Anda di halaman 1dari 16

PERAN PERAWAT DALAM PENERAPAN PATIENT SAFETY

Menurut Depkes (2008), Patient Safety (Keselamatan Pasien) merupakan suatu sistem
dimana rumah sakit atau pelayanan kesehatan membuat asuhan pasien menjadi lebih aman,
mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi
pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan
implementasi solusi untuk meminimalkan.

Tujuan dilakukannya kegiatan Patient Safety di rumah sakit adalah untuk menciptakan
budaya keselamatan pasien di rumah sakit, meningkatkan akuntabilitas rumah sakit terhadap
pasien dan masyarakat, menurunkan KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) di rumah sakit,
terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian
tidak diharapkan (Kuntoro, 2010).

Dari definisi inilah, kita dapat mengetahui peran perawat dalam mewujudkan patient
safety di rumah sakit yaitu:

1.      Sebagai pemberi pelayanan keperawatan, perawat mematuhi standar pelayanan dan SOP
yang telah ditetapkan
2.      Menerapkan komunikasi yang baik terhadap pasien dan keluarganya
3.      Peka, proaktif dan melakukan penyelesaian masalah terhadap kejadian tidak diharapkan
(KTD)
4.      Serta mendokumentasikan dengan benar semua asuhan keperawatan yang diberikan kepada
pasien dan keluarga
5.      Menerapkan prinsip-prinsip etik dalam pemberian pelayanan keperawatan
6.      Memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarga tentang asuhan yang diberikan
7.      Menerapkan kerjasama tim kesehatan yang handal dalam pemberian pelayanan kesehatan

Selain itu, perawat juga berperan untuk memberikan informasi kepada pasien dan keluarga
tentang kemungkinan terjadinya resiko, melaporkan terjadinya KTD, meningkatkan
komunikasi dengan pasien dan tenaga kesehatan professional lainnya, berperan aktif dalam
melakukan pengkajian terhadap keamanan dan kualitas pelayanan dan membantu
pengukuran terhadap peningkatan patient safety (Choo, 2010).
Sebagai contoh yaitu peran perawat dalam penggunaan peralatan dan teknologi dalam
meningkatkan patient safety

-          Fungsional: perawat harus mengidentifikasi penggunaan alat dan desain dari alat.
Perkembangan kecanggihan alat sangat cepat sehingga diperlukan pelatihan untuk
mengoperasikan alat secara tepat dan benar.
-          Keamanan: alat- alat yang digunakan juga harus didesain penggunaannya sehingga dapat
meningkatkan keselamatan pasien

Idealnya peran perawat yaitu untuk menjaga keselamatan pasien. Keselamatan pasien
merupakan hak pasien. Namun, masih banyak perawat yang melakukan kinerja tidak sesuai
dengan peraturan, seperti halnya pemasangan infus pada pasien, jarum infus yang digunakan
idealnya maksimal 2x dan memiliki standar penyuntikan atau pemasangan jarum infus
dengan benar, tetapi realitanya banyak kasus yang terjadi jarum infus digunakan berulang
kali dengan tata cara yang tidak baik atau sering melakukan kesalahan, sehingga pasien
merasa nyeri dan pada bekas suntik infus menjadi berwarna gelap. Kejadian tersebut
membuat pasien merasa takut dan trauma akan hal tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2008. Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI.

Choo, J. Hutchinson, A., & Bucknall, T. 2010. Nurses’ Role in Medication Safety. Journal of
Nursing Management. Vol.18/ No.5. Dikutip dari http://web.ebsohost.com/ehost/detail?
vid=8&h

Kuntoro, Agus. 2010. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Peran Perawat dalam Melaksanakan Patient Safety

a.         Pengertian Patient Safety


Patient safety atau keselamatan pasien merupakan sebuah sistem yang dijumpai di
rumah sakit dimana rumah sakit membuat suatu asuhan yang bertujuan untuk membuat
pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan yang tidak
diharapkan terjadi.Sistem keselamatan pasien meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan
resiko (Depkes 2008).
Pemberi tindakan medis sangat memiliki potensi resiko yang sangat besar.Seperti
kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang
diharapkan yaitu, kesalahan tindakan atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu
tujuan yaitu, kesalahan perencanaan. Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan
keperawatan ini akan mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa
berupa Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).
Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat melaksanakan
suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
(omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi. Sedangkan
Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian yang
mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan
(commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan
karena “underlying disease” atau kondisi pasien.
Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnosa seperti kesalahan atau
keterlambatan diagnosa, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai, menggunakan cara
pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil pemeriksaan atau
observasi, dll.
Di Indonesia, telah dikeluarkan Kepmen nomor 496/Menkes/SK/IV/2005 tentang
Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang tujuan utamanya adalah untuk tercapainya
pelayanan medis prima di rumah sakit yang jauh dari medical error dan memberikan
keselamatan bagi pasien. Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh
Indonesia(PERSI) yang berinisiatif melakukan pertemuan dan mengajak semua stakeholder
rumah sakit untuk lebih memperhatikan keselamatan pasien di rumah sakit (patient safety).
Mempertimbangkan betapa pentingnya misi rumah sakit untuk mampu memberikan
pelayanan kesehatan yang terbaik terhadap pasien mengharuskan rumah sakit untuk berusaha
mengurangi medical error sebagai bagian dari penghargaannya terhadap kemanusiaan, maka
dikembangkan sistem Patient Safety yang dirancang mampu menjawab permasalahan yang
ada.

