SKIZOFRENIA
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah psikologi abnormal. Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih juga untuk beberapa
pihak yang telah berkontribusi hingga penyusunan makalah ini selesai .
Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan mengenai skizofrenia.
Kami juga sangat berharap semoga informasi dan materi yang terdapat dalam makalah ini dapat
bermanfaat bagi yang membaca nya. Tiada yang sempurna di dunia melainkan Allah SWT.
Tuhan yang Maha Sempurna, karena itu kami memohon krtitik dan saran yang membangun bagi
perbaikan makalah selanjutnya.
Demikian makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, atau pun
adanya ketidaksesuaian materi yang kami angkat pada makalah ini, kami memohon maaf. Kami
selaku penulis menerima kritik dan saran seluas-luas nya dari pembaca agar bisa membuat karya
makalah yang lebih baik pada kesempatan berikutnya.
Kelompok 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................3
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................................5
A. Latar Belakang.................................................................................................................................5
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................6
C. Tujuan Masalah...............................................................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................................7
A. Pengertian Skizofrenia.....................................................................................................................7
B. Gambaran Klinis Skizofrenia...........................................................................................................8
C. Positif Simtom...............................................................................................................................12
BAB III PENUTUP...................................................................................................................................25
A. Kesimpulan....................................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................26
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam wacana lama, gangguan ini merupakan bagian dari gangguan psikosis. Gangguan
skizofrenia (schizophrenia) banyak menampilkan perilaku yang menggambarkan adanya
breakdown psikologis yang sangat penting atau berarti. Yang sering memperlihatkan adanya
gangguan pada skizofrenia ini terutama menyangkut di bidang perseptualkognitif, dan
mekanisme pemprosesan informasi, atau secara singkat dapat disebut gangguan dalam proses
berpikir sebagai gangguan primer. Ini berbeda dengan gangguan perasaan, yang didasari secara
primer oleh "mood disorder". Tentulah dalam membedakan kedua jenis gangguan ini, skizofrenia
dan gangguan afek, kita harus sadar betul, bahwa sukar sekali untuk membedakan antara pikiran
dan perasaan dalam kenyataannya. Gangguan ini termasuk perilaku yang paling ekstrim karena
ditemukan dalam perilaku manusia yang melibatkan secara virtual (tidak nyata) semua proses
psikopatologis yang dapat diketahui, ditambah dengan berbagai ciri lainnya. Yang dimaksud
dengan ciri lainnya adalah gambaran keadaan yang tidak dapat didefinisikan, tetapi ekspresinya
terlihat secara lengkap, sangat jelas dalam suatu rentang psikotik. Individu-individu yang
mengalami skizofrenia melibatkan seluruh sisi kepribadiannya dan tidak ada hal yang
tersisihkan. Secara lebih luas, orang-orang dengan gangguan skizofrenia menampilkan
karakteristika yang sangat luas jika dibandingkan dengan tipe-tipe psikosis lainnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan skizofrenia?
2. Bagaimana gambaran klinis mengenai skizofrenia?
3. Apa yang dimaksud dengan positif simtom?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui yang dimaksud dengan skizofrenia
2. Mengetahui gambaran klinis mengenai skizofrenia
3. Mengetahui yang dimaksud dengan positif simtom
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Skizofrenia
Skizofrenia merupakan kelompok gangguan psikosis atau psikotik yang ditandai terutama
oleh distorsi-distorsi mengenai realitas, juga sering terlihat adanya perilaku menarik diri dari
interaksi sosial, serta disorganisasi dan fragmentasi dalam hal persepsi, pikiran dan kognisi
(Carson dan Butcher, 1992). Ada juga ahli yang berpendapat bahwa terdapat perbedaan esensial
antara skizofrenia dengan neurotik, yaitu bahwa penderita neurotik mengalami gangguan
terutama bersifat emosional, sedangkan skizofrenia terutama mengalami gangguan dalam
pikiran. Pendapat ini bisa jadi benar, tetapi tidak menyeluruh.
Seperti telah diutarakan, gangguan skizofrenik pada suatu waktu tertentu ditandai oleh
adanya "mental deterioration" sejak permulaan kehidupannya. Pada tahun 1860, seorang
psikiater Belgia bernama Morel menggambarkan kasus anak laki-laki berusia 13 tahun. Anak ini
pada awalnya dikenal sebagai siswa yang brilian, tetapi setelah menjalani periode waktu tertentu
ia kehilangan minat dalam studinya, menjadi kurang senang bergaul, seclusive (emosi tidak
berkembang) dan tindakan-tindakannya kurang tangguh. Dia juga mudah sekali melupakan apa
yang baru saja dipelajarinya dan seringkali berbicara tentang keinginan membunuh ayahnya.
