem imun
(serum, komplemen, imunoglobulin A (IgA), dll), dan difagositosis oleh
neutrofil. Virulensi bergantung pada apakah gonokokus mudah melekat dan
berpenetrasi ke dalam sel penjamu, begitu pula resistensi terhadap serum,
fagositosis, dan pemusnahan intraseluler oleh polimorfonukleosit. Faktor
yang mendukung virulensi ini adalah pili, protein membran bagian
luar,lipopolisakarida, dan protease IgA.
c) Manifestasi Klinis : gejala infeksi muncul 1 sampai 14 hari setelah
terpapar, meskipun ada kemungkinan terinfeksi gonore namun tidak memiliki
gejala. Diperkirakan hampir setengah wanita yang terinfeksi gonore tidak
merasakan gejala, atau memiliki gejala non- spesifik. Pada Pria : rasa panas
selama buang air kemih dan keluarnya nanah dari penis (uretra).Pada Wanita
: Cairan putih keluar dari vagina, rasa nyeri di bagian perut, namun pada
wanita dengan gonore sering tidak menampilkan gejala.
d) Pemeriksaan diagnostik : diagnosis ditegakkan melalui identifikasi
organisme. Pewarnaan Gram sekret uretra positif pada 95% pria dan
pewarnaan Gram sekret endoserviks positif pada 60% wanita. Kultur penting
pada wanita termasuk kultur rektal dan orofaring. Konfirmasi identitas dapat
dibuat dengan fermentasi gula atau perangkat deteksi antigen spesifik N.
Gonorrhoeae. Tes hibridisasi atau amplifikasi asam nukleat merupakan tes
nonkultur yang berguna untuk screening.
e) Terapi : terapi dosis tunggal dengan siprofloksasin oral atau seftriakson
IM, atau amoksisilin oral (dosis tinggi 3g) pada daerah dengan resistensi
penisilin rendah atau pada kehamilan.
Klamidia
a) Penyebab : Chlamydia trachomatis
b) Patogenesis : dibagi menjadi 2 fase yaitu fase I dan II. Pada fase I (fase
noninfeksiosa) ini terjadi keadaan laten yang dapat ditemukan pada genitalia
maupun konjungtiva. Pada fase ini kuman bersifat intraselular dan berada di
dalam vakuol yang letaknya melekat pada inti sel hospes (badan inklusi).
Selanjutnya pada fase II (fase penularan) jika vakuol pecah, kuman menyebar
keluar dalam bentuk badan elementer yang dapat menimbulkan infeksi pada
sel hospes yang baru.
c) Manifestasi klinis : gejala dimulai dalam waktu 5 sampai 10 hari setelah
paparan infeksi. Gejala pada wanita : sakit perut, keputihan abnormal,
perdarahan diluar menstruasi, demam ringan, hubungan sek menyakitkan,
nyeri dan rasa terbakar saat kencing, pembengkakan di dalam vagina atau di
sekitar anus, ingin buang air kecil melebihi biasanya, perdarahan vagina
setelah berhubungan, keluarnya cairan kekuningan dari leher rahim yang
mungkin memiliki bau yang kuat. Gejala pada pria : nyeri atau rasa terbakar
saat kencing, cairan bernanah atau susu dari penis, testis bengkak atau
lembek, pembengkakan di sekitar anus. Selain gejala diatas, klamidia yang
menginfeksi mata dapat menimbulkan kemerahan, gatal dan tahi mata.
Sedangkan klamidia yang menginfeksi tenggorokan dapat menyebabkan rasa
sakit.
d) Pemeriksaan diagnostik : PCR swab genital (vagina, serviks, atau anus)
atau urin
e) Terapi : doksisiklin selama 7 hari atau azitromisin dosis tunggal.
2. Infeksi Virus
Herpes Genitalis
a) Penyebab : Herpes simplex virus (HSV) tipe 2 dan tipe 1
b) Patogenesis : HSV 1 dan HSV 2 menyebabkan infeksi kronik yang yang
mempersarafi daerah yang terinfeksi dan bermigrasi di sepanjang akson untuk
bersembunyi di dalam ganglion radiksdorsalis tempat virus berdiam tanpa
menimbulkan sitotoksisitas atau gejala pada manusia penjamunya. Viron
menular dapat dikeluarkan baik selama fase aktif maupun masa laten.
c) Manifestasi klinis :
Primer : gejala sistemik, demam, malaise dan nyeri kepala. Lesi dengan nyeri
lokal dan disuria.
Non primer : servisitis, proktitis dan faringitis. Sekret vagina dan perdarahan
intermitten. Serviks tampak merah, rapuh dan mengalami ulserasi.
Rekuren : lesi yang gatal atau panas, cenderung timbul secara unilateral
ditempat yang sama, lebih sedikit dan lebih kecil dibandingkan dengan
infeksi sekunder serta disuria.
d) Pemeriksaan diagnostik : uji amplifikasi DNA, biakkan virus terhadap
vesikel atau pustul dan uji deteksi antigen dengan EIA atau uji fluoresensi
langsung.
e) Terapi : asiklovir krim dioleskan 4x sehari, asiklovir 5 x 200 mg oral
selama 5 hari dan povidone iododine bisa digunakan untuk ditandai oleh
masa-masa infeksi aktif dan latensi. Pada infeksi aktif primer, virus
menginvasi sel penjamu dan cepat berkembang biak, menghancurkan sel
pejamu dan melepaskan lebih banyak virion untuk menginfeksi sel-sel
disekitarnya. Pada infeksi primer, virus menyebar melalui saluran limfe ke
kelenjar limfe regional dan menyebabkan limfadenopati. Tubuh melakukan
respon imun selular dan humoral yang menahan infeksi tetapi tidak dapa
mencegah kekambuhan infeksi aktif. Setelah infeksi awal, akan timbul masa
laten. Selama masa laten ini, virus masuk ke dalam sel-sel sensorik mencegah
timbulnya infeksi sekunder.
3. Infeksi Protozoa
Trikomoniasis
a) Penyebab : Trichomonas vaginalis
b) Patogenesis :T. Vaginalis menimbulkan peradangan pada dinding saluran
urogenital dengan cara invasi sampai mencapai jaringan epitel dan sub epitel.
