Anda di halaman 1dari 28

“LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN HALUSINASI “

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN JIWA

SEMESTER V T.A. 2022/ 2023

NAMA : Rhaisya Metha Yona

NIM : P032014401032

CLINICAL TEACHER CT) CLINICAL ISNTRUCTUR

(Ns. Usraleli., S. Kep., M.Kep) (Ns. Devika Handayani., S. Kep)

PRODI D-III KEPERAWATAN

JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES RIAU

T. A. 2022/ 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan dengan judul “Halusinasi”
tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari laporan pendahuluan ini adalah
untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa. Selain itu, laporan pendahuluan
ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang materi halusinasi bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu Ns. Devika Handayani., S. Kep
Clinical Instructur yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga Penulis dapat menyelesaikan laporan pendahuluan ini. Penulis
menyadari, laporan pendahuluan yang penulis tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis nantikan demi
kesempurnaan laporan pendahuluan ini.

Pekanbaru, 23 Oktober 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................

DAFTAR ISI..............................................................................................................................

1. LATAR BELAKANG........................................................................................................

2. DEFINISI...........................................................................................................................

3. ETIOLOGI.........................................................................................................................

4. MANIFESTASI KLINIK...................................................................................................

5. POHON MASALAH..........................................................................................................

6. KLASIFIKASI...................................................................................................................

7. PENATALAKSANAAN MEDIK DAN KEPERAWATAN............................................

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG.....................................................................................

9. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS....................................................................

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................

3
1. LATAR BELAKANG
Dalam dunia masa kini yang terus-menerus berubah terdapat banyak sekali sumber
tekanan, frustasi dan konflik yang menimbulkan stress fisik dan mental pada kita, baik
perorangan maupun kelompok. Manusia bereaksi secara keseluruhan, secara holistik, atau
dapat dikatakan juga secara somato-psikososial (Maramis, 2005 : 118).
Gaya hidup dan persaingan hidup menjadi semakin tinggi. Hal ini disebabkan
karena tuntutan akan kebutuhan ekonomi, sandang, pangan dan papan, pemenuhan
kebutuhan kasih sayang, rasa aman dan aktualisasi diri dapat berakibat tingginya tingkat
stress di kalangan masyarakat. Jika individu kurang atau tidak mampu dalam
menggunakan mekanisme koping dan gagal dalam beradaptasi maka individu akan
mengalami berbagai penyakit baik fisik maupun mental (Rasmun, 2004 : 1).
Prevalensi gangguan kesehatan jiwa di Indonesia menurut hasil studi Bahar dkk
(1995) adalah 18,5%, yang berarti dari 1000 penduduk terdapat sedikitnya 185 penduduk
dengan gangguan kesehatan jiwa atau tiap rumah tangga terdapat seorang anggota
keluarga yang menderita gangguan kesehatan jiwa.
Gangguan jiwa yang banyak ditemukan adalah gangguan jiwa berat atau biasa
disebut skizofrenia. Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini
ditandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,
gangguan kognitif dan persepsi. Gejala negatifnya antara lain seperti avolition
(menurunnya minat dan dorongan), berkurangnya keinginan bicara dan miskinnya isi
pembicaraan, afek yang datar, serta terganggunya relasi personal.
Sekitar satu persen penduduk dunia mengidap skizofrenia pada suatu waktu dalam
hidupnya. Di Indonesia diperkirakan satu sampai dua persen penduduk atau sekitar dua
sampai empat juta jiwa akan terkena penyakit ini. Bahkan sekitar sepertiga dari sekitar
satu sampai dua juta yang terjangkit penyakit skizofrenia ini atau sekitar 700 ribu hingga
1,4 jiwa kini sedang mengidap skizofrenia. Perkiraan angka ini disampaikan Dr. LS
Chandra, SpKJ dari Sanatorium Dharmawangsa Jakarta Selatan. Tiga per empat dari
jumlah pasien skizofrenia umumnya dimulai pada usia 16 sampai 25 tahun pada lakilaki.
Pada kaum perempuan, skizofrenia biasanya mulai diidap pada usia 25 hingga 30 tahun.
Penyakit yang satu ini cenderung menyebar di antara anggota keluarga sedarah.
Salah satu jenis skizofrenia adalah adalah skizofrenia katatonik yang memiliki

4
gambaran klinis, seperti stupor, gaduh gelisah, menampilkan posisi tubuh tertentu dan
mempertahankannya negativisme, ragiditas, serta “Command automatism” (kepatuhan
secara otomatis terhadap perintah dan pengulangan kata serta kalimat). Gejala katatonik
dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik atau alkohol dan obat-obatan
serta dapat terjadi pada gangguan afektif Stuart (2006). Perubahan persepsi adalah
ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara rangsang yang timbul dari sumber
internal seperti pikiran, perasaan, sensasi somatik dengan impuls dan stimulus eksternal.
Gangguan persepsi yang paling sering terjadi adalah halusinasi. Menurut Maramis
(2005), “halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra
tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui
panca indra tanpa stimulus eksteren : persepsi palsu”.
Dengan melihat begitu banyaknya orang yang terkena gangguan jiwa penulis
tertarik untuk memberikan Asuhan Keperawatan pada klien dengan Gangguan Persepsi
Sensori Halusinasi.

