Disusun oleh:
KELOMPOK C01:
1. Roslintia Az-Zahra
2. Deo Apringga Ayu n
3. Ida Bagus Agung B
4. Putri Ummi Hanisah
5. Ni Nyoman Trianggastuti
6. Mirna Fauziah Laily
7. Desak Gede Candra H
8. Virsa Varisa Febriyanti
9. I Gede Rama Suarnanda
10. Vannisa Kurnia Angelina
11. Faishal Nur Fianto
12. I kadek Mande Dwiky
13. Anak Agung Gede Rama D
14. I Putu Yogie Mahendra P
Pembimbing Tutor
15700081
15700083
15700085
15700087
15700089
15700091
15700093
15700095
15700097
15700099
15700101
15700103
15700105
15700107
: dr.Gembong, M.kes
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
TAHUN 2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat-Nya
kepada kami untuk dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "Penyakit Kusta ". Penulisan
laporan ini merupakan salah satu tugas untuk menjabarkan hasil diskusi yang telah dilakukan
sebelumnya.
Dalam menyelesaikan makalah ini, penyusun telah mendapat bantuan dari berbagai
pihak. Oleh sebab itu sudah selayaknya penyusun mengucapkan terima kasih kepada
dr.Gembong, M.kes yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan perhatian.
Juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
bantuan dan tidak sempat penyusun sebutkan satu per satu.
Kami berharap semoga dengan disusunnya makalah ini dapat memberikan
pengetahuan bagi para pembaca. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Tim Penulis
DAFTAR ISI
COVER......................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................1
1.3 Tujuan Umum..........................................................................................................1
1.4 Tujuan khusus..........................................................................................................1
1.5 Manfaat....................................................................................................................2
BAB II
Analisis dan Pembahasan
2.1Skenario.....................................................................................................................3
2.1.2 Learning Objective....................................................................................3
2.2 Tinjau Pustaka
2.2.1 Definisi......................................................................................................4
2.2.2 Etiologi......................................................................................................4
2.2.3 Epidemiologi.............................................................................................5
2.2.4 Patofisiologi..............................................................................................5
2.2.5 Faktor Resiko............................................................................................6
2.2.7 Gejala klinis..............................................................................................8
2.2.8 Diagnosis.................................................................................................10
2.2.9 Cara Penularan........................................................................................10
2.2.10 Bentuk penyakit kusta ..........................................................................11
2.2.11Cara pencegahan.....................................................................................11
2.3 Kausa dan Alternatif Kausa....................................................................................12
2.4 Diagram fishbone...................................................................................................13
2.5 Tabel Scoringmenetukan prioritas masalah...........................................................16
2.6 Tabel scoring untuk prioritas kegiatan...................................................................17
2.7 Pembahasan......................................................................................................................18
BAB III
Rencana Program
3.1 Rencana Program...................................................................................................23
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kusta termasuk penyakit tertua. Kata kusta Berasal dari bahasa india Khusta
dikenal sejak 1400 tahun sebelm masehi. Kata lepra ada disebut-sebut dalam kitab
injil, terjemahan dari bahasa Hebrew Zaraath, yang sebenarnya mencakup beberapa
kulit lainya. Ternyata bahwa berbagai deskriptip mengenai penyakit inisangat kabur,
apalagi jika dibandingkan dengan kusta yang kita kenal sekarang ini. (Sri Linuwih
2002)
Kusta atau lepra merupakan penyakit yang menyerang sel saraf tepi, dan organ
tubuh dalam jangka panjang mengakibatkan sebagian anggota tubuh penderita tidak
dapat berfungsi dengan normal. kusta disebabkan oleh bakteri tahan yang asam, gram
positif, yaiu micobakterium Leprae. Penularan kusta dapt terjadi melalui kontak
langsung dengan penderita dan udara pernafasan. Namun hal ini tergantung dari
imunitas tubuh individu. Jika imunitas tinggi kemungkinana untuk menderita penyakit
ini sangat jarang. (erni 2010).
