Anda di halaman 1dari 67

LAPORAN PBL MODUL 4 (LUKA PADA KELAMIN)

BLOK URONEFROLOGI

TUTOR : dr. Nurfadhillah Khalid

KELOMPOK 3

1. Ismi Rachman 11020160025


2. Rushian Malumsuka Latuconsina 11020160053
3. Andi khalishah Hidayanti 11020160071
4. Mutmainna 11020160076
5. Moudyana Lukman 11020160077
6. Muhammad Al-Qidham Aqifari Musda 11020160087
7. Andi Muh Riflan Astar 11020160089
8. Selviani 11020160100
9. Aulia Syafitri Awaluddin 11020160126
10. Novyanti Dwiyani Tawanella 11020160169

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-
Nya sehingga laporan tutorial ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya, Aamiin.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan tutorial ini, karena itu
kritik dan saran yang sifatnya membangun senantiasa kami harapkan guna
memacu kami menciptakan karya-karya yang lebih bagus.
Akhir kata, kami ingin menghaturkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan karya tulis ini, terutama
kepada:
1. dr. Nurfadhillah Khalid selaku pembimbing tutorial kelompok kami
2. Teman-teman yang telah mendukung dan turut memberikan motivasi dalam
menyelesaikan laporan tutorial ini.
Semoga Allah SWT dapat memberikan balasan setimpal atas segala
kebaikan dan pengorbanan dengan limpahan rahmat dari-Nya.Aamiin yaa Robbal
A’lamiin.

Makassar, 8 Januari 2019

Kelompok 3
SKENARIO 3

Laki-laki berusia 25 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin dengan keluhan
nyeri pada kelaminnya terutama saat buang air kecil. Keluhan ini telah dirasakan
sejak 2 hari yang lalu. Pasien sudah menikah selama setahun, tapi belum
mempunyai anak. Pada pemeriksaan didapatkan tanda inflamasi pada glans penis,
ditemukan beberapa lecet (ekskoriasi) pada glans penis, muara OUE dan batang
penis, duh tubuh homogen abu-abu, dan terdapat sariawan.

KATA/KALIMAT KUNCI
1. Laki-laki berumur 25 tahun
2. Keluhan utama nyeri pada kelamin terutama saat BAK
3. Keluhan dialami 2 hari yang lalu
4. Pasien sudah menikah selama setahun, tapi belum mempunyai anak
5. Pada pemeriksaan terdapat tanda inflamasi pada glans penis, ditemukan
beberapa lecet (ekskoriasi) pada glans penis, muara OUE dan batang penis
6. Terdapat duh tubuh homogen abu-abu dan sariawan

PERTANYAAN
1. Jelaskan apa saja yang termasuk dalam etiologi Penyakit Menular Seksual !
2. Jelaskan faktor risiko terjadinya nyeri pada alat kelamin !
3. Jelaskan patomekanisme dari gejala pada sekenario !
4. Penyakit apa saja yang dapat menyebabkan nyeri pada alat kelamin ?
5. Bagaimana langkah-langkah diagnosis sesuai skenario ?
6. Bagaimana diagnosis banding sesuai skenario?
7. Bagaimana perspektif islam yang sesuai dengan skenario ?

JAWABAN
1. Etiologi Penyakit Menular Seksual1
Faktor Resiko :
Dalam Infeksi menular seksual ( IMS ) yang dimaksud dengan
perilaku resiko tinggi ialah perilaku yang menyebabkan seseorang
mempunyai resiko besar terserang penyakit tersebut. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian infeksi menular seksual yaitu :
1. Penyebab penyakit (agent)
Penyakit menular seksual sangat bervariasi penyebabnya dapat berupa virus,
parasit, bakteri, protozoa.
2. Tuan (host)
Beberapa faktor yang terdapat pada host, berperan pada perbedaan insiden
penyakit menular adalah :
a. Umur
Umur merupakan salah satu variabel yang penting dalam mempengaruhi
aktiitas seksual seseorang, pada orang yang lebih dewasa memiliki
pertimbangan lebih banyak dibandingkan dengan orang yang belum dewasa.
Pada remaja atau seseorang yang masih muda, sel-sel organ reproduksi belum
matang sehingga semakin mudah untuk terkena IMS. Usia yang lebih muda
juga akan mudah mendapat pelanggan dalam melakukan seks komersial
sehingga beresiko tertular IMS dan HIV AIDS. Pada kelompok muda
dibandingkan pada usia tua baik laki-laki maupun perempuan prevalensi
tertinggi IMS pada kelompok umur 15-30 tahun.
b. Pilihan dalam hubungan seksual
Ada 3 faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang yaitu faktor
predisposisi, faktor-faktor pendukung dan faktor pendorong. Faktor
predisposisi adalah yang memudahkan terjadinya perilaku antara lain
pengetahuan individu, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai pandangan
dan persepsi, tradisi, norma sosial, pendapatan, pendidikan, umur dan status
sosial. Faktor pendukung adalah faktor yang memungkinkan terjadinya
perilaku antara lain adanya keterampilan dan sumber daya seperti fasilitas,
personal dan pelayanan kesehatan serta memudahkan individu untuk
mencapainya. Faktor pendorong adalah faktor yang menguatkan seseorang
untuk melakukan perilaku tersebut, diantaranya sikap dan perilaku petugas
kesehatan serta dorongan yang berasal dari masyarakat.
c. Lama bekerja sebagai pekerja seks komersial.
Pekerjaan seseorang berikatan erat dengan kemungkinan terjadinya
PMS. Pada beberapa orang yang bekerja dengan kondisi tertentu dan
lingkungan yang memberikan peluang terjadinya kontak seksual akan
meningkatkan penderita PMS. Orang tersebut termasuk dalam kelompok
resiko tinggi terkena PMS. Semakin lama masa kerja seseorang, maka
semakin besar kemungkinan ia melayani pelanggan yang telah terinfeksi
IMS. Prevalensi HIV dan IMS pada yang baru memulai pekerjaan seks
hampir sama tingginya dengan dengan pengalaman yang lebih panjang.
d. Status Perkawinan
Insiden IMS lebih tinggi pada orang yang belum kawin, bercerai atau
orang yang terpisah dari keluarganya bila dibandingkan dengan orang yang
sudah kawin karena pemenuhan kebutuhan seksualnya terpenuhi.
e. Pemakaian Kondom
Kondom merupakan selubung/sarung karet yang dapat terbuat dari
berbagai bahan diantaranya lateks (karet), plastik (vinil), atau bahan alami
(produksi hewani) yang dipasang pada penis saat hubungan seksual yang
berfungsi untuk menegah kehamilan maupun penularan infeksi menular
seksual. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Budiman (2015)
bahwa orang yang tidak menggunakan kondom beresiko 34 terkena IMS
(gonore) sebesar 3,987 kali dibandingkan dengan orang yang menggunakan
kondom.

Perilaku seks yang dapat mempermudah penularan PMS adalah :


1) Berhubungan seks yang tidak aman (tanpa menggunakan kondom).
2) Gonta-ganti pasangan seks.
3) Melakukan hubungan seks anal (dubur), perilaku ini akan menimbulkan
luka atau radang karena epitel mukosa anus relative tipis dan lebih mudah
terluka disbanding epitel dinding vagina.
4) Penggunaan pakaian dalam atau handuk yang telah dipakai penderita PMS
Etiologi Penyakit Infeksi Menular Seksual
Berdasarkan penyebabnya, infeksi menular seksual (IMS) di bedakan
menjadi empat kelompok yaitu:
1. IMS yang disebabkan bakteri, yaitu: Gonore, infeksi genital non spesifik,
Sifilis, Ulkus Mole, Limfomagranuloma Venerum,Vaginosis bakterial
2. IMS yang disebabkan virus, yaitu: Herpes genetalis, Kondiloma
Akuminata, Infeksi HIV, dan AIDS, Hepatitis B, Moluskus Kontagiosum.
3. IMS yang disebabkan jamur, yaitu: Kandidiosis genitalis
4. IMS yang disebabkan protozoa dan ektoparasit, yaitu: Trikomoniasis,
Pedikulosis Pubis, Skabies.

1. Infeksi Bakteri
Gonore
a) Penyebab : Neisseria gonorrhoeae
b) Patogenesis : Setelah melekat, gonokokus berpenetrasi ke dalam sel epitel
dan melalui jaringan subepitel dimana gonokokus ini terpajan ke sistem imun
(serum, komplemen, imunoglobulin A (IgA), dll), dan difagositosis oleh
neutrofil. Virulensi bergantung pada apakah gonokokus mudah melekat dan
berpenetrasi ke dalam sel penjamu, begitu pula resistensi terhadap serum,
fagositosis, dan pemusnahan intraseluler oleh polimorfonukleosit. Faktor
yang mendukung virulensi ini adalah pili, protein membran bagian
luar,lipopolisakarida, dan protease IgA.
c) Manifestasi Klinis : gejala infeksi muncul 1 sampai 14 hari setelah
terpapar, meskipun ada kemungkinan terinfeksi gonore namun tidak memiliki
gejala. Diperkirakan hampir setengah wanita yang terinfeksi gonore tidak
merasakan gejala, atau memiliki gejala non- spesifik. Pada Pria : rasa panas
selama buang air kemih dan keluarnya nanah dari penis (uretra).Pada Wanita
: Cairan putih keluar dari vagina, rasa nyeri di bagian perut, namun pada
wanita dengan gonore sering tidak menampilkan gejala.
d) Pemeriksaan diagnostik : diagnosis ditegakkan melalui identifikasi
organisme. Pewarnaan Gram sekret uretra positif pada 95% pria dan
pewarnaan Gram sekret endoserviks positif pada 60% wanita. Kultur penting
pada wanita termasuk kultur rektal dan orofaring. Konfirmasi identitas dapat
dibuat dengan fermentasi gula atau perangkat deteksi antigen spesifik N.
Gonorrhoeae. Tes hibridisasi atau amplifikasi asam nukleat merupakan tes
nonkultur yang berguna untuk screening.
e) Terapi : terapi dosis tunggal dengan siprofloksasin oral atau seftriakson
IM, atau amoksisilin oral (dosis tinggi 3g) pada daerah dengan resistensi
penisilin rendah atau pada kehamilan.

Klamidia
a) Penyebab : Chlamydia trachomatis
b) Patogenesis : dibagi menjadi 2 fase yaitu fase I dan II. Pada fase I (fase
noninfeksiosa) ini terjadi keadaan laten yang dapat ditemukan pada genitalia
maupun konjungtiva. Pada fase ini kuman bersifat intraselular dan berada di
dalam vakuol yang letaknya melekat pada inti sel hospes (badan inklusi).
Selanjutnya pada fase II (fase penularan) jika vakuol pecah, kuman menyebar
keluar dalam bentuk badan elementer yang dapat menimbulkan infeksi pada
sel hospes yang baru.
c) Manifestasi klinis : gejala dimulai dalam waktu 5 sampai 10 hari setelah
paparan infeksi. Gejala pada wanita : sakit perut, keputihan abnormal,
perdarahan diluar menstruasi, demam ringan, hubungan sek menyakitkan,
nyeri dan rasa terbakar saat kencing, pembengkakan di dalam vagina atau di
sekitar anus, ingin buang air kecil melebihi biasanya, perdarahan vagina
setelah berhubungan, keluarnya cairan kekuningan dari leher rahim yang
mungkin memiliki bau yang kuat. Gejala pada pria : nyeri atau rasa terbakar
saat kencing, cairan bernanah atau susu dari penis, testis bengkak atau
lembek, pembengkakan di sekitar anus. Selain gejala diatas, klamidia yang
menginfeksi mata dapat menimbulkan kemerahan, gatal dan tahi mata.
Sedangkan klamidia yang menginfeksi tenggorokan dapat menyebabkan rasa
sakit.
d) Pemeriksaan diagnostik : PCR swab genital (vagina, serviks, atau anus)
atau urin
e) Terapi : doksisiklin selama 7 hari atau azitromisin dosis tunggal.

2. Infeksi Virus
Herpes Genitalis
a) Penyebab : Herpes simplex virus (HSV) tipe 2 dan tipe 1
b) Patogenesis : HSV 1 dan HSV 2 menyebabkan infeksi kronik yang yang
mempersarafi daerah yang terinfeksi dan bermigrasi di sepanjang akson untuk
bersembunyi di dalam ganglion radiksdorsalis tempat virus berdiam tanpa
menimbulkan sitotoksisitas atau gejala pada manusia penjamunya. Viron
menular dapat dikeluarkan baik selama fase aktif maupun masa laten.
c) Manifestasi klinis :
Primer : gejala sistemik, demam, malaise dan nyeri kepala. Lesi dengan nyeri
lokal dan disuria.
Non primer : servisitis, proktitis dan faringitis. Sekret vagina dan perdarahan
intermitten. Serviks tampak merah, rapuh dan mengalami ulserasi.
Rekuren : lesi yang gatal atau panas, cenderung timbul secara unilateral
ditempat yang sama, lebih sedikit dan lebih kecil dibandingkan dengan
infeksi sekunder serta disuria.
d) Pemeriksaan diagnostik : uji amplifikasi DNA, biakkan virus terhadap
vesikel atau pustul dan uji deteksi antigen dengan EIA atau uji fluoresensi
langsung.
e) Terapi : asiklovir krim dioleskan 4x sehari, asiklovir 5 x 200 mg oral
selama 5 hari dan povidone iododine bisa digunakan untuk ditandai oleh
masa-masa infeksi aktif dan latensi. Pada infeksi aktif primer, virus
menginvasi sel penjamu dan cepat berkembang biak, menghancurkan sel
pejamu dan melepaskan lebih banyak virion untuk menginfeksi sel-sel
disekitarnya. Pada infeksi primer, virus menyebar melalui saluran limfe ke
kelenjar limfe regional dan menyebabkan limfadenopati. Tubuh melakukan
respon imun selular dan humoral yang menahan infeksi tetapi tidak dapa
mencegah kekambuhan infeksi aktif. Setelah infeksi awal, akan timbul masa
laten. Selama masa laten ini, virus masuk ke dalam sel-sel sensorik mencegah
timbulnya infeksi sekunder.