2. DEFINISI
Halusinasi adalah penginderaan tanpa rangsangan eksternal yang berhubungan
dengan salah satu jenis indera tertentu yang khas (kaplan dan saddock 1997, Dalam
buku Rusdi Dermawan. D 2013).
Halusinasi adalah gerakan penyerapan (presepsi) panca indera tanpa ada
rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem panca indera terjadi pada saat
kesadaran individu penuh / baik (depkes RI 2000, Dalam buku Rusdi Dermawan. D
2013).
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptive individu yang berada
dalam rentang neuro biologi (Stuart dan Laraia 2005 Dalam buku Rusdi Dermawan. D
2013)

Menurut Varcarolis, Halusinasi dapatdidefinisikan sebagai terganggunya


persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus. Tipe halusinasi yang paling
sering adalah halusinasi pendengaran (Auditory-hearing voices or sounds), penglihatan
(Visual-seeing persons or things), penciuman (Olfactory-smelling odors), pengecapan
(Gustatoryexperiencingtastes).

5
Paien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa ada suara
padahal tidak ada stimulus suara. Melihat bayangan orang atau sesuatu yang
menakutkan padahal tidak ada bayangan tersebut. Membaui bau-bauan tertentu padahal
orang lain tidak merasakan sensasi serupa. Merasakan mengecap sesuatu padahal tidak
sedang akan apapun dalam permukaan kulit

3. ETIOLOGI

Halusinasi ada beberapa etiologi atau penyebab. Menurut Stuart (2013) dibagi menjadi
dua yaitu :
1. Faktor predisposisi meliputi :
a. Biologis yaitu abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan melalui penelitian
pencitraan otak dan zat kimia di otak seperti dopamin dan neurotransmitter lain terutama
serotonin dan masalah masalah pada sistem reseptor dopamin.
b. Faktor psikologis, teori ini menyalahkan keluarga sebagai penyebab gangguan ini.
Akibatnya, kepercayaan keluarga terhadap tenaga kesehatan jiwa proffesional menurun.
c. Sosial budaya yang mempengaruhi seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (perang,
kerusuhan, dan bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor prespitasi terjadinya gangguan halusinasi meliputi :
a. Biologi meliputi gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh
otak untuk di interpresikan.
b. Lingkungan yaitu ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadapa stresor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Pemicu gejala, berhubungan dengan kesehatan, lingkungan , sikap dana perilaku individu.
d. Penilaian stresor berdasarkan penelitian mengenai relaps dan eksaserbasi gejala
membuktikan stress, penilaian individu terhadap stresor dan masalah koping dapat
mengindikasikan kekambuhan gejala

6
4. MANIFESTASI KLINIK

Tanda-tanda halusinasi menurut Yosep (2010) & Fajariyah (2012) meliputi sebagai

berikut :

Manifestasi Klinis Halusinasi

Jenis Halusinasi Data Subjektif Data Objektif

Halusinasi 1. Klien mengatakan 1. Klien tampak bicara


Pendengaran mendengar suara atau sendiri.
(Auditory-hearing kegaduhan. 2. Klien tampak tertawa
voices or sounds) 2. Klien mengatakan sendiri.
mendengar suara yang 3. Klien tampak marah-
mengajaknya untuk marah tanpa sebab.
bercakap-cakap. 4. Klien tampak
3. Klien mengatakan mengarahkan telinga ke
mendengar suara yang arah tertentu.
menyuruhnya untuk 5. Klien tampak menutup
melakukan sesuatu telinga.
yang berbahaya. 6. Klien tampak
4. Klien mengatakan menunjuk-nunjuk
mendengar suara yang kearah tertentu.
mengancam diri nya 7. Klien tampak mulutnya
atau orang lain. komat kamit sendiri.

Halusinasi 1. Klien mengatakan 1. Klien tampaktatapan


Penglihatan (Visual- melihat seseorang mata pada tempat
seeing persons or yang sudah tertentu.
things) meninggal, melihat 2. Klien tampak
makhluk tertentu, menunjuk nunjuk
melihat bayangan kearah tertentu.
hantu atau sesuatu 3. Klien tampak
yang menakutkan. ketakutan pada objek
tertentu yang dilihat.

Halusinasi 1. Klien mengatakan 1. Klien tampak


Penghidu mencium sesuatu mengarahkan hidung
(Olfactory-smeeling seperti : bau mayat, pada tempat tertentu.
odors) bau darah, bau bayi, 2. Ekspresi wajah klien
bau feses, atau bau tampak seperti
masakan, parfum yang mencium sesuatu
menyenangkan. dengan gerakan
2. Klien mengatakan cuping hidung.
sering mencium bau
sesuatu.

7
Halusinasi 1. Klien mengatakan ada 1. Klien tampak
Perabaan sesuatu yang mengusap,
(Tactile-feeling menggerayangi tubuh menggaruk garuk,
bodily sensations) seperti tangan, meraba-raba
binatang kecil, atau permukaan kulitnya.
makhluk halus. 3. Klien tampak
3. Klien mengatakan menggerak-gerakkan
merasakan sesuatu di tubuhnya seperti
permukaan kulitnya merasakan sesuatu
seperti merasakan merabanya.
sangat panas atau
dingin, merasakan
tersengat aliran listrik,
dan sebagainya.
Halusinasi 1. Klien mengatakan 1. Klien tampak seperti
Pengecapan merasakan makanan mengecap sesuatu.
(Gustatory- tertentu, rasa tertentu, 2. Klien tampak sering
experiencing tastes) atau mengunyah meludah.
tertentu padahal tidak 4. Klien tampak mual
ada yang sedang atau muntah.
dimakannya.
4. Klien mengatakan
merasakan minum
darah, nanah.
Tanda-tanda yang berkaitan dengan halusinasi pendengaran meliputi

sebagai berikut :

a. Data Objektif :

1) Klien tampak bicara sendiri.