WHO
melaporkan
pada
115
negara
dan
teritori
pada
2006,
BAB II
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
2.1 SKENARIO
Dina, Roby dan Made adalah mahasiswa kedokteran yang sedang melaksanakan
praktek Kepanitraan Klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) tentang
kedokteran komunikasi di Puskesmas Sukamaju Kabupaten Kota Baru. Ada satu desa
yang merupakan desa endemis Kusta (Prevalensi: 14/10.000) pada puskesmas
tersebut. Dina dan teman temanya merasa ingin tahun bagaimana Puskesmas
menanganinya. Desa tersebut terletak di salah satu pulau yang terpisah dengan lokasi
Puskesmas. Penduduk desa sebagian besar berpendidikan Sekolah Dasar, stigma
terhadap penyakit kusta masih tinggi, masyarakat masih menganggap bahwa
menderita kusta adalah akibat kutukan Tuhan, lingkungan, sosial ekonomi (sosial,
ekonomi, budaya dan lingkungan) kurang mendukung. Semua kegiatan manta
penderita, apalagi yang menunjukkan kecacatan, tidak mendapat dukungan
masyarakat. Semua produk yang dihasilkan tdak mendapat dukungan secara ekonomi
dari masyarakat. Harga diripun hancur. Ada 23 manta penderita yang telah dinyatakan
RFT (release from treatment), 2 orang cacat pada matanya, 5 orang terdapat luka luka
pada kakinya yang tidak kujung sembuh. Bagaimana usaha Dina dan kelompoknya
untuk meningkatkan kemampuan penderita untuk hidup mandiri sehingga akan
memperoleh harkat hidup yang lebih layak di masa depannya.
2.1.1 Learning Objective
1. Mengetahui Epidemologis penyakit Kusta
2. Mengetahui penyebab, penularan, pengobatan, serta rehabilitasi Kusta
3. Memahami pencegahan penyakit kusta
4. Memahami teknik pengobatan kusta
5. Memahami perawatan diri setelah RFT
6. Membuat diagram ikan dalam penyelesaian permasalahan kusta
7. Memahami rehailitasi penderita kusta yang telah sembuh ( rehabilitasi fisik,
mental, sosial, ekonomi)
8. Membuat rencana kegiatan program promkes terkait
( Mycobacterium Leprae) yang menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh
lainnya. Penyakit ini sering kali menimbulkan masalah yang sangat kompleks.
Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai
masalah soaila, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional. Penyakit
kusta bukan penyakit keturunan atau kutukan Tuhan. Penyakit kusta juga
menimbulkan masalah yang sangat kompleks, masalah yang dimaksud bukan
hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, psikologis,
budaya, keamanan dan ketahanan nasional (Depkes RI 2005).
Penyebab kusta adalah kuman mycobacterium leprae. Dimana microbacterium
ini adalah kuman aerob, tidak membentuk spora, berbentuk batang, dikelilingi
oleh membran sel lilin yang merupakan ciri dari spesies Mycrobacterium,
berukuran panjang 1-8 micro, lebar 0,2-0,5 micro biasanya berkelompok dan ada
yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel dan bersifat tahan terhadap dekolarisasi
oleh asam atau alkohol sehingga oleh karena itu dinamakan sebagai hasil tahan
asam. Selain banyak membentuk safrifit, terdapat juga golongan organisme
patogen (misalnya Mycrobacterium tuberculosis, Mycrobacterium leprae) yang
menyebabkan penyakit menahun dengan menimbulkan lesi jenis granuloma
infeksion. Mycrobacterium leprae belum dapat dikultur pada laboratorium
2.2.2
2.2.3
Patofisiologi
Kuman masuk ke dalam tubuh melalui salurang pernapasan dan kulit yang
tidak intak atautidak utuh. Sumber penularannya adalah penderita kusta yang
banyak mengandung kuman(Tipe Multibasiler) yang belum diobati. Dan ada
syaratnya yaitu Prolonged contact dan intimate. Artinya bisa menular jika
terdapat kontak yang lama dan intim. Misal dalam satuanggota keluarga,
pergaulan sehari-hari.