3. Infeksi Protozoa
Trikomoniasis
a) Penyebab : Trichomonas vaginalis
b) Patogenesis :T. Vaginalis menimbulkan peradangan pada dinding saluran
urogenital dengan cara invasi sampai mencapai jaringan epitel dan sub epitel.
Masa tunas rata-rata 4 hari sampai 3 minggu. Pada kasus yang lanjut terdapat
bagian-bagian dengan jaringan granulasi yang jelas. Nekrosis dapat di lapisan
subepitel yang menjalar sampai di permukaan epitel. Di dalam vagina dan
uretra parasit hidup dari sisa-sisa sel, kuman-kuman dan benda lain yang
terdapat dalam sekret.
c) Manifestasi klinis : Trikomoniasis pada pria dan wanita memberikan
gejala klinis yang berbeda :
Pada pria, dapat menyebabkan uretritis nonspesifik dengan gejala:
1. Perasaan gatal pada uretra
2. Disuria
3. Keluarnya duh tubuh dari uretra yang biasanya lebih encer dibandingkan
dengan duh tubuh yang keluar pada penderita gonore
Pada wanita, dapat menyebabkan vaginitis dengan tanda-tanda klinis:
1. Leukorhoe atau fluor albus yang banyak dengan warna putih kehijau-
hijauan dan berbau
2. Perasaan gatal pada vulva dan kadang-kadang sampai ke paha
3. Dinding vagina dijumpai banyak ulkus, oedemaos, dan erythem.
d) Pemeriksaan diagnostik : pemeriksaan trikomonad dalam sediaan basah
salin, sediaan hapus serta pembiakan pada pemeriksaan mikroskopik sekret.
e) Terapi : topikal (bahan cairan berupa irigasi yaitu hidrogen peroksida 1-
2% dan larutan asam laktat 4% bahan berupa supositoria yaitu bubuk yang
bersifat trikomoniasidal dan gel).
4. Infeksi Jamur
Kandidiasis
a) Penyebab : Candida albicans
b) Patogenesis : infeksi terjadi jika ada faktor predisposisi baik endogen
(perubahan fisiologik, umur dan imunologik) maupun eksogen (iklim,
kebersihan kulit, kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama dan
kontak dengan penderita).
c) Manifestasi klinis : pruritus, iritasi hebat pada vulva dan vagina, edema,
eritema dan fisura pada vulva, disertai disuria. Selain itu terdapat sekret
vagina seperti “keju lembut”.
d) Pemeriksaan diagnostik : anamnesis dan temuan klinis disertai oleh
pemeriksaan mikroskopik kerokan kulit atau usapan mukokutan dan sekret
vagina.
e) Terapi : topikal (grup azol yaitu mikonazol 2% berupa krim atau bedak,
klotrimazol 1% berupa bedak, larutan dan krim, tiokonazol, bufanazol) dan
sistemik (nistatin, amfoterisin B i.v).

2. Faktor risiko terjadinya nyeri pada alat kelamin, diantaranya:2


a. Jenis Kelamin: Pria lebih sering terkena dibanding wanita karena berbagai
faktor yang menyebabkan pria lebih sering terpapar dengan lingkungan
yang tidak sehat.
b. Umur: Paling sering menyerang kelompok usia remaja hingga dewasa
yang telah aktif secara seksual. Hal ini terkait dengan cara penularan
penyakit yang sebagian besar melalui hubungan seksual.
c. Pergaulan Bebas (Gonta ganti pasangan seksual): Kebiasaan seksual yang
menyimpang seperti berganti-ganti pasangan yang tidak sah atau hubungan
homoseksual menyebabkan penularan penyakit lebih cepat dan mudah.
d. Pekerjaan: Pekerja seks komersial sangat rentan terjangkit maupun
menularkan penyakit kepada orang lain. Ibu rumah tangga juga beresiko
terkena jika pasangannya adalah penderita PMS. Selain itu, petugas rumah
sakit yang tidak menjaga keadaan asepsis selama pemeriksaan pasien juga
dapat terjangkit.
3. Anatomi, Histologi dan Fisiologi Dasar Genitalia Pria dan
Patomekanisme Gejala pada Skenario
Anatomi3,4

A. Testis, merupakan organ kelamin jantan yang berfungsi sebagai tempat


sintesis hormon androgen (terutama testosteron) dan tempat berlangsungnya
proses spermatogenesis. Kedua fungsi testis ini menempati lokasi yang
terpisah di dalam testis. Biosintesis androgen 15 berlangsung dalam sel
Leydig di jaringan inter tubuler, sedangkan proses spermatogenesis
berlangsung dalam epitel tubulus seminiferus .Testis merupakan sepasang
struktur berbentuk oval, agak gepeng dengan panjang sekitar 4 cm dan
diameter sekitar 2,5 cm. Bersama epididimis, testis berada di dalam skrotum
yang merupakan sebuah kantung ekstra abdomen tepat di bawah penis.
Dinding pada rongga yang memisahkan testis dengan epididimis disebut
tunika vaginalis. Tunika vaginalis dibentuk dari peritoneum intra abdomen
yang bermigrasi ke dalam skrotum primitif selama perkembangan genitalia
interna pria. Setelah migrasi ke dalam skrotum, saluran tempat turunnya testis
(prosesus vaginalis) akan menutup (Heffner & Schust, 2006). Kedua testis
terletak di dalam skrotum dan menghasilkan spermatozoa dan hormon,
terutama testosteron. Permukaan masing-masing testis tertutup oleh lamina
viseralis tunika vaginalis, kecuali pada tempat perlekatan epididimis dan
funikulus spermatikus. Tunika vaginalis ialah sebuah kantong peritoneal yang
membungkus testis dan baerasal dari processus vaginalis embrional. Sedikit
cairan dalam rongga tunika vaginalis memisahkan lamina visceralis terhadap
lamina parietalis dan memungkinkan testis bergerak secara bebas dalam
skrotum. Arteria testikularis berasal dari aorta pars abdominalis, tepat pada
kaudal arteria renalis. Vena-vena men 16 dengan plexus pampiriformis yang
melepaskan vena tetikularis dalam canalis inguinalis. Aliran limfe dari testis
disalurkan ke nodi lymphoide lumbalis dan nodi lymphoidei preaortici. Saraf
otonom testis berasal dari plexus testicularis sekeliling arteria testicularis
(Moore, 2002). Testis mengandung banyak tubulus seminiferus. Tubulus
seminiferus tersebut terdiri atas deretan sel epitel yang akan mengadakan
pembelahan mitosis dan meiosis sehingga menjadi sperma. Sel-sel yang
terdapat di antara tubulus seminiferus disebut interstitial (leydig). Sel ini
menghasilkan hormon seks pria yang disebut testosteron (Syahrum, 1994).
Menurut Saryono (2008), sel yang berperan dalam testis adalah:  Tubulus
seminiferus, bagian utama dari massa testis yang bertanggung jawab terhadap
produksi sekitar 30 juta spermatozoa per hari selama masa produksi. Sel ini
terdiri dari sperma dan sel sertoli.  Sel leydig (sel interstisial), menyusun
komponen endokrin utama yang bertanggung jawab menghasilkan
testosteron.  Sel sertoli Ditinjau secara histologi, testis mencit terdiri atas
jaringan epitel seminiferus, jaringan pengikat dinding tubulus seminiferus,
jaringan 17 pengikat intertubuler testis dan jaringan pengikat padat
pembungkus testis. Sebagaimana fungsi testis pada umumnya, maka testis
mencit juga berfungsi selain merupakan kelenjar endokrin yang menghasilkan
hormon steroid, juga bersifat sebagai kelenjar eksokrin karena menghasilkan
spermatozoa (Burkitt et al., 1993). Testis terdiri atas 900 lilitan tubulus
seminiferus, yang masing-masing mempunyai panjang rata-rata lebih dari 5
meter. Sperma kemudian dialirkan ke dalam epididimis, suatu tubulus lain
yang juga berbentuk lilitan dengan panjang sekitar 6 meter. Epididimis
mengarah ke dalam vas deferens, yang membesar ke dalam ampula vas
deferens tepat sebelum vas deferens memasuki korpus kelenjar prostat.
Vesikula seminalis, yang masing-masing terletak di sebelah prostat, mengalir
ke dalam ujung ampula prostat, dan isi dari ampula dan vesikula seminalis
masuk ke dalam duktus ejakulatorius terus melalui korpus kelenjar prostat
dan masuk ke dalam duktus uretra internus. Duktus prostatikus selanjutnya
mengalir dari kelenjar prostat ke dalam duktus ejakulatorius. Akhirnya, uretra
merupakan rantai penghubung terakhir dari sejumlah besar kelenjar uretra
kecil yang terletak di sepanjang dan bahkan lebih jauh lagi dari kelenjar
bulbouretralis (kelenjar Cowper) bilateral yang terletaak di dekat asak uretra
(Guyton, 2007). Secara embriogenis, testis berkembang dari gonadal ridge
yang terletak di dalam rongga abdomen. Pada bulan-bulan terakhir 18
kehidupan janin, testis perlahan mulai turun keluar dari rongga abdomen
melalui kanalis semi inguinalis masuk ke dalam skrotum. Meskipun
waktunya bervariasi proses penurunan testis biasanya selesai pada bulan ke
tujuh masa gestasi. Testis melaksanakan dua fungsinya yaitu menghasilkan
sperma dan mengeluarkan testosteron. Sekitar 80% massa testis terdiri dari
tubulus seminiferosa yang di dalamnya berlangsung proses spermatogenesis.
Sel Leydig atau sel interstitium yang terletak di jaringan ikat antara tubulus-
tubulus seminiferosa inilah yang mengeluarkan testosteron. Setelah
disekresikan oleh testis, kurang lebih 97% dari testosteron berikatan lemah
dengan plasma albumin atau berikatan kuat dengan beta globulin yang
disebut hormon seks binding globulin dan akan bersirkulasi di dalam darah
selama 30 menit sampai satu jam. Pada saat itu testosteron ditransfer ke
jaringan atau didegradasikan menjadi produk yang tidak aktif yang kemudian
dieksresikan (Sherwood, 2004).
B. Epididimis, pada Manusia Epididimis merupakan suatu struktur berbentuk
koma yang menahan batas posterolateral testis. Epididimis dibentuk oleh
saluran yang berlekuk-lekuk secara tidak teratur yang disebut duktus
epididimis. Duktus epididimis memiliki panjang sekitar 600 cm. Duktus ini
berawal pada puncak testis yang merupakan kepala epididimis. Setelah 19
melewati jalan yang berliku-liku, duktus ini berakhir pada ekor epididimis
yang kemudian menjadi vas deferens (Heffner & Schust, 2006). Epididimis
terletak pada bagian dorsal lateral testis, merupakan suatu struktur
memanjang dari bagian atas sampai bagian bawah testis. Organ ini terdiri dari
bagian kaput, korpus dan kauda epididimis (Rugh, 1968). Epitel epididimis
memiliki dua fungsi. Pertama, mensekresikan plasma epididimis yang bersifat
kompleks tempat sperma tersuspensikan dan mengalami pematangan. Kedua,
mengabsorbsi kembali cairan testikuler yang mengangkut sperma dari tubulus
semineferus dan sperma yang sudah rusak (Hafez dan Prasad, 1976).
C. Vas Deferens, pada Manusia Vas deferens merupakan suatu saluran yang
menghubungkan epididimis dan uretra. Letak vas deferens dimulai dari ujung
kauda epididimis yang ada dalam kantung skrotum, lalu naik ke bagian atas
lipat paha. Pada bagian ujungnya, vas deferens dikelilingi oleh suatu
pembesaran kelenjar-kelenjar yang disebut ampula. Sebelum masuk ke uretra,
vas deferens ini bergabung terlebih dahulu dengan saluran ekskresi vesika
seminalis membentuk duktus ejakulatoris. Pada saat ejakulasi sperma dari
epididimis diangkut melalui vas deferens dengan 20 suatu seri kontraksi yang
dikontrol oleh syaraf (Brueschke et al., 1976). Vas deferens akan melalui
kanalis inguinalis masuk ke dalam rongga tubuh dan akhirnya menuju uretra
penis. Uretra penis dilalui oleh sperma dan urin. Sperma akan melalui vas
deferens oleh kontraksi peristaltik dindingnya. Sepanjang saluran sperma
terdapat beberapa kelenjar yang menghasilkan cairan semen. Sebelum akhir
vas deferens terdapat kelenjar vesikula seminalis. Pada bagian dorsal buli-
buli, uretra dikelilingi oleh kelenjar prostat. Selain itu terdapat juga kelenjar
ketiga yaitu kelenjar Cowper. Keluar dari saluran reproduksi pria berupa
semen yang terdiri dari sel sperma dan sekresi kelenjar-kelenjar tersebut
(semen plasma). Semen plasma berfungsi sebagai medium sperma dan
dipergunakan sebagai buffer dalam melindungi sperma dari lingkungan asam
saluran reproduksi wanita
D. Kelenjar- kelenjar Aksesoris ,Kelenjar-kelenjar aksesoris menghasilkan
plasma semen yang memungkinkan sperma dapat bergerak aktif dan hidup
untuk waktu tertentu. Kelenjar-kelenjar aksesoris tersebut adalah kelenjar
Bulbourethra, kelenjar prostat, dan vesikula seminalis
E. Penis, Penis terdiri dari tiga komponen utama : bagian distal (glans atau
kepala), bagian tengah (corpus atau shaft) dan bagian proksimal (root). Pada
bagian kepala terdapat glans dan sulkus koronaria, yang ditutup oleh foreskin
(virtual sac), permukaan bagian dalam dilapisi oleh membran halus. Glans
bersifat kenyal, dan berbentuk konus, serta terdiri dari meatus, corona dan
frenulum. Meatus urethralis vertikal dan berlokasi pada apeks, dimana
muncul frenulum glans corona merupakan lipatan lingkaran pada dasar glans.
Pada permukaan glans terdapat empat lapisan anatomi: lapisan membran
mukosa, termasuk epitelium dan lamina propria, korpus spongiosum dan
korpora kavernosa. Tunika albuginea memisahkan kedua struktur ini, penile
atau pendulous urethra terletak ventral didalam korpus dan glans; sementara
korpus spongiosum yang erektil mengelilinginya.Pemotongan transversal dari
shaft akan menampilkan kulit, dartos dan fascia ganda yang disebut dengan
penile fascia, albuginea dan korpus kavernosum.

Komponen anatomi utama dari penis adalah korpus, glans dan preputium.
Korpus terdiri dari korpora kavernosa (jaringan rongga vaskular yang
dibungkus oleh tunika albuginea) dan di bagian inferior terdapat korpus
spongiosum sepanjang uretra penis. Seluruh struktur ini dibungkus oleh kulit,
lapisan otot polos yang dikenal sebagai dartos, serta lapisan elastik yang
disebut Buck fascia yang memisahkan penis menjadi dorsal (korpora
kavernosa) dan ventral (korpus spongiosum). Kulit glans penis tersusun oleh
pelapis epitel tatah berlapis tanpa keratin sebanyak lima hingga enam lapis,
setelah sirkumsisi bagian ini akan membentuk keratin. Glans dipisahkan
dengan korpus penis oleh balanopreputial sulcus pada aspek dorsal dan lateral
dan oleh frenulum pada regio ventral. Kelenjar sebaseus pada penis dikenal
sebagai kelenjar Tyson dan bertanggungjawab atas produksi smegma. Uretra
terbagi atas tiga bagian : prostatik (segmen proksimal pendek yang dikelilingi
oleh prostat), membranosa atau bulbomembranosa (memanjang dari kutub
bawah prostat hingga bulbus korpus spongiosum) dan penil (yang melewati
korpus spongiosum). Secara histopatologi, pelapis epitel uretra adalah tipe
transisional di bagian proksimal (prostatik), stratified squamous pada bagian
distal yang berhubungan dengan fossa navicularis dan stratified atau epitel
pseudostratified kolumnar bersilia pada kanal. Metaplasia skuamosa pada
epitel umumnya disebabkan oleh pengobatan dengan preparat estrogen.
Struktur kelenjar yang berhubungan dengan uretra adalah kelenjar
intraepitelial dari lakuna Morgagni (kelenjar intraepitel silindris selapis),
Kelenjar Littre (Kelenjar Universitas Sumatera Utara 8 musinus tubuloacinar
sepanjang korpus spongiosum), dan bulbouretral atau kelenjar Cowper
(mucous acinar pada profunda membran uretra). 6,10,11,12 Drainase limfatik
penis terdapat pada nodus superfisial dan profunda. Di bagian sentral
beranastomosis diantara pembuluh-pembuluh limfe yang menghasilkan
drainase bilateral.