2) Klien tampak tertawa sendiri.

3) Klien tampak marah-marah tanpa sebab.

4) Klien tampak mengarahkan telinga ke arah tertentu.

5) Klien tampak menutup telinga.

6) Klien tampak menunjuk-nunjuk kearah tertentu.

7) Klien tampak mulutnya komat-kamit sendiri.

b. Data Subjektif :

1) Klien mengatakan mendengar suara atau kegaduhan.

8
2) Klien mengatakan mendengar suara yang mengajaknya

untuk bercakap-cakap.

3) Klien mengatakan mendengar suara yang menyuruhnya

untuk melakukan sesuatu yang berbahaya.

4) Klien mengatakan mendengar suara yang mengancam dirinya

atau orang lain.

5. POHON MASALAH

6. KLASIFIKASI
1. Halusinasi Pendengaran (Auditory)
Klien mendengar suara dan bunyi tidak berhubungan dengan stimulasi nyata dan
orang lain tidak mendengarnya.
2. Halusinasi Penglihatan (visual)
Klien melihat gambar yang jelas atau samar tanpa stimulus yang nyata dan orang
lain tidak melihat
3. Halusinasi penciuman (Olfactory)
Klien mencium bau yang muncul dari sumber tentang tanpa stimulus yang nyata
dan orang lain tidak mencium
4. Halusinasi pengecapan (Gusfactory)
Klien merasa makan sesuatu yang tidak nyata. Biasa merasakan makanan yang
tidak enak.
5. Halusinasi perabaan (Taktil)
Klien merasakan sesuatu pada kulit tanpa stimulus yang nyata.

9
Jenis halusinasi menurut data subjektif dan objektif (Keliat, 2009)

Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif


Dengar /Suara Bicara atau tertawa Mendengar suara-suara atau
sendiri kegaduhan
Marah tanpa sebab Mendengar suara yang
Mencondongkan telinga mengajak bercakap-cakap
ke arah tertentu Menutup Mendengar suara memerintah
telinga melakukan sesuatu yang
berbahaya

Penglihatan Menunjuk-nunjuk ke Melihat bayangan, sinar,


arah tertentu bentuk geometris, bentuk
Ketakutan pada sesuatu kartun, melihat hantu atau
yang tidak jelas monster
Penghidu Tampak seperti sedang Mencium bau-bauan, seperti
mencium bau-bauan bau darah, urine, feses,
tertentu terkadang bau yang
Menutup hidung menyenangkan
Pengecapan Sering meludah Muntah Merasakan rasa seperti darah,
urine, feses

Perabaan Menggaruk-garuk Mengatakan ada serangga di


permukaan kulit permukaan kulit
Merasa seperti
tersengat listrik

7. PENATALAKSANAAN MEDIK DAN KEPERAWATAN

Terapi dalam jiwa bukan hanya meliputi pengobatan farmakologi, tetapi juga pemberian
psikoterapi, serta terapi modalitas yang sesuai dengan gejala atau penyakit klien yang
mendukung penyembuhan klien jiwa.
Pada terapi tersebut juga harus dengan dukungan keluarga dan sosial akan memberikan
peningkatan penyembuhan karena klien akan merasa berguna dalam masyarakat dan tidak
merasa asingkan dengan penyakit yang dialaminnya. (Kusmawati & Hartono,2010)
a. Psikofarmakologis
Farmakoterapi adalah pemberian terapi dengan menggunakan obat. Obat yang
digunakan utnuk gangguan jiwa disebut psikofarmaka atau psikotropika atau
pherentropika. Terapi gangguan jiwa dengan menggunakan oabt-obatan disebut

10
dengan psikofarmakoterapi aau medikasi psikotropika yaitu obat yang mempunyai
efek terapeutik langsung pada proses mental penderita karena kerjanya pada otak/
sistem saraf pusat. Obat biasa berupa haloperidol, Alprazola,.Cpoz,
Trihexphendyl.

b. Terapi Somatis
Terapi somatis adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa
dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku adaptif
dengan melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik klien. Walaupun
yang diberi perilaku adalah fisik klien tetapi target adalah perilaku klien. Jenis
somatic adalah meliputi peningkatan, terapi kejang listrik, isolasi dan fototerapi.
1. Peningkatan Peningkatan adalah terapi menggunakan alat mekanik atau
manual untuk membatasi mobilitas fisik klien yang bertujuan untuk
melindungi fisik sendiri atau orang lain.
2. Terapi kejang listrik Elekrto Convulse Therapy (ECT) adalah bentuk terapi
pada klien dengan menimbulkan kejang (grandma) dengan mengalirkan
arus listrik kekuatan rendah (2-8 joule) melalui elektroda yang
ditempelkan beberapa detik pada pelipis kiri/kanan (lobus frontal) klien
( Stuart,2007)

c. Terapi Modalitas
Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan jiwa. Terapi diberikan
dalam upaya mengubah perilaku klien dan perilaku yang maladaptif menjadi
perilaku adaptif. Jenis terapi modalitas meliputi psikoanalisis, psikoterapi, terapi
perilaku kelompok, terapi keluarga, terapi rehabilitas, terapi psikodrama, terapi
lingkungan (Stuart,2007)

Penatalaksanaan terapi keperawatan pada klien skizofrenia dengan halusinasi


bertujuan membantu klien mengontrol halusinasinya sehingga diperlukan beberapa
tindakan keperawatan yang dapat dilakukan perawat dalam upaya meningkatkan
kemampuan untuk mengontrol halusinasinya yaitu dengan tindakan keperawatan
generalis dan spesialis (Kanine, 2012).

