ASUHAN KEPERAWATAN
“KUSTA”
DISUSUN OLEH :
NAMA : ANDI RISAL SOLO
NIM : PO5303203200705
KELAS : TINGKAT 2B
MATAKULIAH : KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I
DOSEN PEMBIMBING : INEKE NOVIANA, S.Tr.Kep.,M.Tr.Kep
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan Rahmat dan
perlindungannya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul (Asuhan
Keperawatan Pada Penyakit Kusta) ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada mata
kuliah Keperawatan Medikal Bedah I. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Penyakit Kusta bagi pembaca
maupun penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada ibu dosen Ineke Noviana, S.Tr.Kep.,M.Tr.Kep
Selaku Dosen Peminging yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan ilmunya dalam pembuatan
makalah ini. Sehingga, makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terliat dalam pembuatan
makalah in sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
Saya menyadari, makalah yang saya buat ini masih jauh dari kata sempurna oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL...............................................................................................................................1
KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI.....................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................4
1.2 Tujuan.............................................................................................................4
1.3 Manfaat...........................................................................................................4
BAB II TINJAUAN TEORI
1.1 Pengertian.......................................................................................................5
1.2 Etiologi...........................................................................................................5
1.3 Tanda dan Gejala............................................................................................5
1.4 Patofisiologi....................................................................................................7
1.5 Pathway..........................................................................................................8
1.6 Pemeriksaan Penunjang..................................................................................9
1.7 Penatalaksanaan Medis.................................................................................10
1.8 Pendidikan Kesehatan...................................................................................10
BAB III KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1.1 Pengkajian....................................................................................................11
1.2 Diagnosa Keperawatan.................................................................................12
1.3 Intervensi......................................................................................................12
1.4 Implementasi................................................................................................14
1.5 Evaluasi........................................................................................................14
BAB IV PENUTUP
1.1 Kesimpulan...................................................................................................15
1.2 Saran.............................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan sebagai berikut :
a. Untuk menjelaskan definisi kusta.
b. Untuk menjelasakan bagaimanakah klasifikasi kusta.
c. Untuk menjelasakan bagaimanakah etiologi kusta.
d. Untuk menjelasakan bagaimanakah patofisiologi kusta.
e. Untuk menjelasakan bagaimanakah manifestasi klinis kusta.
f. Untuk menjelaskan bagaimanakah konsep pencegahan kusta.
g. Untuk menjelasakan bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien kusta.
3. Manfaat
1. Bagi mahasiswa
Mahasiswa dapat memahami dan mengerti masalah keperawatan dan menerapkan asuhan
keperawatan keluarga dengan kasus kusta
2. Bagi keluaraga
Menambah pengetahuan dan informasi keluarga tentang penyakit kusta se- hingga
diharapkan dapat meningkatkan kesehatan untuk memantau dan me meriksa dan
memelihara kesehatannya.
BAB II
TINJAUAN TEORI
Kusta (lepra atau morbus Hansen) adalah penyakit yang disebabkan oleh
infeksi Mycobacterium leprae (M. leprae) penyakit ini menular yang menahun yang menyerang
saraf perifer, kulit dan jaringan tubuh lainnya. Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik,
sebagai afiitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat
ke organ lain kecualli susunan saraf pusat. (Djuanda Adhi, 2010)Kusta atau Lepra (sering
terutama ditandai oleh adanya kerusakan saraf perifer (saraf diluar otak dan medulla spinalis),
bila tidak ditangani akan berakibat rusaknya kulit, selaput lendir hidung, buah zakar (testis) dan
1.2 ETIOLOGI
saraf perifer, kulit, dan organ lain seperti mukosa salurean napas bagian atas, hati, dan sumsum
tulang kecuali susunan saraf pusat.Masa membelah diri M. leprae 12-21 hari dan masa tunasnya
antara 40 hari – 40 tahun. M. Leprae atau kuman Hansen adalah kuman penyebab penyakit kusta
yang ditemukan oleh sarjana dari Norwegia, GH Armouer Hansen pada tahun 1873. Kuman ini
bersifat tahan asam berbentuk batang dengan ukuran 1,8 micron, lebar 0,2-0,5 micron. Biasanya
ada yang berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang
bersuhu dingin dan tidak dapat di kultur dalam media buatan. Kuman ini dapat mengakibatkan
Cara penularan yang pasti belum diketahui, tetapi menurut sebagian besar ahli melalui
saluran pernapasan (inhalasi) dan kulit (kontak langsung yang lama dan erat). Kuman mencapai
permukaan kulit melalui folikel rambut, kelenjar keringat, dan diduga juga melalui air susu ibu.