HISTOLOGI ORGAN REPRODUKSI PRIA3,4

A. Tubulus Seminiferus, Epitel tubulus seminiferus berada tepat di bawah


membran basalis yang dikelililngi oleh jaringan ikat fibrosa yang disebut
jaringan peritubular yang mengandung serat-serat jaringan ikat, sel-sel
fibroblast dan sel otot polos yang disebut dengan sel mioid.
Diduga kontraksi sel mioid ini dapat mengubah diameter tubulus seminiferus
dan membantu pergerakan spermatozoa. Setiap tubulus ini dilapisi oleh epitel
berlapis majemuk. Garis tengahnya lebih kurang 150-250 µm dan panjangnya
30-70 cm. Panjang seluruh tubulus satu testis mencapai 250 m. Tubulus
kontortus ini membentuk jalinan yang tempat masing-masing tubulus
berakhir buntu atau dapat bercabang. Pada ujung setiap 22 lobulus, lumennya
menyempit dan berlanjut ke dalam ruas pendek yang dikenal sebagai tubulus
rektus, atau tubulus lurus, yang menghubungkan tubulus seminiferus dengan
labirin saluran-saluran berlapis epitel yang berkesinambungan yaitu rete
testis. Rete ini, terdapat dalam jaringan ikat mediastinum yang dihubungkan
dengan bagian kepala epididimis oleh 10-20 duktulus eferentes (Junqueira,
2007). Tubulus seminiferus terdiri sel spermatogenik dan sel Sertoli yang
mengatur dan menyokong nutrisi spermatozoa yang berkembang, hal ini tidak
dijumpai pada sel tubuh lain. Sel-sel spermatogenik membentuk sebagian
terbesar dari lapisan epitel dan melalui proliferasi yang kompleks akan
menghasilkan spermatozoa. Diameter tubulus seminiferus adalah jarak antar
dua titik yang bersebrangan pada garis tenganya, titik tersebut berada pada
membrana basalis tubulus seminiferus
B. Sel-sel Germinal Spermatogonium adalah sel spermatif yang terletak di
samping lamina basalis. Sel spermatogonium relatif kecil, bergaris tengah
sekitar 12 µm dan intinya mengandung kromatin pucat. Pada keadaan
kematangan kelamin, sel ini mengalami sederetan mitosis lalu terbentuklah
sel induk atau spermatogonium tipe A, dan mereka berdiferensiasi selama
siklus mitotik yang progresif menjadi 23 spermatogonium tipe B.
Spermatogonium tipe A adalah sel induk untuk garis keturunan
spermatogenik, sementara spermatogonium tipe B merupakan sel progenitor
yang berdiferensiasi menjadi spermatosit primer. Spermatosit primer adalah
sel terbesar dalam garis turunan spermatogenik ini dan ditandai adanya
kromosom dalam tahap proses penggelungan yang berbeda di dalam intinya.
Spermatosit primer memiliki 46 (44+XY) kromosom dan 4N DNA
(Junqueira, 2007). Spermatosit sekunder sulit diamati dalam sediaan testis
karena merupakan sel berumur pendek yang berada dalam fase interfase yang
sangat singkat dan dengan cepat memasuki pembelahan kedua. Spermatosit
sekunder memilki 23 kromosom (22+X atau 22+Y) dengan pengurangan
DNA per sel (dari 4N menjadi 2N). Pembelahan spermatosit sekunder
menghasilkan spermatid. Spermatid memiliki ukuran yang kecil garis
tengahnya 7-8 µm, inti dengan daerah-daerah kromatin padat dan lokasi
jukstaluminal di dalam tubulus seminiferus. Spermatid mengandung 23
kromosom. Karena tidak ada fase S (sintesis DNA) yang terjadi antara
pembelahan meiosis pertama dan kedua dari spermatosit, maka jumlah DNA
per sel dikurangi setengahnya selama pembelahan kedua ini menghasilkan
sel-sel haploid (1N)
C. Sel Sertoli Sel Sertoli adalah sel pyramid memanjang yang sebagian memeluk
sel-sel dari garis keturunan spermatogenik. Dasar sel Sertoli melekat pada
lamina basalis, sedangkan ujung apeksnya sering meluas ke dalam lumen
tubulus seminiferus. Dengan mikroskop cahaya, bentuk sel Sertoli tidak jelas
terlihat karena banyaknya juluran lateral yang mengelilingi sel
spermatogenik. Kajian dengan mikroskop elektron mengungkapkan bahwa
sel ini mengandung banyak retikulum endoplasma licin, sedikit retikulum
endoplasma kasar, sebuah kompleks Golgi yang berkembang baik, dan
banyak mitokondria dan lisosom. Inti yang memanjang yang sering berbentuk
segitiga, memiliki banyak lipatan dan sebuah anak inti yang mencolok,
memiliki sedikit heterokromatin. Fungsi utama sel Sertoli adalah untuk
menunjang, melindungi dan mengatur nutrisi spermatozoa. Selain itu, sel
Sertoli juga berfungsi untuk fagositosis kelebihan sitoplasma selama
spermatogenesis, sekresi sebuah protein pengikat androgen dan inhibin, dan
produksi hormon anti-Mullerian
D. Sel Leydig Sel insterstisial Leydig merupakan sel yang memberikan
gambaran mencolok untuk jaringan tersebut. Sel-sel Leydig letaknya
berkelompok memadat pada daerah segitiga yang terbentuk oleh susunan-
susunan tubulus seminiferus. Sel-sel tersebut besar dengan 25 sitoplasma
sering bervakuol pada sajian mikroskop cahaya. Inti selnya mengandung
butir-butir kromatin kasar dan anak inti yang jelas. Umumnya pula dijumpai
sel yang memiliki dua inti. Sitoplasma sel kaya dengan benda-benda inklusi
seperti titik lipid, dan pada manusia juga mengandung kristaloid berbentuk
batang. Celah di antara tubulus seminiferus dalam testis diisi kumpulan
jaringan ikat, saraf, pembuluh darah dan limfe.

Fisiologi serta Mekanisme Nyeri

Mekanisme timbulnya nyeri didasari oleh proses multipel yaitu nosisepsi,


sensitisasi perifer, perubahan fenotip, sensitisasi sentral, eksitabilitas ektopik,
reorganisasi struktural, dan penurunan inhibisi. Antara stimulus cedera
jaringan dan pengalaman subjektif nyeri terdapat empat proses tersendiri :
tranduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.

1. Transduksi adalah suatu proses dimana akhiran saraf aferen menerjemahkan


stimulus (misalnya tusukan jarum) ke dalam impuls nosiseptif. Ada tiga tipe
serabut saraf yang terlibat dalam proses ini, yaitu serabut A-beta, A-delta, dan
C. Serabut yang berespon secara maksimal terhadap stimulasi non noksius
dikelompokkan sebagai serabut penghantar nyeri, atau nosiseptor. Serabut ini
adalah A-delta dan C. Silent nociceptor, juga terlibat dalam proses transduksi,
merupakan serabut saraf aferen yang tidak bersepon terhadap stimulasi
eksternal tanpa adanya mediator inflamasi
2. Transmisi adalah suatu proses dimana impuls disalurkan menuju kornu
dorsalis medula spinalis, kemudian sepanjang traktus sensorik menuju otak.
Neuron aferen primer merupakan pengirim dan penerima aktif dari sinyal
elektrik dan kimiawi. Aksonnya berakhir di kornu dorsalis medula spinalis
dan selanjutnya berhubungan dengan banyak neuron spinal.
3. Modulasi adalah proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri (pain related
neural signals). Proses ini terutama terjadi di kornu dorsalis medula spinalis,
dan mungkin juga terjadi di level lainnya. Serangkaian reseptor opioid seperti
mu, kappa, dan delta dapat ditemukan di kornu dorsalis. Sistem nosiseptif
juga mempunyai jalur desending berasal dari korteks frontalis, hipotalamus,
dan area otak lainnya ke otak tengah (midbrain) dan medula oblongata,
selanjutnya menuju medula spinalis. Hasil dari proses inhibisi desendens ini
adalah penguatan, atau bahkan penghambatan (blok) sinyal nosiseptif di
kornu dorsalis.
4. Persepsi nyeri adalah kesadaran akan pengalaman nyeri. Persepsi merupakan
hasil dari interaksi proses transduksi, transmisi, modulasi, aspek psikologis,
dan karakteristik individu lainnya. Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang
berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan
sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon
hanya terhadap stimulus kuat yang secaara potensial merusak. Reseptor nyeri
disebut juga Nociseptor. Secara anatomis, reseptor nyeri (nociseptor) ada
yang bermiyelin dan ada juga yang tidak bermiyelin dari syaraf aferen. (Anas
Tamsuri, 2006)
Jalur Nyeri di Sistem Syaraf Pusat

1. Jalur Asenden Serabut saraf C dan A delta halus, yang masing-masing


membawa nyeri akut tajam dan kronik lambat, bersinap disubstansia
gelatinosa kornu dorsalis, memotong medula spinalis dan naik ke otak di
cabang neospinotalamikus atau cabang paleospinotalamikus traktus spino
talamikus anterolateralis. Traktus neospinotalamikus yang terutama
diaktifkan oleh aferen perifer A delta, bersinap di nukleus ventropostero
lateralis (VPN) talamus dan melanjutkan diri secara langsung ke kortek
somato sensorik girus pasca sentralis, tempat nyeri dipersepsikan sebagai
sensasi yang tajam dan berbatas tegas. Cabang paleospinotalamikus, yang
terutama diaktifkan oleh aferen perifer serabt saraf C adalah suatu jalur difus
yang mengirim kolateral-kolateral ke formatio retikularis batang otak dan
struktur lain. Serat-serat ini mempengaruhi hipotalamus dan sistem limbik
serta kortek serebri (Price A. Sylvia,2006).
2. Jalur Desenden Salah satu jalur desenden yang telah di identifikasi adalah
mencakup 3 komponen yaitu : a. Bagian pertama adalah substansia grisea
periaquaductus (PAG ) dan substansia grisea periventrikel mesenssefalon dan
pons bagian atas yang mengelilingi aquaductus Sylvius. b. Neuron-neuron di
daerah satu mengirim impuls ke nukleus ravemaknus (NRM) yang terletak di
pons bagian bawah dan medula oblongata bagian atas dan nukleus retikularis
paragigantoselularis (PGL) di medula lateralis. c. Impuls ditransmisikan ke
bawah menuju kolumna dorsalis medula spinalis ke suatu komplek inhibitorik
nyeri yang terletak di kornu dorsalis medula spinalis (Price A. Sylvia,2006).
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini
 Patomekanisme duh tubuh
Duh tubuh adalah suatu gejala berupa keluarnya cairan dari urin baik
mukus ataupun serosa tidak berupa darah ataupun urin. Secara
umum duh tubuh bersifat fisiologis dan patologis. Pada pria duh
tubuh berasal dari uretra. Terjadinya duh tubuh yan patologis
disebabkan karena sekresi abnormal yang purulent ataupun mukoid
dari kelamin pria yang menyebabkan terjadinya inflamasi pada
uretra yang disebabkan oleh infeksi suatu bakteri ataupun virus,
sehingga ditandai dengan adanya leukosit lebih dari 5 per LPB pada
apusan uretra.

 Patomekanisme gejala
Apabila terdapat infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang
mengenai mukosa sehingga menyebabkan bakteri mencapai
permukaan sel epitel kolumnar dan menetap pada sel mukosa
melalui proses endositosis parasite secara langsung sehingga
menyebabkan terjadinya respon imunitas terhadap infeksi yang
mengakibatkan timbulnya gejala dan tanda suatu penyakit. Misalnya,
nyeri pada penis dan keluhan berkemih
 Patomekanisme luka pada alat kelamin
Adanya mikroorganisme masuk kedalam kulit melalui mikrolesi atau
selaput lendir biasanya melalui senggama. Kuman tersebut membiak,
jaringan bereaksi dengan membentuk infilrat yang terdiri atas sel-sel
limfosit dan sel plasma terutama di perivaskuler. Kemudian
pembuluh darah kecil berproliferasi. Enarteritis pembuluh darah
kecil menyebabkan perubahan hipertonik endothelium yang
menyebabkan obliterasi lumen. Akibat penyempitan lumen
pembuluh darah suplai darah ke jaringan berkurang menyebabkan
hilangnya jaringan kulit dan apabila lama kelamaan akan
menyebabkan hilangnya jaringan hingga ke stratum papillare yang
menyebabkan timbulnya eksoriasi.
Selain itu, beberapa teori penyebab patomekanisme berdasarkan
gejala pada skenario, antara lain :
a. Menyerang permukaan mukosa faring
Beberapa kuman penyakit menular seksual paling sering menyerang
permukaan mukosa dengan epitel kolumner yaitu organ genital
(utama). Selain itu, faring dan rektum juga dapat terinfeksi baik pada
pria maupun wanita. Infeksi yang terjadi pada endoserviks, faring,
dan rektum biasanya asimptomatik.
b. Nyeri saat berkemih dan adanya duh
Infeksi kuman ini pada pria menyebabkan uretritis.26 Masa inkubasi
rata-rata 2-5 hari. Gejala tersering untuk uretritis adalah urethral
discharge (kencing nanah) dan disuria (kesulitan untuk berkemih).
Uretritis menyebabkan uretra menjadi bengkak, merah, perabaan
hangat, dan terasa nyeri. Pada saat berkemih, penderita akan
merasakan nyeri dan rasa seperti terbakar yang berlebih. Uretritis
yang tidak segera diterapi, akan menyebabkan tanda dan gejala yang
muncul bertambah berat dan memuncak dalam waktu 2 minggu
c. Merah pada orifisium uretra eksternum
Pada pemeriksaan tampak orifisium uretra eksterna merah, edema,
dan ektropion. Tampak pula duh tubuh yang mukopurulen, dan pada
beberapa kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar getah bening
inguinal unilateral dan bilateral.
 Patomekanisme kemandulan pada skenario5
Perempuan yang terinfeksi PID akan mengalami jaringan parut di
tuba fallopi dan organ reproduksi lainnya. Hal ini mencegah sel telur
dan sperma bertemu untuk pembuahan. Dan jikapun sel telur
berhasil dibuahi, tuba falopi yang terblokir jaringan parut juga bisa
mencegah embrio untuk mencapai rahim. Hal ini dapat
meningkatkan peluang Anda hamil di luar kandungan,
alias kehamilan ektopik. Kehamilan ektopik adalah komplikasi
kehamilan yang sangat berbahaya dan bahkan bisa fatal.
Penyakit kelamin juga bisa menyebabkan kemandulan pada pria.
Prosesnya mirip dengan bagaimana PID merusak tuba falopi wanita.
Struktur saluran reproduksi laki-laki, termasuk epididimis (saluran
ejakulasi) dan uretra, dapat terblokir akibat jaringan parut yang
berkembang dari infeksi gonore dan klamidia yang tidak diobati.
Sistem kekebalan tubuh yang menurun drastis akibat HIV juga dapat
mengurangi kualitas kelayakan dan jumlah sperma dalam air mani
Ini yang membuat kesempatan pria untuk membuat pasangan
mereka hamil akan jauh lebih sulit lagi.
Masalah kesuburan akibat penyakit kelamin pada pria tergolong
kurang lazim ditemukan dibanding pada wanita. Namun, hal ini
sebagian besar didasari oleh fakta bahwa infeksi kelamin pada pria
lebih cenderung menunjukkan gejala khas. Oleh karena itu, penyakit
kelamin pada pria lebih cenderung cepat terdeteksi dan diobati.