b.        Peran Perawat sebagai Pelaksana Patient Safety


Perawat sebagai tenaga kesehatan yang profesional dan merupakan tenaga kesehatan
terbesar yang ada di rumah sakit mempunyai peranan yang snaat penting dalam mewujudkan
keselamatan pasien.Perawat berperan dalam melindungi, melakukan promosi dan mencegah
terjadinya sakit dan injury, mengurangi penderitaan melalui diagnosa dan pengobatan, serta
melindungi dalam perawatan individu, keluarga, komunitas dan populasi (ANA, 2003).
Perawat mempunyai peranan yang sangat penting dalam mewujudkan Patient safety
di rumah sakit yaitu sebagai pemberi pelayanan keperawatan, perawat harus mematuhi semua
standar pelayanan dan SOP yang telah dibuat dan ditetapkan oleh rumah sakit serta tidak
luput pula dalam menerpkan prinsip-prinsip etik dalam pemberian pelayanan keperawatan,
memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarga tentang asuhan yang diberikan,
menerapkan kerjasama tim kesehatan yang handal dalam melakukan penyelesaian masalah
terhadap kejadian yang tidak diharapkan, melakukan pendokumentasian dengan benar dari
semua asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dan keluarga serta komunikasi
efektif yang merupakan hal yang sangat berperan terhadap keberhasilan suatau pelayanan
yang diberikan kepada pasien dan keluarganya.
Peran perawat dalam memberikan keselamatan pasien di rumah sakit(patient safety)
dapat dilakukan dengan cara berikut :
- Perawat dapat melakukan hal yang berkaitan dalam 7 Standar Keselamatan Pasien (mengacu
pada “Hospital Patient Safety Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on
Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun 2002) ,yaitu:
1. Perawat memberikan edukasi kepada pasien dan keluarganya agarmendapatkan informasi
tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak
Diharapkan).
2. Perawat memberikan pengarahan, perencanaan pelayanan kesehatan pada pasien dan
keluarga mengenai keselamatan pasien.
3. Menjaga keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan.
4. Menggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien.
5.Menerapkan peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6. Menerima pendidikan tentang keselamatan pasien
7. Menjaga komunikasi sebagai kunci bagi perawat untuk mencapai keselamatan pasien.

