Anda di halaman 1dari 25

“MAKALAH HERPES ZOSTER”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah KMB


Dosen Pengampu : Ns.Erni Forwaty S.kep,M.kep

DISUSUN OLEH :
FARRAH ADINDA PUTRI
KESYA AISYAH WANDARI PUTRI
MASHOTLAN DALIMUNTHE
NAVISYA PUTRI
NOVIA YULITA WINDRI

POLITEKNIK KEMENTERIAN KESEHATAN RIAU


Jl. Melur No.103, Harjosari, Kec. Sukajadi, Kota Pekanbaru, Riau
28156 TAHUN PELAJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia
serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas dengan mata
kuliah “dokumentasi keperawatan”. Tak lupa shalawat serta salam penulis
curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Semoga dengan makalah
ini khususnya yang menulis dan membacanya mendapatkan syafaat dari beliau di
akhir zaman.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah
KMB.
Kami menyadari jika mungkin ada sesuatu yang salah dalam penulisan,
seperti menyampaikan informasi yang menurut ibuk masih ada kekurangan
bahkan kesalahan. Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya jika ada kalimat atau
kata-kata yang salah. Tidak ada manusia yang sempurna kecuali Tuhan. Kami
selaku penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen Mata Kuliah KMB yang
telah membimbing dalam menulis makalah ini. Demikian, semoga makalah ini
dapat bermanfaat. Terima kasih.

Penulis
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB I.................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................4
1.2 Tujuan......................................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................6
PEMBAHASAN................................................................................................................6
2.1 Konsep Teori............................................................................................................6
2.1.1 Definisi Herpes Zoster...........................................................................................6
2.1.2 Anatomi Fisiologi..................................................................................................6
2.1.3 Etiologi..................................................................................................................8
2.1.4 Patofisiologi..........................................................................................................9
2.1.5 Patoflowdiagram.................................................................................................10
PATHWAYS...........................................................................................................10
2.1.6 Manifestasi Klinis...............................................................................................12
2.1.7 Komplikasi..........................................................................................................12
2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik......................................................................................13
2.1.9 Penatalaksanaan Medis........................................................................................13
2.2 Asuhan Keperawatan Herpes Zoster......................................................................14
2.2.1 Pengkajian.......................................................................................................14
2.2.2 Diagnosa Keperawatan....................................................................................15
2.2.3 Intervensi Keperawatan...................................................................................16
2.2.4 Implementasi Keperawatan.............................................................................20
2.2.5 Evaluasi Keperawatan.....................................................................................20
BAB III............................................................................................................................21
PENUTUP.......................................................................................................................21
3.1 Kesimpulan............................................................................................................21
3.2 Saran......................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................22

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Herpes zoster atau yang juga sering disebut shingles merupakan penyakit
yang disebabkan reaktivasi virus varisela zoster (VVZ) laten di akar sensoris
dorsal atau ganglia saraf kranialis, dan biasanya bermanifestasi sebagai ruam
vesikuler yang nyeri di sepanjang distribusi dermatom. Beberapa faktor risiko
terjadinya herpes zoster adalah usia tua, orang imunokompromais, dan jenis
kelamin wanita. Ruam dimulai sebagai lesi makulopapular distribusi unilateral,
distribusi dermatom yang jarang melintasi garis tengah. Lokasi lesi yang paling
umum terlibat adalah daerah thorakal, servikal, dan optalmik, meski area kulit
mana pun dapat terlibat. Komplikasi dari herpes zoster dapat terjadi seperti PHN
(Post Herpetic Neuralgia), Ramsay Hunt Syndrome, disseminated zoster, dan
infeksi bakteri, namun yang paling umum terjadi adalah PHN. Terapi antivirus
merupakan pengobatan herpes zoster lini utama dan harus dimulai dalam waktu
72 jam dari onset ruam untuk meningkatkan laju penyembuhan dan mengurangi
rasa sakit. Acyclovir, valacyclovir, dan famciclovir telah disetujui oleh Food and
Drug Administration (FDA) untuk pengobatan herpes zoster.