4. Penyakit dengan gejala nyeri pada alat kelamin6


a. GONORE
Infeksi genitalia oleh Neisseria gonorrhoeae. Gejala klinis pada laki-laki
dapat berupa uretritis, epididimitis, orkitis, kemandulan sedangkan pada
perempuan dapat berupa servisitis, endometritis, salpingitis, bartolinitis,
penyakit radang panggul, kemandulan, ketuban pecah dini, perihepatitis
Pada laki-laki & perempuan: proktitis, faringitis, infeksi gonokokus
diseminata sedangkan pada neonates dapat menyebabkan konjungtivitis,
kebutaan.

b. KLAMIDIOSIS (INFEKSI KLAMIDIA)


Disebabkan oleh Chlamydia trachomatis. Pada Laki-laki gejala dapat berupa
uretritis, epididimitis, orkitis, kemandulan sedangkan pada perempuan
servisitis, endometritis, salpingitis, penyakit radang panggul, kemandulan,
ketuban pecah dini, perihepatitis, umumnya asimtomatik. Pada laki-laki &
perempuan: proktitis, faringitis, sindrom Reiter sedangkan pada neonatus:
konjungtivitis, pneumonia

c. LIMFOGRANULOMA VENEREUM
Infeksi yang disebabkan oleh Chlamydia trachomatis. Gejala pada laki-laki &
perempuan dapat berupa ulkus, bubo inguinalis, proktitis.
d. SIFILIS
Disebabkan oleh bakteri Treponema Paliidum . Gejala klinis pada laki-laki &
perempuan dapt berupa ulkus durum dengan pembesaran kelenjar getah
bening lokal, erupsi kulit, kondiloma lata, kerusakan tulang, kardiovaskular
dan neurologi Pada perempuan dapat menyebabkan abortus, bayi lahir mati,
kelahiran premature sedangkan pada neonates dapat berupa lahir mati, sifilis
kongenital

e. GRANULOMA INGUINALE (DONOVANOSIS)


Meruapakan penyakit genitalia dengan infeksi Klebsiella
(Calymmatobacterium) granulomatis dengan gejala pada laki-laki &
perempuan dapt berupa pembengkakan kelenjar getah bening dan lesi
ulseratif didaerah inguinal, genitalia dan anus.
f. INFEKSI HIV / ACQUIRED IMMUNEDEFICIENCY SYNDROME
(AIDS)
Merupakan penyakit akibat virus Human Immunedeficiency Virus (HIV).
Dengan manifestasi klinik yang berbeda tergantung pada tingkat stadium.
Virus ini menyerang dan melemahkan sistem imun.

g. HERPES GENITALIS

Merupakan infeksi dari Herpes simplex virus (HSV) tipe2 dan tipe 1dengan
gejala pada laki-laki & perempuan berupa lesi vesikular dan/atau ulseratif
didaerah genitalia dan anus sedangkan pada neonatus berupa herpes neonatus

h. MOLUSKUM KONTAGIOSUM
Merupakan penyakit genitalia dengan infeksi oleh Virus moluskum
kontagiosum. Gejala pada kaki-laki & perempuan dapat berupa papul
multipel, diskret, berumbilikasi di daerah genitalia atau generalisata

i. KANDIDIASIS
Merupakan penyakit dengan infeksi Candida albicans. Pada laki-laki
gejala dapat berupa infeksi di daerah glans penis dan perempuan dapat
berupa vulvo-vaginitis dengan duh tubuh vagina bergumpal, disertai rasa
gatal & terbakar di daerah vulva.

j. SKABIES
Merupakan infeksi dari parasit Sarcoptes scabei betina dan dapat
memberikan gejala berupa papul gatal, di tempat predileksi, terutama
malam hari

5. Langkah-langkah Diagnosis7
LANGKAH LANGKAH DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis kelainan-kelainan urologi,
seorang dokter dituntut untuk dapat melakukan pemeriksaan-
pemeriksaan dasar urologi dengan seksama dan secara sistematik
mulai dari:
1. Pemeriksaan subyektif yaitu mencermati keluhan yang disampaikan
oleh pasien yang digali melalui anamnesis yang sistematik.
2. Pemeriksaan obyektif yaitu melakukan pemeriksaan fisis terhadap
pasien untuk mencari data-data yang objektif mengenai keadaan
pasien.
3. Pemeriksaan penunjang yaitu melakukan pemeriksaan-pemeriksaan
laboratorium, radiologi atau imaging (pencitraan), uroflometri atau

urodinamika, elektromiografi, endourologi, dan laparoskopi. 


A. ANAMNESIS
Kemampuan seorang dokter dalam melakukan wawancara
dengan pasien ataupun keluarganya diperoleh melalui anamnesis yang
sistematik dan terarah. Hal ini sangat penting untuk mendapatkan
diagnosis suatu penyakit. Anamnesis yang sistematik itu mencakup;
a. Identitas pasien: seorang laki-laki berusia 25 tahun
b. Keluhan Utama: Nyeri pada kelaminnya terutama saat buang air kecil
c. Keluhan penyerta : -
d. Riwayat penyakit : -
e. Riwayat keluarga: -
f. Riwayat lingkungan: -
g. Riwayat Pengobatan sebelumnya: -

B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisis pasien meliputi pemeriksaan tentang
keadaan umum pasien dan pemeriksaan urologi. Seringkali kelainan-
kelainan di bidang urologi memberikan manifestasi penyakit umum
(sistemik), atau tidak jarang pasien-pasien urologi kebetulan
menderita penyakit lain.

1. Kesan Umum Pasien


a. Keadaan umum: baik atau sakit
b. Berat badan: obesitas, kurus atau normal
c. Suhu kulit: hangat, dingin, lembab

2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi : tanda inflamasi pada glans penis,muara OUE dan batang
penis,duh tubuh homogeny abu-abu, dan terdapat sariawan
b. Palpasi :-
c. Perkusi :-
d. Auskultasi :-

3. Pemeriksaan Urologi
a. Pemeriksaan Ginjal:
Adanya pembesaran pada daerah pinggang atau abdomen sebelah atas
harus diperhatikan pada saat melakukan inspeksi. Pembesaran
mungkin disebabkan oleh hidronefrosis atau tumor pada daerah
retroperitoneum. Pembesaran ginjal karena hidronefrosis atau tumor
ginjal, mungkin teraba pada palpasi dan terasa nyeri pada perkusi.

b. Pemeriksaan Buli-Buli:
Pada pemeriksaan buli-buli diperhatikan adanya benjolan/massa atau
jaringan parut bekas irisan/operasi di suprasimfisis. Massa di daerah
suprasimfisis mungkin merupakan tumor ganas buli-buli atau karena
buli-buli yang terisi penuh dari suatu retensi urine. Dengan palpasi
dan perkusi dapat ditentukan batas atas buli-buli.

c. Pemeriksaan Genitalia Eksterna:


Pada inspeksi genitalia eksterna diperhatikan kemungkinan adanya
kelainan pada penis/uretra antara lain: mikropenis, makropenis,
hipospadia, kordae, epispadia, stenosis pada meatus uretra eksterna,
fimosis/parafimosis, fistel uretro-kutan, dan ulkus/tumor penis.
Striktura uretra anterior yang berat menyebabkan fibrosis korpus
spongiosum yang teraba pada palpasi di sebelah ventral penis, berupa
jaringan keras yang dikenal dengan spongiofibrosis. Jaringan keras
yang teraba pada korpus kavernosum penis mungkin suatu penyakit
Peyrone.
d. Pemeriksaan Skrotum dan Isinya:
Perhatikan apakah ada pembesaran pada skrotum, perasaan nyeri pada
saat diraba, atau ada hipoplasi kulit skrotum yang sering dijumpai
pada kriptorkismus. Untuk membedakan antara massa padat dan
massa kistus yang terdapat pada isi skrotum, dilakukan pemeriksaan
transiluminasi (penerawangan) pada isi skrotum. Pemeriksaan
penerawangan dilakukan pada tempat yang gelap dan menyinari
skrotum dengan cahaya terang. Jika isi skrotum tampak menerawang
berarti berisi cairan kistus dan dikatakan sebagai transiluminasi positif
atau diafanoskopi positif.

e. Colok Dubur (Rectal Toucher):


Pada pemeriksaan colok dubur dinilai: (1) tonus sfingter ani dan
refleks bulbo-kavernosus (BCR), (2) mencari kemungkinan adanya
massa di dalam lumen rektum, dan (3) menilai keadaan prostat.
Penilaian refleks bulbo-kavernosus dilakukan dengan cara merasakan
adanya refleks jepitan pada sfingter ani pada jari akibat rangsangan
sakit yang kita berikan pada glans penis atau klitoris.

f. Pemeriksaan Neurologi:
Pemeriksaan neurologi ditujukan untuk mencari kemungkinan
adanya kelainan neurologik yang mengakibatkan kelainan pada sistem
urogenitalia, seperti pada lesi motor neuron atau lesi saraf perifer yang
merupakan penyebab dari buli-buli neurogen.

C. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis merupakan pemeriksaan yang paling sering
dikerjakan pada kasus- kasus urologi. Pemeriksaan ini meliputi uji:
 Makroskopik dengan menilai warna, bau, dan berat jenis urine 


 Kimiawai meliputi pemeriksaan derajat keasaman/pH, protein, dan

gula dalam 
 urine 


 Mikroskopik mencari kemungkinan adanya sel-sel, cast (silinder),

atau bentukan 
 lain di dalam urine. 


Urine mempunyai pH yang bersifat asam, yaitu rata-rata: 5,5 - 6,5.


Jika didapatkan pH yang relatif basa kemungkinan terdapat infeksi
oleh bakteri pemecah urea, sedangkan jika pH yang terlalu asam
kemungkinan terdapat asidosis pada tubulus ginjal atau ada batu asam
urat.
Didapatkannya eritrosit di dalam darah secara bermakna (> 2 per
lapangan pandang) menunjukkan adanya cedera pada sistem saluran
kemih; dan didapatkannya leukosituri bermakna (> 5 per lapangan
pandang) atau piuria merupakan tanda dari inflamasi saluran kemih .

2. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah rutin terdiri atas pemeriksaan kadar hemoglobin,
leukosit, laju endap darah, hitung jenis leukosit, dan hitung trombosit.

3. Kultur Urine
Pemeriksaan kultur urine diperiksa jika ada dugaan infeksi saluran
kemih. Jika didapatkan kuman di dalam urine, dibiakkan di dalam
medium tertentu untuk mencari jenis kuman dan sekaligus sensitivitas
kuman terhadap antibiotika yang diujikan.

4. Patologi Anatomi
Pada pemeriksaan ini dapat ditentukan suatu jaringan normal,
mengalami proses inflamasi, pertumbuhan benigna, atau terjadi
pertumbuhan maligna. Selain itu pemeriksaan ini dapat menentukan
stadium patologik serta derajat diferensiasi suatu keganasan.

D. PEMERIKSAAN RADIOLOGI (PENCITRAAN)


1. Foto polos abdomen
Foto polos abdomen atau KUB (Kidney Ureter Bladder) adalah foto
skrining untuk pemeriksaan kelainan-kelainan urologi. Selain itu perlu
diperhatikan adanya bayangan radio-opak yang lain, misalnya
bayangan jarum-jarum (susuk) yang terdapat disekitar paravertebra
yang sengaja dipasang untuk mengurangi rasa sakit pada pinggang
atau punggung, atau bayangan klip yang dipasang pada saat operasi
untuk menjepit pembuluh darah.

2. USG (Ultrasonografi)
Pemeriksaan pada ginjal dipergunakan: (1) untuk mendeteksi
keberadaan dan keadaan ginjal (hidronefosis, kista, massa, atau
pengkerutan ginjal). Pada buli-buli, USG berguna untuk menghitung
sisa urine pasca miksi dan mendeteksi adanya batu atau tumor di buli-
buli. Pada kelenjar prostat, melalui pendekatan transrektal (TRUS)
dipakai untuk mencari nodul pada keganasan prostat dan menentukan
volume/besarnya prostat. Jika didapatkan adanya dugaan keganasan
prostat, TRUS dapat dipakai sebagai penuntun dalam melakukan
biopsi kelenjar prostat. Pada testis, berguna untuk membedakan antara
tumor testis dan hidrokel testis, serta kadang-kadang dapat mendeteksi
letak testis kriptorkid yang sulit diraba dengan palpasi Pada
keganasan, selain untuk mengetahui adanya massa padat pada organ
primer, juga untuk mendeteksi kemungkinan adanya metastasis pada
hepar atau kelenjar para aorta.

3. CT Scan dan MRI (Computerized Tomography Scan dan Magnetic


Resonance Imaging)
Kedua pemeriksaan ini banyak dipakai dalam bidang onkologi untuk
menentukan penderajatan (staging) tumor yaitu: batas-batas tumor,
invasi ke organ di sekitar tumor, dan mencari adanya metastasis ke
kelenjar limfe serta ke organ lain

6. Diagnosis Banding
a. GONORE5,7,8
Definisi

Gonore arti luas mencakup semua penyakit yang disebabakan oleh


Neisseria gonorhoeae.

Etiologi

Penyebab gonore adalah gonokok yang ditemukan oleh NEISSER


pada tahun 1879 dan berhasil dilakukan kultur pada tahun 1882, oleh
LEISTIKOW. Kuman tersebut termasuk dalam grup Neisseria. Secara
morfologi gonokok ini terdiri atas 4 tipe, yaitu tipe 1 dan 2 yang
mempunyai pili yang bersifat virulen, serta tipe 3 dan 4 yang tidak
memiliki pili dan bersifat non virulen. Pili akan melekat pada mukosa
epitel dan akan menimbulkan reaksi radang.

Daerah yang paling mudah terinfeksi ialaha daerah dengan mukosa epitel
kuboid atau lapis gepeng yang belum berkembang (immatur), yakni pada
vagina perempuan sebelum pubenrtas.

Epidemiologi

Diperkirakan 200 juta kasus baru gonore terjadi setiap tahunnya.


Pada tahun 1999, jumlah kasus baru infeksi gonore yang didiagnosis di
Amerika Utara mencapai 1,56 juta, Eropa Barat 1,11 juta, Asia Selatan dan
Asia Tenggara 27,2 juta dan di Amerika Latin dan Karibia 7,27 juta.
Gonore merupakan penyebab tersering infeksi menular seksual di dunia
khususnya mulai abad ke-20. Kejadian resistensi antibiotik mulai muncul
di akhir tahun 1940. Hal ini dikarenakan Neisseria gonorrhoeae
memproduksi penisilinase. Namun resistensi fluorokuinolon juga
dilaporkan meningkat drastis pada 10 tahun terakhir pada sebagian besar
daerah di Amerika Serikat. Rasio penderita laki-laki dibandingkan
perempuan adalah 1,2:1. Pada wanita lebih sering asimtomatik sedangkan
pada laki-laki jarang asimtomatik. Wanita kurang dari 25 tahun
mempunyai risiko tertinggi terkena gonore. Laki-laki yang berhubungan
seksual sesama jenis lebih berisiko terkena dan membawa gonore dan
berisiko lebih tinggi terjadi resistensi antibiotik

Gejala klinis

Masa inkubasi sangat singkat, pada laki-laki bervariasi antara 2-5


hari, kadang-kadang lebih lama dan hal ini disebabkan karena penderita
telah mengobati diri sendiri, tetapi dengan dosis yang tidak cukup atau
gejala sangat samar sehingga tidak diperhatikan oleh penderita. Pada
perempuan bmasa tunas sulit ditentukan karena pada umumnya
asimtomatik.