Nama Latin dari istilah ini adalah dementia precoxe yang secara sub-sequence diangkat
dari psikiater Jerman, Emil Kraeplin, untuk mengacu pada kelompok kondisi-kondisi yang
tampilannya memiliki gambaran deteriorasi mental pada awal kehidupan.
Akan tetapi, kemudian dikatakan bahwa istilah tersebut tidak tepat atau menyesatkan,
karena masalah-masalah yang biasanya muncul tidak terjadi pada usia anak-anak, melainkan
pada masa remaja atau remaja awal. Sebagai tambahan, tidak ada bukti yang konklusif
(menyimpulkan) mengenai deteriorasi mental yang permanen dengan istilah tersebut. Dengan
demikian, baik Morel maupun Kraeplin salah dalam menggambarkan manifestasi gangguan otak
yang progresif atas deteriorasi psikososial atau fungsi-fungsi psikososial yang bersifat gradual.
Pada tahun 1911, Bleuler & Zugen (Swiss) mengajukan istilah deskriptif yang lebih dapat
diterima untuk penggolongan umum dari gangguan-ganguan ini. la menyebut skizofrenia atau
split mind karena ia berpikir bahwa kondisinya ditandai pertama-tama oleh disorganisasi proses
berpikir, kemudian adanya kelemahan koherensi antara pikiran dan perasaan, dan adanya
orientasi ke dalam diri yang menjauhi (split of) realitas. Keretakan (spliting) tidak melahirkan
kepribadian yang ganda (multiple), tetapi berupa keretakan di dalam sisi intelektual, antara
intelektual dengan emosi, dan antara intelektual dengan realitas eksternal. Skizofrenia
merupakan proses kesatuan atau menyeluruh (unitary). Adanya label diagnostik yang tunggal,
tidak dengan sendirinya melahirkan kesamaan dalam menggarisbawahi organisasi kasus
skizofrenia. Artinya, tidak seperti mengukur tekanan darah dalam gangguan fisik. Saat ini,
banyak psikolog klinis yang meyakini bahwa bisa jadi terdapat berbagai jenis skizofrenia yang
berbeda dari tipe-tipe klasik seperti tipe paranoid dan katatonik.
Skizofrenia muncul di semua masyarakat dan mulai suku Aborigin yang primitif sampai
suku Western Australia, bahkan di negara-negara lain lebih bervariasi lagi.
1. Faktor Genetis. Satu sumber bukti tentang faktor genetis didasarkan pada penelitian
keluarga. Secara keseluruhan keluarga tingkat pertama dari orang-orang yang mengalami
skizofrenia (orang tua atau saudara kandung) memiliki sekitar sepuluh kali lipat resiko yang
lebih besar untuk mengalami skizofrenia dibandingkan anggota populasi umum.
3. Infeksi virus. Walaupun sudah ada yang meneliti mengenai penyebab dari virus,
namun teori virus dimusim dingin yang dianggap sebagai penyebab skizofrenia masih sangat
tidak meyakinkan.
Di sini, simtom-simtomnya sering tampak jelas dalam beberapa minggu. Saat ini,
terutama dalam literatur psikiatri, istilah-istilah simtom skizofrenia negatif dan simtom
skizofrenia positif digunakan untuk mengacu pada pola- pola simtom sendiri dan tampak
tumpang tindih dengan proses dan rancangan yang reaktif seperti yang dikemukakan oleh
Andreason (1985). Dengan negatif simtom dimaksudkan kurangnya atau tidak adanya perilaku
yang biasanya ditampilkan oleh orang-orang normal pada umumnya. Misalnya, ekspresi afektif,
reaktivitas pada lingkungan. Simtom-simtom ini lebih halus dan tidak kelihatan jelas.
Tiga tipe simtom negatif yang diakui dalam DSM-IV sebagai inti dari skizofrenia adalah:
affective flattening, alogia, dan avoilition.
a) Affective Flattening
Affective flattening adalah berbagai bentuk reduksi (penurunan atau
pengurangan), atau bahkan sama sekali hilangnya respons-respons afektif
terhadap lingkungan, terganggu dalam menampilkan reaksi-reaksi emosionalnya.