2.2.5
Faktor resiko
a. Sosial Ekonomi
WHO (2003) menyebutkan 90% penderita kusta di dunia menyerang
kelompok dengan sosial ekonomi lemah atau miskin. Hubungan antara
kemiskinan dengan penyakit kusta bersifat timbal balik. Kusta merupakan
5
penyebab kemiskinan dan karena miskin maka manusia menderita kusta. Kondisi
sosial ekonomi itu sendiri, mungkin tidak hanya berhubungan secara langsung,
namun dapat merupakan penyebab tidak langsung seperti adanya kondisi gizi
memburuk, serta perumahan yang tidak sehat, hygiene sanitasi yang kurang dan
akses terhadap pelayanan kesehatan juga menurun kemampuannya. Tingkat
pekerjaan dan jenis pekerjaan sangat mempengaruhi terjadinya kasus kusta atau
keberhasilan pengobatan, status sosial ekonomi keluarga diukur dari jenis,
keadaan rumah, kepadatan penghuni per kamar, status pekerjaan dan harta
kepemilikan (Scoeman, 1991). Masyarakat dengan sosial ekonomi yang rendah
sering mengalami kesulitan mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik,
sehingga penyakit kusta menjadi ancaman bagi mereka (Soewasti, 1997).
Penyebab terbesar menurunnya kasus kusta adalah meningkatnya tingkat sosial
ekonomi keluarga tetapi faktor lain akibat sosial ekonomi adalah pengaruh
lingkungan rumah secara fisik baik 38 pada, pencahayaan, ventilasi, kepadatan
rumah, dan pemenuhan kebutuhan gizi dapat terpenuhi. Faktor sosial ekonomi ini
merupakan salah satu karakteristik tentang faktor orang, perlu mendapat
perhatian tersendiri. Status sosial ekonomi sangat erat hubungannya dengan
pekerjaan dan jenis pekerjaan serta besarnya pendapatan keluarga juga hubungan
dengan lokasi tempat tinggal, kebiasaan hidup keluarga, termasuk kebiasaan
makan, jenis rekreasi keluarga, dan lain sebagainya. Status sosial ekonomi erat
pula hubungannya dengan faktor psikologi individu dan keluarga dalam
masyarakat. Status ekonomi sangat sulit dibatasi, hubungan dengan kesehatan
juga kurang nyata, yang jelas bahwa kemiskinan erat hubungannya dengan
penyakit hanya sulit dianalisa managemen sebab, dan yang mana akibat. Status
ekonomi menentukan kwalitas makanan, hunian, kepadatan gizi, taraf
pendidikan, tersediannya fasilitas air bersih, sanitasi kesehatan lainnya, besar
kecil keluarga, dan teknologi.
b. Umur
Kebanyakan peneliti melaporkan distribusi penyakit kusta menurut umur
berdasarkan prevalensi, hanya sedikit yang berdasarkan insiden, karena pada saat
timbulnya penyakit sangat sulit diketahui. Dengan kata lain kejadian penyakit
sering terkait umur pada saat ditemukan dari pada saat timbulnya penyakit. Kusta
6
diketahui terjadi pada semua umur mulai bayi sampai umur tua (3 minggu sampai
lebih dari 70 tahun), namun yang 39 terbanyak adalah pada umur muda dan
produktif. Berdasarkan penelitian di RSK Sitanala Tangerang oleh Tarusaraya
dkk (1996), dinyatakan bahwa dari 1153 responden diperoleh hasil bahwa
kecacatan lebih banyak terjadi pada usia prosuktif 19-55 tahun (76,1%).12)
Ghimire (1996), menyatakan bahwa terjadi kecacatan sekunder pada usia
dibawah 30 tahun. Hal ini disebabkan oleh bahaya yang terpapar pada saat
beraktifitas.
c. Jenis kelamin
Penyakit kusta dapat mengenai dari semua jenis kelamin, baik lakilaki mupun
perempuan. Sebagian besar Negara di dunia kecuali dibeberapa Negara di Afrika
menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak terserang kusta dari pada wanita.