B.     Komunikasi dalam Melaksanakan Patient Safety

a.      Pengertian Komunikasi dalam Patient Safety


Komunikasi dalam praktik keperawatan profesional merupakan unsur utama bagi
perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan untuk mencapai hasil yang
optimal.Kegiatan keperawatan yang memerlukan komunikasi meliputi timbang terima,
interview/anamnesis, komunikasi melalui komputer, komunikasi rahasia klien, komunikasi
melalui sentuhan, komunikasi dalam pendokumentasian, komunikasi antara perawat dengan
profesi lainnya, dan komunikasi antara perawat dengan pasien.
Komunikasi merupakan alat atau sarana yang digunakan dalam menjalin hubungan.
Komunikasi menjadi kunci utama bagi perawat untuk mencapai keselamatan pasien ( patient
safety). Teknik berkomunikasi yang digunakan secara tepat dapat menciptakan hubungan
terapeutik dan menghindarkan pasien dari KTD, dan apabila tidak tepat akan menimbulkan
masalah bagi pasien dan perawat. Dalam teknik berkomunikasi ini, ada tiga keterampilan
yang diperlukan untuk membina hubungan terapeutik antara perawat dan pasien, yaitu :
1.    Kehadiran atau Keberadaan Perawat
Kehadiran berarti kebersamaan fisik dan psikologis dalam berkomunikasi dengan pasien.
Hal itu antara lain mencakup mendengarkan dan mengamati, serta memberikan perhatian
terhadap ucapan dan perilaku pasien, agar pasien tetap merasa nyaman dan keselamatannya
terjaga.
a.      Kehadiran fisikmempunyai peran yang penting dalam komunikasi interpersonal karena
tubuh dapat memperkuat pesan yang disampaikan dalam bentuk kata-kata.
b.      Kehadiran psikologis, yaitu mendengarkan secara aktif yang berarti mendengarkan dengan
telinga, pikiran dan perasaan mengenai kata-kata yang diucapkan pasien dan perilaku
nonverbal pasien. Selama mendengar aktif, perawat mengikuti apa yang dibicarakan pasien
dan memperhatikan perilaku pasien serta memberi tanggapan dengan tepat.
2.    Perilaku Nonverbal
Beberapa macam perilaku nonverbal dapat memengaruhi hubungan perawat dengan
pasien. Perilaku nonverbal tersebut seperti : aktifitas fisik, vokalisasi dan jarak
antarpembicara.
3.    Keterampilan Memberi Respon
Keterampilan ini digunakan oleh perawat untuk menyampaikan pengertian kepada pasien,
memberikan umpan balik, dan memperjelas pemahaman perawat tentang pembicaraan dan
perilaku pasien.
b. Komunikasi dalam Melaksanakan Patient Safety
Komunikasi efektif yang dilakukan antara pasien dan perawat merupakan syarat yang
penting dalam memberikan pelayanan keperawatan terutama pelayanan keperawatan yang
berfokus pada pasien.Komunikasi merupakan salah satu standar dalam praktek keperawatan
profesional terutama dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien (ANA,
2010).Kompetensi profesional dalam praktek keperawatan tidak hanya psikomotor dan
kemampuan melakukan diagnosa klinik melainkan kemampuan dalam melakukan
komunikasi interpersonal.
Komunikasi menjadi cara yang paling tepat untuk memberikan keselamatan pada pasien.
Untuk mencapai keselamatan pasien di rumah sakit sangat diperlukan komunikasi di antara
petugas pelayanan kesehatan yang saling berkolaborasi, seperti perawat dan staf yang lainnya
untuk memberikan kenyamanan dan keselamatan pada pasien (patient safety).
Kolaborasi dalam lingkungan kerja profesional telah diakui oleh keperawatan, dan tim
kesehatan lain serta organisasi profesional kesehatan sebagai komponen penting dalam
keselamatan yang mempunyai kualitas tinggi dalam memberikan pelayanan perawatan
berpusat pada pasien (Interprofessional Education Colaborative Expert Panel, 2011).
Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS (berdasarkan KKP-RS No.001-VIII-
2005) sebagai panduan bagi staf Rumah Sakit
1.      Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien, “ciptakan kepemimpinan & budaya
yang terbuka dan adil”
Bagi Tim:
         Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insiden
         Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/solusi yg tepat
2.      Pimpin dan dukung staf , “bangunlah komitmen & fokus yang kuat & jelas tentang
keselamatan pasien di RS ”
Bagi Tim:
         Ada “penggerak” dalam tim untuk memimpin Gerakan Keselamatan Pasien
         Jelaskan relevansi & pentingnya, serta manfaat Gerakan Keselamatan Pasien
         Tumbuhkan sikap ksatria yg menghargai pelaporan insiden
3.      Integrasikan aktivitas pengelolaan resiko, “kembangkan sistem & proses pengelolaan
resiko, serta lakukan identifikasi & asesmen hal yg potensial bermasalah”
Bagi Tim:
         Diskusi isu keselamatan pasien dalam forum-forum, untuk umpan balik kepada manajemen
terkait
         Penilaian resiko pada individu pasien
         Proses asesmen resiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap resiko, dan langkah memperkecil
resiko tersebut
4.      Kembangkan sistem pelaporan, “pastikan staf agar dengan mudah dapat melaporkan
kejadian/insiden serta RS mengatur pelaporan kpd KKP-RS”
Bagi Tim:
         Dorong anggota untuk melaporkan setiap insiden & insiden yg telah dicegah tetapi tetap
terjadi juga, sebagai bahan pelajaran yg penting
5.      Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, “kembangkan cara-cara komunikasi yg
terbuka dengan pasien”
Bagi Tim:
         Hargai & dukung keterlibatan pasien dan keluarga bila telah terjadi insiden
         Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien & keluarga bila terjadi insiden
         Segera setelah kejadian, tunjukkan empati kepada pasien & keluarga
6.      Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien, “dorong staf untuk
melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul”
Bagi Tim:
         Diskusikan dalam tim pengalaman dari hasil analisis insiden
         Identifikasi bagian lain yg mungkin terkena dampak dan bagi pengalaman tersebut
7.      Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien, “Gunakan informasi yg
ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan”
Bagi Tim:
         Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih aman
         Telaah perubahan yg dibuat tim dan pastikan pelaksanaannya
         Umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden yang dilaporkan
BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG


Gerakan "Patient safety" atau Keselamatan Pasien telah menjadi spirit dalam pelayanan
rumah sakit di seluruh dunia. Tidak hanya rumah sakit di negara maju yang menerapkan
Keselamatan Pasien untuk menjamin mutu pelayanan, tetapi juga rumah sakit di negara
berkembang, seperti Indonesia.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Menteri
Kesehatan no 1691/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Peraturan ini menjadi
tonggak utama operasionalisasi Keselamatan Pasien di rumah sakit seluruh Indonesia.
Banyak rumah sakit di Indonesia yang telah berupaya membangun dan mengembangkan
Keselamatan Pasien, namun upaya tersebut dilaksanakan berdasarkan pemahaman
manajemen terhadap Keselamatan Pasien. Peraturan Menteri ini memberikan panduan bagi
manajemen rumah sakit agar dapat menjalankan spirit Keselamatan Pasien secara utuh.
Menurut PMK 1691/2011, Keselamatan Pasien adalah suatu sistem di rumah sakit yang
menjadikan pelayanan kepada pasien menjadi lebih aman, oleh karena dilaksanakannya:
asesmen resiko, identifikasi dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan
tindaklanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko dan
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat tindakan medis atau tidak
dilakukannya tindakan medis yang seharusnya diambil. Sistem tersebut merupakan sistem
yang seharusnya dilaksanakan secara normatif.
Melihat lengkapnya urutan mekanisme Keselamatan Pasien dalam PMK tersebut,
maka, jika diterapkan oleh manajemen rumah sakit, diharapkan kinerja pelayanan klinis
rumah sakit dapat meningkat serta hal-hal yang merugikan pasien (medical error, nursing
error, dan lainnya) dapat dikurangi semaksimal mungkin. Dari uraian diatas maka penulis
tertarik untuk mengungkap lebih dalam tentang “ Penerapan Patient safetySerta Manajemen
Komplain di Bangsal Arraudah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta”
B.     Tujuan Penulisan
1.      Tujuan Umum
Menganalisis penerapan patient safetyserta manajeman komplain di Bangsal Arraudah RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta
2.      Tujuan Khusus
a.       Mencari faktor yang dapat mempengaruhi penerapan patient safetydi Bangsal Arraudah RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta
b.      Membandingkan antara teori patient safetydan pelaksanaannya di Bangsal Arraudah RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta
c.       Menganalisis pelaksanaan patient safetydi Bangsal Arraudah RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta
d.      Membuat rencana perbaikan pelaksanaan patient safetydi pelaksanaannya di Bangsal
Arraudah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

BAB II
TINJAUAN TEORI
A.    Pengertian Patient safety;;
Menurut Supari tahun 2005, patient safety adalah bebas dair cidera aksidental atau
menghindarkan cidera pada pasien akibat perawatan medis dan kesalahan pengobatan.
Patient safety (keselamatan pasien) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk : assesment resiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insident dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya resiko. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang di sebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya dilakukan (DepKes RI, 2006).
Menurut Kohn, Corrigan & Donaldson tahun 2000, patient safety adalah tidak adanya
kesalahan atau bebas dari cedera karena kecelakaan. Keselamatan pasien (patient safety;;)
adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah
terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan
resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan
dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi
untuk meminimalkan resiko. Meliputi: assessment risiko, identifikasi dan pengelolaan hal
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya, implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko

B.     Tujuan Sistem Patient safety;;


Tujuan Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah:
1.      Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit
2.      Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat
3.      Menurunnya KTD di Rumah Sakit
4.      Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi penanggulangan KTD
Sedangkan tujuan keselamatan pasien secara internasional adalah:
1.      Identify patients correctly (mengidentifikasi pasien secara benar)
2.      Improve effective communication (meningkatkan komunikasi yang efektif)
3.      Improve the safety of high-alert medications (meningkatkan keamanan dari pengobatan
resiko tinggi)
4.      Eliminate wrong-site, wrong-patient, wrong procedure surgery (mengeliminasi kesalahan
penempatan, kesalahan pengenalan pasien, kesalahan prosedur operasi)
5.      Reduce the risk of health care-associated infections (mengurangi risiko infeksi yang
berhubungan dengan pelayanan kesehatan)
6.      Reduce the risk of patient harm from falls (mengurangi risiko pasien terluka karena jatuh)
C.     Urgensi Patient safety;;
Tujuan utama rumah sakit adalah merawat pasien yang sakit dengan tujuan agar pasien
segera sembuh dari sakitnya dan sehat kembali, sehingga tidak dapat ditoleransi bila dalam
perawatan di rumah sakit pasien menjadi lebih menderita akibat dari terjadinya risiko yang
sebenarnya dapat dicegah, dengan kata lain pasien harus dijaga keselamatannya dari akibat
yang timbul karena error. Bila program keselamatan pasien tidak dilakukan akan berdampak
pada terjadinya tuntutan sehingga meningkatkan biaya urusan hukum, menurunkan
efisisiensi, dll.
D.    Isu, Elemen, dan Akar Penyebab Kesalahan yang Paling Umum dalam Patient safety;;
1.      Lima isu penting terkait keselamatan (hospital risk) yaitu:
a.       keselamatan pasien;
b.      keselamatan pekerja (nakes);
c.       keselamatan fasilitas (bangunan, peralatan);
d.      keselamatan lingkungan;
e.       keselamatan bisnis.
2.      Elemen Patient safety;;:
a.    Adverse drug events(ADE)/ medication errors (ME) (ketidakcocokan obat/kesalahan
pengobatan)
b.    Restraint use (kendali penggunaan)
c.    Nosocomial infections (infeksi nosokomial)
d.   Surgical mishaps (kecelakaan operasi)
e.    Pressure ulcers (tekanan ulkus)
f.     Blood product safety/administration (keamanan produk darah/administrasi)
g.    Antimicrobial resistance (resistensi antimikroba)
h.    Immunization program (program imunisasi)
i.      Falls (terjatuh)
j.      Blood stream – vascular catheter care (aliran darah – perawatan kateter pembuluh darah)
k.    Systematic review, follow-up, and reporting of patient/visitor incident reports (tinjauan
sistematis, tindakan lanjutan, dan pelaporan pasien/pengunjung laporan kejadian)
3.      Most Common Root Causes of Errors (Akar Penyebab Kesalahan yang Paling Umum):
a.       Communication problems (masalah komunikasi)
b.      Inadequate information flow (arus informasi yang tidak memadai)
c.       Human problems (masalah manusia)
d.      Patient-related issues (isu berkenaan dengan pasien)
e.       Organizational transfer of knowledge (organisasi transfer pengetahuan)
f.       Staffing patterns/work flow (pola staf/alur kerja)
g.      Technical failures (kesalahan teknis)
h.      Inadequate policies and procedures (kebijakan dan prosedur yang tidak memadai) [AHRQ
(Agency for Healthcare Research and Quality) Publication, 2003]

E.     Standar Keselamatan Pasien


Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada “Hospital Patient safety
Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health
Organizations, Illinois, USA, tahun 2002), yaitu:
1.      Hak pasien
Standarnya adalah pasien & keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
tentang rencana & hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak
Diharapkan). Kriterianya adalah sebagai berikut:
a.    Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
b.    Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
c.    Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas dan benar
kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur
untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya KTD
2.      Mendidik pasien dan keluarga
Standarnya adalah RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban &
tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Kriterianya adalah keselamatan dalam
pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien adalah partner dalam
proses pelayanan. Karena itu, di RS harus ada sistim dan mekanisme mendidik pasien &
keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan
pendidikan tersebut diharapkan pasien & keluarga dapat:
a.    Memberikan info yang benar, jelas, lengkap dan jujur
b.    Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
c.    Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti
d.   Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
e.    Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS
f.     Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
g.    Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
3.      Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Standarnya adalah RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi
antar tenaga dan antar unit pelayanan dengan kriteri sebagai berikut:
a.    Koordinasi pelayanan secara menyeluruh
b.    Koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya
c.    Koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
d.   Komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
4.      Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien
Standarnya adalah RS harus mendisain proses baru atau memperbaiki proses yang ada,
memonitor & mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif
KTD, & melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta KP dengan criteria sebagai
berikut:
a.    Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik, sesuai
dengan”Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
b.    Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
c.    Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
d.   Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis
5.      Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien standarnya adalah:
a.    Pimpinan dorong & jamin implementasi program KP melalui penerapan “7 Langkah Menuju
KP RS”.
b.    Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko KP & program
mengurangi KTD.
c.    Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit & individu berkaitan
dengan pengambilan keputusan tentang KP
d.   Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, &
meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan KP.
e.    Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja RS &
KP, dengan criteria sebagai berikut:
(1)     Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
(2)     Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan
insiden,
(3)     Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit
terintegrasi dan berpartisipasi
(4)     Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang
terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar
dan jelas untuk keperluan analisis.
(5)     Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden,
(6)     Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden
(7)     Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar pengelola
pelayanan
(8)     Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
(9)     Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk
mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien
6.      Mendidik staf tentang keselamatan pasien. Standarnya adalah:
a.    RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk setiap jabatan mencakup
keterkaitan jabatan dengan KP secara jelas.
b.    RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan &
memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan
pasien, dengan kriteria sebagai berikut:
(1)     Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien
(2)     Mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice training dan
memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
(3)     Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung
pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
7.      Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien. Standarnya
adalah:
a.  RS merencanakan & mendesain proses manajemen informasi KP untuk memenuhi kebutuhan
informasi internal & eksternal.
b.  Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat, dengan criteria sebagai berikut:
(1)     Disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk
memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.
(2)     Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi
manajemen informasi yang ada.