1.2 Tujuan
1. Mengetahui Definisi Herpes zoster
2. Mengetahui Etiologi Herpes zoster
3. Mengetahui Klasifikasi Herpes zoster
4. Mengetahui Manifestasi Klinis Herpes zoster
5. Mengetahui Patofisiologi Herpes zoster
6. Mengetahui Patoflow Herpes zoster
7. Mengetahui Komplikasi Herpes zoster
8. Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Herpes zoster
9. Mengetahui Penatalaksanaan Medis Herpes zoster
10. Mengetahui Bagaimana Asuhan Keperawatan Herpes zoster
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Teori

2.1.1 Definisi Herpes Zoster


Herpes zoster (HZ) merupakan penyakit reaktifasi virus varicella yang
bersifat laten pada akar dorsal ganglion. Virus varicella sendiri merupakan
golongan virus herpes yang memiliki nukleus deoxyribonucleic acid (DNA).
Herpes zoster didahului dengan masa prodromal 2-4 hari dengan nyeri hebat,
parastesia, sensasi terbakar, dan rasa kaku sepanjang daerah persarafan yang
terkena. Virus Varicella Zoster menyebabkan dua jenis penyakit, sindrom Ramsay
Hunt dan penyakit lain yang menyebabkan paralysis fasial, yaitu Bell's Palsy.
Ramsay Hunt Syndrome adalah suatu kelainan neurologi yang disebabkan oleh
suatu virus yang disebut Varicella Zoster, yang dapat menginfeksi beberapa saraf
di kepala sehingga menyebabkan Paralysis fasial dan ruam baik di telinga, lidah,
atau langit-langit mulut. Biasanya yang terkena adalah saraf kranial ke 7 dan ke 8,
sehingga memberikan gejala paralisis otot muka, tinitus, vertigo, gangguan
pendengaran, nistagmus, dan nausea. (Handoko, 2009:110).

Herpes Zoster Optalmika pada umumnya didahului dengan nyeri atau


kesemutan pada daerah kulit kepala, kepala depan dan wajah pada satu sisi. Pada
tahap awal biasanya Herpes Zoster Optalmika tanpa ruam, sehingga sulit untuk
didiagnosa. Umumnya, ruam baru muncul dalam beberapa jam sampai hari
setelah perasaan nyeri atau kesemutan dimulai. Rasa nyeri dan kesemutan jarang
terjadi, dengan komplikasi daerah mata tanpa pernah muncul ruam. Ruam Herpes
Zoster dimulai dengan kemerahan pada kulit, diikuti dengan munculnya vesikel
berisi cairan yang dengan cepat pecah dan tertutup krusta. Krusta membaik dalam
beberapa hari sampai minggu dan meninggalkan jaringan parut yang jelas.

2.1.2 Anatomi Fisiologi


Epidermis merupakan lapisan terluar kulit, yang terdiri dari :

