Anda di halaman 1dari 30

FOCUS GROUP DISCUSSION

Disusun oleh:
KELOMPOK C01:
1. Roslintia Az-Zahra
2. Deo Apringga Ayu n
3. Ida Bagus Agung B
4. Putri Ummi Hanisah
5. Ni Nyoman Trianggastuti
6. Mirna Fauziah Laily
7. Desak Gede Candra H
8. Virsa Varisa Febriyanti
9. I Gede Rama Suarnanda
10. Vannisa Kurnia Angelina
11. Faishal Nur Fianto
12. I kadek Mande Dwiky
13. Anak Agung Gede Rama D
14. I Putu Yogie Mahendra P
Pembimbing Tutor

15700081
15700083
15700085
15700087
15700089
15700091
15700093
15700095
15700097
15700099
15700101
15700103
15700105
15700107
: dr.Gembong, M.kes

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
TAHUN 2015/2016

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat-Nya
kepada kami untuk dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "Penyakit Kusta ". Penulisan
laporan ini merupakan salah satu tugas untuk menjabarkan hasil diskusi yang telah dilakukan
sebelumnya.
Dalam menyelesaikan makalah ini, penyusun telah mendapat bantuan dari berbagai
pihak. Oleh sebab itu sudah selayaknya penyusun mengucapkan terima kasih kepada
dr.Gembong, M.kes yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan perhatian.
Juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
bantuan dan tidak sempat penyusun sebutkan satu per satu.
Kami berharap semoga dengan disusunnya makalah ini dapat memberikan
pengetahuan bagi para pembaca. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Surabaya, 16 Mei 2016

Tim Penulis

DAFTAR ISI
COVER......................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................1
1.3 Tujuan Umum..........................................................................................................1
1.4 Tujuan khusus..........................................................................................................1
1.5 Manfaat....................................................................................................................2
BAB II
Analisis dan Pembahasan
2.1Skenario.....................................................................................................................3
2.1.2 Learning Objective....................................................................................3
2.2 Tinjau Pustaka
2.2.1 Definisi......................................................................................................4
2.2.2 Etiologi......................................................................................................4
2.2.3 Epidemiologi.............................................................................................5
2.2.4 Patofisiologi..............................................................................................5
2.2.5 Faktor Resiko............................................................................................6
2.2.7 Gejala klinis..............................................................................................8
2.2.8 Diagnosis.................................................................................................10
2.2.9 Cara Penularan........................................................................................10
2.2.10 Bentuk penyakit kusta ..........................................................................11
2.2.11Cara pencegahan.....................................................................................11
2.3 Kausa dan Alternatif Kausa....................................................................................12
2.4 Diagram fishbone...................................................................................................13
2.5 Tabel Scoringmenetukan prioritas masalah...........................................................16
2.6 Tabel scoring untuk prioritas kegiatan...................................................................17
2.7 Pembahasan......................................................................................................................18

BAB III
Rencana Program
3.1 Rencana Program...................................................................................................23
3

3.2Rencana Kegiatan (Plan Of Activity).....................................................................24


BAB IV
Kesimpulan dan Saran...........................................................................................................25
BAB V
Daftar Pustaka........................................................................................................................27

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kusta termasuk penyakit tertua. Kata kusta Berasal dari bahasa india Khusta
dikenal sejak 1400 tahun sebelm masehi. Kata lepra ada disebut-sebut dalam kitab
injil, terjemahan dari bahasa Hebrew Zaraath, yang sebenarnya mencakup beberapa
kulit lainya. Ternyata bahwa berbagai deskriptip mengenai penyakit inisangat kabur,
apalagi jika dibandingkan dengan kusta yang kita kenal sekarang ini. (Sri Linuwih
2002)
Kusta atau lepra merupakan penyakit yang menyerang sel saraf tepi, dan organ
tubuh dalam jangka panjang mengakibatkan sebagian anggota tubuh penderita tidak
dapat berfungsi dengan normal. kusta disebabkan oleh bakteri tahan yang asam, gram
positif, yaiu micobakterium Leprae. Penularan kusta dapt terjadi melalui kontak
langsung dengan penderita dan udara pernafasan. Namun hal ini tergantung dari
imunitas tubuh individu. Jika imunitas tinggi kemungkinana untuk menderita penyakit
ini sangat jarang. (erni 2010).
WHO