Timbulnya penyakit kusta pada seseorang tidak mudah sehingga tidak perlu ditakuti. Hal
ini bergantung pada beberapa faktor, antara lain sumber penularan, kuman kusta, daya tahan
Sumber penularan adalah kuman kusta utuh (solid) yang berasal dari pasien tipe MB
(multy basiler) yang belum di obati atau tidak berobat secara teratur.
Bila seseorang terinfeksi M. Leprae, sebagian besar (95%) akan sembuh sendiri dan 5%
Insiden tinggi pada daerah tropis dan sub tropis yang panas dan lembab. Insidens penyakit kusta
Kusta dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih rentan daripada orang dewasa.
Frekuensi tertinggi pada kelompok dewasa ialah umur 25-35 tahun, sedangkan pada kelompok
1.4 PATOGENESIS
Meskipun cara masuk M. Leprae ke tubuh belum diketahui pasti, beberapa penelitian,
tersering melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal.
kerentanan seseorang. Respon tubuh setelah masa tunas dilampaui tergantung pada derajat sistem
imunitas seluler (cellular mediated immune) pasien. Kalau sistem imunitas seluler tinggi.
pada sel macrofag sekitar pembuluh darah superior pada dermis atau sel Schwann jaringan saraf,
bila kuman masuk tubuh tubuh bereaksi mengeluarkan macrofag ( berasal dari monosit darah, sel
Tipe LL ; terjadi kelumpuha system imun seluler tinggi macrofag tidak mampu menghancurkan
Tipe TT ; fase system imun seluler tinggi macrofag dapat menghancurkan kuman hanya setelah
kuman difagositosis macrofag, terjadi sel epitel yang tidak bergerak aktif, dan kemudian bersatu
membentuk sel dahtian longhans, bila tidak segera diatasi terjadi reaksi berlebihan dan masa
Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena respons imun pada
tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding dengan tingkat reaksi seluler daripada
intensitas infeksi. Oleh karena itu penyakit kusta dapat disebut sebagai penyakit imunologis.
WHO (1995), diagnosis kusta ditegakkan bila terdapat satu dari tanda kardinal berikut.
Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas. Lesi kulit dapat tunggal atau multipel,
biasanya hipopigmentasi tetapi kadang-kadang lesi kemerahan atau berwarna tembaga. Lesi
Kehilangan sensibilitas pada lesi kulit merupakan gambaran khas. Kerusakan saraf terutama
saraf tepi, bermanifestasi sebagai kehilangan sensibilitas kulit dan kelemahan otot. Penebalan
saraf tepi saja tanpa disertai kehilangan sensibilitas dan/atau kelemahan otot juga merupakan
tanda kusta.
BTA positif. Pada beberapa kasus ditemukan basil tahan asam dari kerokan jaringan kulit.
Bila ragu-ragu maka dianggap sebagai kasus dicurigai dan diperiksa ulangn setiap 3 bulan
1.6 KLASIFIKASI
Sedangkan departemen kesehatan Dirjen P2MPLP (1999) dan WHO (1995) membagi tipe
berdasarkan gambaran klinis, bakteriologik, histo patologik, dan status imun penderita menjadi
1.TT : Lesi berupa makula hipo pigmantasi/eutematosa dengan permukaan kering dan
kadang dengan skuama di atasnya. Jumlah biasanya yang satudenga yang besar
2. BT : Lesi berupa makula/infiltrat eritematosa dengan permukaan kering bengan jumlah
khas lesi ”punched out” dengan infiltrat eritematosa batas tegas pada tepi sebelah
dalam dan tidak begitu jelas pada tepi luarnya.Gangguan sensibilitas sedikit, BTA ( + )
4. BL : Lesi infiltrat eritematosa dalam jumlah banyak, ukuran bervariasi, bilateral tapi
5. LL : Lesi infiltrat eritematosa dengan permukaan mengkilat, ukuran kecil, jumlah
sangat banyak dan simetris. BTA ( + ) sangat banyak pada kerokan jaringan kulit dan
inspeksi. Pasien diminta memejamkan mata, menggerakkan mulut, bersiul, dan tertawa
untuk mengetahui fungsi saraf wajah. Semua kelainan kulit diseluruh tubuh diperhatikan seperti
adanya makula, nodul, jaringan parut, kulit yang keriput, penebalan kulit, dan kehilangan
Pemeriksaan sensibilitas pada lesi kulit dengan menggunakan kapas (rasa raba), jarum
pentul yang tajam dan tumpul (rasa nyeri), serta air panas dan dingin dalam tabung reaksi (rasa
suhu). Pemeriksaan saraf tepi dan fungsinya dilakukan pada : n. Auricularis, n. Ulnaris, n.