Gejala klinis dan komplikasi gonore sangat erat dengan


hubungannya dengan susunan anatomi dan faal genital. Oleh karena itu
perlu pengetahuan susunan anatomi genitalia laki-laki ddan perempuan.
Infeksi yang timbul akibat hubungan seksual orogenital atau anogenital,
pada laki-laki dan perempuan dapat berupa orofaringitid dan proktitis.
Serta dapat terjadi penularan akibat kontak mukosa mata bayi intrapartum
yang mengakibatkan konjungtivitis.

Pada laki-laki

Gejala awal gonorreae biasanya timbul dalam waktu 2-7 hari


setelah terinfeksi.
Ciri-Ciri penyakit gonoreae atau kencing nanah pada pria
 Keluar nanah kental berwarna kuning hijau dari mulut saluran
kencing.
 Lubang penis tampak merah dan bengkak.
 Nyeri ketika berkemih dan keluarnya cairan nanah dari penis dan
akan terasa sakit.
 Akan merasa panas ketika buang air kecil (kencing).
 Penderita sering sekali buang air kecil
 Saat penderita sedang melakukan hubungan seksual, rasanya sangat
menyakitkan.

Pada perempuan
Pada wanita biasanya timbul dalam waktu 7-21 hari, setelah
terinfeksi, oleh kuman Neisseria Gonorhoeae ( gonococcus)
Ciri-Ciri penyakit gonoreae atau kencing nanah pada wanita

 Wanita dapat merasakan nyeri perut yang sangat hebat.


 Merasakan sakit yang luar biasa saat buang air kecil.
 Air kencing berwarna kuning kehijauan.
 Alat kelamin juga bagian anus penderita terasa gatal-gatal, sakit,
dan keluar pendarahan.

Infeksi pada perempuan mungkin akan menyebar ke rahim dan


tuba fallopi, menyebabkan salpingngitis kronik atau penyakit radang
panggul (Pelvic Inflammatory Disease). Gejala PID meliputi: nyeri perut
bagian bawah dan cervix, rasa sakit selama hubungan seksual,
terganggunya siklus menstruasi, demam. Penyakit radang panggul ini
dapat menyebabkan infertilitas.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinis,


dan pemeriksaan pembantu. Apabila pada layanan kesehatan tidak
didapatkan fasilitas untuk melakukan pemeriksaan dalam dan
laboratorium, dapat digunakan alur pendekatan sindrom baik untuk paisen
laki-laki maupun perempuan. Berikut adalah uraian lima tahapan
pemeriksaan pembantu :

1. Sediaan langsung dengan pewarnaan gram ditemukan gonokok gram-


negatif, intraseluler dan ekstraseluler. Bahan duh tubuh pada laki-laki
diambil dari daerah fosa navikularis,sedangkan pada perempuan diambil
dari uretra, muara kelenjar bartholin, serviks, untuk pasien dengan
anamnesis berisiko melakukan kontak seksual anogenital dan orogenital,
maka pengambilan bahan duh dilakukan pada faring dan rektum.

2. Kultur

Untuk identifikasi spesies pelu dilakukan pemeriksaan biakan(kultus). Dua


macam media yang dapat digunakan :
- Media transpor
- Media pertumbuhan

1. Tes identifikasi presumtif dan konfirmasi (definitif)


- Tes oksidase
Semua Neisseria memberi reaksi positif dengan perubahan warna koloni
yang semula bening berubah menjadi merah muda sampai merah
lembayung.
- Tes fermentasi
Tes oksidasi positif dilanjutkan dengan tes fermentasi memakai glukosa,
maltosa, dan sukrosa. N. Gonorrhoea hanya meragikan glukosa.

2. Tes beta-laktamase
Pemeriksaan beta-laktamase akan menyebabkan perubahan warna dari
kuning menjadi merah apabila kuman mengandung enzim beta-laktamase.
3. Tes thomson
Tes ini berguna untuk mengetahui sampai mana infeksi sudah berlangsung.
Syarat mutlah ialah kandung kencing harus mengandung air seni paling
sedikit 80-100 ml. Jika air seni kurang daro 80 ml, maka gelas II sukar
dinilai karena baru menguras uretra anterior.

Hasil pembacaan :
Gelas I Gelas II Arti
Jernih Jernih Tidak ada infeksi
Keruh Jernih Infeksi uretritis
anterior
Keruh Keruh Panuretritis
Jernih Keruh Tidak mungking

Tatalaksana

Non-medikamentosa :

- Bila memungkinkan periksa dan lakukan pengobatan pada


pasangan tetapnya (notifikasi pasangan)
- Anjurkan abstinensia sampai infeksi dinyatakan sembuh secara
laboratoris, bila tidak menmungkinkan anjurkan penggunaan
kondom.
- Kunjungan ulang untuk tindak lanjut di hari ke-3 san hari ke 7
- Lakukan koseling mengenai infeksi, komplikasi yang dapat terjadi,
pentingnya keteraturan berobat.
- Lakukan Provider Initiated Testing and Counseling (PITC)
terhadpa infeksi HIV dan kemungkinan mendapat infeksi menular
seksual lain.
- Bila memungkinkan lakukan pemeriksaan penapisan untuk IMS
lainnya.
Medikamentosa :

- Sefiksim
Merupakan sefalosporin generasi ke -3 dipakai sebagai dosis
tunggal 400 mg. Efektifitas den sensitifitas sampai saat ini paling
baik, yaitu sebesar 95%.
- Levofloksasin
Dari golongan kuinolon, obat yang menjadi pilihan adalah
Levofloksasi 500 mg, dosis tunggal. Sedangkan Ciprofloksasin 500
mg, dan Ofloksasin 400 mg, peroral dosis tunggal, dilaporkan
sudah resisten pada beberapa daerah tertentu, di Indonesia.
- Tiamfenikol
Dosisnya 3,5 gram, dosis tunggal secara oral. Angka kesembuhan
ialah 97,7%. Tidak dianjurkan pemakaiannya pada kehamilan.

Komplikasi

Komplikasi gonore sangat erat hubungannya dengan susunan


anatomi dan faal genitalia. Komplikasi lokal pada pria dapat berupa
tisonitis, parauretritis, littritis, dan cowperitis. Selain itu dapat pula terjadi
prostatitis, vesikulitis, funikulitis, epididimitis yang dapat menimbulkan
infertilitas. Sementara pada wanita dapat terjadi servisitis gonore yang
dapat menimbulkan komplikasi salpingitis ataupun penyakit radang
panggul dan radang tuba yang dapat mengakibatkan infertilitas atau
kehamilan ektopik. Dapat pula terjadi komplikasi diseminata seperti
artritis,miokarditis,endo karditis, perikarditis,meningitis dan dermatitis.
Infeksi gonore pada mata dapat menyebabkan konjungtivitis hingga
kebutaan
Pencegahan

 Gunakan lateks kondom ketika melakukan hubungan seksual.

 Hindari melakukan hubungan seksual secara bebas

 Pastikan pasangan tidak terinfeksi penyakit menular seksual


sebelum melakukan hubungan seksual seperti sifilis, klamidia, dan
HIV / AIDS.
b. SIFILIS9,10,11
Definisi
Sifilis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri
Treponema pallidum yang bersifat akut dan kronis ditandai dengan lesi
primer diikuti dengan erupsi sekunder pada kulit dan selaput lendir
kemudian masuk ke dalam periode laten diikuti dengan lesi pada kulit, lesi
pada tulang, saluran pencernaan, sistem saraf pusat dan sistem
kardiovaskuler.

Menurut Centre of Disease Conrol (CDC) pada tahun 2010


mendefinisikan sifilis sebagai penyakit sistemik yang disebabkan oleh
Treponema pallidum. Berdasarkan temuan klinis, penyakit dibagi ke dalam
serangkaian kumpulan staging yang digunakan untuk membantu dalam
panduan pengobatan dan tindak lanjut.

Epidemiologi

Menurut WHO, pada tahun 2008 diperkirakan kejadian kasus baru


sebanyak 10,6 juta orang di dunia terinfeksi oleh penyakit sifilis. Pada
tahun yang sama, kejadian kasus baru sifilis di Asia Tenggara diperkirakan
sebanyak 3 juta kasus (WHO. 2012). Jumlah populasi di dunia tahun 2008
diperkirakan sebanyak 6,7 milyar. Insiden sifilis di Indonesia pada tahun
1996 adalah sebanyak 0,61% (Djuanda, 2010). Pada periode tahun 2009-
2010, jumlah kasus dari sifilis laten dini dilaporkan ke American Centers
for Disease Control (CDC) meningkat sebanyak 4,1% (Dari 13.066
menjadi 18.079 kasus), dan jumlah kasus dari sifilis lanjut dan laten lanjut
meningkat sebanyak 4,3% (dari 17.338 menjadi 18.079 kasus). Pada
periode yang sama, sifilis primer dan sekunder meningkat sebanyak 1,3%
pada laki-laki (dari 7,8 menjadi 7,9 kasus per 100.000 laki-laki), dan pada
perempuan menurun sebanyak 21,4% (dari 1,4 menjadi 6 1,1 kasus per
100.000 perempuan). Pada tahun 2010, sifilis primer dan sekunder
tertinggi pada orang-orang yang berumur 20-24 tahun dan 25-29 tahun
(13,5 dan 11,3 kasus per 100.000 populasi) (CDC. 2010).

Etiologi

Penyebab sifilis adalah bakteri dari famili Spirochaetaceae, ordo


Spirochaetales dan Genus Treponema spesiesTreponema pallidum. Pada
Tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman yaitu
Treponema pallidum. Treponema berupa spiral halus, panjang 5-15 mikron
dan diameter 0,009-0,5 mikron, setiap lekukan gelombang berjarak 1
mikron dan rata-rata setiap bakteriterdiri dari 8- 14 gelombang dan
bergerak secara aktif, karena spiralnya sangat halus maka hanya dapat
dilihat pada mikroskop lapangan gelap dengan menggunakan teknik
immunofluoresensi. Kuman ini bersifat anaerob dan diantaranya bersifat
patogen pada manusia.

Ada tiga macam antigen Treponema pallidum yaitu protein tidak


tahan panas, polisakarida, dan antigen lipoid. Dalam keadaan anaerob pada
suhu 25°C, Treponema pallidum dapat bergerak secara aktif dan tetap
hidup selama 4-7 hari dalam perbenihan cair yang mengandung albumin,
natrium karbonat, piruvat, sistein, ultrafiltrat serum sapi. Kuman ini sukar
diwarnaidengan zat warna lilin tetapi dapat mereduksi perak nitrat menjadi
logam perak yang tinggal melekat pada permukaan Universitas Sumatera
Utara sel kuman. Kuman berkembang biak dengan cara pembelahan
melintang. Waktu pembelahan kuman ini kira-kira 30 jam.

Patogenesis dan gejala klinis

Patogenesis dan Gejala Klinis Treponema dapat masuk (porte


d’entrée) ke tubuh calon penderita melalui selaput lendir yang utuh atau
kulit dengan lesi. Kemudian masuk ke peredaran darah dari semua organ
dalam tubuh.Penularan terjadi setelah kontak langsung dengan lesi yang
mengandung treponema.3–4 minggu terjadi infeksi, pada tempat masuk
Treponema pallidum timbul lesi primer (chancre primer) yang bertahan 1–
5 minggu dan sembuh sendiri.

Tes serologik klasik positif setelah 1–4 minggu. Kurang lebih 6


minggu (2– 6 minggu) setelah lesi primer terdapat kelainan selaput lendir
dan kulit yang pada awalnya menyeluruh kemudian mengadakan
konfluensi dan berbentuk khas. Penyembuhan sendiri biasanya terjadi
dalam 2–6 minggu. Keadaan tidak timbul kelainan kulit dan selaput
dengan tes serologik sifilis positif disebut Sifilis Laten. Pada seperempat
kasus sifilis akan relaps. Penderita tanpa pengobatan akan mengalami
sifilis lanjut (Sifilis III 17%, kordiovaskular 10%, Neurosifilis 8%).
Banyak orang terinfeksi sifilis tidak memiliki gejala selama bertahun-
tahun, namun tetap berisiko untuk terjadinya komplikasi akhir jika tidak
dirawat. Gejalagejala yang timbul jika terkena penyakit ini adalah
benjolan-benjolan di sekitar alat kelamin. Timbulnya benjolan sering pula
disertai pusing-pusing dan rasa nyeri pada tulang, mirip seperti gejala flu.
Anehnya, gejala-gejala yang timbul ini dapat menghilang dengan
sendirinya tanpa pengobatan.

Sifilis dapat dikatakan sebagai musuh dalam selimut karena selama


jangka waktu 2-3 tahun pertama tidak akan menampakkan gejala
mengkhawatirkan. Namun, setelah 5-10 tahun sifilis baru akan
memperlihatkan keganasannya dengan menyerang sistem saraf, pembuluh
darah, dan jantung.

Gejala klinis penyakit sifilis menurut klasifikasi WHO sebagai


berikut (CDC, 2010) :

a. Sifilis Dini
1. Sifilis Primer
Sifilis stadium I (Sifilis primer), timbul 10-90 hari setelah terjadi
infeksi. Lesi pertama berupa makula atau papula merah yang kemudian
menjadi ulkus (chancre), dengan pinggir keras, dasar ulkus biasanya merah
dan tidak sakit bila dipalpasi. Sering disertai dengan pembengkakan
kelenjar getah bening regional. Lokalisasi chancre sering pada genitalia
tetapi bisa juga ditempat lain seperti bibir, ujung lidah, tonsil, jari tangan
dan puting susu.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang khas


berupa chancre serta ditemuiTreponema pallidum pada pemeriksaan
stadium langsung dengan mikroskop lapangan gelap. Apabila pada hari
pertama hasil pemeriksaan sediaan langsung negatif, pemeriksaan harus
diulangi lagi selama tiga hari berturut-turut dan bila tetap negatif,
diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan serologis. Selama
dalam pemeriksaan sebaiknya ulkus dibersihkan atau dikompres dengan
larutan garam faal fisiologis.