a. Tindakan Keperawatan Generalis : Individu dan Terapi Aktifitas Kelompok

11
Tindakan keperawatan generalis individu berdasarkan standar asuhan keperawatan
jiwa pada klien skizofrenia dengan halusinasi oleh Carolin (2008), maka tindakan
keperawatan generalis dapat dilakukan pada klien bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan kognitif atau pengetahuan dan psikomotor yang harus dimiliki oleh
klien skizofrenia dengan halusinasi yang dikemukakan oleh Millis (2000, dalam
Varcolis, Carson dan Shoemaker, 2006), meliputi : 1) Cara mengontrol halusinasi
dengan menghardik dan mengatakan stop atau pergi hingga halusinasi dirasakan
pergi, 2) Cara menyampaikan pada orang lain tentang kondisi yang dialaminya
untuk meningkatkan interaksi sosialnya dengan cara bercakap- cakap dengan orang
lain sebelum halusinasi muncul, 3) Melakukan aktititas untuk membantu
mengontrol halusinasi dan melawan kekhawatiran akibat halusinasi seperti
mendengarkan musik, membaca, menonton TV, rekreasi, bernyanyi, teknik
relaksasi atau nafas dalam. Kegiatan ini dilakukan untuk meningkatkan stimulus
klien mengontrol halusinasi.4) Patuh minum obat.
Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) yang dilakukan pada klien skizofrenia dengan
halusinasi adalah Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) Stimulasi Persepsi yang terdiri
dari 5 sesi yaitu :
1) Sesi pertama mengenal halusinasi, 2) Sesi kedua mengontrol halusinasi
dengan memghardik, 3) Sesi ketiga dengan melakukan aktifitas, 4) Sesi keempat
mencegah halusinasi dengan bercakap dan 5) Sesi kelima dengan patuh minum obat
.
b. Tindakan Keperawatan Spesialis : Individu dan Keluarga
Terapi spesialis akan diberikan pada klien skizofrenia dengan halusinasi setelah
klien menuntaskan terapi generalis baik individu dan kelompok. Adapun terapi
spesialis meliputi terapi spesialis individu, keluarga dan kelompok yang diberikan
juga melalui paket terapi Cognitive Behavior Therapy (CBT).
Tindakan keperawatan spesialis individu adalah Cognitive Behavior Therapy
(CBT). Terapi Cognitive Behavior Therapy (CBT) pada awalnya dikembangkan
untuk mengatasi gangguan afektif tetapi saat ini telah dikembangkan untuk klien
yang resisten terhadap pengobatan.
Adapun mekanisme pelaksanaan implementasi keperawatan sebagai berikut:
langkah awal sebelum dilakukan terapi generalis dan spesialis adalah
mengelompokan klien skizofrenia dengan halusinasi mulai dari minggu I sampai
dengan minggu IX selama praktik resdensi. Setelah pasien dikelompokan,

12
selanjutnya semua klien akan diberikan terapi generalis mulai dari terapi generalis
individu untuk menilai kemampuan klien skizofrenia dengan halusinasi.
Langkah berikutnya adalah mengikutkan klien pada terapi generalis kelompok
yaitu Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) Stimulasi Persepsi Sensori Halusinasi.
Demikian juga keluarga akan dilibatkan dalam terapi keluarga. Hal ini bertujuan
agar keluarga tahu cara merawat klien skizofrenia dengan halusinasi di rumah.
Terapi keluarga dilakukan pada setiap anggota keluarga yang datang mengunjungi
klien.
Terapi spesialis keluarga yaitu psikoedukasi keluarga yang diberikan pada
keluarga klien skizofrenia dengan halusinasi adalah Family Psycho Education
(FPE) yang terdiri dari lima sesi yaitu sesi I adalah identifikasi masalah keluarga
dalam merawat klien skizofrenia dengan halusinasi, sesi II adalah latihan cara
merawat klien halusinasi di rumah, sesi III latihan manajemen stres oleh keluarga,
sesi IV untuk latihan manajemen beban dan sesi V terkait pemberdayaan komunitas
membantu keluarga.

c. Komunikasi Terapeutik Pada Klien Gangguan Jiwa (Halusinasi)


Komunikasi terapeutik merupakan media utama yang digunakan untuk
mengaplikasikan proses keperawatan dalam lingkungan kesehatan jiwa.
Keterampilan perawat dalam komunikasi terapeutik mempengaruhi keefektifan
banyak intervensi dalam keperawatan jiwa. Komunikasi terapeutik itu sendiri
merupakan komunikasi yang direncanakan dan dilakukan untuk membantu
penyembuhan/pemulihan pasien. Tujuan komunikasi terapeutik membantu klien
untuk menjelaskan dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat
mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila klien percaya pada hal
yang diperlukan, mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan
yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya serta mempengaruhi orang lain,
lingkungan fisik dan dirinya sendiri (Putri, N, & Fitrianti, 2018).
Berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah teknik
khusus, ada beberapa hal yang membedakan berkomunikasi antara orang gangguan
jiwa dengan gangguan akibat penyakit fisik. Perbedaannya adalah :
1. Penderita gangguan jiwa cenderung mengalami gangguan konsep diri, penderita
gangguan penyakit fisik masih memiliki konsep diri yang wajar (kecuali pasien
dengan perubahan fisik, ex : pasien dengan penyakit kulit, pasien amputasi, pasien

13
pentakit terminal dll).
2. Penderita gangguan jiwa cenderung asyik dengan dirinya sendiri sedangkan
penderita penyakit fisik membutuhkan support dari orang lain.
3. Penderita gangguan jiwa cenderung sehat secara fisik, penderita penyakit fisik bisa
saja jiwanya sehat tetapi bisa juga ikut terganggu.
Komunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah dasar
pengetahuan tentang ilmu komunikasi yang benar, ide yang mereka lontarkan
terkadang melompat, fokus terhadap topik bisa saja rendah, kemampuan
menciptakan dan mengolah kata – kata bisa saja kacau balau.