Masa tunas rata-rata 4 hari sampai 3 minggu. Pada kasus yang lanjut terdapat
bagian-bagian dengan jaringan granulasi yang jelas. Nekrosis dapat di lapisan
subepitel yang menjalar sampai di permukaan epitel. Di dalam vagina dan
uretra parasit hidup dari sisa-sisa sel, kuman-kuman dan benda lain yang
terdapat dalam sekret.
c) Manifestasi klinis : Trikomoniasis pada pria dan wanita memberikan
gejala klinis yang berbeda :
Pada pria, dapat menyebabkan uretritis nonspesifik dengan gejala:
1. Perasaan gatal pada uretra
2. Disuria
3. Keluarnya duh tubuh dari uretra yang biasanya lebih encer dibandingkan
dengan duh tubuh yang keluar pada penderita gonore
Pada wanita, dapat menyebabkan vaginitis dengan tanda-tanda klinis:
1. Leukorhoe atau fluor albus yang banyak dengan warna putih kehijau-
hijauan dan berbau
2. Perasaan gatal pada vulva dan kadang-kadang sampai ke paha
3. Dinding vagina dijumpai banyak ulkus, oedemaos, dan erythem.
d) Pemeriksaan diagnostik : pemeriksaan trikomonad dalam sediaan basah
salin, sediaan hapus serta pembiakan pada pemeriksaan mikroskopik sekret.
e) Terapi : topikal (bahan cairan berupa irigasi yaitu hidrogen peroksida 1-
2% dan larutan asam laktat 4% bahan berupa supositoria yaitu bubuk yang
bersifat trikomoniasidal dan gel).
4. Infeksi Jamur
Kandidiasis
a) Penyebab : Candida albicans
b) Patogenesis : infeksi terjadi jika ada faktor predisposisi baik endogen
(perubahan fisiologik, umur dan imunologik) maupun eksogen (iklim,
kebersihan kulit, kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama dan
kontak dengan penderita).
c) Manifestasi klinis : pruritus, iritasi hebat pada vulva dan vagina, edema,
eritema dan fisura pada vulva, disertai disuria. Selain itu terdapat sekret
vagina seperti “keju lembut”.
d) Pemeriksaan diagnostik : anamnesis dan temuan klinis disertai oleh
pemeriksaan mikroskopik kerokan kulit atau usapan mukokutan dan sekret
vagina.
e) Terapi : topikal (grup azol yaitu mikonazol 2% berupa krim atau bedak,
klotrimazol 1% berupa bedak, larutan dan krim, tiokonazol, bufanazol) dan
sistemik (nistatin, amfoterisin B i.v).
Komponen anatomi utama dari penis adalah korpus, glans dan preputium.
Korpus terdiri dari korpora kavernosa (jaringan rongga vaskular yang
dibungkus oleh tunika albuginea) dan di bagian inferior terdapat korpus
spongiosum sepanjang uretra penis. Seluruh struktur ini dibungkus oleh kulit,
lapisan otot polos yang dikenal sebagai dartos, serta lapisan elastik yang
disebut Buck fascia yang memisahkan penis menjadi dorsal (korpora
kavernosa) dan ventral (korpus spongiosum). Kulit glans penis tersusun oleh
pelapis epitel tatah berlapis tanpa keratin sebanyak lima hingga enam lapis,
setelah sirkumsisi bagian ini akan membentuk keratin. Glans dipisahkan
dengan korpus penis oleh balanopreputial sulcus pada aspek dorsal dan lateral
dan oleh frenulum pada regio ventral. Kelenjar sebaseus pada penis dikenal
sebagai kelenjar Tyson dan bertanggungjawab atas produksi smegma. Uretra
terbagi atas tiga bagian : prostatik (segmen proksimal pendek yang dikelilingi
oleh prostat), membranosa atau bulbomembranosa (memanjang dari kutub
bawah prostat hingga bulbus korpus spongiosum) dan penil (yang melewati
korpus spongiosum). Secara histopatologi, pelapis epitel uretra adalah tipe
transisional di bagian proksimal (prostatik), stratified squamous pada bagian
distal yang berhubungan dengan fossa navicularis dan stratified atau epitel
pseudostratified kolumnar bersilia pada kanal. Metaplasia skuamosa pada
epitel umumnya disebabkan oleh pengobatan dengan preparat estrogen.
Struktur kelenjar yang berhubungan dengan uretra adalah kelenjar
intraepitelial dari lakuna Morgagni (kelenjar intraepitel silindris selapis),
Kelenjar Littre (Kelenjar Universitas Sumatera Utara 8 musinus tubuloacinar
sepanjang korpus spongiosum), dan bulbouretral atau kelenjar Cowper
(mucous acinar pada profunda membran uretra). 6,10,11,12 Drainase limfatik
penis terdapat pada nodus superfisial dan profunda. Di bagian sentral
beranastomosis diantara pembuluh-pembuluh limfe yang menghasilkan
drainase bilateral.
Patomekanisme gejala
Apabila terdapat infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang
mengenai mukosa sehingga menyebabkan bakteri mencapai
permukaan sel epitel kolumnar dan menetap pada sel mukosa
melalui proses endositosis parasite secara langsung sehingga
menyebabkan terjadinya respon imunitas terhadap infeksi yang
mengakibatkan timbulnya gejala dan tanda suatu penyakit. Misalnya,
nyeri pada penis dan keluhan berkemih
Patomekanisme luka pada alat kelamin
Adanya mikroorganisme masuk kedalam kulit melalui mikrolesi atau
selaput lendir biasanya melalui senggama. Kuman tersebut membiak,
jaringan bereaksi dengan membentuk infilrat yang terdiri atas sel-sel
limfosit dan sel plasma terutama di perivaskuler. Kemudian
pembuluh darah kecil berproliferasi. Enarteritis pembuluh darah
kecil menyebabkan perubahan hipertonik endothelium yang
menyebabkan obliterasi lumen. Akibat penyempitan lumen
pembuluh darah suplai darah ke jaringan berkurang menyebabkan
hilangnya jaringan kulit dan apabila lama kelamaan akan
menyebabkan hilangnya jaringan hingga ke stratum papillare yang
menyebabkan timbulnya eksoriasi.
Selain itu, beberapa teori penyebab patomekanisme berdasarkan
gejala pada skenario, antara lain :
a. Menyerang permukaan mukosa faring
Beberapa kuman penyakit menular seksual paling sering menyerang
permukaan mukosa dengan epitel kolumner yaitu organ genital
(utama). Selain itu, faring dan rektum juga dapat terinfeksi baik pada
pria maupun wanita. Infeksi yang terjadi pada endoserviks, faring,
dan rektum biasanya asimptomatik.
b. Nyeri saat berkemih dan adanya duh
Infeksi kuman ini pada pria menyebabkan uretritis.26 Masa inkubasi
rata-rata 2-5 hari. Gejala tersering untuk uretritis adalah urethral
discharge (kencing nanah) dan disuria (kesulitan untuk berkemih).
Uretritis menyebabkan uretra menjadi bengkak, merah, perabaan
hangat, dan terasa nyeri. Pada saat berkemih, penderita akan
merasakan nyeri dan rasa seperti terbakar yang berlebih. Uretritis
yang tidak segera diterapi, akan menyebabkan tanda dan gejala yang
muncul bertambah berat dan memuncak dalam waktu 2 minggu
c. Merah pada orifisium uretra eksternum
Pada pemeriksaan tampak orifisium uretra eksterna merah, edema,
dan ektropion. Tampak pula duh tubuh yang mukopurulen, dan pada
beberapa kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar getah bening
inguinal unilateral dan bilateral.