Radialis, n. Medianus, n. Peroneus, dan n. Tibialis posterior. Hasis pemeriksaan yang perlu
dicatat adalah pembesaran, konsistensi, penebalan, dan adanya nyeri tekan. perhatikan raut
Pemeriksaan fungsi saraf otonom. Yaitu memeriksa ada tidaknya kekeringan pada lesi
1. Tipe Tuberkoloid ( TT )
· Lesi bisa satu atau kurang, dapat berupa makula atau plakat, batas jelas, regresi, atau,
kontrol healing ( + ).
· Permukaan lesi bersisik dengan tepi meninggi, bahkan hampir sama dengan psoriasis atau
tinea sirsirata. Terdapat penebalan saraf perifer yang teraba, kelemahan otot, sedikit rasa
gatal.
· Infiltrasi Tuberkoloid ( + ), tidak adanya kuman merupakan tanda adanya respon imun
· Gambar Hipopigmentasi, kekeringan kulit atau skauma tidak sejelas tipe TT.
· Permukaan lesi dapat berkilat, batas lesi kurang jelas, jumlah lesi melebihi tipe BT,
cenderung simetris.
· Bisa didapatkan lesi punched out, yaitu hipopigmentasi berbentuk oralpada bagian tengah
Dimulai makula, awalnya sedikit lalu menjadi cepat menyebar ke seluruh tubuh.
Makula lebih jelas dan lebih bervariasi bentuknya, beberapa nodus melekuk bagian tengah,
beberapa plag tampak seperti punched out. Tanda khas saraf berupa hilangnya sensasi,
hipopigmentasi, berkurangnya keringat dan gugurnya rambut lebih cepat muncil daripada
tipe LL dengan penebalan saraf yang dapat teraba pada tempat prediteksi.
5. Tipe Lepromatosa ( LL )
· Lesi sangat banya, simetris, permukaan halus, lebih eritoma, berkilap, batas tidak
tegas atau tidak ditemuka anestesi dan anhidrosis pada stadium dini.
· Stadium lanjutan :
o Penebalan kulit progresif
o Garis muka kasar dan cekung membentuk fasies leonine, dapat disertai
· Lebih lanjut
o Deformitas hidung
· Stadium lanjut
6. Tipe Interminate ( tipe yang tidak termasuk dalam klasifikasi Redley & Jopling)
1.9 PENATALAKSANAAN
Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah menyembuhkan pasien kusta dan
mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta terutama
tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insidens penyakit.
Program multy drug therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin, klofazimin, dan DDS
dimulai tahun 1981. program ini bertujuan untuk mengatasi resistensi dapson yang semakin
meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus obat, dan mengeliminasi
berikut:
1. Tipe B
Pengobatan 6 dosis diselesaikan dalam 6-9 bulan dan setelah selesai minum 6 dosis
dinyatakan RFT (released from treatment = berhenti minum obat kusta) meskipun secara
klinis lesinya masih aktif. Menurut WHO (1995) tidak lagi dinyatakan RFT tetapi
menggunakan istilah completion of treatment cure dan pasien tidak lagi dalam
pengawasan.
2. Tipe MB
Jenis obat :
Pengobatan 24 dosis diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan. Sesudah selesai minum 24
dosis dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan pemeriksaan bakteri
positif. Menurut WHO (1998) pengobatan MB diberikan untuk 12 dosis yang diselesaikan
Metode ROM adalah pengobatan MDT terbaru. Menurut WHO (1998), pasien kusta tipe PB
dengan lesi hanya 1 (satu) cukup diberikan dosis tunggal rifampisin 600 mg, ofloksasin 400 mg,
dan minosiklin 100 mg dan pasien langsung dinyatakan RFT, sedanngkan untuk tipe PB dengan
2-5 lesi diberikan 6 dosis dalam 6 bulan. Untuk tipe MB diberikan sebagai obat alternatif dan di
Pada pasien kusta tipe PB yang tidak minum obat sebanyak 4 dosis dari yang seharusnya maka
dinyatakan DO< sedangkan pasien kusta tipe MB dinyatakan DO bila tidak minum obat
Evaluasi pengobatan menurut buku panduan pemberantasan penyakit kusta depkes (1999)
pasien PB yang telah mendapat pengobatan MDT 6 dosis dalam waktu 6-9 bulan
dinyatakan RFT tanpa diharuskan menjalani pemeriksaan laboratorium. pasien MB yang telah
mendapat pengobatan MDT 24 dosis dalam waktu 24-36 bulan dinyatakan RFT tanpa
RFT dapat dilaksanakan setelah dosis dipenuhi tanpa diperlukan pemeriksaan laboratorium.