Sering juga disebut sebagai blunted affect. Raut wajah mereka tetap tidak berubah
untuk waktu yang lama, tak peduli apapun yang terjadi dan bahasa tubuhnya
mungkin tidak responsibel atas apa yang terjadi di lingkungannya. Orang dengan
blunted affect mungkin berbicara dengan nada yang monoton tanpa ada ekspresi
emosi dan mungkin tidak melakukan kontak mata dengan orang lain. Namun kita
harus hati-hati dalam menyatakan bahwa orang yang menampilkan affective
flattening secara aktual mengalaminya tanpa emosi.
Dalam sebuah penelitian, orang-orang skizofrenia dan orang-orang yang
tanpa gangguan ini menonton film yang memacu emosi, sementara ekspresi wajah
mereka diamati dan kondisi-kondisi psikologis mereka dicatat (Kring & Neale,
1996). Orang-orang dengan dengan skizofrenia menunjukkan sedikit respons raut
wajah terhadap film dibandingkan dengan kelompok normal, tetapi dilaporkan
mengalami banyak emosi dan menunjukkan bahkan lebih banyak dorongan-
dorongan (kondisi-kondisi) psikologis.
b) Alogia
Alogia atau kemiskinan bicara adalah pengurangan atau penurunan
(reduksi) berbicara. Penderita mungkin tidak berinisiatif untuk berbicara dengan
orang lain, dan jika ditanya secara langsung (direct question), ia menjawabnya
dengan singkat dengan isi jawaban yang tidak berbobot. Kurang atau kerusakan
berbicara orang tersebut mungkin menggambarkan kekurangan atau kerusakan
dalam berpikir, meskipun hal itu mungkin untuk sebagian disebabkan oleh
kurangnya motivasi berbicara.
c) Avolition
Avolition adalah ketidakmampuan untuk bertahan pada saat-saat biasa,
atas aktivitas yang mengarah pada pencapaian tujuan, termasuk dalam bekerja,
sekolah dan di rumah. Orang tersebut memiliki masalah besar dalam
menyelesaikan tugas-tugas dan adanya disorganisasi dan ketidakpedulian; nyata
sekali secara penuh tidak termotivasi. Dia dapat duduk sepanjang hari, hampir
tanpa melakukan apapun. Dia mungkin menarik diri dan terisolasi secara sosial.
Kurangnya tingkah laku ini merupakan bagian besar atas stimulus yang
berlebihan (overload) dan masalah-masalah perhatian dalam orang-orang
skizofrenia.
Penelitian Caron dan kolega (2005) prediktor dukungan sosial memiliki hubungan yang
signifikan dengan kualitas hidup skizofrenia baik pada pengukuran pertama dan kedua.
Penelitian Caron dan kolega ini sesuai dengan penelitian Baker dan kolega (1992, dalam Caron,
dkk., 2005), pada pasien psikotik yang mengalami peningkatan pada dukungan sosialnya
terutama hubungan yang intim maka akan meningkat pula kepuasannya pada berbagai domain
dalam hidup.
Hasil penelitian Browne dan Courtney (2005) menyatakan lingkungan yang sehat dan
mendukung seperti yang diharapkan oleh penderita skizofrenia membantu mereka merasakan
sense of belonging dan rasa aman terhadap lingkungannya. Mereka juga dapat menjalin dan
menjaga hubungan yang berarti saling mendukung dimana mereka dan lingkungan dapat saling
memberikan kontribusi. Rasa saling memiliki inilah yang membantu mereka mengembangkan
sosial yang saling mendukung yang akhirnya dapat meningkatkan kualitas hidup penderita
skizofrenia, menurunkan kemunculan simtom, dan menurunkan kemungkinan dikembalikan ke
rumah sakit.
Berdasarkan review penelitian Barry dan Zissy (1997) mengenai kualitas hidup pasien
penyakit mental lima belas tahun terakhir, pasien skizofrenia yang setelah dipulangkan dari
rumah sakit kemudian tinggal di tengah-tengah kelompok yang memberikan dukungan positif
memiliki kualitas hidup yang lebih. Mereka mendapatkan akses ke lingkungan, merasa memiliki
kebebasan, dapat mengikuti aktivitas sosial dan menjalin relasi sosial, serta kemandirian yang
meningkat. Secara kualitatif, pasien memiliki tingkat kesejahteraan yang baik.