Patomekanisme kemandulan pada skenario5
Perempuan yang terinfeksi PID akan mengalami jaringan parut di
tuba fallopi dan organ reproduksi lainnya. Hal ini mencegah sel telur
dan sperma bertemu untuk pembuahan. Dan jikapun sel telur
berhasil dibuahi, tuba falopi yang terblokir jaringan parut juga bisa
mencegah embrio untuk mencapai rahim. Hal ini dapat
meningkatkan peluang Anda hamil di luar kandungan,
alias kehamilan ektopik. Kehamilan ektopik adalah komplikasi
kehamilan yang sangat berbahaya dan bahkan bisa fatal.
Penyakit kelamin juga bisa menyebabkan kemandulan pada pria.
Prosesnya mirip dengan bagaimana PID merusak tuba falopi wanita.
Struktur saluran reproduksi laki-laki, termasuk epididimis (saluran
ejakulasi) dan uretra, dapat terblokir akibat jaringan parut yang
berkembang dari infeksi gonore dan klamidia yang tidak diobati.
Sistem kekebalan tubuh yang menurun drastis akibat HIV juga dapat
mengurangi kualitas kelayakan dan jumlah sperma dalam air mani
Ini yang membuat kesempatan pria untuk membuat pasangan
mereka hamil akan jauh lebih sulit lagi.
Masalah kesuburan akibat penyakit kelamin pada pria tergolong
kurang lazim ditemukan dibanding pada wanita. Namun, hal ini
sebagian besar didasari oleh fakta bahwa infeksi kelamin pada pria
lebih cenderung menunjukkan gejala khas. Oleh karena itu, penyakit
kelamin pada pria lebih cenderung cepat terdeteksi dan diobati.
c. LIMFOGRANULOMA VENEREUM
Infeksi yang disebabkan oleh Chlamydia trachomatis. Gejala pada laki-laki &
perempuan dapat berupa ulkus, bubo inguinalis, proktitis.
d. SIFILIS
Disebabkan oleh bakteri Treponema Paliidum . Gejala klinis pada laki-laki &
perempuan dapt berupa ulkus durum dengan pembesaran kelenjar getah
bening lokal, erupsi kulit, kondiloma lata, kerusakan tulang, kardiovaskular
dan neurologi Pada perempuan dapat menyebabkan abortus, bayi lahir mati,
kelahiran premature sedangkan pada neonates dapat berupa lahir mati, sifilis
kongenital
g. HERPES GENITALIS
Merupakan infeksi dari Herpes simplex virus (HSV) tipe2 dan tipe 1dengan
gejala pada laki-laki & perempuan berupa lesi vesikular dan/atau ulseratif
didaerah genitalia dan anus sedangkan pada neonatus berupa herpes neonatus
h. MOLUSKUM KONTAGIOSUM
Merupakan penyakit genitalia dengan infeksi oleh Virus moluskum
kontagiosum. Gejala pada kaki-laki & perempuan dapat berupa papul
multipel, diskret, berumbilikasi di daerah genitalia atau generalisata
i. KANDIDIASIS
Merupakan penyakit dengan infeksi Candida albicans. Pada laki-laki
gejala dapat berupa infeksi di daerah glans penis dan perempuan dapat
berupa vulvo-vaginitis dengan duh tubuh vagina bergumpal, disertai rasa
gatal & terbakar di daerah vulva.
j. SKABIES
Merupakan infeksi dari parasit Sarcoptes scabei betina dan dapat
memberikan gejala berupa papul gatal, di tempat predileksi, terutama
malam hari
5. Langkah-langkah Diagnosis7
LANGKAH LANGKAH DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis kelainan-kelainan urologi,
seorang dokter dituntut untuk dapat melakukan pemeriksaan-
pemeriksaan dasar urologi dengan seksama dan secara sistematik
mulai dari:
1. Pemeriksaan subyektif yaitu mencermati keluhan yang disampaikan
oleh pasien yang digali melalui anamnesis yang sistematik.
2. Pemeriksaan obyektif yaitu melakukan pemeriksaan fisis terhadap
pasien untuk mencari data-data yang objektif mengenai keadaan
pasien.
3. Pemeriksaan penunjang yaitu melakukan pemeriksaan-pemeriksaan
laboratorium, radiologi atau imaging (pencitraan), uroflometri atau
A. ANAMNESIS
Kemampuan seorang dokter dalam melakukan wawancara
dengan pasien ataupun keluarganya diperoleh melalui anamnesis yang
sistematik dan terarah. Hal ini sangat penting untuk mendapatkan
diagnosis suatu penyakit. Anamnesis yang sistematik itu mencakup;
a. Identitas pasien: seorang laki-laki berusia 25 tahun
b. Keluhan Utama: Nyeri pada kelaminnya terutama saat buang air kecil
c. Keluhan penyerta : -
d. Riwayat penyakit : -
e. Riwayat keluarga: -
f. Riwayat lingkungan: -
g. Riwayat Pengobatan sebelumnya: -
B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisis pasien meliputi pemeriksaan tentang
keadaan umum pasien dan pemeriksaan urologi. Seringkali kelainan-
kelainan di bidang urologi memberikan manifestasi penyakit umum
(sistemik), atau tidak jarang pasien-pasien urologi kebetulan
menderita penyakit lain.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi : tanda inflamasi pada glans penis,muara OUE dan batang
penis,duh tubuh homogeny abu-abu, dan terdapat sariawan
b. Palpasi :-
c. Perkusi :-
d. Auskultasi :-
3. Pemeriksaan Urologi
a. Pemeriksaan Ginjal:
Adanya pembesaran pada daerah pinggang atau abdomen sebelah atas
harus diperhatikan pada saat melakukan inspeksi. Pembesaran
mungkin disebabkan oleh hidronefrosis atau tumor pada daerah
retroperitoneum. Pembesaran ginjal karena hidronefrosis atau tumor
ginjal, mungkin teraba pada palpasi dan terasa nyeri pada perkusi.
b. Pemeriksaan Buli-Buli:
Pada pemeriksaan buli-buli diperhatikan adanya benjolan/massa atau
jaringan parut bekas irisan/operasi di suprasimfisis. Massa di daerah
suprasimfisis mungkin merupakan tumor ganas buli-buli atau karena
buli-buli yang terisi penuh dari suatu retensi urine. Dengan palpasi
dan perkusi dapat ditentukan batas atas buli-buli.
f. Pemeriksaan Neurologi:
Pemeriksaan neurologi ditujukan untuk mencari kemungkinan
adanya kelainan neurologik yang mengakibatkan kelainan pada sistem
urogenitalia, seperti pada lesi motor neuron atau lesi saraf perifer yang
merupakan penyebab dari buli-buli neurogen.
C. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis merupakan pemeriksaan yang paling sering
dikerjakan pada kasus- kasus urologi. Pemeriksaan ini meliputi uji:
Makroskopik dengan menilai warna, bau, dan berat jenis urine
2. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah rutin terdiri atas pemeriksaan kadar hemoglobin,
leukosit, laju endap darah, hitung jenis leukosit, dan hitung trombosit.
3. Kultur Urine
Pemeriksaan kultur urine diperiksa jika ada dugaan infeksi saluran
kemih. Jika didapatkan kuman di dalam urine, dibiakkan di dalam
medium tertentu untuk mencari jenis kuman dan sekaligus sensitivitas
kuman terhadap antibiotika yang diujikan.
4. Patologi Anatomi
Pada pemeriksaan ini dapat ditentukan suatu jaringan normal,
mengalami proses inflamasi, pertumbuhan benigna, atau terjadi
pertumbuhan maligna. Selain itu pemeriksaan ini dapat menentukan
stadium patologik serta derajat diferensiasi suatu keganasan.
2. USG (Ultrasonografi)
Pemeriksaan pada ginjal dipergunakan: (1) untuk mendeteksi
keberadaan dan keadaan ginjal (hidronefosis, kista, massa, atau
pengkerutan ginjal). Pada buli-buli, USG berguna untuk menghitung
sisa urine pasca miksi dan mendeteksi adanya batu atau tumor di buli-
buli. Pada kelenjar prostat, melalui pendekatan transrektal (TRUS)
dipakai untuk mencari nodul pada keganasan prostat dan menentukan
volume/besarnya prostat. Jika didapatkan adanya dugaan keganasan
prostat, TRUS dapat dipakai sebagai penuntun dalam melakukan
biopsi kelenjar prostat. Pada testis, berguna untuk membedakan antara
tumor testis dan hidrokel testis, serta kadang-kadang dapat mendeteksi
letak testis kriptorkid yang sulit diraba dengan palpasi Pada
keganasan, selain untuk mengetahui adanya massa padat pada organ
primer, juga untuk mendeteksi kemungkinan adanya metastasis pada
hepar atau kelenjar para aorta.
6. Diagnosis Banding
a. GONORE5,7,8
Definisi
Etiologi
Daerah yang paling mudah terinfeksi ialaha daerah dengan mukosa epitel
kuboid atau lapis gepeng yang belum berkembang (immatur), yakni pada
vagina perempuan sebelum pubenrtas.
Epidemiologi
Gejala klinis
Pada laki-laki
Pada perempuan
Pada wanita biasanya timbul dalam waktu 7-21 hari, setelah
terinfeksi, oleh kuman Neisseria Gonorhoeae ( gonococcus)
Ciri-Ciri penyakit gonoreae atau kencing nanah pada wanita
Diagnosis
2. Kultur
2. Tes beta-laktamase
Pemeriksaan beta-laktamase akan menyebabkan perubahan warna dari
kuning menjadi merah apabila kuman mengandung enzim beta-laktamase.
3. Tes thomson
Tes ini berguna untuk mengetahui sampai mana infeksi sudah berlangsung.
Syarat mutlah ialah kandung kencing harus mengandung air seni paling
sedikit 80-100 ml. Jika air seni kurang daro 80 ml, maka gelas II sukar
dinilai karena baru menguras uretra anterior.
Hasil pembacaan :
Gelas I Gelas II Arti
Jernih Jernih Tidak ada infeksi
Keruh Jernih Infeksi uretritis
anterior
Keruh Keruh Panuretritis
Jernih Keruh Tidak mungking
Tatalaksana
Non-medikamentosa :
- Sefiksim
Merupakan sefalosporin generasi ke -3 dipakai sebagai dosis
tunggal 400 mg. Efektifitas den sensitifitas sampai saat ini paling
baik, yaitu sebesar 95%.
- Levofloksasin
Dari golongan kuinolon, obat yang menjadi pilihan adalah
Levofloksasi 500 mg, dosis tunggal. Sedangkan Ciprofloksasin 500
mg, dan Ofloksasin 400 mg, peroral dosis tunggal, dilaporkan
sudah resisten pada beberapa daerah tertentu, di Indonesia.
- Tiamfenikol
Dosisnya 3,5 gram, dosis tunggal secara oral. Angka kesembuhan
ialah 97,7%. Tidak dianjurkan pemakaiannya pada kehamilan.
Komplikasi
Epidemiologi
Etiologi
a. Sifilis Dini
1. Sifilis Primer
Sifilis stadium I (Sifilis primer), timbul 10-90 hari setelah terjadi
infeksi. Lesi pertama berupa makula atau papula merah yang kemudian
menjadi ulkus (chancre), dengan pinggir keras, dasar ulkus biasanya merah
dan tidak sakit bila dipalpasi. Sering disertai dengan pembengkakan
kelenjar getah bening regional. Lokalisasi chancre sering pada genitalia
tetapi bisa juga ditempat lain seperti bibir, ujung lidah, tonsil, jari tangan
dan puting susu.
2. Sifilis Kardiovaskuler
Timbul 10-40 tahun setelah infeksi primer dan terdapat pada sekitar 10%
kasus lanjut dan 40% dapat bersama neurosifilis. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan berdasar gejala klinis, foto sinar X dan pemerikasaan
pembantu lainnya.
Diagnosis
a. Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan mewawancarai pasien dengan menanyakan
keluhan dan gejala pasien.
- Pemeriksaan secara Klinis
Pemeriksaan ini dilakukan dengan melihat gejala klinis yang muncul pada
penderita yang dikenal dengan pemeriksaan sindromik. Penggunaan
manajemen sindromik ini terutama dirancang untuk keterbatasan sumber
daya dan telah terbukti layak diterima di beberapa negara STI skrining
antara MSM juga layak dan dapat diterima dan dapat menjangkau
kelompok yang sering memiliki akses terbatas dalam mendapatkan
pemeriksaan IMS yang teratur dan konseling di pelayanan kesehatan
formal.Namun demikian pemeriksaan ini tetap harus dikonfirmasi dengan
pemeriksaan laboratorium untuk hasil yang lebih akurat.
- Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis laboratorium penyakit sifilis pada umumnya dilakukan melalui
pemeriksaan mikroskopik langsung maupun pemeriksaan serologik.
- Pemeriksaan Serologis
Pemeriksaan Serologis Tes darah adalah cara lain untuk menentukan
apakah seseorang memiliki sifilis. Tak lama setelah infeksi terjadi, tubuh
memproduksi antibodi sifilis yang dapat dideteksi oleh tes darah.