2. Sifilis Sekunder (S II)


Timbul setelah 6-8 minggu sejak S I. Pada beberapa kasus keadaan
S II ini sering masih disertai S I. Pada S II dimulai dengan gejala
konsistensi seperti anoreksia, demam, athralgia, angina. Pada stasium ini
kelainan pada kulit, rambut, selaput lendir mulut dan genitalia, kelenjar
getah bening dan alat dalam. Kelainan pada kulit yang kita jumpai pada S
II ini hampir menyerupai penyakit kulit yang lain, bisa berupa roseola,
papel-papel, papulo skuamosa, papulokrustosa dan pustula. Pada SII yang
dini biasanya kelainan kulit yang khas pada telapak tangan dan kaki.
Kelainan selaput lendir berupa plakula atau plak merah (mucous patch)
yang disertai perasaan sakit pada tenggorokan (angina sifilitica
eritematosa).
Pada genitalia sering kita jumpai adanya papul atau plak yang datar
dan basah yang disebut kondilomata lata. Kelainan rambut berupa
kerontokan rambut setempat disebut alopesia areata. Kelainan kuku berupa
onikia sifilitaka, kuku rapuh berwarna putih, suram ataupun terjadi
peradangan (paronikia sifilitaka). Kelainanmata berupa uveitis
anterior.Kelainan pada hati bisa terjadi hepatitis dengan pembesaran hati
dan ikterus ringan. Kelainan selaput otak berupa meningitis dengan
keluhan sakit kepala, muntah dan pada pemeriksaan cairan serebro spinalis
didapati peninggian jumlah sel dan protein. Untuk menegakkan diagnosis,
disamping kelainan fisik juga diperlukan pemeriksaan serologis.
3. Sifilis Laten Dini
Gejala klinis tidak tampak, tetapi hasil pemeriksaan tes serologi
untuk sifilis positif.Tes yang dilanjutkan adalah VDRL dan TPHA.
b. Sifilis Lanjut (CDC, 2010)
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan sikatrik bekas S I pada genitalia
atau makula atrofi bekas papul-papul S II. Pemeriksaan tes serologi sifilis
positif.
1. Sifilis Tersier (S III)
Lesi pertama timbul 3-10 tahun setelah S I berupa gumma yang
sirkumskrip. Gumma sering perlunakan dan mengeluarkan cairan
seropurulen dan kadang-kadang disertai jaringan nekrotik sehingga
terbentuk ulkus. Gumma ditemukan pada kulit, mukosa mulut, dan organ
dalam terutama hati.

Dapat pula dijumpai kelainan pada tulang dengan keluhan, nyeri


pada malam hari. Pada pemeriksaan radiologi terlihat kelainan pada tibia,
fibula, humerus, dan tengkorak berupa periostitis atau osteitis gummatosa.
Pemeriksaan TSS positif.

2. Sifilis Kardiovaskuler
Timbul 10-40 tahun setelah infeksi primer dan terdapat pada sekitar 10%
kasus lanjut dan 40% dapat bersama neurosifilis. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan berdasar gejala klinis, foto sinar X dan pemerikasaan
pembantu lainnya.

Sifilis kardiovaskuler dapat dibagi dalam 3 tipe: Sifilis pada


jantung, pada pembuluh darah, pada pembuluh darah sedang. Sifilis pada
jantung jarang ditemukan dan dapat menimbulkan miokarditis difus atau
guma pada jantung. Pada pembuluh darah besar, lesi dapat timbul di aorta,
arteri pulmonalis dan pembuluh darah besar yang berasal dari aorta.
Aneurisma umumnya terdapat pada aorta asendens, selain itu juga pada
aorta torakalis dan abdominalis. Pembuluh darah sedang, misalnya aorta
serebralis dan aorta medulla spinalis paling sering terkena. Selain itu aorta
hepatitis dan aorta femoralis juga dapat diserang.

3. Sifilis Kongenital Dini


Gambaran klinis sifilis kongenital dini sangat bervarasi, dan menyerupai
sifilis stadium II.Karena infeksi pada janin melalui aliran darah maka tidak
dijumpai kelainan sifilis primer. Pada saat lahir bayi dapat tampak sehat
dan kelainan timbul setelah beberapa minggu, tetapi dapat pulakelainan
sejak lahir. Pada bayi dapat dijumpai kelainan berupa
a. Pertumbuhan intrauterine yang terlambat
b. Kelainan membra mukosa: mucous patch dapat ditemukan di bibir, mulut,
farings, larings dan mukosa genital. Rinitis sifilitika (snuffles) dengan
gambaran yang khas berupa cairan hidung yang mula-mula encer
kemudian menjadi bertambah pekat, purulen dan hemoragik.
c. Kelainan kulit: makula, papuloskuamosa dan bula. Bula dapat sudah ada
sejak lahir, tersebar secara simetris, terutama pada telapak tangan dan kaki,
makula, papula atau papuloskuamosa tersebar secara generalisata dan
simetris.
d. Kelainan tulang: osteokondritis, periostitis dan osteitis pada tulang- tulang
panjang merupakan gambaran yang khas.
e. Kelenjar getah bening: limfadenitis generalisata.
f. Alat-alat dalam.
g. Mata : koreoretinitis, galukoma dan uveitis.
h. Susunan saraf pusat: meningitis sifilitika akuta
4. Sifilis Kongenital Lanjut
Kelainan umumnya timbul setelah 7–20 tahun. Kelainan yang timbul :
a. Keratitis interstisial
b. Gumma
c. Neurosifilis
d. Kelainan sendi : yaitu artralgia difusa dan hidatrosis bilateral (clutton’s
joint).
5. Stigmata
Lesi sifilis kongenital dapat meninggalkan sisa, berupa jaringan
parut dan deformitas yang karakteristik yaitu (Saravanamurthy, 2009) :
1. Muka : saddle nose terjadi akibat gangguan pertumbuhan septum nasi dan
tulangtulang hidung. Buldog jawakibat maksila tidak berkembang secara
normal sedangkan mandibula tidak terkena.
2. Gigi : pada gigi seri bagian tengah lebih pendek dari pada bagian tepi dan
jarak antara gigi lebih besar (Hutchinson’s teeth).
3. Regade : terdapat disekitar mulut
4. Tulang : osteoperiostitis yang menyembuh akan menimbulkan kelainan
klinis dan radiologis, pada tibia berupa sabre tibia dan pada daerah frontal
berupa frontal bossing.
5. Tuli : kerusakan N.VIII akibat labirintitis progresif
6. Mata : keratitis interstisialis

Diagnosis

Diagnosis terhadap penyakit sifilis sangat penting untuk dilakukan


karena penyakit ini merupakan penyakit yang menular.Studi menyebutkan
bahwa diagnosis dini dapat membantu pencegahan dan pengobatan suatu
penyakit. Pada umumnya dilakukan dengan 3 cara yaitu:

a. Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan mewawancarai pasien dengan menanyakan
keluhan dan gejala pasien.
- Pemeriksaan secara Klinis
Pemeriksaan ini dilakukan dengan melihat gejala klinis yang muncul pada
penderita yang dikenal dengan pemeriksaan sindromik. Penggunaan
manajemen sindromik ini terutama dirancang untuk keterbatasan sumber
daya dan telah terbukti layak diterima di beberapa negara STI skrining
antara MSM juga layak dan dapat diterima dan dapat menjangkau
kelompok yang sering memiliki akses terbatas dalam mendapatkan
pemeriksaan IMS yang teratur dan konseling di pelayanan kesehatan
formal.Namun demikian pemeriksaan ini tetap harus dikonfirmasi dengan
pemeriksaan laboratorium untuk hasil yang lebih akurat.
- Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis laboratorium penyakit sifilis pada umumnya dilakukan melalui
pemeriksaan mikroskopik langsung maupun pemeriksaan serologik.
- Pemeriksaan Serologis
Pemeriksaan Serologis Tes darah adalah cara lain untuk menentukan
apakah seseorang memiliki sifilis. Tak lama setelah infeksi terjadi, tubuh
memproduksi antibodi sifilis yang dapat dideteksi oleh tes darah.
Pemeriksaan Serologis Sifilis penting untuk diagnosis dan pengamatan
hasil pengobatan. Pemeriksaan ini dapat diklasifikasikan :
1. Tes Non Treponema : kardiolipin, lesitin dan kolesterol
2. Tes Treponema : Treponema pallidum hidup / mati. Ketepatan hasil STS
dinilai berdasarkan :
I. Sensitivitas : % individu yang terinfeksi yangmemberi hasil positif
II. Spesifivitas : % individu yang tidak infeksi yang memberikan hasil
negative
Pemeriksaan kuantitatif Serologi Sifilis memungkinkan dokter untuk :
1. Mengevaluasi efektivitas pengobatan
2. Menemukan potensi kambuh (relaps) sebelum menjadi menular
3. Membedakan antara kambuh dan infeksi ulang
4. Melihat adanya reaksi sebagai jenis seroresistant
5. Membedakan antara benar dan biologis positif palsu reaksi serologis.

- Pemeriksaan Mikroskopik
Dalam sediaan segar tanpa pewarnaan, gerak kuman Treponema dapat
dilihat dengan menggunakan mikroskop lapangan gelap. Pemeriksaan
Treponema secara mikroskopik dilihat dengan teknik imunnofluoresensi
dengan membuat usapan cairan jaringan atau eksudat pada kaca objek
kemudian difiksasi dan diwarnai dengan serum anti treponema yang
dilabel fluoresein sehingga pada lapangan pandang gelap akan terlihat
fluoresensi yang khas dari kuman Treponema.

Penularan

Penularan Secara umum periode masa inkubasi dari 10 hari sampai


3 (tiga) minggu dari biasanya. WHO menyatakan ada perbedaan waktu
antara sifilis dini dan sifilis laten yakni selama 2-4 tahun. Sifilis primer
terjadi antara 9 sampai 10 hari setelah terinfeksi dan gejalanya timbul
berupa luka nyeri pada alat kelamin. Penularan Sifilis diketahui dapat
terjadi melalui (WHO, 1999) :

a. Penularan secara langsung yaitu melalui kontak seksual, kebanyakan 95%-


98% infeksi terjadi melalui jalur ini, penularan terjadi melalui lesi
penderita sifilis.
b. Penularan tidak langsung kebanyakan terjadi pada orang yang tinggal
bersama penderita sifilis. Kontak terjadi melalui penggunaan barang
pribadi secara bersama-sama seperti handuk, selimut, pisau cukur, bak
mandi, toilet yang terkontaminasi oleh kuman Treponema pallidum.
c. Melalui Kongenital yaitu penularan pada wanita hamil penderita sifilis
yang tidak diobati dimana kuman treponema dalam tubuh ibu hamil akan
masuk ke dalam janin melalui sirkulasi darah.

Pencegahan

Pada prinsipnya pencegahan dapat dilakukan dengan cara


mencegah penularan sifilis melalui pencegahan primer, sekunder, dan
tersier. Adapun bentuk pencegahan yang dapat dilakukan sebagai berikut :

a. Pencegahan Primer Sasaran pencegahan terutama ditujukan kepada


kelompok orang yang memiliki resiko tinggi tertular sifilis. Bentuk
pencegahan primer yang dilakukan adalah dengan prinsip ABC yaitu :
1. A (Abstinensia), tidak melakukan Pengaruh seks secara bebas dan
bergantiganti pasangan.
2. B (Be Faithful), bersikap saling setia dengan pasangan dalam Pengaruh
perkawinan atau Pengaruh perkawinan atau Pengaruh jangka panjang
tetap.
3. C (Condom), cegah dengan memakai kondom yang benar dan konsisten
untuk orang yang tidak mampu melaksanakan A dan B.
4. D (Drug), tidak menggunakan narkoba/napza.
5. E (Education), pemberian informasi kepada kelompok yang memiliki
resiko tinggi untuk tertular sifilis dengan memberikan leaflet,brosur, dan
stiker.
b. Pencegahan Sekunder
Sasaran pencegahan terutama ditujukan pada mereka yang menderita
(dianggap suspect) atau terancam akan menderita. Diagnosis dini dan
pengobatan yang tepat dapat dilakukan dengan cara mencari penderita
sifilis, meningkatkan usaha surveilans, dan melakukan pemeriksaan
berkala kepada kelompok orang yang memilik resiko untuk terinfeksi
sifilis. Bentuk pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara :
1. Melakukan cek darah untuk mengetahui infeksi sifilis.
2. Pengobatan injeksi antibiotik benzatin benzil penicilin untuk
menyembuhkan infeksi sifilis.
c. Pencegahan Tersier Sasaran tingkat ketiga ditujukan kepada penderita
tertentu dengan tujuan mencegah jangan sampai mengalami cacat/kelainan
permanen, mencegah agar jangan bertambah parah/ mencegah kematian
karena penyakit tersebut. Bentuk pencegahan tersier yang dapat dilakukan
adalah :
1. Melakukan pengobatan (injeksi antibiotik) yang bertujuan untuk
menurunkan kadar titer sifilis dalam darah.
2. Melakukan tes HIVuntuk mengetahui status kemungkinan terkena HIV.
Cara paling pasti untuk menghindari penularan penyakit menular seksual,
termasuk sifilis, adalah untuk menjauhkan diri dari kontak seksual atau
berada dalam Pengaruh jangka panjang yang saling monogami dengan
pasangan yang telah diuji dan diketahui tidak terinfeksi.
Prognosis
Dengan ditemukannya penisilin, maka prognosis sifilis menjadi
lebih baik. Penyembuhan secara mikrobiologik tidak dapat dicapai
dikarenakan tidak memungkinkan semua T.pallidum di badan terbunuh.
Penyembuhan berarti sembuh klinis seumur hidup, dan tidak menular ke
orang lain.