1) Stratum korneum, yaitu sel yang telah mati, selnya tipis, datar,
tidak mempunyai inti sel dan mengandung zat keratin.
2) Stratum lusidum, yaitu sel bentuk pipih, mempunyai batas tegas,
tetapi tidak ada inti. Lapisan ini terdapat pada telapak kaki. Dalam
lapisan ini terlihat seperti pita yang bening, batas-batas sudah tidak
begitu terlihat.
3) Stratum glanulosum, sel ini berisi inti dan glanulosum.
4) Zona germinalis, terletak dibawah lapisan tanduk dan terdiri atas
dua lapisan epitel yang tidak tegas.
5) Sel berduri, yaitu sel dengan fibril halus yang menyambung sel
satu dengan yang lainnya, sehingga setiap sel seakan-akan tampak
berduri.
6) Sel basale, sel ini secara terus-menerus memproduksi sel epidermis
baru. Sel ini disusun dengan teratur, berurutan dan rapat sehingga
membentuk lapisan pertama atau lapisan dua sel pertama dari sel
basal yang posisinya diatas papilla dermis (Susanto dan Ari, 2013).
Dermis terletak dibawah lapisan epidermis. Dermis merupakan jaringan
ikat longgar dan terdiri atas sel-sel fibrinoplas yang mengeluarkan protein kolagen
dan elastin. Serabut-serabut kolagen dan elastin tersusun secara acak, dan
menyebabkan dermis terenggang dan memiliki daya tahan. Seluruh dermis
terdapat pembuluh darah, saraf sensorik dan simpatis, pembuluh limfe, folikel
rambut, serta kelenjar keringat dan sebasea. Pada dermis terdapat sel mast yang
berfungsi mengeluarkan histamin selama cidera atau peradangan dan makrofag
yang memililki fungsi memfagositosis sel-sel mati dan mikroorganisme (Corwin,
2009). Dermis terdiri dari dua lapisan; lapisan atas yaitu pars papilaris (stratum
papilaris), dan bagian bawah yaitu pars retikularis terdiri dari jaringan ikat longgar
yang tersusun atas serabutserabut; serabut kolagen, serabut elastic, dan serabut
retikulus (Susanto dan Ari, 2013).

Subkutan mengikat kulit secara longgar dengan organ-organ yang berada


di bawahnya. Lapisan subkutan mengandung jumlah sel lemak yang beragam,
bergantung pada area tubuh dan nutrisi individu, serta berisi banyak pembuluh
darah dan ujung saraf (Sloane, 1994). Sel lemak berbentuk bulat dengan intinya
berdesakan kepinggir, sehingga membentuk seperti cincin. Lapisan lemak ini
disebut penikulus adiposus yang tebalnya tidak sama pada setiap tempat dan
jumlah antara laki-laki dan perempuan. Fungsi penikulus adipose adalah sebagai
shok breaker atau pegas bila tekanan trauma mekanis yang menimpa pada kulit,
isolator panas atau untuk mempertahankan suhu. Di bawah subkutan terdapat
selaput otot dan lapisan berikutnya yaitu otot (Susanto dan Ari, 2013).

Kulit pada manusia mempunyai bagian-bagian yang terdiri dari:

1. Hipodermis Merupakan zona tradisional diantara kulit dan jaringan


adipose dibawahnya. Mengandung lemak demikian juga jaringan ikat
putih dan kuning. Kumparan dari sejumlah gradual sebasea atau porium
tergantung vena dan limfatika. Baik saraf bermealin maupun tidak
bermealin ditemukan dalam kulit yang berisi organ akhir dan banyak serat
saraf. Organ ini member respon sensasi panas, dan dingin nyeri (Susanto
dan Ari, 2013).
2. Kelenjar Keringat Terdiri dari dua jenis kelenjar, yaitu ekrin dan apokrin.
Kelenjar keringat ekrin menghasilkan keringat encer yang keluar melalui
duktus kelenjar keringat ke pori permukaan kulit dan memiliki fungsi
sebagai termolegulasi. Kelenjar keringat apokrin terletak di genitalia
eksternal, lipat paha, aksila, dan areola. Kelenjar keringat apokrin masih
belum aktif hingga pubertas, saat kelanjar aktif mulai mengeluatkan
keringat yang lebih pekat dan jika terkena bakteri akan menimbulkan bau
khas (Brooker, 2005).
3. Kelenjar Sebasea Kelenjar sebasea disebut juga kelenjar holokrin (sel-sel
sekretori selama sekresi sebum. Kelenjar sebasea mengeluarkan sebum
yang biasanya dialirkan ke folikel rambut. Sebum adalah campuran lemak,
zat lilin, minyak dan pecahanpecahan sel yang berfungsi sebagai emoliens
atau pelembut kulit dan merupakan suatu barier terhadap evaporasi serta
memiliki aktivitas bakterisida (Sloane, 1995).