Pemeriksaan Serologis Sifilis penting untuk diagnosis dan pengamatan
hasil pengobatan. Pemeriksaan ini dapat diklasifikasikan :
1. Tes Non Treponema : kardiolipin, lesitin dan kolesterol
2. Tes Treponema : Treponema pallidum hidup / mati. Ketepatan hasil STS
dinilai berdasarkan :
I. Sensitivitas : % individu yang terinfeksi yangmemberi hasil positif
II. Spesifivitas : % individu yang tidak infeksi yang memberikan hasil
negative
Pemeriksaan kuantitatif Serologi Sifilis memungkinkan dokter untuk :
1. Mengevaluasi efektivitas pengobatan
2. Menemukan potensi kambuh (relaps) sebelum menjadi menular
3. Membedakan antara kambuh dan infeksi ulang
4. Melihat adanya reaksi sebagai jenis seroresistant
5. Membedakan antara benar dan biologis positif palsu reaksi serologis.
- Pemeriksaan Mikroskopik
Dalam sediaan segar tanpa pewarnaan, gerak kuman Treponema dapat
dilihat dengan menggunakan mikroskop lapangan gelap. Pemeriksaan
Treponema secara mikroskopik dilihat dengan teknik imunnofluoresensi
dengan membuat usapan cairan jaringan atau eksudat pada kaca objek
kemudian difiksasi dan diwarnai dengan serum anti treponema yang
dilabel fluoresein sehingga pada lapangan pandang gelap akan terlihat
fluoresensi yang khas dari kuman Treponema.
Penularan
Pencegahan
c. Herpes Simpleks12
Definisi
Herpes genitalis merupakan infeksi pada genital dengan gejala khas berupa
vesikel yang berkelompok disertai dengan dasar yang eritem
bersifat rekuren. Herpes genitalis terjadi pada alat genital dan sekitarnya
(bokong, daerah anal dan paha). Ada dua macam tipe HSV yaitu : HSV-1
dan HSV-dan keduanya dapat menyebabkan herpes genital. Infeksi HSV-
sering ditularkan melalui hubungan seks dan dapat menyebabkan rekurensi dan
ulserasi genital yang nyeri. Tipe 1 biasanya mengenai mulut dan
tipe mengenai daerah genital.
Epidemiologi
Prevalensi anti bodi dari HSV-1 pada sebuah populasi bergantung
pada faktor-faktor seperti negara, kelas sosial ekonomi dan usia. HSV-1 umumnya
ditemukan pada daerah oral pada masa kanak-kanak, terlebih lagi pada kondisi
sosial ekonomi terbelakang. Kebiasaan, orientasi seksual dan gender
mempengaruhi HSV-. HSV- prevalensinya lebih rendah dibanding HSV-1
dan lebih sering ditemukan pada usia dewasa yang terjadi karena kontak
seksual. Prevalensi HSV- pada usia dewasa meningkat dan secara
signifikan lebih tinggi Amerika Serikat dari pada Eropa dan kelompok
etnik kulit hitam dibanding kulit putih. Seroprevalensi HSV- adalah5 %
pada populasi wanita secara umum di inggris, tetapi mencapai 80% pada
wanita Afro-Amerika yang berusia antara 60-69 tahun di USA.Herpes
genital mengalami peningkatan antara awal tahun 1960-an dan 1990-
an. Di inggris laporan pasien dengan herpes genital pada klinik PMS
meningkat enam kali lipat antara tahun 197-1994. Kunjungan awal pada
dokter yang dilakukan oleh pasien di Amerika Serikat untuk
episode pertama yang berasal dari herpes genital didapatkan meningkat
sepuluh kali lipat mulai dari 16.986 pasien di tahun 1970menjadi 160.000
di tahun 1995 per 100.000 pasien yang berkunjungDisamping itu lebih
banyaknya golongan wanita dibandingkan pria disebabkan oleh anatomi
alatgenital (permukaan mukosa lebih luas pada wanita), seringnya
rekurensi pada pria dan lebihringannya gejala pada pria. Walaupun
demikian, dari jumlah tersebut di atas hanya 9% yangmenyadari akan
penyakitnya.Studi pada tahun 1960 menunjukkan bahwa HSV-1 lebih
sering berhubungan dengan kelainan oraldan HSV- berhubungan dengan
kelainan genital. Atau dikatakan HSV-1 menyebabkan kelainan diatas
pinggang dan VHS- menyebabkan kelainan di bawah pinggang. Tetapi didapatkan
juga jumlah signifikan genital herpes 0-40% disebabkan HSV-1.HSV- juga
kadang-kadang menyebabkan kelainan oral, diduga karena meningkatnya
kasushubungan seks oral. Jarang didapatkan kelainan oral karena VHS-
tanpa infeksi genital. DiIndonesia, sampai saat ini belum ada angka yang
pasti, akan tetapi dari 1 RS pendidikan Herpesgenitalis merupakan PMS
(Penyakit Menular Seksual) dengan gejala ulkus genital yang palingsering
dijumpai.
Etiologi
Herpes genitalis disebabkan oleh HSV atau herpes virus hominis (HVH), yang
merupakan anggota dari famili herpes viridae. Adapun tipe-tipe dari HSV :
Herpes simplex virus tipe I : pada umunya menyebabkan lesi atau luka
pada sekitar wajah, bibir, mukosa mulut, dan leher.
Herpes simplex virus tipe II : umumnya menyebabkan lesi pada genital dan
sekitarnya (bokong, daerah anal dan paha). Herpes simplex virus tergolong
dalam famili herpes virus, selain HSV yang juga termasuk dalam golongan
ini adalah Epstein Barr (mono) dan varisela zoster yang menyebabkan
herpes zoster dan varicella. Sebagian besar kasus herpes genitalis
disebabkan oleh HSV-, namun tidak menutup kemungkinan HSV-1
menyebabkan kelainan yang sama. Pada umumnya disebabkan oleh HSV- yang
penularannya secara utama melalui vaginal atau analseks. Beberapa tahun ini,
HSV-1 telah lebih sering juga menyebabkan herpes genital. HSV-1genital
menyebar lewat oral seks yang memiliki cold sore pada mulut atau bibir, tetapi beberapa
kasus dihasilkan dari vaginal atau anal seks.