Rendahnya kejadian kusta pada wanita disebabkan karena beberapa faktor antara
lain faktor lingkungan dan faktor biologis (Ghimire, 1996). Tarusaraya, dkk,
(1996) tingkat kecacatan pada laki-laki lebih besar daripada wanita. Hal ini
berkaitan dengan pekerjaan, kebiasaan keluar rumah, dan merokok. Ghimire
(1996) penelitian yang dilakukan di Nepal 67% wanita mengalami kecacatan
sekunder.
d. Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki semangat spiritual 40 keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang
terstruktur dan berjenjang yang terdiri dari pendidikan dasar (SD/SMP/Sederajat),
pendidikan
menengah
(SMA/Sederajat)
serta
pendidikan
tinggi
kecacatan sekunder. Hal ini disebabkan pada kelompok terpelajar lebih mengerti
dan mengikuti instruksi tenaga kesehatan.
e. Pekerjaan
Sebagian besar penderita kusta di dunia berada di negara yang sedang
berkembang termasuk Indonesia, sebagaian besar penduduk Indonesia mencari
penghasilan dengan bercocok tanam atau bertani. Hal ini sangat berpengaruh
terhadap terjadinya cacat pada kusta.(7) Penelitian yang dilakukan di Nepal oleh
Ghimire (1996), membagi responden dalam dua kategori, yaitu mereka yang
bekerja secara manual worker dan non manual worker. Diperoleh hasil, 64%
pada manual worker mengalami 41 kecacatan sekunder, hal ini disebabkan
karena Nepal adalah Negara pertanian, banyak yang bekerja sebagai petani.
Selain itu karena pasienpasien kusta lebih suka menyendiri sehingga kegiatan
2.2.6
di kulit.
Multibacillary. Ada luka kulit dengan bakteri penyebab lepra pada bercak
kusta di kulit.
Penyebab Kusta dan Faktor Risiko
Bakteri Mycobacterium leprae menjadi penyebab utama kusta. Bakteri ini
tumbuh pesat pada bagian tubuh yang bersuhu lebih dingin seperti tangan, wajah,
kaki dan lutut.
M. leprae termasuk jenis bakteri yang hanya bisa tumbuh berkembang di dalam
beberapa sel manusia dan hewan tertentu. Cara penularan bakteri ini adalah
melalui cairan dari hidung yang biasanya menyebar ke udara ketika penderita
batuk atau bersin.
Selain penyebab utamanya, ada juga faktor-faktor yang bisa meningkatkan risiko
seseorang untuk mengidap penyakit ini. Beberapa faktor risiko tersebut meliputi:
Melakukan kontak fisik dengan hewan penyebar bakteri kusta tanpa sarung
tangan.Beberapa di antaranya adalah armadilo dan simpanse afrika.
Melakukan kontak fisik secara rutin dengan penderita kusta.
Bertempat tinggal di kawasan endemik kusta.
Menderita cacat genetik pada sistem kekebalan tubuh.
Diagnosis Kusta
Kebanyakan kasus kusta didiagnosis berdasarkan temuan klinis, karena penderita
biasanya bertempat tinggal di daerah yang minim peralatan laboratorium. Bercak
putih atau merah pada kulit yang mati rasa dan penebalan saraf perifer (atau saraf
yang terletak di bawah kulit dapat teraba membesar bahkan terlihat) seringkali
dijadikan dasar pertimbangan diagnosis klinis. Pada kawasan endemik kusta,
seseorang bisa dianggap mengidap kusta apabila menunjukkan salah satu dari dua
tanda utama berikut ini:
Adanya bercak pada kulit yang mati rasa.
