Anda di halaman 1dari 15

PERAN PERAWAT DALAM PENERAPAN

PATIENT SAFETY
Keselamatan Pasien (Patient Safety) merupakan isu global dan nasional bagi
rumah sakit, komponen penting dari mutu layanan kesehatan, prinsip dasar dari pelayanan pasien dan komponen kritis dari
manajemen mutu (WHO, 2004). Patient safety atau keselamatan pasien merupakan sebuah sistem yang dijumpai di rumah sakit
dimana rumah sakit membuat suatu asuhan yang bertujuan untuk membuat pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang
disebabkan oleh kesalahan yang tidak diharapkan terjadi. Sistem tersebut meliputi pengenalan risiko, identifikasi dan pengelolaan hal
yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan
implementasi solusi untuk meminimalkan resiko (Depkes 2008). Tujuan dari patient safety yaitu terciptanya budaya keselamatan
pasien dirumah sakit atau di pelayanan kesehatan dan terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
kejadian tidak diharapkan.

Standar keselamatan pasien terdiri dari tujuh standar yaitu hak pasien, mendidik pasien dan keluarga, keselamatan pasien dan
kesinambungan pelayanan, penggunaan metode-metode peningkatan kinerja, untuk melakukan evaluasi dan meningkatkan
keselamatan pasien, peran kepemimpinan dalam program peningkatan keselamatan pasien, mendidik staf tentang keselamatan pasien
dan komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) juga telah menegaskan pentingnya keselamatan dalam pelayanan kepada pasien: Safety
is a fundamental priciple of patient care and a critical component of quality management (WHO, 2004). Namun seringkali perawat
tidak menjalankan tugasnya dengan baik. Pasien mempunyai hak mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik agar merasa aman,
nyaman, dan percaya terhadap kinerja kesehatan. Seperti halnya saya pernah menjumpai seorang perawat yang tidak sabar dalam
melayani pasiennya. Seharusnya perawat tersebut lebih sabar dalam melayani pasien agar pasien merasa nyaman dan lekas sembuh.

Daftar Pustaka

Depkes R.I., 2008. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta

World Health Organitation Collaborating Centre for Patient Safety Solutions.2007.Patient


SafetySolutionsPreamble.www.who.int/entity/patientsafety/solutions/patientsafety/preamble.pdf.Diunduh 7 April 2013.

Peran Perawat dalam Penerapan Patient Safety di Rumah Sakit

Nadya Gita Puspita


I1B015002 (Kelompok 2)- Keperawatan UNSOED 2015
TUGAS 1B Blok Safety and Comfort

Menurut Depkes (2008), Patient Safety (Keselamatan Pasien) merupakan suatu sistem dimana rumah sakit atau pelayanan
kesehatan membuat asuhan pasien menjadi lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan.

Tujuan dilakukannya kegiatan Patient Safety di rumah sakit adalah untuk menciptakan budaya keselamatan pasien di rumah sakit,
meningkatkan akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat, menurunkan KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) di rumah
sakit, terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan (Kuntoro, 2010).

Dari definisi inilah, kita dapat mengetahui peran perawat dalam mewujudkan patient safety di rumah sakit yaitu:

1. Sebagai pemberi pelayanan keperawatan, perawat mematuhi standar pelayanan dan SOP yang telah ditetapkan
2. Menerapkan komunikasi yang baik terhadap pasien dan keluarganya
3. Peka, proaktif dan melakukan penyelesaian masalah terhadap kejadian tidak diharapkan (KTD)
4. Serta mendokumentasikan dengan benar semua asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dan keluarga
5. Menerapkan prinsip-prinsip etik dalam pemberian pelayanan keperawatan
6. Memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarga tentang asuhan yang diberikan
7. Menerapkan kerjasama tim kesehatan yang handal dalam pemberian pelayanan kesehatan
Selain itu, perawat juga berperan untuk memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang kemungkinan terjadinya resiko,
melaporkan terjadinya KTD, meningkatkan komunikasi dengan pasien dan tenaga kesehatan professional lainnya, berperan aktif
dalam melakukan pengkajian terhadap keamanan dan kualitas pelayanan dan membantu pengukuran terhadap peningkatan patient
safety (Choo, 2010).

Sebagai contoh yaitu peran perawat dalam penggunaan peralatan dan teknologi dalam meningkatkan patient safety
- Fungsional: perawat harus mengidentifikasi penggunaan alat dan desain dari alat. Perkembangan kecanggihan alat sangat cepat
sehingga diperlukan pelatihan untuk mengoperasikan alat secara tepat dan benar.
- Keamanan: alat- alat yang digunakan juga harus didesain penggunaannya sehingga dapat meningkatkan keselamatan pasien
Idealnya peran perawat yaitu untuk menjaga keselamatan pasien. Keselamatan pasien merupakan hak pasien. Namun, masih banyak
perawat yang melakukan kinerja tidak sesuai dengan peraturan, seperti halnya pemasangan infus pada pasien, jarum infus yang
digunakan idealnya maksimal 2x dan memiliki standar penyuntikan atau pemasangan jarum infus dengan benar, tetapi realitanya
banyak kasus yang terjadi jarum infus digunakan berulang kali dengan tata cara yang tidak baik atau sering melakukan kesalahan,
sehingga pasien merasa nyeri dan pada bekas suntik infus menjadi berwarna gelap. Kejadian tersebut membuat pasien merasa takut
dan trauma akan hal tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2008. Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI.

Choo, J. Hutchinson, A., & Bucknall, T. 2010. Nurses Role in Medication Safety. Journal of Nursing Management. Vol.18/ No.5. Dikutip
dari http://web.ebsohost.com/ehost/detail?vid=8&h

Kuntoro, Agus. 2010. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

PATIENT SAFETY (KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT)


Posted: Januari 7, 2011 in Uncategorized
4

80 Votes

Oleh

Rhudy Marseno*

*Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

1. LATAR BELAKANG PATIENT SAFETY

Hampir setiap tindakan medic menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien
dan staf Rumah Sakit yang cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut
Institute of Medicine (1999), medical error didefinisikan sebagai: The failure of a planned action to be completed as intended (i.e.,
error of execusion) or the use of a wrong plan to achieve an aim (i.e., error of planning). Artinya kesalahan medis didefinisikan
sebagai: suatu Kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu., kesalahan
tindakan) atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (yaitu., kesalahan perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam
proses asuhan medis ini akan mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse
Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).

Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena
keberuntungan (misalnya,pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan
overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan), dan peringanan (suatu obat
dengan overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya).

Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan
pada pasien karena suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan
karena underlying disease atau kondisi pasien.

Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic seperti kesalahan atau keterlambatan diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan
yang sesuai, menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil pemeriksaan atau observasi;
tahap pengobatan seperti kesalahan pada prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi, metode penggunaan obat, dan keterlambatan
merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak layak; tahap preventive seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta monitor dan
follow up yang tidak adekuat; atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan berkomunikasi, kegagalan alat atau system yang lain.

Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan kesehatan mencerminkan fenomena gunung es, karena yang
terdeteksi umumnya adalah adverse event yang ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian besar yang lain cenderung tidak dilaporkan,
tidak dicatat, atau justru luput dari perhatian kita semua.

Pada November 1999, the American Hospital Asosiation (AHA) Board of Trustees mengidentifikasikan bahwa keselamatan dan
keamanan pasien (patient safety) merupakan sebuah prioritas strategik. Mereka juga menetapkan capaian-capaian peningkatan yang
terukur untuk medication safety sebagai target utamanya. Tahun 2000, Institute of Medicine, Amerika Serikat dalam TO ERR IS
HUMAN, Building a Safer Health System melaporkan bahwa dalam pelayanan pasien rawat inap di rumah sakit ada sekitar 3-16%
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD/Adverse Event). Menindaklanjuti penemuan ini, tahun 2004, WHO mencanangkan World Alliance
for Patient Safety, program bersama dengan berbagai negara untuk meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit.

Di Indonesia, telah dikeluarkan pula Kepmen nomor 496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang
tujuan utamanya adalah untuk tercapainya pelayanan medis prima di rumah sakit yang jauh dari medical error dan memberikan
keselamatan bagi pasien. Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia(PERSI) yang berinisiatif
melakukan pertemuan dan mengajak semua stakeholder rumah sakit untuk lebih memperhatian keselamatan pasien di rumah sakit.

Mempertimbangkan betapa pentingnya misi rumah sakit untuk mampu memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik terhadap pasien
mengharuskan rumah sakit untuk berusaha mengurangi medical error sebagai bagian dari penghargaannya terhadap kemanusiaan,
maka dikembangkan system Patient Safety yang dirancang mampu menjawab permasalahan yang ada.

2. PENGERTIAN PATIENT SAFETY

Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu system yang membuat asuhan pasien di rumah sakit menjadi lebih aman.

Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil.

3. TUJUAN PATIENT SAFETY

Tujuan Patient safety adalah

1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di RS

2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit thdp pasien dan masyarakat;

3. Menurunnya KTD di RS

4. Terlaksananya program-program pencegahan shg tidak terjadi pengulangan KTD.

4. LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN PATIENT SAFETY

Pelaksanaan Patient safety meliputi

1. Sembilan solusi keselamatan Pasien di RS (WHO Collaborating Centre for Patient Safety, 2 May 2007), yaitu:

1) Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike medication names)

2) Pastikan identifikasi pasien

3) Komunikasi secara benar saat serah terima pasien

4) Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar

5) Kendalikan cairan elektrolit pekat

6) Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan

7) Hindari salah kateter dan salah sambung slang

8) Gunakan alat injeksi sekali pakai

9) Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.

2. Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada Hospital Patient Safety Standards yang dikeluarkan oleh Joint
Commision on Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun 2002),yaitu:

1. Hak pasien

Standarnya adalah

Pasien & keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana & hasil pelayanan termasuk kemungkinan
terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan).

Kriterianya adalah

1) Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan

2) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan

3) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas dan benar kepada pasien dan keluarga tentang
rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya KTD

2. Mendidik pasien dan keluarga


Standarnya adalah

RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.

Kriterianya adalah:

Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dgn keterlibatan pasien adalah partner dalam proses pelayanan. Karena
itu, di RS harus ada system dan mekanisme mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam
asuhan pasien.Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien & keluarga dapat:

1) Memberikan info yg benar, jelas, lengkap dan jujur

2) Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab

3) Mengajukan pertanyaan untuk hal yg tdk dimengerti

4) Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan

5) Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS

6) Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa

7) Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati

3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan

Standarnya adalah

RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.

Kriterianya adalah:

1) koordinasi pelayanan secara menyeluruh

2) koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya

3) koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi

4) komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan

4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien

Standarnya adalah

RS harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yg ada, memonitor & mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis secara intensif KTD, & melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta KP.

Kriterianya adalah

1) Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik, sesuai dengan Tujuh Langkah Menuju
Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

2) Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja

3) Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif

4) Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis

5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

Standarnya adalah

1) Pimpinan dorong & jamin implementasi progr KP melalui penerapan 7 Langkah Menuju KP RS .

2) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko KP & program mengurangi KTD.

3) Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit & individu berkaitan dengan pengambilan keputusan
tentang KP

4) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yg adekuat utk mengukur, mengkaji, & meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan KP.

5) Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinyadalam meningkatkan kinerja RS & KP.

Kriterianya adalah

1) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.


2) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan insiden,

3) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi

4) Tersedia prosedur cepat-tanggap terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko
pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.

5) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden,

6) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden

7) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar pengelola pelayanan

8) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan

9) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan
kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien

6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien

Standarnya adalah

1) RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan KP secara jelas.

2) RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan & memelihara kompetensi staf serta
mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.

Kriterianya adalah

1) memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien

2) mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang
pelaporan insiden.

3) menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif
dalam rangka melayani pasien.

7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.

Standarnya adalah

1) RS merencanakan & mendesain proses manajemen informasi KP untuk memenuhi kebutuhan informasi internal & eksternal.

2) Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat.

Kriterianya adalah

1) disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-
hal terkait dengan keselamatan pasien.

2) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada

3. Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS (berdasarkan KKP-RS No.001-VIII-2005) sebagai panduan bagi staf Rumah
Sakit

1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, ciptakan kepemimpinan & budaya yang terbuka dan adil

Bagi Rumah sakit:

Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah kumpul fakta, dukungan kepada staf, pasien, keluarga
Kebijakan: peran & akuntabilitas individual pada insiden
Tumbuhkan budaya pelaporan & belajar dari insiden
Lakukan asesmen dg menggunakan survei penilaian KP

Bagi Tim:

Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insiden
Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/solusi yg tepat

2. Pimpin dan dukung staf anda, bangunlah komitmen &focus yang kuat & jelas tentang KP di RS anda

Bagi Rumah Sakit:

Ada anggota Direksi yg bertanggung jawab atas KP


Di bagian-2 ada orang yg dpt menjadi Penggerak (champion) KP
Prioritaskan KP dlm agenda rapat Direksi/Manajemen
Masukkan KP dlm semua program latihan staf

Bagi Tim:

Ada penggerak dlm tim utk memimpin Gerakan KP


Jelaskan relevansi & pentingnya, serta manfaat gerakan KP
Tumbuhkan sikap ksatria yg menghargai pelaporan insiden

3. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, kembangkan sistem & proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi & asesmen
hal yg potensial brmasalah

Bagi Rumah Sakit:

Struktur & proses mjmn risiko klinis & non klinis, mencakup KP
Kembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko
Gunakan informasi dr sistem pelaporan insiden & asesmen risiko & tingkatkan kepedulian thdp pasien

Bagi Tim:

Diskusi isu KP dlm forum2, utk umpan balik kpd mjmn terkait
Penilaian risiko pd individu pasien
Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko, & langkah memperkecil risiko tsb

4. Kembangkan sistem pelaporan, pastikan staf Anda agar dg mudah dpt melaporkan kejadian/insiden serta RS mengatur
pelaporan kpd KKP-RS

Bagi Rumah sakit:

Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden, ke dlm maupun ke luar yg hrs dilaporkan ke KKPRS PERSI

Bagi Tim:

Dorong anggota utk melaporkan setiap insiden & insiden yg telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, sbg bahan pelajaran yg
penting

5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, kembangkan cara-cara komunikasi yg terbuka dg pasien

Bagi Rumah Sakit

Kebijakan : komunikasi terbuka ttg insiden dg pasien & keluarga


Pasien & keluarga mendpt informasi bila terjadi insiden
Dukungan,pelatihan & dorongan semangat kpd staf agar selalu terbuka kpd pasien & kel. (dlm seluruh proses asuhan pasien

Bagi Tim:

Hargai & dukung keterlibatan pasien & kel. bila tlh terjadi insiden
Prioritaskan pemberitahuan kpd pasien & kel. bila terjadi insiden
Segera stlh kejadian, tunjukkan empati kpd pasien & kel.

6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan pasien, dorong staf anda utk melakukan analisis akar masalah utk belajar
bagaimana & mengapa kejadian itu timbul

Bagi Rumah Sakit:

Staf terlatih mengkaji insiden scr tepat, mengidentifikasi sebab


Kebijakan: kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis/RCA) atau Failure Modes & Effects Analysis
(FMEA) atau metoda analisis lain, mencakup semua insiden & minimum 1 x per tahun utk proses risiko tinggi

Bagi Tim:

Diskusikan dlm tim pengalaman dari hasil analisis insiden


Identifikasi bgn lain yg mungkin terkena dampak & bagi pengalaman tersebut

7. Cegah cedera melalui implementasi system Keselamatan pasien, Gunakan informasi yg ada ttg kejadian/masalah utk melakukan
perubahan pd sistem pelayanan

Bagi Rumah Sakit:

Tentukan solusi dg informasi dr sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, audit serta analisis
Solusi mencakup penjabaran ulang sistem, penyesuaian pelatihan staf & kegiatan klinis, penggunaan instrumen yg menjamin
KP
Asesmen risiko utk setiap perubahan
Sosialisasikan solusi yg dikembangkan oleh KKPRS-PERSI
Umpan balik kpd staf ttg setiap tindakan yg diambil atas insiden

Bagi Tim:
Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih aman
Telaah perubahan yg dibuat tim & pastikan pelaksanaannya
Umpan balik atas setiap tindak lanjut ttg insiden yg dilaporkan

LANGKAH LANGKAH KEGIATAN PELAKSANAAN PATIENT SAFETY ADALAH

a. Di Rumah Sakit

1. Rumah sakit agar membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit, dengan susunan organisasi sebagai berikut: Ketua: dokter,
Anggota: dokter, dokter gigi, perawat, tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya.

2. Rumah sakit agar mengembangkan sistem informasi pencatatan dan pelaporan internal tentang insiden

3. Rumah sakit agar melakukan pelaporan insiden ke Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) secara rahasia

4. Rumah Sakit agar memenuhi standar keselamatan pasien rumah sakit dan menerapkan tujuh langkah menuju keselamatan pasien
rumah sakit.

5. Rumah sakit pendidikan mengembangkan standar pelayanan medis berdasarkan hasil dari analisis akar masalah dan sebagai
tempat pelatihan standar-standar yang baru dikembangkan.

b. Di Provinsi/Kabupaten/Kota

1. Melakukan advokasi program keselamatan pasien ke rumah sakit-rumah sakit di wilayahnya

2. Melakukan advokasi ke pemerintah daerah agar tersedianya dukungan anggaran terkait dengan program keselamatan pasien
rumah sakit.

3. Melakukan pembinaan pelaksanaan program keselamatan pasien rumah sakit

c. Di Pusat

1. Membentuk komite keselamatan pasien Rumah Sakit dibawah Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia

2. Menyusun panduan nasional tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit

3. Melakukan sosialisasi dan advokasi program keselamatan pasien ke Dinas Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota, PERSI Daerah
dan rumah sakit pendidikan dengan jejaring pendidikan.