2.1.3 Etiologi
Herpes Zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan tergolong
virus berinti DNA, virus ini berukuran 140 – 200 nm, yang termasuk subfamili
alfa herpes viridae. Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus replikasi,
penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat hidup laten diklasifikasikan 3 subfamili
yaitu alfa, beta dan gamma. VVZ dalam subfamili alfa mempunyai sifat khas
menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang menimbulkan lesi vaskuler.
Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh virus gerpes alfa biasanya menetap
dalam bentuk laten didalam neuron dari ganglion. Virus yang laten ini pada
saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik. Secara in vitro virus
herpes alfa mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas dengan siklus
pertumbuhan yang pendek serta mempunyai enzim yang penting untuk replikasi
meliputi virus DNA polimerasi dan virus spesifik deoxypiridine (thymidine)
kinase yang disintesis didalam sel yang terinfeksi. (Harahap, Marwali. 2000).

2.1.4 Patofisiologi
Patogenesis dari herpes zoster belum diketahui secara pasti. Ketika
terinfeksi varisella, VZV menyebar dari lesi di kulit dan mukosa ke saraf sensoris
akhir dan dibawa secara sentripetal dari serabut sensorik ke ganglion sensorik. Di
dalam ganglion infeksi laten terjadi di neuron sensorik dan virus bertahan dengan
tenang dan tidak merusak (tidak infeksius dan bermultiplikasi). Herpes zoster
optlamika disebabkan oleh reaktivasi virus varisela zoster, dari infeksi yang biasa
terjadi pada anak – anak. Sebagian besar anak (dan dewasa) yang pernah
mengalami cacar air tidak sembuh sempurna dari infeksi virus ini. Virus menjadi
dorman, berdiam di satu atau lebih ganglion saraf dalam tubuh. Pada banyak
orang, virus tetap dorman selamanya tanpa pernah menimbulkan masalah. Pada
beberapa orang, virus mengalami reaktivasi. Pada poin ini, virus berjalan menuju
bagian tubuh yang dipersarafi oleh saraf tersebut. Setelah mencapai kulit, virus
menyebabkan nyeri, dan vesikel.

Ciri khas penampakkan dari lesi ini adalah batas pada area yang tegas
pada kulit, berbeda dengan cacar air, yang menyebar ke seluruh kulit. Bila proses
ini terjadi pada saraf yang mengurus kulit daerah kelopak mata atas, kepala depan,
dan kulit kepala, maka kondisi ini dinamakan herpes zoster optalmika. Kadang –
kadang reaktivitas virus zoster tanpa sebab yang jelas, sementara dapat juga
karena akibat dari kondisi yang lain. Kondisi yang dapat mengakibatkan reaktivasi
dari virus herpes ini termasuk, bertambahnya usia, AIDS, atau imunosupresi
karena sebab yang lain
Virus Varisela Zoester

Infeksi primer, infeksi virus alfa menetap dalam bentuk laten neuron dari ganglion

Presdisposisi pada klien menderita cacar air, sistem imun yang lemah dan yang menderita kelainan maglinitas