Menurut penelitian Hsiung dan kolega (2010) di Taiwan, pasien skizofrenia yang
memiliki tingkat dukungan sosial yang tinggi juga memiliki tingkat kualitas hidup yang tinggi
pula. Penelitian ini menunjukkan, selain dukungan sosial, penguasaan diri juga memiliki
hubungan positif dan dampak yang besar terhadap kualitas hidup. Menurut Hsiung dan kolega,
penguasaan diri adalah sejauh mana individu melihat diri mereka dalam kekuatan (forces) yang
mempengaruhi kehidupannya. Semakin baik penguasaan diri individu terhadap dirinya maka
semakin baik pula kualitas hidupnya. Hal ini dapat meningkatkan self-efficacy, self- esteem, dan
pemberdayaan diri penderita.
Dari pembahasan beberapa jurnal di atas dapat dilihat bahwa dukungan sosial memiliki
hubungan yang positif terhadap kualitas hidup. Artinya dukungan sosial yang baik dapat
membuat kualitas hidup penderita skizofrenia menjadi baik pula. Hal ini karena dukungan sosial
membuat penderita skizofrenia merasa diterima keadaannya oleh masyarakat sehingga self-
esteem dan self-efficacy penderita menjadi baik (Kanti & Fajrianti, 2013).
C. Positif Simtom
Positif simtom merupakan simtom-simtom yang berupa "tambahan" terhadap pola-pola
perilaku orang-orang pada umumnya, seperti lonjakan emosional yang kuat, agitasi motorik,
interpretasi kejadian-kejadian yang salah atau menyimpang dan delusional, yang disebut
delusional interpretation. Kalau ia melihat sesuatu kejadian nyata, ia tidak menginterpretasikan
kejadian tersebut sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Misalnya, orang lewat dibelakangnya
dikatakan sebagai hantu yang lewat.
Berikut ini adalah concept review mengenai positif simtom sesuai yang dikemukakan
Susan Nolen-Hoeksema, (2004): Positif simtom skizofrenia meliputi delusi, halusinasi,
disorganisasi pikiran dan pembicaraan serta disorganisasi perilaku atau perilaku katatonik.
Simtom-simtom ini dapat tampil pada gangguan-gangguan lain. Di pihak lain, banyak orang
dengan skizofrenia juga mengalami depresi atau menunjukkan perubahan atau penyimpangan
suasana hati (mood) yang besar sekali (tremendous mood swings). Hal ini dapat membuat
perbedaan antara skizofrenia dengan gangguan mood pada penderita psikosis, yang tampil
menyesatkan. Jika simtom-simtom psikotik muncul hanya selama periode depresi atau mania
yang jelas, maka diagnosis yang memperlihatkan banyak kecocokan adalah gangguan mood
dengan tampilan psikotik. Jika simtom-simtom psikotik terjadi secara substansial tanpa depresi
atau mania, atau jika depresi atau mania tidak sesuai dengan kriteria diagnosis gangguan suasana
hati (mood disorder), maka diagnosis yang lebih tepat adalah schizophrenia atau gangguan
schizoaffective.
a. Delusi
Delusi merupakan gagasan (idea) atau pendapat bahwa seorang individu
meyakini suatu kebenaran, yang kemungkinan besar bahkan hampir pasti, jelas,
tidak mungkin. Tentu saja, banyak orang terkadang memegang keyakinan yang
kemungkinan besar bisa jadi salah, seperti keyakinan akan menang lotre. Self-
deception (penipuan atau pembodohan diri sendiri) semacam ini berbeda dengan
delusi, setidaknya dalam tiga cara atau tiga hal berikut (Strauss, 1969):
Pertama, self-deception tidaklah secara penuh mustahil, sedangkan delusi
memang sering begitu. Memang mungkin memenangi lotre, tetapi tidak mungkin
bahwa tubuh anda menghilang/melarut atau mengambang di udara.
Kedua, orang yang memiliki self-deception ini kadang-kadang
memikirkan keyakinan tersebut, tetapi orang yang mengalami delusi cenderung
terokupasi (dikuasai) keyakinannya sendiri. Orang-orang yang mengalami delusi
mencari bukti-bukti untuk mendukung keyakinan mereka, berusaha untuk
meyakinkan orang lain, dan melakukan tindakan-tindakan yang didasari
keyakinannya itu, seperti mengajukan tuntutan secara hukum melawan orang-
orang yang mereka yakini mencoba mengendalikan pikiran mereka.