melaporkan

pada

115

negara

dan

teritori

pada

2006,

prevalensiterdaftarkusta pada awaltahun 2006 adalah 219.826 kasus. Penemuan kasus


baru pada tahun sebelumnya adlaah 296.499 kasus. (Sasaki S 2006)
1.2 RUMUSAN MASALAH
Bagaimana upaya penanggulangan penyakit Kusta dan pencegahannya di
kabupaten Kota Baru?
1.3 TUJUAN UMUM
Meningkatkan harga diri penderita dan mantan penderita Kusta
1.4 TUJUAN KHUSUS
1.Meningkatkan pendidikan masyarakat
2.
3.
4.
5.

Mengubah stigma dan mitos masyarakat tentang penyakit kusta


Mengetahui epidemologi penyakit kusta
Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penyakit kusta
Memberikan pelayanan kesehatan lebih baik terhadap pasien yang

mengalami kecacatan dan luka-luka


6. Memberikan pelayanan kesehatan terhadap penderita kusta yang
mudah dijangkauan oleh masyarakat

7. Meningkatkan sosial ekonomi dengan bekerjasama bersama tokoh


masyarakat setempat.
1.5 MANFAAT

1. Meningkatkan pengetahuan tentang penyakit Kusta.


2. Upaya pencegahan yang dilakukan agar angka prevalensi didesa tersebut
turun.
3. Memahami teknik pengobatan, serta perawatan diri bagi penderita kusta
RFT.
4. Memahami pencegahan kusta.
5. Menyusun rencana program guna penanggulangan kusta.

BAB II
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

2.1 SKENARIO
Dina, Roby dan Made adalah mahasiswa kedokteran yang sedang melaksanakan
praktek Kepanitraan Klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) tentang
kedokteran komunikasi di Puskesmas Sukamaju Kabupaten Kota Baru. Ada satu desa
yang merupakan desa endemis Kusta (Prevalensi: 14/10.000) pada puskesmas
tersebut. Dina dan teman temanya merasa ingin tahun bagaimana Puskesmas
menanganinya. Desa tersebut terletak di salah satu pulau yang terpisah dengan lokasi
Puskesmas. Penduduk desa sebagian besar berpendidikan Sekolah Dasar, stigma
terhadap penyakit kusta masih tinggi, masyarakat masih menganggap bahwa
menderita kusta adalah akibat kutukan Tuhan, lingkungan, sosial ekonomi (sosial,
ekonomi, budaya dan lingkungan) kurang mendukung. Semua kegiatan manta
penderita, apalagi yang menunjukkan kecacatan, tidak mendapat dukungan
masyarakat. Semua produk yang dihasilkan tdak mendapat dukungan secara ekonomi
dari masyarakat. Harga diripun hancur. Ada 23 manta penderita yang telah dinyatakan
RFT (release from treatment), 2 orang cacat pada matanya, 5 orang terdapat luka luka
pada kakinya yang tidak kujung sembuh. Bagaimana usaha Dina dan kelompoknya
untuk meningkatkan kemampuan penderita untuk hidup mandiri sehingga akan
memperoleh harkat hidup yang lebih layak di masa depannya.
2.1.1 Learning Objective
1. Mengetahui Epidemologis penyakit Kusta
2. Mengetahui penyebab, penularan, pengobatan, serta rehabilitasi Kusta
3. Memahami pencegahan penyakit kusta
4. Memahami teknik pengobatan kusta
5. Memahami perawatan diri setelah RFT
6. Membuat diagram ikan dalam penyelesaian permasalahan kusta
7. Memahami rehailitasi penderita kusta yang telah sembuh ( rehabilitasi fisik,
mental, sosial, ekonomi)
8. Membuat rencana kegiatan program promkes terkait

2.2 TINJAUAN PUSTAKA


2.2.1 Definisi
Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni kushtha berarti kumpulan
gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen,
sesuai dengan nama yang menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard Armauwer
Hansen pada tahun 1874 sehingga penyakit ini disebut Morbus Hansen. Kusta
adalah penyakit menular yang menahun dan dsebabkan oleh kuman kusta
3