Dikeluarkan dari register pasien dan dimasukkan dalam register pengamatan (surveillance)
1. masa pengamatan
relaps (kambuh)
terjadi bila lesi aktif kembali setelah pernah dinyatakan sembuh atau RFT.
2. INDIKASI RUJUKAN
indikasi sosial
1.11 KOMPLIKASI
Cacat merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kusta akibat kerusakan
fungsi saraf tepi maupun karena neuritis sewaktu terjadi reaksi kusta
1. Reaksi kusta
Reaksi kusta atau reaksi lepra adalah suatu episode akut dalam perjalanan kronis
penyakit kusta yang merupakan reaksi kekebalan (respon seluler) atau reaksi antigen-
Reaksi ini dapat terjadi pada pasien sebelum mendapat pengobatan, selama pengobatan
dan sesudah pengobatan. Namun sering terjadi pada 6 bulan sampai setahun esudah mulai
pengobatan.
2. Jenis reaksi
secara cepat. Pada reaksi ini terjadi pergeseran tipe kusta ke arah PB. Faktor
pencetusnya tidak diketahui secara pasti tapi diperkirakan ada hubungan dengan
Gejala klinis reaksi tipe I berupa perubahan lesi kulit, neuritis (nyeri tekan pada
Reaksi ini terjadi pada pasien tipe MB dan merupakan reaksi humoral, dimana basil
kusta yang utuh maupun tak utuh menjadi antigen. Tubuh akan membentuk antibodi dan
komplemen sebagai respon adanya antigen. Reaksi kompleks imun terjadi antara antigen,
antibodi, dan komplemen. Kompleks imun ini dapat mengendap antara lain di kulit
berbentuk nodul yang dikenal sebagai eritema nodosum leprosum (ENL), mata
(iridosiklitis), sendi (artritis), dan saraf (neuritis) dengan disertai gejala konstitusi seperti
demam dan malaise, serta komplikasi pada organ tubuh lainnya. Hal-hal yang
mempermudah terjadinya reaksi kusta adalah stres fisik (kondisi lemah, menstruasi,
hamil, setelah melahirkan, pembedahan, sesudah mendapat imunisasi, dan malaria) dan
1.12 PENATALAKSANAAN
obat yang dapat digunakan adalah aspirin, klorokuin, prednison, dan prednisolon sebagai
Klorokuin 3x150 mg/hari
Prednison 30-80 mg/hari, dosis tunggal pada pagi hari sesugah makan atau dapat juga
diberikan secara dosis tertinggi misalnya : 4x2 tablet/hari, berangsur-angsur diturunkan 5-10
mg/2 minggu setelah terjadi respon maksimal. Untuk melepas ketergantungan pada
kortikosteroid pada reaksi tipe II digunanakan talidomid. Dosis talidomid 400 mg/hari yang
berangsur-angsur ditirunkan sampai 50 mg/hari. Tidak dianjurkan untuk wanita usia subur
Setiap 2 minggu pasien harus diperiksa ulang untuk mellihat keadaan klinis. Bila tidak ada
perbaikan maka dosis prednison yang diberikan dapat dilanjutkan 3-4 minggu atau dapat
diturunkan.
Untuk mencegah ketergantungan terhadap steroid, dapat diberikan klofazimin. Klofazimin hanya
diberikan pada reaksi tipe II (ENL kronis). Dosis klofazimin ditinggikan dari dosis pengobatan
kusta. Untuk orang dewasa 3x100 mg/hari selama 1 bulan. Bila reaksi sudah berkurang maka
dosis klofazimin itu diturunkan menjadi 2 x 100 mg/hari, selama 1 bulan diturunkan lagi menjadi
1 x 100 mg/ hari selama 1 bulan. Setelah reaksi hilang pengobatan kembali ke dosis semula,
yaitu 50 mg/hari.