Ketiga, orang-orang dengan self-deception secara tipikal (khas) mengakui
bahwa keyakinan mereka bisa jadi salah, tetapi orang-orang yang mengalami
delusi seringkali sangat bertahan untuk mendebat fakta-fakta yang berlawanan
(contradicting) dengan keyakinan mereka. Mereka mungkin memandang argumen
atau pendapat orang lain yang melawan keyakinan mereka sebagai sebuah
konspirasi (persekongkolan) untuk membungkam atau membunuh mereka, dan
sebagai bukti bagi benarnya keyakinan mereka.
b. Halusinasi
Halusinasi adalah gejala di mana seseorang melihat sesuatu yang
sebenarnya tidak ada. Apakah anda pernah mengalami persepsi yang aneh, seperti
pikiran bahwa anda melihat seseorang padahal tidak ada seorang pun di dekat
anda, atau berpikir bahwa anda mendengar suatu suara yang berbicara kepada
anda, atau merasakan suatu pikiran bahwa tubuh anda mengambang di udara? Jika
ya, maka anda tidak sendirian. Artinya, gejala-gejala itu biasa dihadapi orang-
orang pada umumnya. Namun pada penderita skizofrenia, kondisinya sedikit
berlainan.
Sebuah penelitian menemukan bahwa 15% dari mahasiswa universitas
yang memiliki kesehatan mental tercatat beberapa kali atau kadang-kadang
mendengar suara, seperti suara Tuhan yang mengatakan kepada mereka untuk
mengerjakan sesuatu, "kata hati" mereka memberi mereka nasihat atau dua suara
berdebat tentang sebuah topik (Chapman, Edel & Chapman, 1980). Enam persen
dari pelajar meyakini bahwa mereka telah mengirimkan pikiran-pikiran ke dalam
kepala orang lain pada suatu saat. Sebagian besar dari pelajar ini memiliki
kemungkinan tidak akan didiagnosis dengan skizofrenia, karena "halusinasi"
mereka bersifat sekali-sekali dan singkat. Kondisi demikian sering muncul jika
mereka lelah, stres, atau berada dalam pengaruh alkohol atau obat-obatan, tetapi
tidak mengganggu kehidupan mereka sehari-hari. Halusinasi pada penderita
skizofrenia cenderung banyak yang lebih aneh dan menimbulkan masalah
dibandingkan dengan halusinasi mahasiswa universitas, dan tidak hanya dipicu
oleh kekurangan tidur, stres atau obat-obatan.
Pada tahap awal skizofrenia, perubahan atau pergantian semua sensasi
(sense) secara khusus mencolok, orang jadi diliputi oleh membanjirnya sensasi-
sensasi yang mereka rasakan, sebagaimana halnya jika penyaringan alamiah di
otak mereka tidak lagi bekerja (sulit berkonsentrasi pada pembicaraan karena
mendengar suara-suara lain atau menaruh perhatian pada semua hal). Bagi banyak
orang, perubahan persepsi ini berkembang menjadi full-blown hallucination
(ledakan halusinasi).
Hoeksema (2004) mengemukakan adanya bermacam-macam halusinasi.
Pertama, halusinasi pendengaran (auditory hallucination) dimana orang
mendengar suara-suara, musik, dan lain-lain, yang sebenarnya tidak ada. Ini
merupakan yang paling sering muncul dan rata-rata lebih sering pada perempuan
dibandingkan pada laki-laki. Sering orang mendengar suara-suara yang menuduh
mereka melakukan perbuatan jahat atau mengancam mereka. Suara-suara tersebut
mungkin juga menyuruh mereka melukai seseorang atau diri mereka sendiri.
Orang-orang dengan gangguan skizofrenia mungkin bicara balik membalas suara
tersebut, bahkan sebagaimana mereka mencoba berbicara kepada orang lain yang
secara aktual ada di ruangan bersama mereka.
Halusinasi kedua yang sering muncul adalah (visual hallucination),
seringkali berbarengan dengan halusinasi pendengaran. Sebagai contoh, seseorang
mungkin melihat makhluk gaib berdiri di sisi tempat tidurnya, mengatakan
kepadanya bahwa ia tak berguna dan harus mati. Bagaimanapun juga halusinasi
dapat melibatkan kemampuan sensori untuk melakukan sesuatu.
Berikutnya adalah halusinasi perabaan (tactile hallucination)melibatkan
persepsi bahwa sesuatu sedang terjadi di luar tubuh seseorang. Sebagai contoh,
hama atau binatang-binatang kecil sedang merayap naik kembali kepada orang
tersebut. Halusinasi yang lainnya adalah halusinasi somatis (somatic
hallucination) melibatkan persepsi bahwa sesuatu sedang terjadi di dalam diri
seseorang. Contohnya, cacing atau ulat memakan usus orang tersebut. Halusinasi
ini seringkali sangat hebat dan menakutkan.