( Mycobacterium Leprae) yang menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh
lainnya. Penyakit ini sering kali menimbulkan masalah yang sangat kompleks.
Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai
masalah soaila, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional. Penyakit
kusta bukan penyakit keturunan atau kutukan Tuhan. Penyakit kusta juga
menimbulkan masalah yang sangat kompleks, masalah yang dimaksud bukan
hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, psikologis,
budaya, keamanan dan ketahanan nasional (Depkes RI 2005).
Penyebab kusta adalah kuman mycobacterium leprae. Dimana microbacterium
ini adalah kuman aerob, tidak membentuk spora, berbentuk batang, dikelilingi
oleh membran sel lilin yang merupakan ciri dari spesies Mycrobacterium,
berukuran panjang 1-8 micro, lebar 0,2-0,5 micro biasanya berkelompok dan ada
yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel dan bersifat tahan terhadap dekolarisasi
oleh asam atau alkohol sehingga oleh karena itu dinamakan sebagai hasil tahan
asam. Selain banyak membentuk safrifit, terdapat juga golongan organisme
patogen (misalnya Mycrobacterium tuberculosis, Mycrobacterium leprae) yang
menyebabkan penyakit menahun dengan menimbulkan lesi jenis granuloma
infeksion. Mycrobacterium leprae belum dapat dikultur pada laboratorium
2.2.2

( Kosasih, 1988; Zulkifli 2003)


Etiologi
Penyebab penyakit kusta adalah bakteri Mycobacterium leprae yang berbentuk
batang panjang, sisi paralel dengan kedua ujung bulat, ukuran 0,3-0,5 mikron x 18 mikron. Basil ini berbentuk batang gram positif, tidak bergerak, tidak berspora,
dapat tersebar atau dalam berbagai ukuran bentuk kelompok. Pada pemeriksaan
langsung secara mikroskopis, tampak bentukan khas adanya basil yang
mengerombol seperti ikatan cerutu, sehingga disebut packet of cigars (globi). 12
Basil ini diduga berkapsul tetapi rusak pada pewarnaan menggunakan karbon
fukhsin. Organisme tidak tumbuh pada perbenihan buatan.13 Penyakit kusta
bersifat menahun karena bakteri kusta memerlukan waktu 12-21 hari untuk

2.2.3

membelah diri dan masa tunasnya rata-rata 2-5 tahun.


Epidemiologi
Penyakit kusta mempunyai pengaruh yang lua pada kehidupan penderita
mulai dari perkawinan, pekerjaan, hubungan antar pribadi, kegiatan bisnis sampai

kehadiran mereka pada acara-acara keagamaan serta acara di lingkungan


masyarakat (Leprosy Review, 2005)
Penyebab penyakit kusta penyakit ini diduga berasal dari Afrika atau Asia
Tengah yang kemudian menyebar keseluruh dunia lewat perpindahan penduduk
ini disebabkan karena perang, penjajahan, perdagangan antar benua dan pulaupulau. Berdasarkan pemeriksaan kerangka-kerangka manusia di Skandinavia
diketahui bahwa penderita kusta ini dirawat di Leprosari secara isolasi ketat.
Penyakit ini masuk ke Indonesia diperkirakan pada abad ke IV-V yang diduga
dibawa oleh orang-orang India yang datang ke Indonesia untuk menyebarkan
agamanya dan berdagang (Zulkifli 2003)
Di Indonesia pengobatan penyakit kusta dilakukan dengan Dapson sejak
tahun 1952. Selain penggunaan Dapson (DDS), pengobatan penderita kusta dapat
menggunakan Lamprine (B663), Rifanficin, Prednison, Sulfat Feros dan vitamin
A (untuk menyehatkan kulit yang bersisik). Setelah penderita menyelesaikan
pengobatan MDT sesuai dengan peraturan maka ia akan menyatakan RFT (relasif
From Treatment), yang berarti tidak perlu lagi makan obat MDT dan dianggap
sudah sembuh (zulkifli 2003).
2.2.4

Patofisiologi
Kuman masuk ke dalam tubuh melalui salurang pernapasan dan kulit yang
tidak intak atautidak utuh. Sumber penularannya adalah penderita kusta yang
banyak mengandung kuman(Tipe Multibasiler) yang belum diobati. Dan ada
syaratnya yaitu Prolonged contact dan intimate. Artinya bisa menular jika
terdapat kontak yang lama dan intim. Misal dalam satuanggota keluarga,
pergaulan sehari-hari.