c. Herpes Simpleks12

Definisi
Herpes genitalis merupakan infeksi pada genital dengan gejala khas berupa
vesikel yang berkelompok disertai dengan dasar yang eritem
bersifat rekuren. Herpes genitalis terjadi pada alat genital dan sekitarnya
(bokong, daerah anal dan paha). Ada dua macam tipe HSV yaitu : HSV-1
dan HSV-dan keduanya dapat menyebabkan herpes genital. Infeksi HSV-
sering ditularkan melalui hubungan seks dan dapat menyebabkan rekurensi dan
ulserasi genital yang nyeri. Tipe 1 biasanya mengenai mulut dan
tipe mengenai daerah genital.
Epidemiologi
Prevalensi anti bodi dari HSV-1 pada sebuah populasi bergantung
pada faktor-faktor seperti negara, kelas sosial ekonomi dan usia. HSV-1 umumnya
ditemukan pada daerah oral pada masa kanak-kanak, terlebih lagi pada kondisi
sosial ekonomi terbelakang. Kebiasaan, orientasi seksual dan gender
mempengaruhi HSV-. HSV- prevalensinya lebih rendah dibanding HSV-1
dan lebih sering ditemukan pada usia dewasa yang terjadi karena kontak
seksual. Prevalensi HSV- pada usia dewasa meningkat dan secara
signifikan lebih tinggi Amerika Serikat dari pada Eropa dan kelompok
etnik kulit hitam dibanding kulit putih. Seroprevalensi HSV- adalah5 %
pada populasi wanita secara umum di inggris, tetapi mencapai 80% pada
wanita Afro-Amerika yang berusia antara 60-69 tahun di USA.Herpes
genital mengalami peningkatan antara awal tahun 1960-an dan 1990-
an. Di inggris laporan pasien dengan herpes genital pada klinik PMS
meningkat enam kali lipat antara tahun 197-1994. Kunjungan awal pada
dokter yang dilakukan oleh pasien di Amerika Serikat untuk
episode pertama yang berasal dari herpes genital didapatkan meningkat
sepuluh kali lipat mulai dari 16.986 pasien di tahun 1970menjadi 160.000
di tahun 1995 per 100.000 pasien yang berkunjungDisamping itu lebih
banyaknya golongan wanita dibandingkan pria disebabkan oleh anatomi
alatgenital (permukaan mukosa lebih luas pada wanita), seringnya
rekurensi pada pria dan lebihringannya gejala pada pria. Walaupun
demikian, dari jumlah tersebut di atas hanya 9% yangmenyadari akan
penyakitnya.Studi pada tahun 1960 menunjukkan bahwa HSV-1 lebih
sering berhubungan dengan kelainan oraldan HSV- berhubungan dengan
kelainan genital. Atau dikatakan HSV-1 menyebabkan kelainan diatas
pinggang dan VHS- menyebabkan kelainan di bawah pinggang. Tetapi didapatkan
juga jumlah signifikan genital herpes 0-40% disebabkan HSV-1.HSV- juga
kadang-kadang menyebabkan kelainan oral, diduga karena meningkatnya
kasushubungan seks oral. Jarang didapatkan kelainan oral karena VHS-
tanpa infeksi genital. DiIndonesia, sampai saat ini belum ada angka yang
pasti, akan tetapi dari 1 RS pendidikan Herpesgenitalis merupakan PMS
(Penyakit Menular Seksual) dengan gejala ulkus genital yang palingsering
dijumpai.
Etiologi
Herpes genitalis disebabkan oleh HSV atau herpes virus hominis (HVH), yang
merupakan anggota dari famili herpes viridae. Adapun tipe-tipe dari HSV :
Herpes simplex virus tipe I : pada umunya menyebabkan lesi atau luka
pada sekitar wajah, bibir, mukosa mulut, dan leher.
Herpes simplex virus tipe II : umumnya menyebabkan lesi pada genital dan
sekitarnya (bokong, daerah anal dan paha). Herpes simplex virus tergolong
dalam famili herpes virus, selain HSV yang juga termasuk dalam golongan
ini adalah Epstein Barr (mono) dan varisela zoster yang menyebabkan
herpes zoster dan varicella. Sebagian besar kasus herpes genitalis
disebabkan oleh HSV-, namun tidak menutup kemungkinan HSV-1
menyebabkan kelainan yang sama. Pada umumnya disebabkan oleh HSV- yang
penularannya secara utama melalui vaginal atau analseks. Beberapa tahun ini,
HSV-1 telah lebih sering juga menyebabkan herpes genital. HSV-1genital
menyebar lewat oral seks yang memiliki cold sore pada mulut atau bibir, tetapi beberapa
kasus dihasilkan dari vaginal atau anal seks.
Patogenesis
HSV-1 dan HSV- adalah termasuk dalam famili herphes viridae, sebuah grup
virus DNA rantai ganda lipid-enveloped yang berperanan secara luas pada
infeksi manusia. Kedua serotipe HSV danvirus varicella zoster mempunyai
hubungan dekat sebagai subfamili virus alpha-herpesviridae. Alfa herpes
virus menginfeksi tipe sel multiple, bertumbuh cepat dan secara efisien
menghancurkan sel host dan infeksi pada sel host. Infeksi pada natural
host ditandai oleh lesi epidermis, seringkali melibatkan permukaan mukosa dengan
penyebaran virus pada sistem saraf dan menetap sebagai infeksi laten pada
neuron, dimana dapat aktif kembali secara periodik. Transmisi infeksi
HSV seringkali berlangsung lewat kontak erat dengan pasien yang dapat
menularkan virus lewat permukaan mukosa. Infeksi HSV-1 biasanya
terbatas pada orofaring, virus menyebar melalui droplet pernapasan, atau
melalui kontak langsung dengan saliva yang terinfeksi. HSV- biasanya
ditularkan secara seksual.Setelah virus masuk ke dalam tubuh hospes,
terjadi penggabungan dengan DNA hospes dan mengadakan
multiplikasi serta menimbulkan kelainan pada kulit. Waktu itu pada
hospes itu sendiri belum ada antibodi spesifik. Keadaan ini dapat
mengakibatkan timbulnya lesi pada daerah yang luas dengan gejala
konstitusi berat. Selanjutnya virus menjalar melalui serabut saraf sensorik
ke ganglion saraf regional dan berdiam di sana serta bersifat laten. Infeksi
orofaring HSV-1 menimbulkan infeksi laten di ganglia trigeminal,
sedangkan infeksigenital HSV- menimbulkan infeksi laten di ganglion
sakral.Bila pada suatu waktu ada faktor pencetus (trigger factor), virus
akan mengalami reaktivasi danmultiplikasi kembali sehingga terjadilah
infeksi rekuren. Pada saat ini dalam tubuh hospes sudahada antibodi
spesifik sehingga kelainan yang timbul dan gejala konstitusinya tidak
seberat padawaktu infeksi primer.Faktor pencetus tersebut antara lain
adalah trauma atau koitus, demam, stres fisik atau emosi, sinarUV,
gangguan pencernaan, alergi makanan dan obat-obatan dan beberapa kasus tidak
diketahuidengan jelas penyebabnya. Penularan hampir selalu melalui
hubungan seksul baik genito genital,ano genital maupun oro genital.
Gejala klinik
Infeksi awal dari 6% HSV- dan 7% HSV-1 adalah asimptomatik.
Simptom dari infeksi awal (saat inisial episode berlangsung pada saat
infeksi awal) simptom khas muncul antara hingga 9 hari setelah infeksi,
meskipun infeksi asimptomatik berlangsung perlahan dalam tahun pertama
setelah diagnosa di lakukan pada sekitar 15% kasus HSV-. Inisial episode
yang juga merupakan infeksi primer dapat berlangsung menjadi lebih
berat. Infeksi HSV-1 dan HSV- agak susah dibedakan. Tanda utama dari
genital herpes adalah luka di sekitar vagina, penis, atau di daerah anus.
Kadang-kadang luka dari herpes genital muncul di skrotum, bokong atau
paha. Luka dapat muncul sekitar 4-7 hari setelah infeksi. Gejala dari
herpes disebut juga outbreaks, muncul dalam dua minggu setelah orang
terinfeksi dandapat saja berlangsung untuk beberapa minggu. Adapun
gejalanya sebagai berikut :
 Nyeri dan disuria
 Uretral dan vaginal discharge
 Gejala sistemik (malaise, demam, mialgia, sakit kepala)
 Limfadenopati yang nyeri pada daerah inguinal
 Nyeri pada rektum, tenesmus
Tanda (sign) :
 Eritem, vesikel, pustul, ulserasi multipel, erosi, lesi dengan krusta
tergantung pada tingkat infeksi.
 Limfadenopati inguinal
 Faringitis
 Cervisitis
a. Herpes genitalia primer
Infeksi primer biasanya terjadi seminggu setelah hubungan seksual
(termasuk hubungan oral atauanal). Tetapi lebih banyak terjadi setelah
interval yang lama dan biasanya setengah dari kasus tidakmenampakkan
gejala.Erupsi dapat didahului dengan gejala prodormal, yang menyebabkan
salah diagnosis sebagaiinfluenza. Lesi berupa papul kecil dengan dasar
eritem dan berkembang menjadi vesikel dan cepatmembentuk erosi
superfisial atau ulkus yang tidak nyeri, lebih sering pada glans penis,
preputium,dan frenulum, korpus penis lebih jarang terlihat.
b. Herpes genitalia rekuren
Setelah terjadinya infeksi primer klinis atau subklinis, pada suatu waktu
bila ada faktor pencetus,virus akan menjalani reaktivasi dan multiplikasi
kembali sehingga terjadilah lagi rekuren, padasaat itu di dalam hospes
sudah ada antibodi spesifik sehingga kelainan yang timbul dan gejalatidak
seberat infeksi primer.
Faktor pencetus antara lain: trauma, koitus yang berlebihan, demam, gangguan
pencernaan,kelelahan, makanan yang merangsang, alkohol, dan beberapa kasus sukar
diketahui penyebabnya.Pada sebagian besar orang, virus dapat menjadi aktif dan
menyebabkan outbreaks beberapa kalidalam setahun. HSV berdiam dalam sel
saraf di tubuh kita, ketika virus terpicu untuk aktif, makaakan bergerak dari
saraf ke kulit kita. Lalu memperbanyak diri dan dapat timbul luka di tempat terjadinya
outbreaks.
Mengenai gambaran klinis dari herpes progenitalis : gejaia klinis herpes
progenital dapat ringansampai berat tergantung dari stadium penyakit dan
imunitas dari pejamu. Stadium penyakitmeliputi :
Infeksi primer - stadium laten - replikasi virus - stadium rekuren

Manifestasi klinik dari Infeksi HSV tergantung pada tempat infeksi, dan
status imunitas host.Infeksi primer dengan HSV berkembang pada orang yang
belum punya kekebalan sebelumnyaterhadap HSV-1 atau HSV -, yang biasanya
menjadi lebih berat, dengan gejala dan tanda sistemikdan sering menyebabkan
komplikasi.
Pemeriksaan laboratorium herpes genitalis
Pemeriksaan laboratorium yang paling sederhana adalah Tes Tzank diwarnai
dengan pengecatan giemsa atau wright, akan terlihat sel raksasa
berinti banyak. Sensitifitas dan spesifitas pemeriksaan ini umumnya
rendah. Cara pemeriksaan laboratorium yang lain adalah sebagai berikut.

a. Histopatologi
Vesikel herpes simpleks terletak intraepidermal, epidermis yang
terpengaruh dan inflamasi padadermis menjadi infiltrat dengan leukosit
dan eksudat sereus yang merupakan kumpulan sel yangterakumulasi di
dalam stratum korneum membentuk vesikel.
b. Pemeriksaan serologis ( ELISA dan Tes POCK )
Beberapa pemeriksaan serologis yang digunakan:
ELISA mendeteksi adanya antibodi HSV-1 dan HSV-.2Tes POCK untuk HSV-
yang sekarang mempunyai sensitivitas yang tinggi.
c. Kultur virus
Kultur virus yang diperoleh dari spesimen pada lesi yang dicurigai masih
merupakan prosedur pilihan yang merupakan gold standard pada stadium
awal infeksi. Bahan pemeriksaan diambil darilesi mukokutaneus pada
stadium awal (vesikel atau pustul), hasilnya lebih baik dari pada
biladiambil dari lesi ulkus atau krusta.
Pada herpes genitalis rekuren hasil kultur cepat menjadi negatif, biasanya hari
keempat timbulnyalesi, ini terjadi karena kurangnya pelepasan virus,
perubahan imun virus yang cepat, teknik yangkurang tepat atau keterlambatan
memproses sampel. Jika titer dalam spesimen cukup tinggi, makahasil positif dapat
terlihat dalam waktu 4-48 jam.

Diagnosis
Secara klinis ditegakkan dengan adanya gejala khas berupa vesikel
berkelompok dengan dasar eritem dan bersifat rekuren. Gejala dan tanda
dihubungkan dengan HSV-. diagnosis dapatditegakkan melalui anamnesa,
pemeriksaan fisis jika gejalanya khas dan melalui pengambilancontoh dari
luka (lesi) dan dilakukan pemeriksaan laboratorium.Tes darah yang
mendeteksi HSV-1 dan HSV- dapat menolong meskipun hasilnya tidak
terlalu memuaskan. Virus kadangkala, namun tak selalu, dapat dideteksi
lewat tes laboratorium yaitu kultur. Kultur dikerjakan dengan
menggunakan swab untuk memperoleh material yang akandipelajari dari
luka yang dicurigai sebagai herpes. Pada stadium dini erupsi vesikel
sangat khas, akan tetapi pada stadium yang lanjut tidak khas lagi, penderita
harus dideteksi dengan kemungkinan penyakit lain, termasuk chancroid
dan kandidiasis. Konfirmasi virus dapat dilakukan melalui mikroskop
elektron atau kultur jaringan.

Komplikasi
Komplikasi yang timbul pada penyakit herpes genitalis anatara lain
neuralgia, retensi urine,meningitis aseptik dan infeksi anal. Sedangkan
komplikasi herpes genitalis pada kehamilan dapat menyebabkan abortus
pada kehamilan trimester pertama, partus prematur dan pertumbuhan
janinterhambat pada trimester kedua kehamilan dan pada neonatus dapat
terjadi lesi kulit, ensefalitis,makrosefali dan keratokonjungtivitis.Herpes
genital primer HSV dan infeksi HSV-1 ditandai oleh kekerapan gejala
lokal dan sistemik prolong. Demam, sakit kepala, malaise,
dan mialgia dilaporkan mendekati 40 % dari kaum priadan 70% dari
wanita dengan penyakit HSV- primer. Berbeda dengan infeksi genital
episode pertama, gejala, tanda dan lokasi anatomi infeksi rekuren
terlokalisir pada genital

Penatalaksanaan
Sampai sekarang belum ada obat yang memuaskan untuk terapi herpes
genitalis, namun pengobatan secara umum perlu diperhatikan, seperti :
 menjaga kebersihan lokal
 menghindari trauma atau faktor pencetus.
Penggunaan idoxuridine mengobati lesi herpes simpleks secara lokal sebesar 5%
sampai 40% dalam dimethyl sulphoxide sangat bermanfaat. Namun, pengobatan ini
memiliki beberapa efek samping, di antaranya pasien akan mengalami rasa
nyeri hebat, maserasi kulit dapat juga terjadi.Meskipun tidak ada
obat herpes genital, penyediaan layanan kesehatan anda akan meresepkan
obatanti viral untuk menangani gejala dan membantu mencegah terjadinya
outbreaks. Hal ini akan mengurangi resiko menularnya herpes pada partner
seksual.
Obat-obatan untuk menangani herpes genital adalah
 Asiklovir (Zovirus)
 Famsiklovir
 Valasiklovir (Valtres)

Asiklovir

Pada infeksi HVS genitalis primer, asiklovir intravena (5 mg/kg BB/8


jam selama 5 hari), asikloviroral 200 mg (5 kali/hari saelama 10-14 hari)
dan asiklovir topikal (5% dalam salf propilen glikol)dsapat mengurangi
lamanya gejala dan ekskresi virus serta mempercepat penyembuhan.

Valasiklovir

Valasiklovir adalah suatu ester dari asiklovir yang secara cepat dan
hampir lengkap berubahmenjadi asiklovir oleh enzim hepar dan
meningkatkan bioavaibilitas asiklovir sampai 54%.olehkarena itu dosis oral
1000 mg valasiklovir menghasilkan kadar obat dalam darah yang samadengan
asiklovir intravena. Valasiklovir 1000 mg telah dibandingkan asiklovir
100 mg 5 kali sehari selama 10 hari untuk terapi herpes genitalis episode
awal.
Famsiklovir

Adalah jenis pensiklovir, suatu analog nukleosida yang efektif


menghambat replikasi HSV-1 dan HSV-2. Sama dengan asiklovir,
pensiklovir memerlukan timidin kinase virus untuk fosforilasemenjadi
monofosfat dan sering terjadi resistensi silang dengan asiklovir. Waktu
paruh intrasel pensiklovir lebih panjang daripada asiklovir (>10 jam)
sehingga memiliki potensi pemberian dosis satu kali sehari. Absorbsi
peroral 70% dan di metabolisme dengan cepat menjadi pensiklovir. Obat
ini di metabolisme dengan baik.

Pencegahan
Hingga saat ini tidak ada satupun bahan yang efektif mencegah HSV. Kondom
dapat menurunkan transmisi penyakit, tetapi penularan masih dapat terjadi
pada daerah yang tidak tertutup kondom ketika terjadi ekskresi virus.
Spermatisida yang berisi surfaktan nonoxynol-9 menyebabkan HSV
menjadi inaktif secara invitro. Di samping itu yang terbaik, jangan
melakukan kontak oral genital pada keadaan dimana ada gejala atau
ditemukan herpes oral. Secara ringkas ada 5 langkah utama untuk
pencegahan herpes genital yaitu
1. Mendidik seseorang yang berisiko tinggi untuk mendapatkan herpes
genitalis dan PMS lainnya untuk mengurangi transmisi penularan.
2. Mendeteksi kasus yang tidak diterapi, baik simtomatik atau asimptomatik.
3. Mendiagnosis, konsul dan mengobati individu yang terinfeksi dan follow
up dengan tepat.
4. Evaluasi, konsul dan mengobati pasangan seksual dari individu yang
terinfeksi.
5. Skrining disertai diagnosis dini, konseling dan pengobatan sangat berperan
dalam pencegahan.