Sampel dari usapan kulit positif terdapat bakteri penyebab kusta.
2.2.7
Diagnosis Kusta
Kebanyakan kasus kusta didiagnosis berdasarkan temuan klinis, karena
penderita biasanya bertempat tinggal di daerah yang minim peralatan
laboratorium. Bercak putih atau merah pada kulit yang mati rasa dan penebalan
saraf perifer (atau saraf yang terletak di bawah kulit dapat teraba membesar
bahkan terlihat) seringkali dijadikan dasar pertimbangan diagnosis klinis. Pada
kawasan endemik kusta, seseorang bisa dianggap mengidap kusta apabila
Klinis
Bakteriologis
Imunologis
Hispatologis namun untuk diagnosa kusta dilapangan cukup dengan
anamnesa dan pemeriksaan klinis (Zulkifli, 2003).
Bila ada keraguan dan fasilitas memungkinkan sebaiknyadilakukan
pemeriksaan bakteriologis. Kerokan dengan pisau skalpel dari kulit,
selaput lendir selaput bawah atau dari biopsi kuping telinga, dibuat sediaan
mikrokopis pada gelas alas dan diwarnai dengan teknis ziehl neelsen.
Biopsi kulit atau saraf yang menebal memberikan gambaran histologis
yang has tes-tes serologik bukan treponema untuk sifilis sering
2.2.9
Bentuk leproma mempunyai kelainan kulit yang tersebar secara simetris pada
tubuh. Leproma menular karena kelainan kulitnya mengandung banyak
kuman.
Bentuk tuber koloid mempunyai kelainan pada jaringan syaraf, yang
mengakibatkan cacat pada tubuh. Bentuk ini tidak menular karena kelainan
11
12
2.4 Diagram fishbone Ascariasis pada anak di SDN Asih, desa Asih , kecamatan Bandara kabupaten cendana
MA
MONEY
Edukasi kesehatan
yang kurang
Sebagian besar
bekerja sebagai
buruh tani
Rendahnya
pendidikan
formal
Rendahnya
pengetahuan kesehatan
pada anak
Rendahnya
angka tamat
sekolah
Tempat sampah
yang tidak memadai
Prosedur sanitasi
dasar yang rendah
Jambanterbu
ka
METHO
D
Masyarakat
dengan
penghasilan
Rendahnya
perekonomia
n
Rendahnya dasar
sanitasi
Sebagian besar
bekerja sebagai
buruh tani
Tidakadabantuan
pemerintah
Tidak ada
dukungan
secara
ekonomi
Tingginya
prevalensi
Kusta di
Kab.Kota
Tidakadasumur
tidak memiliki
Tidak tersedia kantin
fasilitas penyediaan
sekolah
air bersih (sumur)
Tercemarnnya
sungai Fasilitas sanitasi
yang tidak memadai
Makanantidakhigi
enis pada anak
Tidak adanya
suply obat
Tidak adanya obatobatan yang
memadai untuk anak
Daerah terpencil
LetakgeeografisDesaAsih
Belum tersebarnya
obat-obatan
Tidakada TPA
Tidakadapenutupsa
mpah
Daerah terpencil
MILE
MATERIA
13
KondisiLingkungan
Jauhdaripusat
Parameter
14
Kurangnya
memperhatikan
kesehatan di
Kab. Kota Baru
Kurang
pedulinya
terhadap
masyarakat
yang
menderita
Kusta
Kurangnya
fasilitas
kesehatan
Tidak adanya
obat-obatan
yang memadai
Kurangn
pengetah
masyara
tentang
penyaki
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Prevalence
Serverity
Rate % incarse
Degree of unmeet need
Social benefit
Public concern
Technical feasibility
study
8. Resource Availlabilty
4
1
3
3
3
3
4
3
3
2
2
2
4
4
5
3
5
2
3
4
4
4
3
1
3
2
2
2
3
3
4
3
4
2
2
2
3
3
3
1
JUMLAH
24
21
26
22
20
RERATA (sesuai
jumlah parameter)
2.87
3.125
3.25
2.75
2.5
2.4 Tabel scoring untuk menetukan prioritas penyakit Kusta di Kabupaten Kota Baru
Prevalence :Berapa Prevalensi Penyakit Ascariasis yang diturunkan pada Anak didesa Asih
diakibatkan memprioritaskan masalah ini.