F.      Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS (berdasarkan KKP-RS No.001-VIII-2005)


sebagai panduan bagi staf Rumah Sakit
a)         Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, “ciptakan kepemimpinan & budaya yang
terbuka dan adil”
Bagi Rumah sakit:
a.    Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah kumpul fakta, dukungan kepada staf,
pasien, keluarga
b.    Kebijakan: peran & akuntabilitas individual pada insiden
c.    Tumbuhkan budaya pelaporan & belajar dari insiden
d.   Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian KP
Bagi Tim:
a.    Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insiden
b.   Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/solusi yang tepat
b)      Pimpin dan dukung staf anda, “bangunlah komitmen & focus yang kuat & jelas tentang KP
di RS anda”
Bagi Rumah Sakit:
a.    Ada anggota Direksi yang bertanggung jawab atas KP
b.   Di bagian-bagian ada orang yang dapat menjadi “Penggerak” (champion) KP
c.    Prioritaskan KP dalam agenda rapat Direksi/Manajemen
d.   Masukkan KP dalam semua program latihan staf
Bagi Tim:
a.    Ada “penggerak” dalam tim untuk memimpin Gerakan KP
b.   Jelaskan relevansi & pentingnya, serta manfaat gerakan KP
c.    Tumbuhkan sikap ksatria yang menghargai pelaporan insiden
c)      Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, “kembangkan sistem & proses pengelolaan risiko,
serta lakukan identifikasi & asesmen hal yang potensial bermasalah”
Bagi Rumah Sakit:
a.       Strukur & proses menjamin risiko klinis & non klinis, mencakup KP
b.      Kembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko
c.       Gunakan informasi dari sistem pelaporan insiden & asesmen risiko & tingkatkan kepedulian
terhadap pasien
Bagi Tim:
a.       Diskusi isu KP dalam forum-forum, untuk umpan balik kepada manajemen terkait
b.      Penilaian risiko pada individu pasien
c.       Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko, & langkah memperkecil
risiko tersebut.
d)     Kembangkan sistem pelaporan, “pastikan staf Anda agar dengan mudah dapat melaporkan
kejadian/insiden serta RS mengatur pelaporan kepada KKP-RS”
Bagi Rumah Sakit:
a.       Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden, ke dalam maupun ke luar yang
harus dilaporkan ke KKPRS – PERSI
Bagi Tim:
a.       Dorong anggota untuk melaporkan setiap insiden & insiden yang telah dicegah tetapi tetap
terjadi juga, sebagai bahan pelajaran yang penting
e)      Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, “kembangkan cara-cara komunikasi yang
terbuka dengan pasien”
Bagi Rumah Sakit:
a.       Kebijakan : komunikasi terbuka tentang insiden dengan pasien & keluarga
b.      Pasien & keluarga mendapat informasi bila terjadi insiden
c.       Dukungan, pelatihan & dorongan semangat kepada staf agar selalu terbuka kepada pasien &
keluarga (dalam seluruh proses asuhan pasien)
Bagi Tim:
a.       Hargai & dukung keterlibatan pasien & keluarga bila telah terjadi insiden
b.      Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien & keluarga bila terjadi insiden
c.       Segera setelah kejadian, tunjukkan empati kepada pasien & keluarga.
f)       Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan pasien, “dorong staf anda untuk
melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana & mengapa kejadian itu timbul”
Bagi Rumah Sakit:
a.       Staf terlatih mengkaji insiden secara tepat, mengidentifikasi sebab
b.      Kebijakan: kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis/RCA) atau
Failure Modes & Effects Analysis (FMEA)  atau metoda analisis lain, mencakup semua
insiden & minimum 1 x per tahun untuk proses risiko tinggi
Bagi Tim:
a.       Diskusikan dalam tim pengalaman dari hasil analisis insiden
b.      Identifikasi bagian lain yang mungkin terkena dampak & bagi pengalaman tersebut
g)      Cegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan pasien, “Gunakan informasi yang
ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan”
Bagi Rumah Sakit:
a.       Tentukan solusi dengan informasi dari sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, audit
serta analisis
b.      Solusi mencakup penjabaran ulang sistem, penyesuaian pelatihan staf & kegiatan klinis,
penggunaan instrumen yang menjamin KP
c.       Asesmen risiko untuk setiap perubahan
d.      Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS-PERSI
e.       Umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas insiden
Bagi Tim:
a.       Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih aman
b.      Telaah perubahan yang dibuat tim & pastikan pelaksanaannya
c.       Umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden yang dilaporkan