2.2.5

Faktor resiko
a. Sosial Ekonomi
WHO (2003) menyebutkan 90% penderita kusta di dunia menyerang
kelompok dengan sosial ekonomi lemah atau miskin. Hubungan antara
kemiskinan dengan penyakit kusta bersifat timbal balik. Kusta merupakan
5

penyebab kemiskinan dan karena miskin maka manusia menderita kusta. Kondisi
sosial ekonomi itu sendiri, mungkin tidak hanya berhubungan secara langsung,
namun dapat merupakan penyebab tidak langsung seperti adanya kondisi gizi
memburuk, serta perumahan yang tidak sehat, hygiene sanitasi yang kurang dan
akses terhadap pelayanan kesehatan juga menurun kemampuannya. Tingkat
pekerjaan dan jenis pekerjaan sangat mempengaruhi terjadinya kasus kusta atau
keberhasilan pengobatan, status sosial ekonomi keluarga diukur dari jenis,
keadaan rumah, kepadatan penghuni per kamar, status pekerjaan dan harta
kepemilikan (Scoeman, 1991). Masyarakat dengan sosial ekonomi yang rendah
sering mengalami kesulitan mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik,
sehingga penyakit kusta menjadi ancaman bagi mereka (Soewasti, 1997).
Penyebab terbesar menurunnya kasus kusta adalah meningkatnya tingkat sosial
ekonomi keluarga tetapi faktor lain akibat sosial ekonomi adalah pengaruh
lingkungan rumah secara fisik baik 38 pada, pencahayaan, ventilasi, kepadatan
rumah, dan pemenuhan kebutuhan gizi dapat terpenuhi. Faktor sosial ekonomi ini
merupakan salah satu karakteristik tentang faktor orang, perlu mendapat
perhatian tersendiri. Status sosial ekonomi sangat erat hubungannya dengan
pekerjaan dan jenis pekerjaan serta besarnya pendapatan keluarga juga hubungan
dengan lokasi tempat tinggal, kebiasaan hidup keluarga, termasuk kebiasaan
makan, jenis rekreasi keluarga, dan lain sebagainya. Status sosial ekonomi erat
pula hubungannya dengan faktor psikologi individu dan keluarga dalam
masyarakat. Status ekonomi sangat sulit dibatasi, hubungan dengan kesehatan
juga kurang nyata, yang jelas bahwa kemiskinan erat hubungannya dengan
penyakit hanya sulit dianalisa managemen sebab, dan yang mana akibat. Status
ekonomi menentukan kwalitas makanan, hunian, kepadatan gizi, taraf
pendidikan, tersediannya fasilitas air bersih, sanitasi kesehatan lainnya, besar
kecil keluarga, dan teknologi.

b. Umur
Kebanyakan peneliti melaporkan distribusi penyakit kusta menurut umur
berdasarkan prevalensi, hanya sedikit yang berdasarkan insiden, karena pada saat
timbulnya penyakit sangat sulit diketahui. Dengan kata lain kejadian penyakit
sering terkait umur pada saat ditemukan dari pada saat timbulnya penyakit. Kusta
6

diketahui terjadi pada semua umur mulai bayi sampai umur tua (3 minggu sampai
lebih dari 70 tahun), namun yang 39 terbanyak adalah pada umur muda dan
produktif. Berdasarkan penelitian di RSK Sitanala Tangerang oleh Tarusaraya
dkk (1996), dinyatakan bahwa dari 1153 responden diperoleh hasil bahwa
kecacatan lebih banyak terjadi pada usia prosuktif 19-55 tahun (76,1%).12)
Ghimire (1996), menyatakan bahwa terjadi kecacatan sekunder pada usia
dibawah 30 tahun. Hal ini disebabkan oleh bahaya yang terpapar pada saat
beraktifitas.
c. Jenis kelamin
Penyakit kusta dapat mengenai dari semua jenis kelamin, baik lakilaki mupun
perempuan. Sebagian besar Negara di dunia kecuali dibeberapa Negara di Afrika
menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak terserang kusta dari pada wanita.
Rendahnya kejadian kusta pada wanita disebabkan karena beberapa faktor antara
lain faktor lingkungan dan faktor biologis (Ghimire, 1996). Tarusaraya, dkk,
(1996) tingkat kecacatan pada laki-laki lebih besar daripada wanita. Hal ini
berkaitan dengan pekerjaan, kebiasaan keluar rumah, dan merokok. Ghimire
(1996) penelitian yang dilakukan di Nepal 67% wanita mengalami kecacatan
sekunder.
d. Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki semangat spiritual 40 keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang
terstruktur dan berjenjang yang terdiri dari pendidikan dasar (SD/SMP/Sederajat),
pendidikan