2 Severity : berapa besar keganasan penyakit sebagai dampak yang ditimpulkan apabila
memilih dan memprioritaskan masalah ini
3 Rate % incrase :seberpa % besar laju dampak yang timbul apabila memilih masalah ini.
4 Degree of unmeet need : seberapa kebutuhan yang tak terduga timbul apabila memilih
masalah ini.
5 Social benefit : seberapa besar keuntungan masyarakat apabila memilih masalah ini
6 Publik concern:seberapa besar dukungan masyarakat apabila memilih masalah ini
7 Technical fesibility study: seberapa besar secara tekik kemungkinan untuk dapat dilaksanakan
apabila memilih masalah ini
8 Resources availability :berapa besar keuntungan yang diperolehh (oleh manajemen) apabila
memilih masalah ini
2.5 Tabel scoring prioritas pemecahan masalah pada Anak-anak di Sekolah Dasar Negeri di
desa Asih di wilayah Kecamatan Bandara, Kabupaten Cendana
No
Efektivitas
16
Efisiensi
Hasil
P=
M x I xV
C
33
2
3
4
4
3
3
5
4
2
2
30
24
puskesmas
Memberikan obat-obatan secara rutin
5.
2.6 PEMBAHASAN
PENCEGAHAN
Pencegahan primer
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan :
a. Penyuluhan kesehatan
Pencegahan primer dilakukan pada kelompok orang sehat yang belum terkena penyakit kusta
dan memiliki resiko tertular karena berada disekitar atau dekat dengan penderita seperti
17
keluarga penderita dan tetangga penderita, yaitu dengan memberikan penyuluhan tentang
kusta. Penyuluhan yang diberikan petugas kesehatan tentang penyakit kusta adalah proses
peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan masyarakat yang belum menderita sakit
sehingga dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya dari penyakit kusta.
Sasaran penyuluhan penyakit kusta adalah keluarga penderita, tetangga penderita dan
masyarakat (Depkes RI, 2006).
b. Pemberian imunisasi
Sampai saat ini belum ditemukan upaya pencegahan primer penyakit kusta seperti pemberian
imunisasi (Saisohar,1994). Dari hasil penelitian di Malawi tahun 1996 didapatkan bahwa
pemberian vaksinasi BCG satu kali dapat memberikan perlindungan terhadap kusta sebesar
50%, sedangkan pemberian dua kali dapat memberikan perlindungan terhadap kusta
sebanyak 80%, namun demikian penemuan ini belum menjadi kebijakan program di
Indonesia karena penelitian beberapa negara memberikan hasil berbeda pemberian vaksinasi
BCG tersebut (Depkes RI, 2006).
Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan :
a. Pengobatan pada penderita kusta
Pengobatan pada penderita kusta untuk memutuskan mata rantai penularan, menyembuhkan
penyakit penderita, mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya cacat yang
sudah ada sebelum pengobatan. Pemberian Multi drug therapy pada penderita kusta terutama
pada tipe Multibaciler karena tipe tersebut merupakan sumber kuman menularkan kepada
orang lain (Depkes RI, 2006).
Pencegahan tertier
a. Pencegahan cacat kusta
Pencegahan tersier dilakukan untuk pencegahan cacat kusta pada penderita. Upaya
pencegahan cacat terdiri atas (Depkes RI, 2006):
Upaya pencegahan cacat primer meliputi penemuan dini penderita sebelum cacat, pengobatan
secara teratur dan penangan reaksi untuk mencegah terjadinya kerusakan fungsi saraf.