Sebagaimana halnya delusi, tipe-tipe halusinasi dalam kebudayaan yang
berbeda akan tampil sama, tetapi isi khusus (specific content) dari halusinasi
secara kultural dapat muncul khas. Sebagai contoh, orang-orang Asia mungkin
melihat hantu nenek moyangnya menemui mereka, tetapi hal ini bukan
pengalaman yang lazim dikalangan orang-orang Eropa (Browne, 2001;
Westermeyer, 1993). Sebagaimana halnya delusi, para klinikus harus
menginterpretasikan halusinasi dalam konteks kebudayaan. Sebagai contoh,
wanita-wanita Puerto Rico dapat didiagnosis skizofrenia oleh pewawancara
Amerika dan Eropa karena dia meyakini bahwa dia mempunyai kekuatan khusus
untuk mencegah atau mengantisipasi kejadian-kejadian dan karena dia
menggambarkan sesuatu yang terdengar seperti halusinasi, semacam "Saya
melihat orang suci dan perawan (Bunda Maria) di dalam rumah dan juga melihat
Yesus Kristus dengan mahkota duri dan berdarah".
Interviewer yang mengetahui kebudayaan di Puerto Rico mungkin
menganggap keyakinan-keyakinan dan pengalaman wanita tersebut sesuai dengan
sebuah kelompok spiritual di Amerika Latin, yang percaya pada clairvoyance
(kewaskitaan) dan pandangan-pandangan religius (Guarnaccia, dan kawan-kawan,
1992).
Kesalahpahaman juga bisa terjadi, ketika seorang pendanda salah satu
suku Indian dianggap memiliki kelebihan spiritual, sehingga dihormati seluruh
warga sukunya, ketika ia berkomunikasi dengan dewa yang diyakininya. Namun
oleh pengamat Eropa dan USA perilaku sang pendanda dapat dianggap sebagai
perbuatan skizofrenik.
a) Tipe Undifferentiated
Tipe undifferentiated merupakan tipe skizofrenia yang menampilkan
perubahan pola simtom-simtom yang cepat menyangkut semua indikator
schizophrenia. Misalnya, indikasi yang sangat ruwet, kebingungan (confusion),
emosi yang tidak dapat dipegang karena berubah-ubah (emotional tumoil), adanya
delusi referensi yang berubah-ubah atau salah, adanya ketergugahan yang sangat
besar, autisme seperti mimpi, depresi, dan sewaktu-waktu juga ada fase yang
menunjukkan ketakutan. Beberapa ahli menyatakan bahwa pada orang skizofrenia
jarang terlihat fear atau anxiety, karena kedua hal itu telah muncul dalam bentuk
gejala sakitnya. Jika orang mengalami anxiety yang kuat dan telah meletus,
simtom-simtom anxiety itu hilang.
Umumnya, gambaran ini terlihat pada pasien-pasien yang berada pada
proses yang sedang berada dalam keadaan melemah (breaking down) dan menuju
schizophrenia. Juga sering terjadi jika ada perubahan-perubahan yang besar dalam
memenuhi tuntutan-tuntutan penyesuaian diri yang tidak mampu dihadapi.
Tipe schizophrenia ini cenderung memiliki serangan atau permulaan yang
relatif lebih awal dalam kehidupan dan menjadi kronis sehingga sulit untuk
diobati (Susan Nolen-Hoeksema, 2004).
b) Tipe Paranoid
Simtom-simtom tipe gangguan skizofrenia ini ditandai oleh adanya
pikiran-pikiran yang absurd (tidak ada pegangannya), tidak logis, dan delusi yang
berganti-ganti. Sering juga diikuti halusinasi, dengan akibat kelemahan penilian
kritis- (critical judgemen)-nya dan aneh tidak menentu, tidak dapat diduga, dan
kadang-kadang berperilaku yang berbahaya. Pada kasus-kasus kritis biasanya
perilakunya lebih kurang terorganisasi jika dibandingkan dengan penderitaan pada
tipe skizofrenia lainnya dan dalam menarik diri dari interaksi sosial kurang
ekstrim.
Orang-orang dengan tipe paranoid schizophrenia memiliki halusinasi dan
delusi yang sangat mencolok, yang melibatkan tema-tema tentang penyiksaan dan
kebesaran. Mereka seringkali tidak menunjukkan disorganisasi berbicara dan
disorganisasi perilaku yang terlalu nyata, sebagaimana orang-orang dengan tipe
schizophrenia lainnya. Mereka bisa jadi jelas dan pandai dalam mengemukakan
pikirannya, dengan teliti atau terperinci dalam bercerita mengenai bagaimana
seseorang berkomplot melawan mereka. Mereka bisa jadi juga mampu
mengutarakan dengan jelas nyeri yang mendalam (deep pain) dan kesedihan yang
mendalam atau penderitaan mereka yang berat (anguish) dari keyakinan bahwa
mereka disiksa (Torrey, 1995; Susan Nolen-Hoeksema, 2004).