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui penyebab dari
halusinasi (Stuart, 2015), yaitu:
a. Pemeriksaan darah dan urine, untuk melihat kemungkinan infeksi serta
penyalahgunaan alkohol dan NAPZA.
b. EEG (elektroensefalogram), yaitu pemeriksaan aktivitas listrik otak untuk melihat
apakah halusinasi disebabkan oleh epilepsi.
c. Pemindaian CT scan dan MRI, untuk mendeteksi stroke serta kemungkinan adanya
cedera atau tumor di otak.

9. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS


Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap
pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan, atau masalah
klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan
spiritual (Keliat, 2005). Isi pengkajian meliputi :
1. Identitas
Di dalam identitas berisikan nama, usia, alamat, pendidikan, pekerjaan, agama
dan ststus perkawinan.
2. Alasan masuk
Biasanya klien masuk dengan alasan perilaku yang berubah misalnya tertawa
sendiri, marah-marah sendiri ataupun terkadang berbicara sendiri
3. Faktor predisposisi
a. faktor perkembangan

14
Jika rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan individu tidak
mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan
terhadap stress adalah merupakan salah satu tugas perkembangan yang
terganggu.
b. Faktor sosiokultural
Individu yang merasa tidak diterima lingkungannya akan merasa disingkirkan,
kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.
c. Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang
berlebihan dialami individu maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang
dapat bersifat halusnogenik neurokimia seperti Buffenon dan Dimetytransferase
DMP) akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya
neurotransmitter otak, misal terjadi ketidakseimbangan acethylcholin dan
dopamine.
d. Faktor psikologik

Tipe kepribadian yang lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
pada penyalahgunaan zat adiktif. Selain itu ibu yang pencemas, overprotektif,
dingin, tidak sensitive, pola asuh tidak adekuat, konflik perkawinan, koping tidak
adekuat juga berpengaruh pada ketidakmampuan individu dalam mengambil
keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan
sesaat dan lari dari alam nyata menu alam hayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak yang di asuh oleh orangtua skizofrenia
cenderung akan mengalami skizofrenia juga.
4. Faktor presipitasi
Dimana di dalamnya terdapat perilaku seperti konsep diri rendah, keputusasaan,
kehilangan motivasi, tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual, bertindak
berbeda dengan orang lain, kurang keterampilan sosial, preilaku agresif dan
amuk.
5. Fisik
Mengukur dan observsi tanda-tanda vital, mengukur tinggi badan dan berat
badan klien, menanyakan keluhan yang dialami klien . 6.
Psikososial

15
a. Genogram
Membuat genogram tiga generasi yang menggambarkan hubungan klien dan
keluarga.
b. Konsep diri
Di dalam konsep diri terdapat citra tubuh klien, identitas diri klien, peran klien,
ideal diri klien, dan harga diri klien.
c. Hubungan sosial
Klien dekat dengan siapa didalam keluarganya untuk tempat mengadu, tempat
bicara dan meminta bantuan, lalu kegiatan klien sewaktu di masyarakat apa saja.
d. Spiritual
Pandangan dan keyakinan terhadap gangguan jiwa sesuai norma budaya dan
agama yang dianut, pandangan masyarakat tentang gangguan jiwa. Kegiatan
ibadah dirumah klien bagaimana lalu tanggapan klien tentang kegiatan
ibadahnya.

7. Status mental
Didalam status mental terdapat penampilan klien, pembicaraan klien, aktivitas
motorik yang dilakukan klien, alam perasaan yang sedang dialami klien, afek
klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat
kesadaran, memori, tingkat konsentrasi dan berhitung, kemampuan penilaian,
daya tilik.
8. Kebutuhan persiapan pulang
Makan, BAB/BAK, mandi, berpakaian, istirahat dan tidur, penggunaan obat,
pemeliharaan kesehatan, aktivitas dirumah, aktivitas diluar rumah.
9. Mekanisme koping
10. Masalah psikososial dan lingkungan

Diagnosa Keperawatan
1. Resiko perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi pendengaran
2. Gangguan sensori/persepsi : halusinasi pendengaran berhubungan dengan
mmenarik diri
3. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah kronis

16
Intervensi keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan
keperawatan Hasil (SLKI) (SIKI)
(SDKI)
1. Resiko perilaku Setelah diberikan Pencegahan perilaku kekerasan
kekerasan asuhan Keperawatan
berhubungan …x24 jam diharapkan Observasi
dengan kontrol diri meningkat 1. Monitor adanya benda yang
halusinasi dengan kriteria hasil: berpotensi membahayakan
pendengaran 1. Verbalisasi ancaman 3. Monitor keamanan
kepada orang lain barang yang dibawa oleh
menurun pengunjung
2. Verbalisasi 4. Monitor selama
umpatan menurun menggunakan barang yang
3. Perilaku menyerang dapat membahayakan
menurun
4. Perilaku melukai
Terapeutik
diri sendiri dan
1. Pertahankan lingkungan
orang lain
yang bebas dari bahaya
menurun
secara rutin
5. Perilaku merusak
2. Libatkan keluarga dalam
lingkungan sekitar
perawatan
menurun
6. Perilaku agresif
Edukasi
atau amuk Suara
1. Anjurkan pengunjung dan
keras menjadi
keluarga untuk mendukung
menurun
keselamatan pasien
7. Bicara ketus
2. Latih mengungkapkan
menurun
perasaan secara asertif