4. Mengembangkan laboratorium uji coba program keselamatanpasien.

Selain itu, menurut Hasting G, 2006, ada delapan langkah yang bisa dilakukan untuk mengembangkan budaya Patient safety ini

1. Put the focus back on safety

Setiap staf yang bekerja di RS pasti ingin memberikan yang terbaik dan teraman untuk pasien. Tetapi supaya keselamatan pasien ini
bisa dikembangkan dan semua staf merasa mendapatkan dukungan, patient safety ini harus menjadi prioritas strategis dari rumah sakit
atau unit pelayanan kesehatan lainnya. Empat CEO RS yang terlibat dalam safer patient initiatives di Inggris mengatakan bahwa
tanggung jawab untuk keselamatan pasien tidak bisa didelegasikan dan mereka memegang peran kunci dalam membangun dan
mempertahankan fokus patient safety di dalam RS.

2. Think small and make the right thing easy to do

Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien mungkin membutuhkan langkah-langkah yang agak kompleks. Tetapi
dengan memecah kompleksitas ini dan membuat langkah-langkah yang lebih mudah mungkin akan memberikan peningkatan yang
lebih nyata.

3. Encourage open reporting

Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah adalah pengalaman yang berharga. Koordinator patient safety dan manajer
RS harus membuat budaya yang mendorong pelaporan. Mencatat tindakan-tindakan yang membahayakan pasien sama pentingnya
dengan mencatat tindakan-tindakan yang menyelamatkan pasien. Diskusi terbuka mengenai insiden-insiden yang terjadi bisa menjadi
pembelajaran bagi semua staf.

4. Make data capture a priority

Dibutuhkan sistem pencatatan data yang lebih baik untuk mempelajari dan mengikuti perkembangan kualitas dari waktu ke waktu.
Misalnya saja data mortalitas. Dengan perubahan data mortalitas dari tahun ke tahun, klinisi dan manajer bisa melihat bagaimana
manfaat dari penerapan patient safety.

5. Use systems-wide approaches


Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab individual. Pengembangan hanya bisa terjadi jika ada sistem pendukung yang
adekuat. Staf juga harus dilatih dan didorong untuk melakukan peningkatan kualitas pelayanan dan keselamatan terhadap pasien.
Tetapi jika pendekatan patient safety tidak diintegrasikan secara utuh kedalam sistem yang berlaku di RS, maka peningkatan yang
terjadi hanya akan bersifat sementara.

6. Build implementation knowledge

Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untuk mengembangkan metodologi, sistem berfikir, dan implementasi program.
Pemimpin sebagai pengarah jalannya program disini memegang peranan kunci. Di Inggris, pengembangan mutu pelayanan kesehatan
dan keselamatan pasien sudah dimasukkan ke dalam kurikulum kedokteran dan keperawatan, sehingga diharapkan sesudah lulus
kedua hal ini sudah menjadi bagian dalam budaya kerja.

7. Involve patients in safety efforts

Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient safety terbukti dapat memberikan pengaruh yang positif. Perannya saat ini mungkin
masih kecil, tetapi akan terus berkembang. Dimasukkannya perwakilan masyarakat umum dalam komite keselamatan pasien adalah
salah satu bentuk kontribusi aktif dari masyarakat (pasien). Secara sederhana pasien bisa diarahkan untuk menjawab ketiga pertanyaan
berikut: apa masalahnya? Apa yang bisa kubantu? Apa yang tidak boleh kukerjakan?

8. Develop top-class patient safety leaders

Prioritisasi keselamatan pasien, pembangunan sistem untuk pengumpulan data-data berkualitas tinggi, mendorong budaya tidak saling
menyalahkan, memotivasi staf, dan melibatkan pasien dalam lingkungan kerja bukanlah sesuatu hal yang bisa tercapai dalam
semalam. Diperlukan kepemimpinan yang kuat, tim yang kompak, serta dedikasi dan komitmen yang tinggi untuk tercapainya tujuan
pengembangan budaya patient safety. Seringkali RS harus bekerja dengan konsultan leadership untuk mengembangkan kerjasama tim
dan keterampilan komunikasi staf. Dengan kepemimpinan yang baik, masing-masing anggota tim dengan berbagai peran yang
berbeda bisa saling melengkapi dengan anggota tim lainnya melalui kolaborasi yang erat.

5. ASPEK HUKUM TERHADAP PATIENT SAFETY

Aspek hukum terhadap patient safety atau keselamatan pasien adalah sebagai berikut

UU Tentang Kesehatan & UU Tentang Rumah Sakit

1. Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum

a. Pasal 53 (3) UU No.36/2009

Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus mendahulukan keselamatan nyawa pasien.

b. Pasal 32n UU No.44/2009

Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit.

c. Pasal 58 UU No.36/2009

1) Setiap orang berhak menuntut G.R terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan
kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam Pelkes yang diterimanya.

2) ..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang
dalam keadaan darurat.

2. Tanggung jawab Hukum Rumah sakit

a. Pasal 29b UU No.44/2009

Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai
dengan standar pelayanan Rumah Sakit.

b. Pasal 46 UU No.44/2009

Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga
kesehatan di RS.

c. Pasal 45 (2) UU No.44/2009

Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia.

3. Bukan tanggung jawab Rumah Sakit

Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit


Rumah Sakit Tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan
yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang kompresehensif.

4. Hak Pasien

a. Pasal 32d UU No.44/2009

Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional

b. Pasal 32e UU No.44/2009

Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi

c. Pasal 32j UU No.44/2009

Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis
terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan

d. Pasal 32q UU No.44/2009

Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang
tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana

5. Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien

Pasal 43 UU No.44/2009

1) RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien

2) Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam
rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.

3) RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri

4) Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditujukan untuk mengoreksi system dalam rangka
meningkatkan keselamatan pasien.