Orang-orang dengan paranoid schizophrenia secara tinggi melawan
kepada argumen-argumen atau pendapat-pendapat yang melawan delusi mereka
dan bisa menjadi sangat mudah marah terhadap setiap orang yang berdebat
dengan mereka. Mereka mungkin bertindak sangat arogan dan seolah-olah mereka
superior terhadap orang lain, atau mungkin tetap jauh dan mencurigai. Kombinasi
atau gabungan dari delusi Penyiksa dan Kebesaran dapat mengarahkan orang-
orang dengan tipe schizophrenia ini untuk bunuh diri dan bengis atau kejam
kepada orang lain. Prognosis untuk penderita paranoid schizophrenia secara
aktual lebih baik daripada prognosis untuk penderita tipe-tipe schizophrenia
lainnya. Mereka memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk dapat hidup
mandiri, mendapat pekerjaan dan selanjutnya menunjukkan pemfungsian kognitif
dan sosial yang lebih baik (Kendler dkk, 1994).
Serangan awal paranoid schizophrenia cenderung tampil kemudian
(belakangan) daripada serangan pada bentuk schizophrenia lainnya. Episode
psikosis seringkali dipicu oleh stres. Secara umum, paranoid schizophrenia
dianggap penderitan sedang (milder), bentuk schizophrenia yang kurang
membahayakan.
c) Tipe Katatonik
Tipe ini ditandai oleh adanya withdrawl (penarikan diri) dari lingkungan
yang bersifat ekstrim, sehingga dia tidak kenal lagi lingkungan dunianya. Yang
paling terkenal adalah gerakan diam untuk jangka panjang. Dalam reaksi
withdrawl terdapat kejadian yang tiba-tiba saja semua hilang, bisa beberapa saat
saja sampai beberapa hari pada posisi yang sama.
Beberapa pasien sangat suggestible (mudah disugesti) dan secara otomatis
mengikuti perintah atau menirukan tingkah laku (echopraxia) atau kata-kata
(echolalia) orang lain (Hendro Prakoso Budisantoso, 1997).
Orang-orang dengan catatonic schizophrenia menunjukkan berbagai
perilaku motorik dan cara-cara (gaya) berbicara yang dianggap hampir secara
penuh tidak responsif terhadap lingkungan mereka. Diagnosis untuk catatonic
schizophrenia mensyaratkan dua dari simtom-simtom berikut ini:
(a) Catatonic stupor, tetap tidak bergerak untuk periode waktu yang lama);
(d) Perangai atau lagak yang ganjil, seperti gemeringsing atau bertepuk-tepuk
tangan;
d) Tipe Disorganisasi
Carson dan Butcher, 1992, mengemukakan bahwa gangguan skizofrenia
tipe ini biasanya muncul pada usia muda dan lebih awal jika dibandingkan dengan
gangguan-gangguan skizofrenia lainnya; tampilannya pun berupa disintegrasi
kepribadian yang lebih parah. Tipe ini sebelum DSM III disebut tipe skizofrenia
hebefrenik.
Secara tipikal, individual yang terpengaruh memiliki sejarah keanehan,
hati-hati yang berlebihan mengenai hal-hal sepele dan terpreokupasi oleh
masalah-masalah religius dan filosofis. Seringkali, penderita terus-menerus
memikirkan keburukan karena masturbasi atau infraksi minor konvensi-konvensi
sosial. Sementara teman-teman sekolahnya bersenang-senang dengan permainan
dan aktivitas sosial yang normal, penderita secara gradual menjadi lebih seklusif
dan dikuasai fantasi-fantasi. Selanjutnya ia menjadi secara emosional indiferen
dan infantil. Tersenyum tolol dan tidak wajar, tertawa keras untuk suatu situasi
yang tidak sangat lucu atau sama sekali tidak ada situasi demikian sama sekali,
merupakan simtom-simtom yang sering tampil, tanpa ia sendiri tahu apa
sebabnya. Halusinasi merupakan gejala lain, terutama yang bersifat auditori. Yang
terdengar adalah menyangkut tindakan-tindakan imoral dan memanggil dengan
nama-nama busuk. Delusi yang biasanya terjadi adalah hal yang bersifat seksual,
religius, hipokhondriakal, atau siksaan dan mereka secara tipikal dapat berubah,
tidak teratur dan fantastik. Pembicaraan berubah menjadi inkoheren dan
memunculkan baby talk, terkekeh kekanak-kanakan atau mengulang-ulang bunyi
tertentu. Ia dapat menjadi bermusuhan (hostile) atau agresif.