17
2. Latif cara mengurangi
kemarahan secara verbal
dan nonverbal (relaksasi,
latihan fisik, bercerita,
spiritual)

2 Gangguan Setelah dilakukkan Manajemen halusinasi atau


sensori/persepsi Tindakan keperawatan gangguan persepsi sensori
halusinasi
pendengaran selama …x24 (pendengaran)
berhubungan jam diharapkan
dengan menarik persepsi sensori
membaik dengan Observasi :
diri
kriteria hasil: 1. Monitor perilaku yang
1. Verbalisasi mengindikasi
mendengar
bisikan halusinasi/gangguan persepsi.
menurun 2. Monitor isi
2. Verbalisasi
gangguan/halusinasi.
melihat
bayangan
menurun Terapeutik :
1. Pertahankan keamanan. 2.
Diskusikan rasa serta
responnya mengenai
gangguan.
Edukasi :
1. Menganjurkan monitor
munculnya gangguan. 2.
Menganjurkan
komunikasi guna memberi
motivasi serta feedback.
3. Menganjurkan distraksi
(dengar lagu,
menyelesaikan kegiatan) 4.
Mengajarkan kontrol
gangguan.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pengobatan

18
antipsikotik dan ansietas

3 Isolasi sosial : Setelah dilakukkan Promosi Sosialisasi Observasi :


menarik diri Tindakan keperawatan 1. Identifikasi kemampuan
berhubungan selama …x24 jam melakukan interaksi
dengan harga diharapkan dengan orang lain
keterlibatan social
diri rendah meningkat dengan 2. Identifikasi hambatan
kronis kriteria hasil: melakukan interaksi
1. Minat interaksi dengan orang lain

meningkat
Terapeutik :
2. Verbalisasi
1. Motivasi meningkatkan
sosial keterlibatan dalam suatu
meningkat hubungan
2. Motivasi kesabaran dalam
Perilaku menarik diri
mengembangkan suatu
menurun
hubungan
3. Motivasi dalam berpartisipasi
dalam aktivitas baru
motivasi
4. berinteraksi di
luar lingkungan
5. Diskusikan kekuatan dan
keterbatasan dalam
berkomunikasi dengan orang
lain
6. Diskusikan perencanaan di
masa depan
7. Berikan umpan balik positif
dalam perawatan diri
8. Berikan umpan balik positif
pada setiap peningkatan
kemampuan
Edukasi :
1. Anjurkan berinteraksi
dengan orang lain secara

19
bertahap
2. Anjurkan ikut serta kegiatan
social dan
kemasyarakatan
3. Anjurkan berbagi
4. pengalaman dengan
orang lain
5. Anjurkan meningkatkan
kejujuran diri dan
menghormati hak orang lain
6. Anjurkan penggunaan alat
bantu (mis. Kacamata dan
alat bantu dengar)
7. Anjurkan membuat
perencanaan kelompok kecil
untuk kegiatan khusus
8. Latih bermain peran untuk
meningkatkan ketrampilan
komunikasi
9. Latih mengekspresikan
marah dengan tepat

STRATEGI PELAKSANA HALUSINASI

SP 1 MENGHARDIK
A. Tahap Pra Interaksi
1. Mengeksplorasi Perasaan Perawat
2. Mengetahui Kelebihan Dan Kekurangan Diri Perawat
3. Memahami Apa Yang Akan Dilakukan Dan Rencana Teknik
Mengkomunikasikannya
4. Melakukan Verifikasi Program Perawatan Atau Riwayat Kesehatan Klien
5. Menentukan Waktu Kontak Dengan Keluarga

B. Tahap Orientasi

20
1. Mengucapkan Salam Terapeutik
2. Memperkenalkan Diri Dan Berkenalan Dengan Klien / Keluarga
3. Melakukan Evaluasi Dan Validasi
4. Menyepakati Kontrak : Topik , Waktu Dan Tempat.
5. Menanyakan Persetujuan Dan Mengklarifikasi Kesiapan Klien Sebelum
SP Dilakukan ➔ Opsional , Bukan Keharusan
6. Memberikan Kesempatan Klien Untuk Bertanya ➔ Opsional
7. Perawat Mencuci Tangan

C. Tahap Kerja
1. Mengkaji Perasaan Dirasakan Klien.
2. Menanyakan Apa Yang Sebelumnya Dilakukan Klien Untuk Mengatasi
Halusinasi Yang Dialami Dan Bagaimana Hasilnya
3. Menjelaskan Ada 4 Cara Mengontrol Halusinasi Yaitu Klien Mampu:
Menghardik Saat Halusinasi Muncul, Bercakap – Cakap Dengan Orang
Lain , Melakukan Aktivitas Terjadwal Dan Minum Obat Dengan Benar
4. Menyampaikan Pada Klien Bahwa SP1 Yaitu Klien Mampu Menghardik
Halusinasi
5. Menjelaskan Secara Jelas , Ringkas Dan Dengan Bahasa Yang Mudah
Dipahami Tentang Cara Menghardik Halusinasi :
a. Memejamkan Kedua Mata
b. Menutup Rapat Kedua Lubang Telinga Dengan Telapak Tangan
c. Mengucapkan Dengan Suara Keras Dan Lantang 2 – 3 Kali :
”Pergi-Pergi
“Kamu Suara Palsu”
“Aku Tidak Mau Mendengarkan Kamu “
d. Diucapkan Beberapa Kali Sampai Halusinasi Berkurang / Hilang
6. Perawat Mempraktikkan Cara Menghardik Halusinasi Sambil
Mengkomunikasikannya Pada Klien Untuk Memperhatikan
7. Klien Diminta Mempraktikkan Ulang Cara Menghardik Yang Benar.
8. Perawat Memberikan Penguatan Atau Reinforcement Positif