Reaksi virus Varisela Zoester

Kelainan / Lesi kulit pada daerah gangglion

HERPES ZOESTER

Merangsang pelepasan mediator kimiawi


Respon inflamasi lokal Timbul lesi pada Replikasi Virus
bagian kranilas kulit/eritema Varisela Zoster
Pelepasan zat bradiakimin Pelepasan zat pirogen
serotin & histamin endogen
Kerusakan saraf perifer Vesikel berkelompok Menyebar dialirah
darah perifer
Merangsang Nosiseptor
Merangsang Peningkatan
Nyeri
titik patokan suhu tubuh Tenjolan kulit <
Gejala Lokal Reaksi sensitisasi
0,5cm dan terisi air
tubuh
Gejala sistemik MK : GANGGUAN
Nyeri , Kesemutan / Rasa POLA TIDUR MK : GANGGUAN Pruritus ( gatal )
terbakar didaerah dada INTEGRITAS
Demam
KULIT/JARINGAN
MK : NYERI AKUT
MK : HIPERTERMIA
MK : GANGGUAN
RASA NYAMAN
2.1.6 Manifestasi Klinis
Penyakit herpes zoster biasanya didahului oleh gejala permulaan penyakit berupa
lemah-lesu (malaise), demam, dan mual. Satu atau dua hari kemudian akan diikuti
perasaan seperti terbakar, gatal, dan kesemutan. Dua tiga hari kemudian timbul
kemerahan setempat yang disertai edema (sembab) pada daerah dermatom yang
akan muncul kelainan kulit. Kelainan kulit tersebut hanya setempat dan mengenai
hanya sebelah bagian badan, yaitu terbatas hanya pada daerah kulit yang
dipersarafi oleh satu saraf sensorik.

Kadang-kadang dapat ditemukan pembesaran kelenjar getah bening setempat pada


permukaan kulit. Selanjutnya pada kulit yang terdapat kemerahan tadi akan timbul
bentol-bentol kecil yang disebut papul, yang dalam waktu 36 jam akan berubah
lagi menjadi gelembung-gelembung yang disebut vesikel dan berisi cairan jernih.
Setelah 3 atau 4 hari isi gelembung-gelembung tersebut akan berubah menjadi
keruh seperti nanah dan disebut pastul. Pastul-pastul tersebut akan mengering dan
membentuk keropeng dalam waktu 10-12 hari. Penyakit tersebut berlangsung
kurang lebih 2,5 minggu. Vesikel herpes zoster biasanya terdapat dikulit secara
unilateral disepanjang dermatom yang terinfeksi. Tempat yang sering terinfeksi
adalah wajah, leher, dan dada.

Daerah yang paling sering terkena adalah daerah lokal, walaupun daerah-daerah 
lain tidak jarang. Frekuensi penyakit ini pada pria dan wanita sama, sedangkan
mengenai umur lebih sering pada orang dewasa. Sebelum timbul gejala kulit
terdapat gejala prodromal baik sistemik (demam, pusing, malese), maupun gejala
prodromal lokal (nyeri otot-tulang, gatal, pengal dan sebagainya). Setelah itu
timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang berkelompok
dengan dasar kulit yang erimatosa dan edema. Vesikel ini berisi cairan yang
jernih, kemudian menjadi keruh (berwarna abu-abu), dapat menjadi pustul dan
krusta. Kadang-kadang vesikel mengandung darah dan disebut herpes zoster
hemoragik. Dan pula timbul infeksi sekunder sehingga menimbulkan ulkus
dengan penyembuhan berupa sikatris. 
2.1.7 Komplikasi
a. Neuralgia post-herpetik atau nyeri setelah penyakit herpes zoster itu
sembuh
b. Infeksi bakteri sekunder pada vesikel
c. Dapat timbul sindrom Reye pada anak yang diberi aspirin sewaktu
mengidap cacar air
d. Sikatriks

2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik


Tes diagnostik untuk membedakan dari impetigo, kontak dermatitis dan herpes
simplex:

1) Tzanck Smear: mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak dapat


membedakan herpes zoster dan herpes simplex.
2) Kultur dari cairan vesikel dan tes antibody: digunakan untuk membedakan
diagnosis herpes virus
3) Immunofluororescent: mengidentifikasi varicella di sel kulit
4) Pemeriksaan histopatologik
5) Pemerikasaan mikroskop electron
6) Kultur virus
7) Identifikasi anti gen / asam nukleat VVZ
8) Deteksi antibody terhadap infeksi virus