menengah

(SMA/Sederajat)

serta

pendidikan

tinggi

(Diploma/sarjana/magister/spesialis) (UU No 20 tahun 2003 Tentang Sistem


pendidikan Nasional). Status pendidikan berkaitan denga tindakan pencarian
pengobatan penderita kusta. Rendahnya tingkat pendidikan dapat mengakibatkan
lambatnya pencarian pengobatan dan diagnosis penyakit, hal ini dapat
mengakibatkan kecacatan pada penderita kusta semakin parah. Ghimire (1996),
diperoleh hasil bahwa kelompok tidak terpelajar (64%) lebih banyak mengalami
7

kecacatan sekunder. Hal ini disebabkan pada kelompok terpelajar lebih mengerti
dan mengikuti instruksi tenaga kesehatan.
e. Pekerjaan
Sebagian besar penderita kusta di dunia berada di negara yang sedang
berkembang termasuk Indonesia, sebagaian besar penduduk Indonesia mencari
penghasilan dengan bercocok tanam atau bertani. Hal ini sangat berpengaruh
terhadap terjadinya cacat pada kusta.(7) Penelitian yang dilakukan di Nepal oleh
Ghimire (1996), membagi responden dalam dua kategori, yaitu mereka yang
bekerja secara manual worker dan non manual worker. Diperoleh hasil, 64%
pada manual worker mengalami 41 kecacatan sekunder, hal ini disebabkan
karena Nepal adalah Negara pertanian, banyak yang bekerja sebagai petani.
Selain itu karena pasienpasien kusta lebih suka menyendiri sehingga kegiatan
2.2.6

sehari-hari juga dilakukan sendiri.


Gejala klinis
Gejala dan tanda kusta sukar diamati dan muncul sangat lambat. Beberapa di
antaranya adalah:
Mati rasa. Tidak bisa merasakan perubahan suhu hingga kehilangan sensasi

sentuhan dan rasa sakit pada kulit.


Pembesaran pembuluh darah, biasanya di sekitar siku dan lutut.
Perubahan bentuk atau kelainan pada wajah.
Hidung tersumbat atau terjadi mimisan.
Muncul luka tapi tidak terasa sakit.
Kerusakan mata. Mata menjadi kering dan jarang mengedip biasanya

dirasakan sebelum muncul tukak berukuran besar.


Lemah otot atau kelumpuhan.
Hilangnya jari jemari.
WHO menggolongkan kusta menjadi dua jenis berdasarkan kondisi luka pada
kulit penderita, yaitu:
Paucibacillary. Ada luka kulit tanpa bakteri penyebab lepra pada bercak kusta

di kulit.
Multibacillary. Ada luka kulit dengan bakteri penyebab lepra pada bercak

kusta di kulit.
Penyebab Kusta dan Faktor Risiko
Bakteri Mycobacterium leprae menjadi penyebab utama kusta. Bakteri ini
tumbuh pesat pada bagian tubuh yang bersuhu lebih dingin seperti tangan, wajah,
kaki dan lutut.

M. leprae termasuk jenis bakteri yang hanya bisa tumbuh berkembang di dalam
beberapa sel manusia dan hewan tertentu. Cara penularan bakteri ini adalah
melalui cairan dari hidung yang biasanya menyebar ke udara ketika penderita
batuk atau bersin.
Selain penyebab utamanya, ada juga faktor-faktor yang bisa meningkatkan risiko
seseorang untuk mengidap penyakit ini. Beberapa faktor risiko tersebut meliputi:
Melakukan kontak fisik dengan hewan penyebar bakteri kusta tanpa sarung
tangan.Beberapa di antaranya adalah armadilo dan simpanse afrika.
Melakukan kontak fisik secara rutin dengan penderita kusta.
Bertempat tinggal di kawasan endemik kusta.
Menderita cacat genetik pada sistem kekebalan tubuh.
Diagnosis Kusta
Kebanyakan kasus kusta didiagnosis berdasarkan temuan klinis, karena penderita
biasanya bertempat tinggal di daerah yang minim peralatan laboratorium. Bercak
putih atau merah pada kulit yang mati rasa dan penebalan saraf perifer (atau saraf
yang terletak di bawah kulit dapat teraba membesar bahkan terlihat) seringkali
dijadikan dasar pertimbangan diagnosis klinis. Pada kawasan endemik kusta,
seseorang bisa dianggap mengidap kusta apabila menunjukkan salah satu dari dua
tanda utama berikut ini:
Adanya bercak pada kulit yang mati rasa.
Sampel dari usapan kulit positif terdapat bakteri penyebab kusta.