18
Upaya pencegahan cacat sekunder meliputi perawatan diri sendiri untuk mencegah luka dan
perawatan mata, tangan, atau kaki yang sudah mengalami gangguan fungsi saraf.
b. Rehabilitasi kusta
Rehabilitasi merupakan proses pemulihan untuk memperoleh fungsi penyesuaian diri secara
maksimal atas usaha untuk mempersiapkan penderita cacat secara fisik, mental, sosial dan
kekaryaan untuk suatu kehidupan yang penuh sesuai dengan kemampuan yang ada padanya.
Tujuan rehabilitasi adalah penyandang cacat secara umum dapat dikondisikan sehingga
memperoleh kesetaraan, kesempatan dan integrasi sosial dalam masyarakat yang akhirnya
mempunyai kualitas hidup yang lebih baik (Depkes RI, 2006). Rehabilitasi terhadap
penderita kusta meliputi :
Latihan fisioterapi pada otot yang mengalami kelumpuhan untuk mencegah terjadinya
kontraktur.
Bedah rekonstruksi untuk koreksi otot yang mengalami kelumpuhan agar tidak mendapat
tangan.
Konseling dilakukan untuk mengurangi depresi pada penderita cacat.
PEMBERANTASAN
Rujukan untuk operasi/ operasi rekonstruksi
Indikasi untuk rujukan operasi meliputi:
1)
2)
3)
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
PENGOBATAN/ PENATALAKSANAAN
Terapi Medik
Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah penyembuhan pasien kusta dan
mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta
terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insiden penyakit. Program
Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin, klofazimin, dan DDS dimulai
tahun 1981. Program ini bertujuan untuk mengatasi resistensi dapson yang semakin
meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus obat, dan
mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan.
Rejimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai rekomendasi WHO 1995 sebagai berikut:
a). Tipe PB ( Pause Basiler)
Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa :
Rifampisin 600mg/bln diminum didepan petugas DDS tablet 100 mg/hari diminum di rumah.
Pengobatan 6 dosis diselesaikan dalam 6-9 bulan dan setelah selesai minum 6 dosis
dinyatakan RFT (Release From Treatment) meskipun secara klinis lesinya masih aktif.
Menurut WHO(1995) tidak lagi dinyatakan RFT tetapi menggunakan istilah Completion Of
Treatment Cure dan pasien tidak lagi dalam pengawasan.
b). Tipe MB ( Multi Basiler)
Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa:
Rifampisin 600mg/bln diminum didepan petugas. Klofazimin 300mg/bln diminum didepan
petugas dilanjutkan dengan klofazimin 50 mg /hari diminum di rumah. DDS 100 mg/hari
diminum dirumah, Pengobatan 24 dosis diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan
sesudah selesai minum 24 dosis dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif
dan pemeriksaan bakteri positif. Menurut WHO (1998) pengobatan MB diberikan untuk 12
dosis yang diselesaikan dalam 12-18 bulan dan pasien langsung dinyatakan RFT.
c). Dosis untuk anak
Klofazimin: Umur, dibawah 10 tahun: /blnHarian 50mg/2kali/minggu, Umur 11-14 tahun,
Bulanan 100mg/bln, Harian 50mg/3kali/minggu, DDS:1-2mg /Kg BB, Rifampisin:1015mg/Kg BB.
20
21
Kegiata
n
Melaku
kan
pengece
kan
secara
rutin
Sasaran
Target
Penderita
kusta
70%
dari
jml
sasara
n
Vol
ume
kegi
atan
Rincian
pelaksanaan
a.mengadakan
pemeriksaan
setiap minggu
b. Pemberian
supply obat
kepada penderita
kusta
22
Lokasi
pelaksan
aan
Tenaga
pelaksa
naan
-di
puskesm
as
Dokter,
Perawat,
tenaga
kesehata
n yang
sudah
terlatih
Jadwal
-Setiap
hari
minggu
pengobat
an
seterusny
a selama
6-7 bulan
Kebutuhan pelak
1. obat MTD(multi
therapy)
2. megkonsumsi ob
antibiotik
BAB III
RENCANA PROGRAM
3.1 Rencana Program
Berdasarkan silkus hidup dan sifat kusta. Maka upaya penanganan yang dapat
dilakukan sebagai berikut :
1.Melakukan bantuan kesehatan secara rutin di kabupaten kota baru.