2.1.9 Penatalaksanaan Medis


Terapi HZ pada geriatri bertujuan untuk mempercepat proses penyembuhan lesi,
mengurangi keluhan nyeri akut, serta mengurangi risiko komplikasi
NPH.Pemberian obat atau terapi pada geriatri harus diperhatikan karena orang tua
sering menderita penyakit pada banyak organ dan beberapa obat sering
berinteraksi akibat pemberian multidrug therapy. Pemberian nonsteroid anti
inflammatory drugs (NSAID) bersamaan dengan warfarin akan menimbulkan
perdarahan, international normalised ratio (INR) meningkat, sehingga perlu
menghindari penggunaan secara bersamaan, dan diganti dengan inhibitor COX-2
disertai pemantauan INR.
Penanganan HZ yang adekuat dengan terapi antivirus maupun analgesik dapat
memberikan keuntungan dalam mencegah NPH, sehingga pengenalan gejala HZ
secara dini merupakan hal yang sangat penting. Pencegahan NPH pada pasien
yang menderita herpes zoster selain pemberian obat antivirus, pengendalian nyeri
secara adekuat terhadap NPH, adalah vaksinasi. Vaksin VVZ menginduksi
limfosit T spesifik VVZ dan kekebalan humoral pada orang tua yang tidak dapat
dicapai oleh vaksin varisela. Kekebalan seluler terhadap VVZ menurun seiring
bertambahnya usia. Vaksin zoster diberikan untuk meningkatkan kekebalan pada
orang tua. Kelompok studi ZOE-50/70 oleh Kovac dkk. melaporkan vaksinasi
terhadap VVZ dapat menurunkan angka kejadian atau tingkat keparahan HZ dan
NPH pada kelompok usia 50 tahun berturut-turut sebesar 93,7% dan pada
kelompok usia 70 tahun

2.2 Asuhan Keperawatan Herpes Zoster

2.2.1 Pengkajian
A. Anamnesa

1) IdentitasKlien
Dapat terjadi pada semua orang di semua umur; sering terjadi pada remaja dan
dewasa muda. Jenis kelamin; dapat terjadi pada pria dan wanita.

2) KeluhanUtama
Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke tempat pelayanan kesehatan
adalah nyeri pada lesi yang timbul dan gatal – gatal pada daerah yang terkena
pada fase-fase awal.

3) Riwayat Penyakit Sekarang


Penderita merasakan nyeri yang hebat, terutama pada area kulit yang mengalami
peradangan berat dan vesikulasi yang hebat, selain itu juga terdapat lesi/vesikel
perkelompok dan penderita juga mengalami demam.

4) Riwayat KesehatanLalu
Tanyakan apakah klien pernah mengalami hal yang sama sebelumnya

5) Riwayat KesehatanKeluarga
Tanyakan kepada penderita ada atau tidak anggota keluarga atau teman dekat
yang terinfeksi virus ini.

6) 6) RiwayatPsikososial
Klien dengan penyakit kulit, terutama yang lesinya berada pada bagian muka atau
yang dapat dilihat oleh orang, biasanya mengalami gangguan konsep diri.hal itu
meliputi perubahan citra tubuh, ideal diri tubuh, ideal diri, harga diri, penampilan
peran, atau identitas diri. Reaksi yang mungkin timbul adalah:

a. Menolak untuk menyentuh atau melihat salah satu bagiantubuh.