Patogenesis
HSV-1 dan HSV- adalah termasuk dalam famili herphes viridae, sebuah grup
virus DNA rantai ganda lipid-enveloped yang berperanan secara luas pada
infeksi manusia. Kedua serotipe HSV danvirus varicella zoster mempunyai
hubungan dekat sebagai subfamili virus alpha-herpesviridae. Alfa herpes
virus menginfeksi tipe sel multiple, bertumbuh cepat dan secara efisien
menghancurkan sel host dan infeksi pada sel host. Infeksi pada natural
host ditandai oleh lesi epidermis, seringkali melibatkan permukaan mukosa dengan
penyebaran virus pada sistem saraf dan menetap sebagai infeksi laten pada
neuron, dimana dapat aktif kembali secara periodik. Transmisi infeksi
HSV seringkali berlangsung lewat kontak erat dengan pasien yang dapat
menularkan virus lewat permukaan mukosa. Infeksi HSV-1 biasanya
terbatas pada orofaring, virus menyebar melalui droplet pernapasan, atau
melalui kontak langsung dengan saliva yang terinfeksi. HSV- biasanya
ditularkan secara seksual.Setelah virus masuk ke dalam tubuh hospes,
terjadi penggabungan dengan DNA hospes dan mengadakan
multiplikasi serta menimbulkan kelainan pada kulit. Waktu itu pada
hospes itu sendiri belum ada antibodi spesifik. Keadaan ini dapat
mengakibatkan timbulnya lesi pada daerah yang luas dengan gejala
konstitusi berat. Selanjutnya virus menjalar melalui serabut saraf sensorik
ke ganglion saraf regional dan berdiam di sana serta bersifat laten. Infeksi
orofaring HSV-1 menimbulkan infeksi laten di ganglia trigeminal,
sedangkan infeksigenital HSV- menimbulkan infeksi laten di ganglion
sakral.Bila pada suatu waktu ada faktor pencetus (trigger factor), virus
akan mengalami reaktivasi danmultiplikasi kembali sehingga terjadilah
infeksi rekuren. Pada saat ini dalam tubuh hospes sudahada antibodi
spesifik sehingga kelainan yang timbul dan gejala konstitusinya tidak
seberat padawaktu infeksi primer.Faktor pencetus tersebut antara lain
adalah trauma atau koitus, demam, stres fisik atau emosi, sinarUV,
gangguan pencernaan, alergi makanan dan obat-obatan dan beberapa kasus tidak
diketahuidengan jelas penyebabnya. Penularan hampir selalu melalui
hubungan seksul baik genito genital,ano genital maupun oro genital.
Gejala klinik
Infeksi awal dari 6% HSV- dan 7% HSV-1 adalah asimptomatik.
Simptom dari infeksi awal (saat inisial episode berlangsung pada saat
infeksi awal) simptom khas muncul antara hingga 9 hari setelah infeksi,
meskipun infeksi asimptomatik berlangsung perlahan dalam tahun pertama
setelah diagnosa di lakukan pada sekitar 15% kasus HSV-. Inisial episode
yang juga merupakan infeksi primer dapat berlangsung menjadi lebih
berat. Infeksi HSV-1 dan HSV- agak susah dibedakan. Tanda utama dari
genital herpes adalah luka di sekitar vagina, penis, atau di daerah anus.
Kadang-kadang luka dari herpes genital muncul di skrotum, bokong atau
paha. Luka dapat muncul sekitar 4-7 hari setelah infeksi. Gejala dari
herpes disebut juga outbreaks, muncul dalam dua minggu setelah orang
terinfeksi dandapat saja berlangsung untuk beberapa minggu. Adapun
gejalanya sebagai berikut :
Nyeri dan disuria
Uretral dan vaginal discharge
Gejala sistemik (malaise, demam, mialgia, sakit kepala)
Limfadenopati yang nyeri pada daerah inguinal
Nyeri pada rektum, tenesmus
Tanda (sign) :
Eritem, vesikel, pustul, ulserasi multipel, erosi, lesi dengan krusta
tergantung pada tingkat infeksi.
Limfadenopati inguinal
Faringitis
Cervisitis
a. Herpes genitalia primer
Infeksi primer biasanya terjadi seminggu setelah hubungan seksual
(termasuk hubungan oral atauanal). Tetapi lebih banyak terjadi setelah
interval yang lama dan biasanya setengah dari kasus tidakmenampakkan
gejala.Erupsi dapat didahului dengan gejala prodormal, yang menyebabkan
salah diagnosis sebagaiinfluenza. Lesi berupa papul kecil dengan dasar
eritem dan berkembang menjadi vesikel dan cepatmembentuk erosi
superfisial atau ulkus yang tidak nyeri, lebih sering pada glans penis,
preputium,dan frenulum, korpus penis lebih jarang terlihat.
b. Herpes genitalia rekuren
Setelah terjadinya infeksi primer klinis atau subklinis, pada suatu waktu
bila ada faktor pencetus,virus akan menjalani reaktivasi dan multiplikasi
kembali sehingga terjadilah lagi rekuren, padasaat itu di dalam hospes
sudah ada antibodi spesifik sehingga kelainan yang timbul dan gejalatidak
seberat infeksi primer.
Faktor pencetus antara lain: trauma, koitus yang berlebihan, demam, gangguan
pencernaan,kelelahan, makanan yang merangsang, alkohol, dan beberapa kasus sukar
diketahui penyebabnya.Pada sebagian besar orang, virus dapat menjadi aktif dan
menyebabkan outbreaks beberapa kalidalam setahun. HSV berdiam dalam sel
saraf di tubuh kita, ketika virus terpicu untuk aktif, makaakan bergerak dari
saraf ke kulit kita. Lalu memperbanyak diri dan dapat timbul luka di tempat terjadinya
outbreaks.
Mengenai gambaran klinis dari herpes progenitalis : gejaia klinis herpes
progenital dapat ringansampai berat tergantung dari stadium penyakit dan
imunitas dari pejamu. Stadium penyakitmeliputi :
Infeksi primer - stadium laten - replikasi virus - stadium rekuren
Manifestasi klinik dari Infeksi HSV tergantung pada tempat infeksi, dan
status imunitas host.Infeksi primer dengan HSV berkembang pada orang yang
belum punya kekebalan sebelumnyaterhadap HSV-1 atau HSV -, yang biasanya
menjadi lebih berat, dengan gejala dan tanda sistemikdan sering menyebabkan
komplikasi.
Pemeriksaan laboratorium herpes genitalis
Pemeriksaan laboratorium yang paling sederhana adalah Tes Tzank diwarnai
dengan pengecatan giemsa atau wright, akan terlihat sel raksasa
berinti banyak. Sensitifitas dan spesifitas pemeriksaan ini umumnya
rendah. Cara pemeriksaan laboratorium yang lain adalah sebagai berikut.
a. Histopatologi
Vesikel herpes simpleks terletak intraepidermal, epidermis yang
terpengaruh dan inflamasi padadermis menjadi infiltrat dengan leukosit
dan eksudat sereus yang merupakan kumpulan sel yangterakumulasi di
dalam stratum korneum membentuk vesikel.
b. Pemeriksaan serologis ( ELISA dan Tes POCK )
Beberapa pemeriksaan serologis yang digunakan:
ELISA mendeteksi adanya antibodi HSV-1 dan HSV-.2Tes POCK untuk HSV-
yang sekarang mempunyai sensitivitas yang tinggi.
c. Kultur virus
Kultur virus yang diperoleh dari spesimen pada lesi yang dicurigai masih
merupakan prosedur pilihan yang merupakan gold standard pada stadium
awal infeksi. Bahan pemeriksaan diambil darilesi mukokutaneus pada
stadium awal (vesikel atau pustul), hasilnya lebih baik dari pada
biladiambil dari lesi ulkus atau krusta.