Pemerintah bertanggung jawab mengeluarkan kebijakan tentang keselamatan pasien. Keselamatan pasien yang dimaksud adalah suatu
system dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. System tersebut meliputi:

a. Assessment risiko

b. Identifikasi dan pengelolaan yang terkait resiko pasien

c. Pelaporan dan analisis insiden

d. Kemampuan belajar dari insiden

e. Tindak lanjut dan implementasi solusi meminimalkan resiko

6. MANAJEMEN PATIENT SAFETY

Pelaksanaan Patient Safety ini dilakukan dengan system Pencacatan dan Pelaporan serta Monitoring san Evaluasi

7. SISTEM PENCACATAN DAN PELAPORAN PADA PATIENT SAFETY

a. Di Rumah Sakit

1. Setiap unit kerja di rumah sakit mencatat semua kejadian terkait dengan keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian
Tidak Diharapkan dan Kejadian Sentinel) pada formulir yang sudah disediakan oleh rumah sakit.

2. Setiap unit kerja di rumah sakit melaporkan semua kejadian terkait dengan keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera,
Kejadian Tidak Diharapkan dan Kejadian Sentinel) kepada Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit pada formulir yang sudah
disediakan oleh rumah sakit.

3. Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit menganalisis akar penyebab masalah semua kejadian yang dilaporkan oleh unit kerja
4. Berdasarkan hasil analisis akar masalah maka Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit merekomendasikan solusi pemecahan dan
mengirimkan hasil solusi pemecahan masalah kepada Pimpinan rumah sakit.

5. Pimpinan rumah sakit melaporkan insiden dan hasil solusi masalah ke Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) setiap
terjadinya insiden dan setelah melakukan analisis akar masalah yang bersifat rahasia.

b. Di Propinsi

Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah menerima produk-produk dari Komite Keselamatan Rumah Sakit

c. Di Pusat

1. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) merekapitulasi laporan dari rumah sakit untuk menjaga kerahasiaannya

2. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan analisis yang telah dilakukan oleh rumah sakit

3. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan analisis laporan insiden bekerjasama dengan rumah sakit
pendidikan dan rumah sakit yang ditunjuk sebagai laboratorium uji coba keselamatan pasien rumah sakit

4. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan sosialisasi hasil analisis dan solusi masalah ke Dinas Kesehatan
Propinsi dan PERSI Daerah, rumah sakit terkait dan rumah sakit lainnya.

8. MONITORING DAN EVALUASI

a. Di Rumah sakit

Pimpinan Rumah sakit melakukan monitoring dan evaluasi pada unit-unit kerja di rumah sakit, terkait dengan pelaksanaan
keselamatan pasien di unit kerja

b. Di propinsi

Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Program Keselamatan Pasien Rumah
Sakit di wilayah kerjanya

c. Di Pusat

1. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Keselamatan Pasien Rumah Sakit di
rumah sakit-rumah sakit

2. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan minimal satu tahan satu kali.

REFERENSI

1. Komalawati, Veronica. (2010) Community&Patient Safety Dalam Perspektif Hukum Kesehatan.

2. Lestari, Trisasi. Knteks Mikro dalam Implementasi Patient Safety: Delapan Langkah Untuk Mengembangkan Budaya Patient
Safety. Buletin IHQN Vol II/Nomor.04/2006 Hal.1-3

3. Pabuti, Aumas. (2011) Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien (KP) Rumah Sakit. Proceedings of expert lecture
of medical student of Block 21st of Andalas University, Indonesia

4. Panduang Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety). 2005

5. Tim keselamatan Pasien RS RSUD Panembahan Senopati. Patient Safety.

6. Yahya, Adib A. (2006) Konsep dan Program Patient Safety. Proceedings of National Convention VI of The Hospital Quality
Hotel Permata Bidakara, Bandung 14-15 November 2006.

7. Yahya, Adib A. (2007) Fraud & Patient Safety. Proceedings of PAMJAKI meeting Kecurangan (Fraud) dalam
Jaminan/Asuransi Kesehatan Hotel Bumi Karsa, Jakarta 13 December 2007.

PASIEN SAFETY

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Gerakan "Patient safety" atau Keselamatan Pasien telah menjadi spirit dalam pelayanan rumah sakit di seluruh dunia. Tidak
hanya rumah sakit di negara maju yang menerapkan Keselamatan Pasien untuk menjamin mutu pelayanan, tetapi juga rumah sakit di
negara berkembang, seperti Indonesia.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan no 1691/2011 tentang Keselamatan
Pasien Rumah Sakit. Peraturan ini menjadi tonggak utama operasionalisasi Keselamatan Pasien di rumah sakit seluruh Indonesia.
Banyak rumah sakit di Indonesia yang telah berupaya membangun dan mengembangkan Keselamatan Pasien, namun upaya tersebut
dilaksanakan berdasarkan pemahaman manajemen terhadap Keselamatan Pasien. Peraturan Menteri ini memberikan panduan bagi
manajemen rumah sakit agar dapat menjalankan spirit Keselamatan Pasien secara utuh.
Menurut PMK 1691/2011, Keselamatan Pasien adalah suatu sistem di rumah sakit yang menjadikan pelayanan kepada pasien
menjadi lebih aman, oleh karena dilaksanakannya: asesmen resiko, identifikasi dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden
dan tindaklanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko dan mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat tindakan medis atau tidak dilakukannya tindakan medis yang seharusnya diambil. Sistem tersebut
merupakan sistem yang seharusnya dilaksanakan secara normatif.
Melihat lengkapnya urutan mekanisme Keselamatan Pasien dalam PMK tersebut, maka, jika diterapkan oleh manajemen rumah
sakit, diharapkan kinerja pelayanan klinis rumah sakit dapat meningkat serta hal-hal yang merugikan pasien (medical error, nursing
error, dan lainnya) dapat dikurangi semaksimal mungkin. Dari uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengungkap lebih dalam
tentang Penerapan Patient safetySerta Manajemen Komplain di Bangsal Arraudah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Menganalisis penerapan patient safetyserta manajeman komplain di Bangsal Arraudah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
2. Tujuan Khusus
a. Mencari faktor yang dapat mempengaruhi penerapan patient safetydi Bangsal Arraudah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
b. Membandingkan antara teori patient safetydan pelaksanaannya di Bangsal Arraudah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
c. Menganalisis pelaksanaan patient safetydi Bangsal Arraudah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
d. Membuat rencana perbaikan pelaksanaan patient safetydi pelaksanaannya di Bangsal Arraudah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Patient safety;;
Menurut Supari tahun 2005, patient safety adalah bebas dair cidera aksidental atau menghindarkan cidera pada pasien akibat
perawatan medis dan kesalahan pengobatan.
Patient safety (keselamatan pasien) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Hal
ini termasuk : assesment resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insident dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko.
Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang di sebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya dilakukan (DepKes RI, 2006).
Menurut Kohn, Corrigan & Donaldson tahun 2000, patient safety adalah tidak adanya kesalahan atau bebas dari cedera karena
kecelakaan. Keselamatan pasien (patient safety;;) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman,
mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko
pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan
resiko. Meliputi: assessment risiko, identifikasi dan pengelolaan hal berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko

B. Tujuan Sistem Patient safety;;


Tujuan Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah:
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya KTD di Rumah Sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi penanggulangan KTD
Sedangkan tujuan keselamatan pasien secara internasional adalah:
1. Identify patients correctly (mengidentifikasi pasien secara benar)
2. Improve effective communication (meningkatkan komunikasi yang efektif)
3. Improve the safety of high-alert medications (meningkatkan keamanan dari pengobatan resiko tinggi)
4. Eliminate wrong-site, wrong-patient, wrong procedure surgery (mengeliminasi kesalahan penempatan, kesalahan pengenalan pasien,
kesalahan prosedur operasi)
5. Reduce the risk of health care-associated infections (mengurangi risiko infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan)
6. Reduce the risk of patient harm from falls (mengurangi risiko pasien terluka karena jatuh)
C. Urgensi Patient safety;;
Tujuan utama rumah sakit adalah merawat pasien yang sakit dengan tujuan agar pasien segera sembuh dari sakitnya dan sehat
kembali, sehingga tidak dapat ditoleransi bila dalam perawatan di rumah sakit pasien menjadi lebih menderita akibat dari terjadinya
risiko yang sebenarnya dapat dicegah, dengan kata lain pasien harus dijaga keselamatannya dari akibat yang timbul karena error. Bila
program keselamatan pasien tidak dilakukan akan berdampak pada terjadinya tuntutan sehingga meningkatkan biaya urusan hukum,
menurunkan efisisiensi, dll.
D. Isu, Elemen, dan Akar Penyebab Kesalahan yang Paling Umum dalam Patient safety;;
1. Lima isu penting terkait keselamatan (hospital risk) yaitu:
a. keselamatan pasien;
b. keselamatan pekerja (nakes);
c. keselamatan fasilitas (bangunan, peralatan);
d. keselamatan lingkungan;
e. keselamatan bisnis.
2. Elemen Patient safety;;:
a. Adverse drug events(ADE)/ medication errors (ME) (ketidakcocokan obat/kesalahan pengobatan)
b. Restraint use (kendali penggunaan)
c. Nosocomial infections (infeksi nosokomial)
d. Surgical mishaps (kecelakaan operasi)
e. Pressure ulcers (tekanan ulkus)
f. Blood product safety/administration (keamanan produk darah/administrasi)
g. Antimicrobial resistance (resistensi antimikroba)
h. Immunization program (program imunisasi)
i. Falls (terjatuh)
j. Blood stream vascular catheter care (aliran darah perawatan kateter pembuluh darah)
k. Systematic review, follow-up, and reporting of patient/visitor incident reports (tinjauan sistematis, tindakan lanjutan, dan pelaporan
pasien/pengunjung laporan kejadian)
3. Most Common Root Causes of Errors (Akar Penyebab Kesalahan yang Paling Umum):
a. Communication problems (masalah komunikasi)
b. Inadequate information flow (arus informasi yang tidak memadai)
c. Human problems (masalah manusia)
d. Patient-related issues (isu berkenaan dengan pasien)
e. Organizational transfer of knowledge (organisasi transfer pengetahuan)
f. Staffing patterns/work flow (pola staf/alur kerja)
g. Technical failures (kesalahan teknis)
h. Inadequate policies and procedures (kebijakan dan prosedur yang tidak memadai) [AHRQ (Agency for Healthcare Research and
Quality) Publication, 2003]

E. Standar Keselamatan Pasien


Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada Hospital Patient safety Standards yang dikeluarkan oleh Joint Commision
on Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun 2002), yaitu:
1. Hak pasien
Standarnya adalah pasien & keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana & hasil pelayanan
termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan). Kriterianya adalah sebagai berikut:
a. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
c. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana
dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya KTD
2. Mendidik pasien dan keluarga
Standarnya adalah RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Kriterianya adalah keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien adalah partner dalam
proses pelayanan. Karena itu, di RS harus ada sistim dan mekanisme mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung
jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien & keluarga dapat:
a. Memberikan info yang benar, jelas, lengkap dan jujur
b. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
c. Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti
d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
e. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS
f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
g. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Standarnya adalah RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan
dengan kriteri sebagai berikut:
a. Koordinasi pelayanan secara menyeluruh
b. Koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya
c. Koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
d. Komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
Standarnya adalah RS harus mendisain proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor & mengevaluasi kinerja
melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD, & melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta KP dengan
criteria sebagai berikut:
a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik, sesuai denganTujuh Langkah Menuju Keselamatan
Pasien Rumah Sakit.
b. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
c. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien standarnya adalah:
a. Pimpinan dorong & jamin implementasi program KP melalui penerapan 7 Langkah Menuju KP RS.
b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko KP & program mengurangi KTD.
c. Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit & individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang KP
d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, & meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan KP.
e. Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja RS & KP, dengan criteria sebagai berikut:
(1) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
(2) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan insiden,
(3) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi
(4) Tersedia prosedur cepat-tanggap terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada
orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
(5) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden,
(6) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden
(7) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar pengelola pelayanan
(8) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
(9) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja
rumah sakit dan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien. Standarnya adalah:
a. RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan KP secara jelas.
b. RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan & memelihara kompetensi staf serta
mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien, dengan kriteria sebagai berikut:
(1) Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien
(2) Mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang
pelaporan insiden.
(3) Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif
dalam rangka melayani pasien.
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien. Standarnya adalah:
a. RS merencanakan & mendesain proses manajemen informasi KP untuk memenuhi kebutuhan informasi internal & eksternal.
b. Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat, dengan criteria sebagai berikut:
(1) Disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal
terkait dengan keselamatan pasien.
(2) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada.

F. Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS (berdasarkan KKP-RS No.001-VIII-2005) sebagai panduan bagi staf Rumah Sakit
a) Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, ciptakan kepemimpinan & budaya yang terbuka dan adil
Bagi Rumah sakit:
a. Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah kumpul fakta, dukungan kepada staf, pasien, keluarga
b. Kebijakan: peran & akuntabilitas individual pada insiden
c. Tumbuhkan budaya pelaporan & belajar dari insiden
d. Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian KP
Bagi Tim:
a. Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insiden
b. Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/solusi yang tepat
b) Pimpin dan dukung staf anda, bangunlah komitmen & focus yang kuat & jelas tentang KP di RS anda
Bagi Rumah Sakit:
a. Ada anggota Direksi yang bertanggung jawab atas KP
b. Di bagian-bagian ada orang yang dapat menjadi Penggerak (champion) KP
c. Prioritaskan KP dalam agenda rapat Direksi/Manajemen
d. Masukkan KP dalam semua program latihan staf
Bagi Tim:
a. Ada penggerak dalam tim untuk memimpin Gerakan KP
b. Jelaskan relevansi & pentingnya, serta manfaat gerakan KP
c. Tumbuhkan sikap ksatria yang menghargai pelaporan insiden
c) Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, kembangkan sistem & proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi & asesmen hal
yang potensial bermasalah
Bagi Rumah Sakit:
a. Strukur & proses menjamin risiko klinis & non klinis, mencakup KP
b. Kembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko
c. Gunakan informasi dari sistem pelaporan insiden & asesmen risiko & tingkatkan kepedulian terhadap pasien
Bagi Tim:
a. Diskusi isu KP dalam forum-forum, untuk umpan balik kepada manajemen terkait
b. Penilaian risiko pada individu pasien
c. Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko, & langkah memperkecil risiko tersebut.
d) Kembangkan sistem pelaporan, pastikan staf Anda agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian/insiden serta RS mengatur
pelaporan kepada KKP-RS
Bagi Rumah Sakit:
a. Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden, ke dalam maupun ke luar yang harus dilaporkan ke KKPRS PERSI
Bagi Tim:
a. Dorong anggota untuk melaporkan setiap insiden & insiden yang telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, sebagai bahan pelajaran yang
penting
e) Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, kembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien
Bagi Rumah Sakit:
a. Kebijakan : komunikasi terbuka tentang insiden dengan pasien & keluarga
b. Pasien & keluarga mendapat informasi bila terjadi insiden
c. Dukungan, pelatihan & dorongan semangat kepada staf agar selalu terbuka kepada pasien & keluarga (dalam seluruh proses asuhan
pasien)
Bagi Tim:
a. Hargai & dukung keterlibatan pasien & keluarga bila telah terjadi insiden
b. Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien & keluarga bila terjadi insiden
c. Segera setelah kejadian, tunjukkan empati kepada pasien & keluarga.
f) Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan pasien, dorong staf anda untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar
bagaimana & mengapa kejadian itu timbul
Bagi Rumah Sakit:
a. Staf terlatih mengkaji insiden secara tepat, mengidentifikasi sebab
b. Kebijakan: kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis/RCA) atau Failure Modes & Effects Analysis
(FMEA) atau metoda analisis lain, mencakup semua insiden & minimum 1 x per tahun untuk proses risiko tinggi
Bagi Tim:
a. Diskusikan dalam tim pengalaman dari hasil analisis insiden
b. Identifikasi bagian lain yang mungkin terkena dampak & bagi pengalaman tersebut
g) Cegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan pasien, Gunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk
melakukan perubahan pada sistem pelayanan
Bagi Rumah Sakit:
a. Tentukan solusi dengan informasi dari sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, audit serta analisis
b. Solusi mencakup penjabaran ulang sistem, penyesuaian pelatihan staf & kegiatan klinis, penggunaan instrumen yang menjamin KP
c. Asesmen risiko untuk setiap perubahan
d. Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS-PERSI
e. Umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas insiden
Bagi Tim:
a. Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih aman
b. Telaah perubahan yang dibuat tim & pastikan pelaksanaannya
c. Umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden yang dilaporkan

G. Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit


WHO Collaborating Centre for Patient safety pada tanggal 2 Mei 2007 resmi menerbitkan Nine Life Saving Patient safety
Solutions (Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit). Panduan ini mulai disusun sejak tahun 2005 oleh pakar
keselamatan pasien dan lebih 100 negara, dengan mengidentifikasi dan mempelajari berbagai masalah keselamatan pasien.
Sebenarnya petugas kesehatan tidak bermaksud menyebabkan cedera pasien, tetapi fakta tampak bahwa di bumi ini setiap hari ada
pasien yang mengalami KTD (Kejadian Tidak Diharapkan). KTD, baik yang tidak dapat dicegah (non error) mau pun yang dapat
dicegah (error), berasal dari berbagai proses asuhan pasien.
Solusi keselamatan pasien adalah sistem atau intervensi yang dibuat, mampu mencegah atau mengurangi cedera pasien yang
berasal dari proses pelayanan kesehatan. Sembilan Solusi ini merupakan panduan yang sangat bermanfaat membantu RS,
memperbaiki proses asuhan pasien, guna menghindari cedera maupun kematian yang dapat dicegah.
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong RS-RS di Indonesia untuk menerapkan Sembilan Solusi Life-
Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit, atau 9 Solusi, langsung atau bertahap, sesuai dengan kemampuan dan kondisi RS masing-
masing.
a. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike Medication Names).
Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang membingungkan staf pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling
sering dalam kesalahan obat (medication error) dan ini merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia. Dengan puluhan ribu obat
yang ada saat ini di pasar, maka sangat signifikan potensi terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap nama merek atau generik serta
kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan protokol untuk pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep, label,
atau penggunaan perintah yang dicetak lebih dulu, maupun pembuatan resep secara elektronik.
b. Pastikan Identifikasi Pasien.
Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi pasien secara benar sering mengarah kepada kesalahan
pengobatan, transfusi maupun pemeriksaan; pelaksanaan prosedur yang keliru orang; penyerahan bayi kepada bukan keluarganya, dsb.
Rekomendasi ditekankan pada metode untuk verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini;
standardisasi dalam metode identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu sistem layanan kesehatan; dan partisipasi pasien dalam
konfirmasi ini; serta penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang sama.
c. Komunikasi Secara Benar saat Serah Terima/Pengoperan Pasien.
Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/ pengoperan pasien antara unit-unit pelayanan, dan didalam serta antar tim
pelayanan, bisa mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan
cedera terhadap pasien. Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien termasuk penggunaan protokol untuk
mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis; memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan menyampaikan
pertanyaan-pertanyaan pada saat serah terima,dan melibatkan para pasien serta keluarga dalam proses serah terima.
d. Pastikan Tindakan yang benar pada Sisi Tubuh yang benar.
Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah. Kasus-kasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau
pembedahan sisi tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat dan miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau informasinya
tidak benar. Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-kesalahan macam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses
pra-bedah yang distandardisasi. Rekomendasinya adalah untuk mencegah jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan
proses verifikasi prapembedahan; pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan melaksanakan prosedur; dan
adanya tim yang terlibat dalam prosedur Time out sesaat sebelum memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien,
prosedur dan sisi yang akan dibedah.
e. Kendalikan Cairan Elektrolit Pekat (concentrated).
Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media kontras memiliki profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan
untuk injeksi khususnya adalah berbahaya. Rekomendasinya adalah membuat standardisasi dari dosis, unit ukuran dan istilah; dan
pencegahan atas campur aduk/bingung tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik.
f. Pastikan Akurasi Pemberian Obat pada Pengalihan Pelayanan.
Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi/pengalihan. Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah
suatu proses yang didesain untuk mencegah salah obat (medication errors) pada titik-titik transisi pasien. Rekomendasinya adalah
menciptakan suatu daftar yang paling lengkap dan akurat dan seluruh medikasi yang sedang diterima pasien juga disebut sebagai
home medication list, sebagai perbandingan dengan daftar saat admisi, penyerahan dan/atau perintah pemulangan bilamana
menuliskan perintah medikasi; dan komunikasikan daftar tsb kepada petugas layanan yang berikut dimana pasien akan ditransfer atau
dilepaskan.
g. Hindari Salah Kateter dan Salah Sambung Slang (Tube).
Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD
(Kejadian Tidak Diharapkan) yang bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui penyambungan spuit dan slang yang salah, serta
memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru. Rekomendasinya adalah menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi
secara detail/rinci bila sedang mengenjakan pemberian medikasi serta pemberian makan (misalnya slang yang benar), dan bilamana
menyambung alat-alat kepada pasien (misalnya menggunakan sambungan & slang yang benar).
h. Gunakan Alat Injeksi Sekali Pakai.
Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran dan HIV, HBV, dan HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuse)
dari jarum suntik. Rekomendasinya adalah penlunya melarang pakai ulang jarum di fasilitas layanan kesehatan; pelatihan periodik
para petugas di lembaga-lembaga layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-pninsip pengendalian infeksi,edukasi terhadap pasien
dan keluarga mereka mengenai penularan infeksi melalui darah;dan praktek jarum sekali pakai yang aman.
i. Tingkatkan Kebersihan Tangan (Hand hygiene) untuk Pencegahan lnfeksi Nosokomial.
Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah
sakit. Kebersihan Tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang pimer untuk menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya adalah
mendorong implementasi penggunaan cairan alcohol-based hand-rubs tersedia pada titik-titik pelayan tersedianya sumber air pada
semua kran, pendidikan staf mengenai teknik kebarsihan taangan yang benar mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja;
dan pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan/observasi dan tehnik-tehnik yang lain.

H. Aspek Hukum Terhadap Patient safety;;


Aspek hukum terhadap patient safety;; atau keselamatan pasien adalah sebagai berikut:
1. UU Tentang Kesehatan & UU Tentang Rumah Sakit
a. Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum
1) Pasal 53 (3) UU No.36/2009; Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus mendahulukan keselamatan nyawa pasien.
2) Pasal 32n UU No.44/2009; Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit.
3) Pasal 58 UU No.36/2009
a) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan
kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.
b) ..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam
keadaan darurat.
2. Tanggung jawab Hukum Rumah sakit
a. Pasal 29b UU No.44/2009; Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan
kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit.
b. Pasal 46 UU No.44/2009; Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian
yang dilakukan tenaga kesehatan di RS.
c. Pasal 45 (2) UU No.44/2009; Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa
manusia.
3. Bukan tanggung jawab Rumah Sakit
a. Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit; Rumah Sakit Tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau
keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang
kompresehensif.

4. Hak Pasien
a. Pasal 32d UU No.44/2009; Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi
dan standar prosedur operasional
b. Pasal 32e UU No.44/2009; Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar
dari kerugian fisik dan materi
c. Pasal 32j UU No.44/2009; Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang
mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan
d. Pasal 32q UU No.44/2009; Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga
memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana
5. Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien
a. Pasal 43 UU No.44/2009
1. RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien
2. Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka
menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.
3. RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri
4. Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditujukan untuk mengoreksi sistem dalam rangka meningkatkan
keselamatan pasien.

H. Implementasi Patient safety;;


Menurut James Reason dalam Human error management: models and management tahun 1991, dikatakan ada dua pendekatan
dalam penanganan error atau KTD. Pertama pendekatan personal. Pendekatan ini memfokuskan pada tindakan yang tidak aman,
melakukan dan pelanggaran prosedur, dari orang-orang yang menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan (dokter, perawat, ahli bedah,
ahli anestesi, farmasis dll). Tindakan tidak aman ini dianggap berasal dari proses mental yang menyimpang seperti mudah lupa,
kurang perhatian, motivasi yang buruk, tidak hati-hati, alpa dan sembrono.

Anda mungkin juga menyukai