b. Menarik diri dari kontak social.
c. Kemampuan untuk mengurus diri berkurang.
B. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum klien bergantung pada luas, lokasi timbulnya lesi, dan
daya tahan tubuh klien. Pada kondisi awal/saat proses peradangan, dapat
terjadi peningkatan suhu tubuh atau demam dan perubahan tanda-tanda
vital yang lain.
2) Pada pengkajian kulit, ditemukan adanya vesikel-vesikel berkelompok
yang nyeri,edema di sekitar lesi, dan dapat pula timbul ulkus pada
infeksi sekunder. Pada pemeriksaan genitalia pria, daerah yang perlu
diperhatikan adalah bagian glans penis, batang penis, uretra, dan daerah
anus. Sedangkan pada wanita, daerah yang perlu diperhatikan adalah
labia mayor dan minor, klitoris, introitus vagina, dan serviks.
3) Jika timbul lesi, catat jenis, bentuk, ukuran / luas, warna, dan keadaan
lesi. Palpasi kelenjar limfe regional, periksa adanya pembesaran; pada
beberapa kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar limfe regional.
4) Untuk mengetahui adanya nyeri, kita dapat mengkaji respon individu
terhadap nyeri akut secara fisiologis atau melalui respon perilaku. Secara
fisiologis,terjadi diaphoresis, peningkatan denyut jantung, peningkatan
pernapasan, dan peningkatan tekanan darah;
5) Pada perilaku, dapat juga dijumpai menangis, merintih, atau marah.
Lakukan pengukuran nyeri dengan menggunakan skala nyeri 0-10 untuk
orang dewasa. Untuk anak-anak, pilih skala yang sesuai dengan usia
perkembangannya kita bisa menggunakan skala wajah untuk mengkaji
nyeri sesuai usia; libatkan anak dalam pemilihan.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


a) Nyeri kronis b.d Gangguan Imunitas
b) Hipertermia b.d Proses Penyakit d.d demam
c) Gangguan Pola Tidur d.d Nyeri
d) Gangguan Integritas Kulit b.d Neuropati Perifer d.d lesi pada kulit
e) Gangguan Rasa Nyaman b.d Gejala Penyakit d.d Merasa Gatal

2.2.3 Intervensi Keperawatan


Rencana Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan dan Kriteria
Keperawatan Intervensi Keperawatan
Hasil
1 Nyeri Kronis (D.0078) Setelah dilakukan Manajemen Nyeri ( I.08238)
Nyeri kronis b.d tindakan keperawatan
Gangguan Imunitas 3x24 jam diharapkan Observasi
tingkat nyeri menurun.  Identifikasi lokasi,
Dengan Kriteria Hasil : karakteristik, durasi, frekuensi,
1. Frekuensi nadi kualitas, skala intensitas nyeri
membaik  Identifikasi faktor yang
2. Pola nafas memperberat dan memperingan
membaik nyeri
3. Keluhan nyeri  Identifikasi pengaruh nyeri
menurun pada kualitas hidup.
1. Teraupetik
 Berikan teknik non
farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
 Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat dan tidur.
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan
nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2 Hipertermia (D.0130) Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia (I.15506)
Hipertermia b.d Proses tindakan keperawatan Observasi
Penyakit d.d demam 1x8 jam diharapkan  Identifikasi penyebab
suhu tubuh tetap berada hipertermia
pada rentang normal,  Monitor suhu tubuh
dengan Kriteria Hasil :  Monitor komplikasi akibat
1. Mengigil menurun hipertermia
2. Suhu tubuh Terapeutik
menurun  Sediakan lingkungan yang
dingin
 Berikan cairan oral
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intravena, jika
perlu
3 Gangguan Pola Tidur Setelah dilakukan Dukungan Tidur (I.05174)
(D.0055) tindakan keperawatan Observasi
Gangguan Pola Tidur 3x24 jam diharapkan  Identifikasi pola aktivitas dan
d.d Nyeri pola tidur membaik, tidur
dengan Kriteria Hasil :  Identifikasi faktor penganggu
1. Kesulitan sulit tidur
tidur menurun  Identifikasi makanan dan
minuman yang menganggu
tidur
Terapeutik
 Modifikasi lingkungan
 Fasilitasi menghilangkan stress
sebelum tidur
 Lakukan prosedur untuk
meningkatkan kenyamanan
Edukasi
 Jelaskan pentingnya tidur cukup
selama sakit
 Anjurkan menepati kebiasaan
waktu tidur
 Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang
menganggu tidur
 Ajarkan relaksasi otot
autogenik atau cara
nonfarmakologi lainnya.
4 Gangguan Integritas Setelah dilakukan Perawatan Integritas Kulit
Kulit (D.0129) tindakan keperawatan (I.11353)
Gangguan Integritas 3x24 jam diharapkan Observasi
Kulit b.d Neuropati integritas kulit dan  Identifikasi penyebab gangguan
Perifer d.d lesi pada jaringan meningkat integritas kulit
kulit dengan kriteria hasil : Terapeutik
1. Elastisitas  Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
meningkat baring
2. Kerusakan lapisan  Lakukan pemijatan pada area
kulit membaik penonjolan tulang, jika perlu
3. Nyeri menurun  Hindari produk berbahan dasar
alkohol pada kulit kering
Edukasi
 Anjurkan minum yang cukup
 Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
5 Gangguan Rasa Setelah dilakukan Terapi Relaksasi (I.09326)
Nyaman (D.0074) tindakan keperawatan Observasi
Gangguan Rasa 3x24 jam diharapkan  Identifikasi penurunan tingkat
Nyaman b.d Gejala status kenyamanan energi, ketidakmampuan
Penyakit d.d Merasa meningkat, dengan berkonsentrasi, atau gejala
Gatal Kriteria Hasil : lain yang menganggu
1. Keluhan tidak kemampuan kognitif.
nyaman menurun  Identifikasi teknik relaksasi
2. Gelisah yang pernah efektif
digunakan
 Monitor respon terhadap
terapi relaksasi
Terapeutik
 Ciptakan lingkungan tenang
dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang
nyaman, jika memungkinkan
 Gunakan pakaian longgar
 Gunakan nada suara lembut
dengan irama lambat dan
berirama
Edukasi
 Jelaskan tujuan, manfaat
batasan dan jenis relaksasi
yang tersedia
 Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi yang
dipilih
 Anjurkan mengambil posisi
nyaman
 Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi rileks