Mengadakan kegiatan pemeriksan kesehatan setiap minggu sekali bantuan kesehatan
secara rutin pada penderita kusta, sehingga dapat mengurangi penderita kusta di kabupaten
kota baru.
2. Meningkatkan moral kepada penderita kusta serta yang sudah sembuh dari masyarakat.
Memberikan berupa dukungan motivasi kepada orang yang menderita kusta merupakan
salah satu cara untuk membantu para masayarakat yang menderita kusta agar tetap semagat
dalam melakukan aktivitas sehari-hari dengan saling menciptakan ligkugan yang sehat
serta pola hidup yang lebih sehat.
3. Membuat puskesmas yang dekat dari daerah endemis kusta.
Membagun
Kusta bisa dicegah dan disembuhkan melalui deteksi dini kusta dan pengobatan MDT
secara gratis di Puskesmas ataupun Rumah Sakit sehingga cacat permanen akibat
penyakit tersebut tak akan terjadi.
c.
Kusta bukan penyakit turunan, bukan dampak guna- guna dan kutukan. Kusta
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Leprae karena kemungkinan pola hidup tidak
sehat, lingkungan tinggal yang kumuh dan sanitasi yang buruk.
BAB IV
24
leprae
merupakan
basil
tahan
asam
(BTA)
bersifat
obligat
intraseluller, menyerang saraf perifer, kulit dan organ lain seperti mukosa saluran napas
bagian atas, hati, sumsum tulang kecuali susunan saraf pusat.
d. Micobakterium leprae masuk kedalam tubuh manusia, jika orang tersebut memiliki respon
imunitas yang tinggi maka kusta akan lebih mengarah pada tuberkuloid, namun jika
respon imunitas dari tubuh orang tersebut rendah maka kusta akan lebih mengarah pada
lepromatosa.
e. Manifestasi klinik dari penderita kusta adalah adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan
sensibilitas.
f. Penularan penyakit kusta sampai saat ini hanya diketahui melalui pintu keluar kuman
kusta yaitu: melalui sekret hidung dan kontak langsung dengan kulit penderita. Selain itu
ada faktor-faktor lain yang berperan dalam penularan ini diantaranya: usia, jenis kelamin,
ras, kesadaran sosial dan lingkungan.
g. Untuk pencegahan penyakit kusta terbagi dalam 3 tahapan yaitu : pencegahan secara
primer, sekunder dan tersier.
h. Dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien kusta yang perlu dilakukan
adalah melakukan pengkajian, pemeriksaan fisik, menentukan diagnosa keperawatan,
kemudian memberikan tindakan perawatan yang komprehensip.
4.2 Saran
25
Untuk menanggulangi penyebaran penyakit kusta, hendaknya pemerintah
mengadakan
suatu program
pemberantasan
kusta yang
mempunyai
tujuan
sebagai penyembuhan pasien kusta dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata
rantai penularan dari pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk
menurunkan insiden penyakit.
Hendaknya masyarakat yang tinggal didaerah yang endemi akan kusta diberikan
penyuluhan tentang, cara menghindari, mencegah, dan mengetahui gejala dini pada
kusta untuk mempermudah pengobatanya.
Karena di dunia kasus penderita kusta juga masih tergolong tinggi maka perlu
diadakanya penelitian tentang penanggulangan penyakit kusta yang efektif
26
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1
2
3
http://journal.unnes.ac.id/artikel_nju/kemas/2846
http://www.alodokter.com/kusta
http://penyakitkusta.com/
27