G.    Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit


WHO Collaborating Centre for Patient safety pada tanggal 2 Mei 2007 resmi
menerbitkan “Nine Life Saving Patient safety Solutions” (“Sembilan Solusi Life-Saving
Keselamatan Pasien Rumah Sakit”). Panduan ini mulai disusun sejak tahun 2005 oleh pakar
keselamatan pasien dan lebih 100 negara, dengan mengidentifikasi dan mempelajari berbagai
masalah keselamatan pasien.
Sebenarnya petugas kesehatan tidak bermaksud menyebabkan cedera pasien, tetapi fakta
tampak bahwa di bumi ini setiap hari ada pasien yang mengalami KTD (Kejadian Tidak
Diharapkan). KTD, baik yang tidak dapat dicegah (non error) mau pun yang dapat dicegah
(error), berasal dari berbagai proses asuhan pasien.
Solusi keselamatan pasien adalah sistem atau intervensi yang dibuat, mampu mencegah
atau mengurangi cedera pasien yang berasal dari proses pelayanan kesehatan. Sembilan
Solusi ini merupakan panduan yang sangat bermanfaat membantu RS, memperbaiki proses
asuhan pasien, guna menghindari cedera maupun kematian yang dapat dicegah.
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong RS-RS di Indonesia
untuk menerapkan Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit, atau 9
Solusi, langsung atau bertahap, sesuai dengan kemampuan dan kondisi RS masing-masing.
a.         Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike Medication
Names).
Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang membingungkan staf pelaksana
adalah salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan obat (medication error) dan
ini merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia. Dengan puluhan ribu obat yang ada saat
ini di pasar, maka sangat signifikan potensi terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap
nama merek atau generik serta kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan
protokol untuk pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep, label, atau penggunaan
perintah yang dicetak lebih dulu, maupun pembuatan resep secara elektronik.
b.         Pastikan Identifikasi Pasien.
Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi pasien secara benar
sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, transfusi maupun pemeriksaan; pelaksanaan
prosedur yang keliru orang; penyerahan bayi kepada bukan keluarganya, dsb. Rekomendasi
ditekankan pada metode untuk verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan
pasien dalam proses ini; standardisasi dalam metode identifikasi di semua rumah sakit dalam
suatu sistem layanan kesehatan; dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini; serta
penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang sama.
c.         Komunikasi Secara Benar saat Serah Terima/Pengoperan Pasien.
Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/ pengoperan pasien antara unit-unit
pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa mengakibatkan terputusnya
kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan
cedera terhadap pasien. Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien
termasuk penggunaan protokol untuk mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis;
memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan menyampaikan pertanyaan-
pertanyaan pada saat serah terima,dan melibatkan para pasien serta keluarga dalam proses
serah terima.
d.        Pastikan Tindakan yang benar pada Sisi Tubuh yang benar.
Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah. Kasus-kasus dengan
pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi tubuh yang salah sebagian besar
adalah akibat dan miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak benar.
Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-kesalahan macam ini adalah
tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah yang distandardisasi. Rekomendasinya adalah
untuk mencegah jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi
prapembedahan; pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan
melaksanakan prosedur; dan adanya tim yang terlibat dalam prosedur Time out sesaat
sebelum memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi yang
akan dibedah.
e.         Kendalikan Cairan Elektrolit Pekat (concentrated).
Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media kontras memiliki profil
risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi khususnya adalah berbahaya.
Rekomendasinya adalah membuat standardisasi dari dosis, unit ukuran dan istilah; dan
pencegahan atas campur aduk/bingung tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik.
f.          Pastikan Akurasi Pemberian Obat pada Pengalihan Pelayanan.
Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi/pengalihan. Rekonsiliasi
(penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang didesain untuk mencegah salah
obat (medication errors) pada titik-titik transisi pasien. Rekomendasinya adalah menciptakan
suatu daftar yang paling lengkap dan akurat dan seluruh medikasi yang sedang diterima
pasien juga disebut sebagai “home medication list”, sebagai perbandingan dengan daftar saat
admisi, penyerahan dan/atau perintah pemulangan bilamana menuliskan perintah medikasi;
dan komunikasikan daftar tsb kepada petugas layanan yang berikut dimana pasien akan
ditransfer atau dilepaskan.
g.         Hindari Salah Kateter dan Salah Sambung Slang (Tube).
Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain sedemikian rupa agar
mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) yang bisa
menyebabkan cedera atas pasien melalui penyambungan spuit dan slang yang salah, serta
memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru. Rekomendasinya adalah
menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara detail/rinci bila sedang mengenjakan
pemberian medikasi serta pemberian makan (misalnya slang yang benar), dan bilamana
menyambung alat-alat kepada pasien (misalnya menggunakan sambungan & slang yang
benar).
h.         Gunakan Alat Injeksi Sekali Pakai.
Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran dan HIV, HBV, dan HCV
yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuse) dari jarum suntik. Rekomendasinya adalah
penlunya melarang pakai ulang jarum di fasilitas layanan kesehatan; pelatihan periodik para
petugas di lembaga-lembaga layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-pninsip
pengendalian infeksi,edukasi terhadap pasien dan keluarga mereka mengenai penularan
infeksi melalui darah;dan praktek jarum sekali pakai yang aman.
i.           Tingkatkan Kebersihan Tangan (Hand hygiene) untuk Pencegahan lnfeksi Nosokomial.
Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia menderita
infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit. Kebersihan Tangan yang efektif adalah ukuran
preventif yang pimer untuk menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya adalah mendorong
implementasi penggunaan cairan “alcohol-based hand-rubs” tersedia pada titik-titik pelayan
tersedianya sumber air pada semua kran, pendidikan staf mengenai teknik kebarsihan taangan
yang benar mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja; dan pengukuran
kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan/observasi dan tehnik-tehnik
yang lain.