2.2.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan


oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria
hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat
kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi
kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan
kegiatan komunikasi (Daniarti dan Mulyanti, 2017).
2.2.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses


keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan
yang telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain (Daniarti dan
Mulyanti, 2017).

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Herpes zoster atau yang juga sering disebut shingles merupakan penyakit yang
disebabkan reaktivasi virus varisela zoster (VVZ) laten di akar sensoris dorsal
atau ganglia saraf kranialis, dan biasanya bermanifestasi sebagai ruam vesikuler
yang nyeri di sepanjang distribusi dermatom..
Asuhan keperawatan yang diberikan mulai dari pengkajian, menentukan diagnosa
keperawatan, diagnosa yang digunakan adalah gangguan rasa nyaman nyeri b.d
proses inflamasi virus dan gangguan integritas kulit b.d vesikel yang mudah
pecah.
Setelah menentukan diagnosa keperawatan dilanjutkan dengan menentukan
intervensi keperawatan, dilanjutkan melakukkan implementasi keperawatan, dan
tahap terakhir melakukkan evaluasi atas tindakan yang telah dilakukan.
3.2 Saran
Penting bagi perawat untuk mengetahui konsep dasar Herpes Zoster beserta
konsep asuhan keperawatannya. Perawat dapat berperan serta untuk mencegah
dan mengobati Herpes Zoster di Indonesia yang dapat meliputi beberapa upaya
yang terdiri dari upaya promotif untuk meningkatkan pengetahuan tentang
pencegahan dan cara pengobatan Herpes Zoster melalui pendidikan dan pelatihan,
penyuluhan, penyebarluasan informasi, peningkatan kebugaran jasmani,
peningkatan gaya hidup sehat, dan peningkatan gizi.
DAFTAR PUSTAKA

Indah Purnamasari, D. (2020). HERPES ZOSTER PADA GERIATRI. Ilmu


Kesehatan Kulit dan Kelamin, 161 - 166.
M. Jusri, E. M. (2018). Diagnosis klinis infeksi herpes zoster. s infeksi herpes
zoster, 35 - 45.
Sinaga, D. (2014). PENGOBATAN HERPES ZOSTER (HZ) OPHTALIMICA.
Jurnal Ilmiah WIDYA , 23 - 29.

Anda mungkin juga menyukai