Tidak seperti orang-orang dengan tipe schizophrenia lainnya, orang-orang
dengan disorganized schizophrenia tidak memiliki bentuk delusi atau halusinasi
yang jelas. Pikiran dan tingkah lakunya sangat tidak terorganisir (disorganized).
Orang dengan tipe schizophrenia ini mungkin berbicara dalam kata-kata yang
secara penuh tidak masuk akal bagi orang lain. Mereka cenderung tampil ganjil,
perilaku yang stereotipe. Mereka susah mandi dan tidak mampu berpakaian atau
makan sendiri. Pengalaman dan pengekspresian emosinya kacau atau tidak
bereaksi secara emosinal sama sekali.
Bila mereka berbicara, mereka mungkin saja menampilkan emosi yang
secara nyata sekali tidak berhubungan dengan apa yang mereka katakan, atau apa
yang terjadi di lingkungannya. Misalnya, sambil tertawa terkekeh-kekeh ia
mengabarkan ibunya yang sakit.
Tipe schizophrenia ini cenderung memiliki permulaan yang lebih awal dan
rangkaian terapi (course) yang berkelanjutan, karena tidak responsif terhadap
treatment (pengobatan). Banyak di antara mereka yang menderita tipe
schizophrenia ini lumpuh atau mengalami ketidakmampuan (disable) secara
intelektual.
e) Tipe ResiduaI
Tipe gangguan skizofrenia ini berindikasikan gejala-gejala skizofrenia
yang ringan yang ditampilkan individu mengikuti episode skizofrenik. Jenis
indikasi atau macamnya tidak dapat diidentifikasikan. Tipe ini merupakan
kategori yang digunakan bagi mereka yang dianggap telah terlepas dari
skizofrenia tetapi masih memperlihatkan beberapa tanda gangguannya itu. Orang-
orang dengan residual schizophrenia paling sedikit memiliki satu episode akut
dari positif simtom yang akut dari schizophrenia, tetapi tidak sekarang ini,
memiliki beberapa simtom positif skizofrenia yang mencolok. Mereka juga secara
berkelanjutan memiliki tanda-tanda gangguan ini, termasuk simtom negatif dan
versi atau bentuk sedang dari positif simtom, untuk beberapa tahun.
Selain tipe skizofrenia residual, juga pola skizofrenia lainnya yang dikenal
adalah gangguan bentuk skizofreni (schizophreniform disorder), ialah kategori
untuk psikosis yang seperti skizofrenia yang timbul kurang dari enam bulan
lamanya. Simtomnya bisa jadi seperti simtom skizofrenia lainnya, tetapi juga bisa
jadi bentuk yang tak terdeferensiasikan. Saat ini semua kasus skizofrenia pertama-
tama mendapat diagnosis gangguan bentuk skizofrenia. Dengan diagnosis ini
prognosisnya akan lebih baik daripada diagnosis skizofrenia dan efek pemberian
label yang kejam bisa dieliminasikan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Skizofrenia merupakan gangguan yang benar-benar membingungkan atau menyimpan
banyak teka-teki. Pada suatu saat, orang-orang dengan skizofrenia berpikir dan berkomunikasi
dengan sangat jelas, memiliki pandangan yang tepat atas realita, dan berfungsi secara baik dalam
kehidupan sehari-hari. Pada saat yang lain, pemikiran dan kata-kata mereka terbalik-balik,
mereka kehilangan sentuhan (touch) dengan realita, dan mereka tidak mampu memelihara diri
mereka sendiri, bahkan dalam banyak cara yang mendasar (Susan Nolen Hoeksema, 2004).
Gangguan skizofrenia terkadang berkembang pelan-pelan dan tidak nampak dengan jelas.
Dalam kasus-kasus tertentu, gambaran klinis didominasi oleh seclusiveness (perasaan kurang
hangat), minatnya makin lama makin lemah terhadap dunia lingkungannya, dan melamun yang
berlebihan serta blunting of affect (tidak adanya responsivitas emosional).
Fiona K., dan Fajrianti. “Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Kualitas Hidup Penderita
Skizofrenia”. Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial Vol.02 No. 03, Desember 2013.