Pada herpes genitalis rekuren hasil kultur cepat menjadi negatif, biasanya hari
keempat timbulnyalesi, ini terjadi karena kurangnya pelepasan virus,
perubahan imun virus yang cepat, teknik yangkurang tepat atau keterlambatan
memproses sampel. Jika titer dalam spesimen cukup tinggi, makahasil positif dapat
terlihat dalam waktu 4-48 jam.
Diagnosis
Secara klinis ditegakkan dengan adanya gejala khas berupa vesikel
berkelompok dengan dasar eritem dan bersifat rekuren. Gejala dan tanda
dihubungkan dengan HSV-. diagnosis dapatditegakkan melalui anamnesa,
pemeriksaan fisis jika gejalanya khas dan melalui pengambilancontoh dari
luka (lesi) dan dilakukan pemeriksaan laboratorium.Tes darah yang
mendeteksi HSV-1 dan HSV- dapat menolong meskipun hasilnya tidak
terlalu memuaskan. Virus kadangkala, namun tak selalu, dapat dideteksi
lewat tes laboratorium yaitu kultur. Kultur dikerjakan dengan
menggunakan swab untuk memperoleh material yang akandipelajari dari
luka yang dicurigai sebagai herpes. Pada stadium dini erupsi vesikel
sangat khas, akan tetapi pada stadium yang lanjut tidak khas lagi, penderita
harus dideteksi dengan kemungkinan penyakit lain, termasuk chancroid
dan kandidiasis. Konfirmasi virus dapat dilakukan melalui mikroskop
elektron atau kultur jaringan.
Komplikasi
Komplikasi yang timbul pada penyakit herpes genitalis anatara lain
neuralgia, retensi urine,meningitis aseptik dan infeksi anal. Sedangkan
komplikasi herpes genitalis pada kehamilan dapat menyebabkan abortus
pada kehamilan trimester pertama, partus prematur dan pertumbuhan
janinterhambat pada trimester kedua kehamilan dan pada neonatus dapat
terjadi lesi kulit, ensefalitis,makrosefali dan keratokonjungtivitis.Herpes
genital primer HSV dan infeksi HSV-1 ditandai oleh kekerapan gejala
lokal dan sistemik prolong. Demam, sakit kepala, malaise,
dan mialgia dilaporkan mendekati 40 % dari kaum priadan 70% dari
wanita dengan penyakit HSV- primer. Berbeda dengan infeksi genital
episode pertama, gejala, tanda dan lokasi anatomi infeksi rekuren
terlokalisir pada genital
Penatalaksanaan
Sampai sekarang belum ada obat yang memuaskan untuk terapi herpes
genitalis, namun pengobatan secara umum perlu diperhatikan, seperti :
menjaga kebersihan lokal
menghindari trauma atau faktor pencetus.
Penggunaan idoxuridine mengobati lesi herpes simpleks secara lokal sebesar 5%
sampai 40% dalam dimethyl sulphoxide sangat bermanfaat. Namun, pengobatan ini
memiliki beberapa efek samping, di antaranya pasien akan mengalami rasa
nyeri hebat, maserasi kulit dapat juga terjadi.Meskipun tidak ada
obat herpes genital, penyediaan layanan kesehatan anda akan meresepkan
obatanti viral untuk menangani gejala dan membantu mencegah terjadinya
outbreaks. Hal ini akan mengurangi resiko menularnya herpes pada partner
seksual.
Obat-obatan untuk menangani herpes genital adalah
Asiklovir (Zovirus)
Famsiklovir
Valasiklovir (Valtres)
Asiklovir
Valasiklovir
Valasiklovir adalah suatu ester dari asiklovir yang secara cepat dan
hampir lengkap berubahmenjadi asiklovir oleh enzim hepar dan
meningkatkan bioavaibilitas asiklovir sampai 54%.olehkarena itu dosis oral
1000 mg valasiklovir menghasilkan kadar obat dalam darah yang samadengan
asiklovir intravena. Valasiklovir 1000 mg telah dibandingkan asiklovir
100 mg 5 kali sehari selama 10 hari untuk terapi herpes genitalis episode
awal.
Famsiklovir
Pencegahan
Hingga saat ini tidak ada satupun bahan yang efektif mencegah HSV. Kondom
dapat menurunkan transmisi penyakit, tetapi penularan masih dapat terjadi
pada daerah yang tidak tertutup kondom ketika terjadi ekskresi virus.
Spermatisida yang berisi surfaktan nonoxynol-9 menyebabkan HSV
menjadi inaktif secara invitro. Di samping itu yang terbaik, jangan
melakukan kontak oral genital pada keadaan dimana ada gejala atau
ditemukan herpes oral. Secara ringkas ada 5 langkah utama untuk
pencegahan herpes genital yaitu
1. Mendidik seseorang yang berisiko tinggi untuk mendapatkan herpes
genitalis dan PMS lainnya untuk mengurangi transmisi penularan.
2. Mendeteksi kasus yang tidak diterapi, baik simtomatik atau asimptomatik.
3. Mendiagnosis, konsul dan mengobati individu yang terinfeksi dan follow
up dengan tepat.
4. Evaluasi, konsul dan mengobati pasangan seksual dari individu yang
terinfeksi.
5. Skrining disertai diagnosis dini, konseling dan pengobatan sangat berperan
dalam pencegahan.
Prognosis
Kematian oleh infeksi HSV jarang terjadi. Infeksi inisial dini yang
segera diobati mempunyai prognosis lebih baik, sedangkan infeksi
rekuren hanya dapat dibatasi frekuensi kambuhnya. Pada orang dengan
gangguan imunitas, misalnya penyakit-penyakit dengan tumor di sistem
retikulo endotelial, pengobatan dengan imunosupresan yang lama,
menyebabkan infeksi ini dapatmenyebar ke alat-alat dalam dan
fatal. Prognosis akan lebih baik seiring dengan meningkatnya usia seperti
pada orang dewasa. Terapi antivirus efektif menurunkan manifestasi klinis
herpes genitalis.
d. Limfogranuloma Venerum13,14
Definisi
Epidemiologi
Etiologi
Pathogenesis
Manifestasi Klinis
Gambaran klinis LGV secara umum dapat dibagi dalam 2 stadium, yaitu :
Lesi primer berbentuk tak khas dan tak nyeri, dapat juga berupa erosi,
papul miliar, vesikel, pustul, dan ulkus yang tidak nyeri. Umumnya soliter
dan cepat hilang karena itu penderita biasanya tidak datang berobat pada
saat ini, tetapi pada waktu terjadi sindrom inguinal. Lokasi lesi primer
LGV pada laki-laki paling sering di sulkus koronarius, frenulum,
preputium, penis, glans penis, skrotum sedangkan pada wanita di dinding
vagina posterior, fourchette, serviks posterior dan vulva.
b. Sindrom inguinal
Sindrom inguinal merupakan sindrom yang sering di jumpai karena itu akan diuraikan
secara luas. Sindrom tersebut terjadi pada pria, jika afek primernya di genitalia eksterna,
umumnya unilateral,kira-kira 80%. Pada wanita terjadi jika afek primernya pada
genitelia eksterna dan vagina 1/3 bawah. Itulah sebabnya sindrom tersebut lebih sering
terdapat pada pria daripada wanita, karena umumnya lesiprimer pada wanita terletak di
tempat yang lebih dalam, yakni di vagina 2/3 atas dan serviks. Jika lesi primer terletak
pada tempat tersebut,maka yang mengalami peradangan bukan kelenjar inguinal
medial,tetapi kelenjar Gerota.