D. Tahap Terminasi

21
1. Melakukan Evaluasi Subjektif Tentang SP 1
2. Melakukan Evaluasi Objektif Tentang SP 1
3. Menjelaskan Rencana Tindak Lanjut SP 1 Yang Baru Saja Selesai
Dilakukan Berupa Tawaran Frekuensi Berlatih Menghardik.
4. Memasukkan Rencana Tindak Lanjut Tersebut Pada Buku Kerja Klien
5. Memberikan Kesempatan Klien Untuk Bertanya
6. Menyepakati Kontrak Yang Akan Datang: Topik, Waktu Dan Tempat
7. Mencuci Tangan
8. Berpamitan Dengan Klien Dan Mengucapkan Salam Terapeutik

SP 2 BERCAKAP-CAKAP DENGAN ORANG LAIN

A. Tahap Pra Interaksi


1. Mengeksplorasi perasaan perawat
2. Mengetahui kelebihan dan kekurangan diri perawat
3. Memahami apa yang akan dilakukan dan rencana tehnik mengkomunikasikannya
4. Melakukan verifikasi program perawatan atau riwayat kesehatan klien
5. Menentukan waktu kontak dengan klien

B. Tahap Orientasi
1. Mengucapkan salam terapeutik
2. Memperkenalkan diri dan berkenalan dengan klien / keluarga
3. Melakukan evaluasi dan atau validasi SP1 yang dilakukan sebelumnya
4. Melakukan penilaian isi buku kerja tentang kegiatan RTL / kemampuan yang dilatih
sebelumnya
5. Menyepakati kontrak : topik , waktu dan tempat.
6. Menanyakan persetujuan dan mengklarifikasi kesiapan klien sebelum SP dilakukan
➔ Opsional, bukan keharusan
7. Memberikan kesempatan klien untuk bertanya➔ Opsional
8. Perawat mencuci tangan

C. Tahap Kerja
1. Mengkaji perasaan dirasakan klien.

22
2. Menanyakan waktu biasanya halusinasi muncul
3. Menyampaikan pada klien bahwa SP 2 halusinasi yaitu klien mengajak orang lain
bercakap – cakap akan dimulai.
4. Menjelaskan secara jelas, ringkas dan dengan bahasa yang mudah dipahami tentang
mengajak orang lain bercakap-cakap menjelang halusinasi muncul.
CATATAN :
Mengajak orang lain bercakap – cakap ( distraksi )
Melalui DISTRAKSI : Artinya Fokus Perhatian Klien Akan Beralih Dari
Halusinasi Ke Percakapan Yang Dilakukan Dengan Orang Lain Tersebut
5. Perawat mempraktikkan cara mengajak orang lain bercakap-cakap menjelang
halusinasi muncul sambil mengkomunikasinya pada klien untuk memperhatikan
6. Klien diminta mempraktikkan ulang cara mengajak orang lain bercakap-cakap
menjelang halusinasi muncul yang benar.
7. Perawat memberikan penguatan atau reinforcement positif

D. Tahap Terminasi
1. Menanyakan perasaan klien setelah berlatih berkenalan yang baik
2. Melakukan evaluasi subjektif SP 2
3. Melakukan evaluasi objektif SP 2
4. Menjelaskan rencana tindak lanjut SP 2 yang baru saja selesai dilakukan berupa
tawaran frekuensi berlatih mengajak orang lain bercakap – cakap
5. Memasukkan berlatih mengajak orang lain bercakap-cakap tersebut pada buku kerja
klien dan mereview cara mengisi kolom M , B dan T pada buku kerja
6. Memberikan kesempatan klien untuk bertanya
7. Menyepakati kontrak yang akan datang: topik , waktu dan tempat
8. Mencuci tangan
9. Berpamitan dengan klien dan mengucapkan salam terapeutik

SP 3 MELAKUKAN AKTIVITAS TERJADWAL


A. Tahap Pra Interaksi
1. Mengeksplorasi perasaan perawat
2. Mengetahui kelebihan dan kekurangan diri perawat
3. Memahami apa yang akan dilakukan dan rencana tehnik mengkomunikasikannya

23
4. Melakukan verifikasi program perawatan atau riwayat
kesehatan klien
5. Menentukan waktu kontak dengan klien

B. Tahap Orientasi
1. Mengucapkan salam terapeutik
2. Memperkenalkan diri dan berkenalan dengan klien/keluarga
3. Melakukan evaluasi dan atau validasi SP2 yang dilakukan
sebelumnya
4. Melakukan penilaian isi buku kerja tentang kegiatan RTL /
kemampuan yang dilatih sebelumnya
5. Menyepakati kontrak : topik , waktu dan tempat.
6. Menanyakan persetujuan dan mengklarifikasi kesiapan klien
sebelum SP dilakukan  Opsional , bukan keharusan
7. Memberikan kesempatan klien untuk bertanya  Opsional
8. Perawat mencuci tangan