Prognosis
Kematian oleh infeksi HSV jarang terjadi. Infeksi inisial dini yang
segera diobati mempunyai prognosis lebih baik, sedangkan infeksi
rekuren hanya dapat dibatasi frekuensi kambuhnya. Pada orang dengan
gangguan imunitas, misalnya penyakit-penyakit dengan tumor di sistem
retikulo endotelial, pengobatan dengan imunosupresan yang lama,
menyebabkan infeksi ini dapatmenyebar ke alat-alat dalam dan
fatal. Prognosis akan lebih baik seiring dengan meningkatnya usia seperti
pada orang dewasa. Terapi antivirus efektif menurunkan manifestasi klinis
herpes genitalis.
d. Limfogranuloma Venerum13,14
Definisi

Limfogranuloma vereneum (L.G.V) ialah infeksi seksual menular


seksual sistemik yang disebabkan oleh Chalmydia trachomatis serovar L1,
L2 dan L3. Bentuk yang tersering ialah sindrom inguinal, berupa
limfadenitis dan periadenitis beberapa kelenjar getah bening inguinal
medial dengan lima tanda radang akut disertai gejala konstitus, yang akan
mengalami perlunakan tak serentak.

Epidemiologi

LGV bersifat sporadis tersebar di seluruh dunia terutama padanegara-negara


yang beriklim tropis dan subtropics, seperti I daerah Amerika Utara, Eropa, Australia
dan prevalensi tinggi yang terdapat di Asia dan Amerika Selatan, LGV
merupakan penyakit endemis di timur dan barat Afrika, India, sebagian Asia
Tenggara, Amerika Utara dan Kepulauan Karibia.

Limfogranuloma venereum terjadi pada semua usia dengan puncak


insiden usia antara 15-40 tahun. Gotz dkk di Belanda melaporkan bahwa
wabah LGV mengenai seluruh pasien dengan rentang usia antara 26-48
tahun. Studi Halioua dkk di Paris menunjukkan bahwa rata-rata usia pasien
dengan LGV adalah 39,2 tahun. Limfogranuloma venereum akut lebih
sering dilaporkan pada laki-laki daripada wanita dengan rasio 5:1. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena kasus pada wanita bersifat asimptomatis.

Etiologi

Agen etiologi yang terlibat dalam patogenesis LGV adalah C.


trachomatis. C. trachomatis telah diidentifikasi menjadi 15 serovar yaitu
A, B, Ba, C-K, L1-L3. LGV disebabkan oleh C. trachomatis serovar L1-
L3. Serovar L2 dibagi menjadi L2, L2’, L2a dan L2b berdasarkan
perbedaan komponen asam amino. Serovar A-C merupakan penyebab
infeksi okular trakoma. Serovar D-K menyebabkan infeksi urogenital.
Serovar A-K hanya terbatas pada mukosa, sedangkan serovar L1-L3
bersifat lebih invasif.

Pathogenesis

Limfogranuloma venereum merupakan penyakit jaringan limfatik.


C. trachomatis tidak dapat menembus kulit sehat. Organisme ini masuk ke
pembuluh limfatik melalui mikrotrauma pada kulit atau sel epitel membran
mukosa. Kuman patogen menginfeksi kelenjar getah bening dan
menyebabkan limfangitis serta limfadenitis. Prosesnya melibatkan
trombolimfangitis dan
perilimfangitis disertai penyebaran reaksi inflamasi kelenjar getah bening
yang terinfeksi menuju ke jaringan sekitar

Limfangitis ditandai adanya proliferasi sel endotel yang menyebabkan


pembesaran kelenjar getah bening dan pembentukan area nekrosis. Area
nekrosis menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan membentuk
stelate absceses berbentuk segitiga atau segiempat yang dikelilingi oleh sel
epiteloid, makrofag dan giant cell. Abses dapat bergabung dan pecah
spontan membentuk fistula atau saluran sinus. Pada proses inflamasi
terjadi penyembuhan dengan fibrosis setelah beberapa minggu atau bulan.
Pembentukan fibrosis akan menghancurkan struktur normal dari kelenjar
getah bening dan menghalangi aliran limfe.
Proses patologi pada LGV bersifat lokal pada satu atau dua kelenjar getah
bening, namun organisme ini dapat menyebar secara sistemik di pembuluh
darah dan mencapai sistem saraf pusat. Imunitas host, persistensi bakteri di
jaringan atau infeksi berulang yang diakibatkan serovar serupa atau
serovar yang terkait C. trachomatis berperan penting dalam perkembangan
sistemik penyakit ini.

Manifestasi Klinis

LGV adalah penyakit sistematik primer menyerang system limfatik,


dengan manisfestasi klinis dapat akut, subakut atau kronik, dengan komplikasi pada
stadium lanjut. Masa tunas penyakit ini adalah 1-4 minggu. Gejala konstitusi timbul
sebelum penyakitnya mulai dan biasanya menetapselam sindrom inguinal. Gejala
tersebut berupa malese, nyeri kepala, artralgia, anoreksia, nausea dan demam. Terdapat
perbedaan gambaran klinis pada pria dan dan wanita. Pada wanita jarang didapatkan lesi
primer genital dan bubo inguinal.

Gambaran klinis LGV secara umum dapat dibagi dalam 2 stadium, yaitu :

1. Stadium dini, yang terdiri atas :


a. Lesi primer genital
b. Sindrom inguinal
2. Stadium lanjut, dapat berupa :
a. Elefantiasis/Sindrom genital (esthiomene)
b. Sindrom ano-rektal
Waktu terjadinya lesi primer hingga sindrom inguinal 3-6 minggu,sedangkan
dari bentuk dini hingga bentuk lanjut yaitu selam satu tahunhingga beberapa tahun.
1. Stadium Dini

a. Lesi primer genital

Lesi primer berbentuk tak khas dan tak nyeri, dapat juga berupa erosi,
papul miliar, vesikel, pustul, dan ulkus yang tidak nyeri. Umumnya soliter
dan cepat hilang karena itu penderita biasanya tidak datang berobat pada
saat ini, tetapi pada waktu terjadi sindrom inguinal. Lokasi lesi primer
LGV pada laki-laki paling sering di sulkus koronarius, frenulum,
preputium, penis, glans penis, skrotum sedangkan pada wanita di dinding
vagina posterior, fourchette, serviks posterior dan vulva.

b. Sindrom inguinal

Sindrom inguinal merupakan sindrom yang sering di jumpai karena itu akan diuraikan
secara luas. Sindrom tersebut terjadi pada pria, jika afek primernya di genitalia eksterna,
umumnya unilateral,kira-kira 80%. Pada wanita terjadi jika afek primernya pada
genitelia eksterna dan vagina 1/3 bawah. Itulah sebabnya sindrom tersebut lebih sering
terdapat pada pria daripada wanita, karena umumnya lesiprimer pada wanita terletak di
tempat yang lebih dalam, yakni di vagina 2/3 atas dan serviks. Jika lesi primer terletak
pada tempat tersebut,maka yang mengalami peradangan bukan kelenjar inguinal
medial,tetapi kelenjar Gerota.
Pada sindrom ini yang terserang ialah kelenjar getah bening inguinal medial,
karena kelenjar tersebut merupakan kelnjar regional bagi genitalia eksterna. Kelenjar
yang dikenal ialah beberapa dan dapat diketahui karena permukaannya berbenjol-benjol,
kemudian akan berkonfluensi. Karena LGV merupakn penyakit subakut, maka kelima
tanda radang akut terdapat pada dolor, rubor, tumor, kalor dan fungsio lesa. Selain
limfadenitis terjadi pulaperiadenitis yang menyebabkan perlekatan dengan
jaringansekitarnya. Kemudian terjadi perlunakan yang tidak serentak,
yangmengakibatkan konsistensinya menjadi bermacam-macam, yaknikeras, kenyal dan
lunak (abses). Perlunakan biasanya di tengah,dapat terjadi abses dan fistel yang multiple.
Sering terlihat pula 2 atau 3 kelompok kelenjar yang berdekatan dan memanjang seperti
sosis di bagian proksimal dan distal ligamentum Pouparti dan dipisahkan oleh lekuk
(sulkus). Gejala tersebut oleh Green blatt disebut stigma of groove. Pada stadium
lanjut terjadi penjalaran ke kelenjar getah bening di fosa iliaka dan dinamai bubo
bertingkat (etage bubonen), kadang-kadang dapat pula ke kelenjar di fosa
femoralis. Ada kalanya terdapat limfangitis yang tampak sebagai tali yang keras dan
bubonuli.

Biasanya terjadi beberapa hari sampai beberapa minggusetelah lesi primer


menghilang. Pada 2/3 kasus terjadi limfadenitisinguinal yang unilateral. Dimulai sebagai
suatu masa, agak sakitmenetap 1-2 minggu. Masa inkubasi untuk gejala ini berkisar 10-
30 hari, tapi mungkinlebih lambat 4-6 bulan setelah infeksi.

2. Stadium Lanjut
a. Sindrom Genital
Jika sindrom inguinal tidak diobati, maka terjadi fibrosis pada kelenjar inguinal medial,
sehingga aliran getah bening terbendung serta terjadi edema dan elefantiasis. Elefantiasis
tersebut dapat berifat vegetative, dapat terbentuk fistel-fistel dan ulkus-ulkus.
Pada laki-laki, elephantiasis terdapat di penis dan skrotum, sedangkan pada perempuan
di labia dan klitoris, disebut estiomen. Jika meluas terbentuk elefantiasis genitor-
anorektalis dan disebut sindrom Jersilid.
b. Sindrom ano-rektal
Sindrom tersebut dapat terjadi pada laki-laki yang melakukan kontak seksual anogenital
dengan laki-laki (MSM atau LSL). Pada perempuan hal yang sama dapat terjadi dengan
dua cara. Pertama, jika kontak seksual secara anogenital. Kedua, jika lesi primer terdapat
pada vagina 2/3 atas atau serviks, sehingga terjadi penjalaran ke kelenjar perirektal
(kelenjar Gerota) yang terletak antara uterus dan rectum. Pembesaran kelenjar tersebut
hanya dapat diketahui dengan palpasi secara bimanual. Proses berikutnya hampir sama
dengan sindrom inguinal, yakni terjadi limfadenitis dan periadenitis, lalu mengalami
perlukan hingga terbentuk abses. Kemudian abses memecah sehingga meyebebkan
gejala keluarnya darah dan pus pada waktu defekasi, kemudian terbentuk fistel. Abses –
abses dan fistel-fistel dapat berlokasi di perianal dan perirektal.
Selanjutnya muara fistel meluas menjadi ulkus, yang kemudian menyembuh dan
menjadi sikatriks, terjadilah retraksi hingga mengakibatkan striktura rektil. Keluhannya
ialah obstipasi, tinja kecil-kecil disertai disertai perdarahan waktu defekasi. Akibat lain
ialah terkadi proktitis yang menyebabkan gejala tenesmus dan keluarnya darah dan pus
dari rectum. Kecuali kelenjar Gerota, dapat pula terjadi penjalaran ke kelenjar iliaka dan
hipogastrika.

Pemeriksaan Penunjang
Pemerikasaan gambaran darah tepi biasanya lekosit normal, sedangkan LED
meninggi. Peninggian ini menunjukkan keaktifan penyakit, jadi tidak khas untuk L.G.V.
Sering terjadi hiperproteinemia berupa peninggian globulin, albumin nomrmal atau
menurun, sehingga perbandingan albumin-globulin menjadi terbalik. Imunoglobulin
yang meninggi ialah IgA.
 Pemeriksaan NAAT
Pengambilan swabspesimen dengan dakron, dapat dialmbil dari bahan usap anus,
aspirasi lesi nodus atau drainase dari pus yang keluar dari lesi.
 Tes ikatan komplemen
Tes serologis untuk Chalmydia trachomatis, terus dikembangkan. Tes tersebut lebih
peka dan lebih dapat dipercaya deripada tes frei dan lebih cepat menjadi positif yakni
setelah sebulan.
 Tes Frei
Dari pus penderita L.G.V. yang mengalami abses yang belum memecah, kemudian
dilarutkan dalam garam faal dan dilakukan pasteurisasi.
Melakukan pemeriksaan sigmoidoskopi dan kolonoskopi kadang-kadang diperlukan.
Ditemukan duh mukopurulen, eritema yang meluas dan mukosa rektum yang rapuh
dengan gambaran yang khas untuk LGV.
Tata Laksana
 Doksisiklin 2x100 mg, peroral selama 21 hari
 Erytromisin base 4x500 mg, peroral selama 21 hari
 Azitromisin 1x500 mg, per oral selama 3 minggu
Melakukan insisi dan aspirasi diindikasikan pada bubo dengan fluktuasi yang jelas. Pada
sindrom inguinal dianjurkan pula untuk beristirahat di tempat tidur. Pengobatan topical
berupa kompres terbuka jika abses telah memecah. Insisi dan aspirasi dapat dilakukan
pada pengobatan L.G.V. mitra seksual juga harus diobati.
7. Perspektif Islam
Q.S Al-Isra’/17:32

“ Dan jangan lah kamu mendekati zina; ( zina ) itu sungguh suatu perbuatan
keji, dan suatu jalan yang buruk..”
DAFTAR PUSTAKA

1. Tuti Amalia. 2017. Faktor-faktor Infeksi Menular Seksual.


Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
2. Holmes KX, Sparling PF, Stam WE, Piot P, Wasserheit J, Corey L,
et al. 2008. In: Sexually Transmitted Disease 4rd. New York:
McGraw Hill. p661 –84
3. Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi. Jakarta: EGC
4. Bonica’s , 2001, Management of Pain. Lippincott William &
Wilkins Philadelphia, pp 3-16
5. Shaluhiyah. Zahroh, dkk. 2007. Social Learning Theory in Youth
Sexual Behaviour Study in Central Java. Jurnal Promosi Kesehatan
In- donesia. Edisi Januari 2007. Magister Promosi Kesehatan
Universitas Diponegoro. Semarang.
6. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Nasional Penanganan Infeksi
Menular Seksual. Kementrian Kesehatan RI. 2012
7. Holmes KK, Mardh PA, Sparling PF, Wiesner PJ. Sexually
Transmitted Diseases, Mc Graw Hill, First Edition, 627 – 640.
8. Standarisasi Diagnostik dan Penatalaksanaan Beberapa Penyakit
Menular Seksual (PMS), FKUI, 147 – 154.
9. Buku Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Tahun 2018. Hal
455 – 470. Jakarta : EGC
10. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Nasional Penanganan Infeksi
Menular Seksual. Kementrian Kesehatan RI. 2012
11. Word Health Organization. Guidelines Management of Syphilis.
2014
12. Judanarso, Jubianto. 2002. Ulkus Mole. Dalam: Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin edisi ketigahal. 396-400. FK UI,
Jakarta.
13. Djuanda, Adhi, Hanny Nilasari. 2016. Limfogranuloma Venereum. Dalam :
Menaldi, Sri Linuwih, dkk editor. Buku Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
7. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta.
14. Maharani, Made Kusuma Dewi. 2016. Limfogranuloma Venereum. Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana : Denpasar

Anda mungkin juga menyukai