Pada sindrom ini yang terserang ialah kelenjar getah bening inguinal medial,
karena kelenjar tersebut merupakan kelnjar regional bagi genitalia eksterna. Kelenjar
yang dikenal ialah beberapa dan dapat diketahui karena permukaannya berbenjol-benjol,
kemudian akan berkonfluensi. Karena LGV merupakn penyakit subakut, maka kelima
tanda radang akut terdapat pada dolor, rubor, tumor, kalor dan fungsio lesa. Selain
limfadenitis terjadi pulaperiadenitis yang menyebabkan perlekatan dengan
jaringansekitarnya. Kemudian terjadi perlunakan yang tidak serentak,
yangmengakibatkan konsistensinya menjadi bermacam-macam, yaknikeras, kenyal dan
lunak (abses). Perlunakan biasanya di tengah,dapat terjadi abses dan fistel yang multiple.
Sering terlihat pula 2 atau 3 kelompok kelenjar yang berdekatan dan memanjang seperti
sosis di bagian proksimal dan distal ligamentum Pouparti dan dipisahkan oleh lekuk
(sulkus). Gejala tersebut oleh Green blatt disebut stigma of groove. Pada stadium
lanjut terjadi penjalaran ke kelenjar getah bening di fosa iliaka dan dinamai bubo
bertingkat (etage bubonen), kadang-kadang dapat pula ke kelenjar di fosa
femoralis. Ada kalanya terdapat limfangitis yang tampak sebagai tali yang keras dan
bubonuli.
2. Stadium Lanjut
a. Sindrom Genital
Jika sindrom inguinal tidak diobati, maka terjadi fibrosis pada kelenjar inguinal medial,
sehingga aliran getah bening terbendung serta terjadi edema dan elefantiasis. Elefantiasis
tersebut dapat berifat vegetative, dapat terbentuk fistel-fistel dan ulkus-ulkus.
Pada laki-laki, elephantiasis terdapat di penis dan skrotum, sedangkan pada perempuan
di labia dan klitoris, disebut estiomen. Jika meluas terbentuk elefantiasis genitor-
anorektalis dan disebut sindrom Jersilid.
b. Sindrom ano-rektal
Sindrom tersebut dapat terjadi pada laki-laki yang melakukan kontak seksual anogenital
dengan laki-laki (MSM atau LSL). Pada perempuan hal yang sama dapat terjadi dengan
dua cara. Pertama, jika kontak seksual secara anogenital. Kedua, jika lesi primer terdapat
pada vagina 2/3 atas atau serviks, sehingga terjadi penjalaran ke kelenjar perirektal
(kelenjar Gerota) yang terletak antara uterus dan rectum. Pembesaran kelenjar tersebut
hanya dapat diketahui dengan palpasi secara bimanual. Proses berikutnya hampir sama
dengan sindrom inguinal, yakni terjadi limfadenitis dan periadenitis, lalu mengalami
perlukan hingga terbentuk abses. Kemudian abses memecah sehingga meyebebkan
gejala keluarnya darah dan pus pada waktu defekasi, kemudian terbentuk fistel. Abses –
abses dan fistel-fistel dapat berlokasi di perianal dan perirektal.
Selanjutnya muara fistel meluas menjadi ulkus, yang kemudian menyembuh dan
menjadi sikatriks, terjadilah retraksi hingga mengakibatkan striktura rektil. Keluhannya
ialah obstipasi, tinja kecil-kecil disertai disertai perdarahan waktu defekasi. Akibat lain
ialah terkadi proktitis yang menyebabkan gejala tenesmus dan keluarnya darah dan pus
dari rectum. Kecuali kelenjar Gerota, dapat pula terjadi penjalaran ke kelenjar iliaka dan
hipogastrika.
Pemeriksaan Penunjang
Pemerikasaan gambaran darah tepi biasanya lekosit normal, sedangkan LED
meninggi. Peninggian ini menunjukkan keaktifan penyakit, jadi tidak khas untuk L.G.V.
Sering terjadi hiperproteinemia berupa peninggian globulin, albumin nomrmal atau
menurun, sehingga perbandingan albumin-globulin menjadi terbalik. Imunoglobulin
yang meninggi ialah IgA.
Pemeriksaan NAAT
Pengambilan swabspesimen dengan dakron, dapat dialmbil dari bahan usap anus,
aspirasi lesi nodus atau drainase dari pus yang keluar dari lesi.
Tes ikatan komplemen
Tes serologis untuk Chalmydia trachomatis, terus dikembangkan. Tes tersebut lebih
peka dan lebih dapat dipercaya deripada tes frei dan lebih cepat menjadi positif yakni
setelah sebulan.
Tes Frei
Dari pus penderita L.G.V. yang mengalami abses yang belum memecah, kemudian
dilarutkan dalam garam faal dan dilakukan pasteurisasi.
Melakukan pemeriksaan sigmoidoskopi dan kolonoskopi kadang-kadang diperlukan.
Ditemukan duh mukopurulen, eritema yang meluas dan mukosa rektum yang rapuh
dengan gambaran yang khas untuk LGV.
Tata Laksana
Doksisiklin 2x100 mg, peroral selama 21 hari
Erytromisin base 4x500 mg, peroral selama 21 hari
Azitromisin 1x500 mg, per oral selama 3 minggu
Melakukan insisi dan aspirasi diindikasikan pada bubo dengan fluktuasi yang jelas. Pada
sindrom inguinal dianjurkan pula untuk beristirahat di tempat tidur. Pengobatan topical
berupa kompres terbuka jika abses telah memecah. Insisi dan aspirasi dapat dilakukan
pada pengobatan L.G.V. mitra seksual juga harus diobati.
7. Perspektif Islam
Q.S Al-Isra’/17:32
“ Dan jangan lah kamu mendekati zina; ( zina ) itu sungguh suatu perbuatan
keji, dan suatu jalan yang buruk..”
DAFTAR PUSTAKA