C. Tahap Kerja
1. Mengkaji perasaan dirasakan klien.
2. Menanyakan waktu biasanya halusinasi muncul
3. Menyampaikan pada klien bahwa SP3 halusinasi yaitu klien melakukan aktivitas
terjadwal akan dimulai.
4. Menanyakan aktivitas sehari-hari yang mampu klien lakukan ( minimal 3 aktivitas )
5. Berdiskusi dengan klien untuk memilih aktivitas mana yang akan dilatih saat ini.
6. Menjelaskan secara jelas , ringkas dan dengan bahasa yang mudah dipahami tentang
aktivitas sehari – hari yang dipilih sambil agar perhatian beralih bila halusinasi muncul
Untuk SP3 pertemuan berikutnya klien memilih aktivitas lainnya kemudian melakukan
beraktivitas tersebut agar perhatian tidak fokus pada halusinasi
Untuk SP3 pertemuan berikutnya klien memilih aktivitas lainnya kemudian melakukan
beraktivitas tersebut agar perhatian tidak fokus pada halusinasi
CATATAN :
Melakukan aktivitas terjadwal termasuk distraksi
Melalui DISTRAKSI : artinya fokus perhatian klien akan beralih dari halusinasi ke
percakapan yang dilakukan dengan orang lain tersebut
24
7. Perawat mempraktikkan cara melakukan aktivitas terjadwal
sambil mengkomunikasinya pada klien untuk memperhatikan
8. Klien diminta mempraktikkan ulang cara melakukan aktivitas terjadwal yang benar.
9. Perawat memberikan penguatan atau reinforcement positif

D. Tahap Terminasi
1. Menanyakan perasaan klien setelah berlatih berkenalan yang baik
2. Melakukan evaluasi subjektif SP3
3. Melakukan evaluasi objektif SP3
4. Menjelaskan rencana tindak lanjut SP3 yang baru saja selesai dilakukan berupa
tawaran frekuensi berlatih melakukan aktivitas terjadwal
5. Memasukkan berlatih melakukan aktivitas terjadwal tersebut pada buku kerja klien
dan mereview cara mengisi kolom M, B dan T pada buku kerja
6. Memberikan kesempatan klien untuk bertanya
7. Menyepakati kontrak yang akan datang: topik, waktu dan tempat
8. Mencuci tangan
9. Berpamitan dengan klien dan mengucapkan salam terapeutik
SP 4 MINUM OBAT
A. Tahap Pra Interaksi
1. Mengeksplorasi perasaan perawat
2. Mengeksplorasi kelebihan dan kekurangan diri perawat
3. Memahami apa yang akan dilakukan dan rencana tehnik mengkomunikasikannya
4. Melakukan verifikasi program perawatan atau riwayat kesehatan klien
5. Menentukan waktu kontak dengan klien

B. Tahap Orientasi
1. Mengucapkan salam terapeutik
2. Memperkenalkan diri dan berkenalan dengan klien / keluarga
3. Melakukan evaluasi dan validasi SP1 , SP2 dan atau SP3 yang dilakukan sebelumnya
4. Melakukan penilaian isi buku kerja tentang kegiatan RTL/kemampuan SP1, SP2 dan
atau SP3 yang dilatih sebelumnya
5. Menyepakati kontrak : topik, waktu dan tempat.
6. Menanyakan persetujuan dan mengklarifikasi kesiapan klien sebelum SP dilakukan 

25
Opsional , bukan keharusan
7. Memberikan kesempatan klien untuk bertanya  Opsional
8. Perawat mencuci tangan

C. Tahap Kerja
1. Mengkaji perasaan dirasakan klien.
2. Menanyakan waktu biasanya halusinasi muncul
3. Menyampaikan pada klien bahwa SP4 halusinasi yaitu klien minum obat secara
teratur dan benar akan dimulai.
4. Menjelaskan secara jelas, ringkas dan dengan bahasa yang mudah dipahami tentang
obat yang dikomnsumsi klien agar dapat mengontrol halusinasi sambil
mengkomunikasinya pada klien untuk memperhatikan mulai dari:
- Pentingnya obat
- Akibat bila obat tidak dikonsumsi secara teratur ( putus obat )
- Cara mendapatkan obat
- Warna, waktu dan dosis obat
5. Klien diminta menjelaskann ulang tentang pentingnya obat,
akibat bila putus obat , cara mendapatkan , warna , waktu dan dosis obat yang
dikonsumsi klien untuk mengontrol
halusinasi.
6. Perawat memberikan penguatan atau reinforcement positif

D. Tahap Terminasi
1. Menanyakan perasaan klien setelah berlatih berkenalan yang baik
2. Melakukan evaluasi subjektif SP4
3. Melakukan evaluasi objektif SP4
4. Menjelaskan rencana tindak lanjut SP4 yang baru saja selesai dilakukan berupa
tawaran frekuensi berlatih melakukan aktivitas terjadwal
5. Memasukkan berlatih melakukan aktivitas terjadwal tersebut pada buku kerja klien
dan mereview cara mengisi kolom M, B dan T pada buku kerja
6. Memberikan kesempatan klien untuk bertanya
7. Menyepakati kontrak yang akan datang: topik, waktu dan tempat
8. Mencuci tangan
9. Berpamitan dengan klien dan mengucapkan salam terapeutik

26
DAFTAR PUSTAKA
Damayanti, M. Dan Iskandar. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama

Keliat, Budi, Anna, (DR, S.Kp, M.App.Sc). 2005.


ProsesKeperawatan Kesehatan Jiwa edisi 2. Jakarta. Buku Kedokteran EGC

Keliat, B. A. dan Akemat. (2007). Model Praktkl Keperawatan Profesional Jiwa.Jakarta:


ECG.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta


Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
27
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:


Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Yosep, I. (2011). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama

28

Anda mungkin juga menyukai