H.      Aspek Hukum Terhadap Patient safety;;


Aspek hukum terhadap “patient safety;;” atau keselamatan pasien adalah sebagai berikut:
1.    UU Tentang Kesehatan & UU Tentang Rumah Sakit
a.         Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum
1)   Pasal 53 (3) UU No.36/2009; “Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus
mendahulukan keselamatan nyawa pasien.”
2)   Pasal 32n UU No.44/2009; “Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan
dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit.
3)   Pasal 58 UU No.36/2009
a)   “Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau
penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam
pelayanan kesehatan yang diterimanya.”
b)   “…..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau
pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.”
2.    Tanggung jawab Hukum Rumah sakit
a.         Pasal 29b UU No.44/2009; ”Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,
antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan
standar pelayanan Rumah Sakit.”
b.         Pasal 46 UU No.44/2009; “Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua
kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di RS.”
c.         Pasal 45 (2) UU No.44/2009; “Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas
dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia.”
3.    Bukan tanggung jawab Rumah Sakit
a.       Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit; “Rumah Sakit Tidak bertanggung jawab
secara hukum apabila pasien dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan
yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang kompresehensif.

4.    Hak Pasien


a.     Pasal 32d UU No.44/2009; “Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan
yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional”
b.      Pasal 32e UU No.44/2009; “Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif
dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi”
c.       Pasal 32j UU No.44/2009; “Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis, alternatif
tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang
dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan”
d.      Pasal 32q UU No.44/2009; “Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut
Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan
standar baik secara perdata ataupun pidana”
5.    Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien
a.    Pasal 43 UU No.44/2009
1.      RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien
2.      Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan
menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak
diharapkan.
3.      RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang membidangi keselamatan
pasien yang ditetapkan oleh menteri
4.      Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditujukan untuk mengoreksi
sistem dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.

H.    Implementasi Patient safety;;


Menurut James Reason dalam Human error management: models and management tahun
1991, dikatakan ada dua pendekatan dalam penanganan error atau KTD. Pertama pendekatan
personal. Pendekatan ini memfokuskan pada tindakan yang tidak aman, melakukan dan
pelanggaran prosedur, dari orang-orang yang menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan
(dokter, perawat, ahli bedah, ahli anestesi, farmasis dll). Tindakan tidak aman ini dianggap
berasal dari proses mental yang menyimpang seperti mudah lupa, kurang perhatian, motivasi
yang buruk, tidak hati-hati, alpa dan sembrono.

Anda mungkin juga menyukai