Obat yang digunakan sebagai analgesik adalah aspirin, parasetamol, dan antimon. Aspirin
masih merupakan obat yang terbaik dan termurah untuk mengatasi nyeri (aspirin digunakan
sebagai antiinflamasi dan analgesik). Menurut WHO (1998), parasetamol juga dapat digunakan
sebagai analgesik. Sedangkan antimon yang digunakan pada reaksi tipe II untuk mengatasi rasa
nyeri sendi dan tulang kini jarang dipakai karena kurang efektif dan toksin. Dosis obat yang
1.1 PENGKAJIAN
1. gejala :malaise
· sirkulasi
meningkat ),
· eliminasi
1. gejala : diare
· makanan/cairan
· neurosensori
o nyeri/kenyamanan
urtikaria/pruritas umum
· pernapasan
seksualitas
penyuluhan/pembelajaran
kecanduan alkohol, penggunaan anti biotik ( baru saja atau jangka panjang )
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi kuman pada kulit dan jaringan
subkutan.
1.3 INTERVENSI
Gangguan konsep diri : Harga diri rendah berhubungan dengan inefektif koping indifidu
Tujuan :
Klien dapat memnerima perubahan dirinya setelah diberi penjelasan dengan kriteria hasil :
Intervensi :
· Bantu klien agar realistis, dapat menerima keadaanya dengan menjelaskan bahwa
Tujuan :
Rasa nyaman terpenuhi dan nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan, dengan
kriteria hasil :
· Klien tenang
Intervensi :
Tujuan :
Klien dapat beraktivitas mandiri sesuai keadaan sekarang setelah dilakukan tindakan keperaatan
Intervensi :
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi kuman pada kulit dan jaringan
subkutan
Tujuan:
Klien mampu merawat luka/lesi yang ada di kulit sehingga tidak mempengaruhi konsep diri
3. klien mampu mengetahui bahwa lesi harus selalu dirawat agar tidak bertambah parah
Intervensi :
Tujuan :
Klien mengetahui dengan keadaan sekarang maka sangat rentan terhadap berbagai macam
bakteri dan virus yang akan masuk kedalam tubuh sehingga klien akan lebih berhati-hati dan
Intervensi :
· cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas walaupun menggunakan sarung
tangan seteril
1.1Kesimpulan
a. Kusta adalah penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman micobakterium leprae.
b. Micobakterium leprae merupakan basil tahan asam (BTA) bersifat obligat intraseluller,
menyerang saraf perifer, kulit dan organ lain seperti mukosa saluran napas bagian atas, hati,
sumsum tulang kecuali susunan saraf pusat.
c. Micobakterium leprae masuk kedalam tubuh manusia, jika orang tersebut memiliki respon
imunitas yang tinggi maka kusta akan lebih mengarah pada tuberkuloid, namun jika respon
imunitas dari tubuh orang tersebut rendah maka kusta akan lebih mengarah pada lepromatosa.
e. Manifestasi klinik dari penderita kusta adalah adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan
sensibilitas.
f. Penularan penyakit kusta sampai saat ini hanya diketahui melalui pintu keluar kuman kusta
yaitu: melalui sekret hidung dan kontak langsung dengan kulit penderita. Selain itu ada faktor-
faktor lain yang berperan dalam penularan ini diantaranya: usia, jenis kelamin, ras, kesadaran
sosial dan lingkungan.
g. Untuk pencegahan penyakit kusta terbagi dalam 3 tahapan yaitu : pencegahan secara primer,
sekunder dan tersier.
h. Dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien kusta yang perlu dilakukan adalah
melakukan pengkajian, pemeriksaan fisik, menentukan diagnosa keperawatan, kemudian
memberikan tindakan perawatan yang komprehensip.
1.2Saran
Untuk menanggulangi penyebaran penyakit kusta, hendaknya pemerintah mengadakan suatu
program pemberantasan kusta yang mempunyai tujuan sebagai penyembuhan pasien kusta dan
mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta terutama
tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insiden penyakit.
Hendaknya masyarakat yang tinggal didaerah yang endemi akan kusta diberikan penyuluhan
tentang, cara menghindari, mencegah, dan mengetahui gejala dini pada kusta untuk
mempermudahpengobatanya. Karena di dunia kasus penderita kusta juga masih tergolong
tinggi maka perlu diadakanya penelitian tentang penanggulangan penyakit kusta yang efektif
DAFTAR PUSTAKA
Indonesia : Jakarta.
· Sjamsuhidajat. R dan Jong, Wimde. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC :
Jakarta.