2.2.7

Diagnosis Kusta
Kebanyakan kasus kusta didiagnosis berdasarkan temuan klinis, karena
penderita biasanya bertempat tinggal di daerah yang minim peralatan
laboratorium. Bercak putih atau merah pada kulit yang mati rasa dan penebalan
saraf perifer (atau saraf yang terletak di bawah kulit dapat teraba membesar
bahkan terlihat) seringkali dijadikan dasar pertimbangan diagnosis klinis. Pada
kawasan endemik kusta, seseorang bisa dianggap mengidap kusta apabila

menunjukkan salah satu dari dua tanda utama berikut ini:


o Adanya bercak pada kulit yang mati rasa.
o Sampel dari usapan kulit positif terdapat bakteri penyebab kusta.
2.2.8 Cara penularanKusta

Meskipun cara penularannya yang pasti belum diketahui dengan jelas,


penularan didalam rumah tangga dan kontak atau hubungan dekat dalam
waktu yang lama tampaknya sangat berperan dalam penularan kusta. Caracara penularan penyakit kusta sampai saat ini masih merupakan tanda tanya.
Yang diketahui hanya pintu keluar kuman kusta dari tubuh si penderita, yakni
dari selaput lendir hidung. Tetapi ada yang mengatakan bahwa penularan
penyakit kusta adalah: melalui sekresi hidung, basil yang berasal dari sekresi
hidung penderita yang sudah mengering, diluar masih dapat hidup 2-7 kali
24jam.
Kontak kulit dengan kulit. Sarat-saratnya adalah harus dibawah umur
15tahun, keduanya harus ada lesi baik mikoskopis maupun makroskopis, dan
adanya kontak yang lama dan berulang-ulang.
Gejala awal penyakit kusta hanya berupa bercak putih seperti di panu,
namun bercak tersebut mati rasa( tidak sakit jika ditusuk dengan jarum), tidak
di tumbuhi rambut, dan tidak mengeluarkan keringat. Gejala lain yang
diraakan oleh penderita kusta adalah kesemutan pada anggota tubuh tertentu,
kerusakan sendi, luka borok, jari-jari putus, perubahan bentuk wajah, rambut
alis rontok, dan berbagai macam gejala lainnya yang bersumber dari
kerusakan saraf ( Kusharnanto,2013).
Diagnosa kusta dan klasifikasi harus dilihat secara menyeluruh dari segi :
a.)
b.)
c.)
d.)

Klinis
Bakteriologis
Imunologis
Hispatologis namun untuk diagnosa kusta dilapangan cukup dengan
anamnesa dan pemeriksaan klinis (Zulkifli, 2003).
Bila ada keraguan dan fasilitas memungkinkan sebaiknyadilakukan
pemeriksaan bakteriologis. Kerokan dengan pisau skalpel dari kulit,
selaput lendir selaput bawah atau dari biopsi kuping telinga, dibuat sediaan
mikrokopis pada gelas alas dan diwarnai dengan teknis ziehl neelsen.
Biopsi kulit atau saraf yang menebal memberikan gambaran histologis
yang has tes-tes serologik bukan treponema untuk sifilis sering

2.2.9

menghasilkan positif palsu pada lepra.


Bentuk penyakit Kusta
10

Bentuk leproma mempunyai kelainan kulit yang tersebar secara simetris pada
tubuh. Leproma menular karena kelainan kulitnya mengandung banyak

kuman.
Bentuk tuber koloid mempunyai kelainan pada jaringan syaraf, yang
mengakibatkan cacat pada tubuh. Bentuk ini tidak menular karena kelainan

kulitnya mengandung sedikit kuman.


Diantara bentuk leproma dan tuber koloid ada bentuk peralihan yang bersifat

tidak stabil dan mudah berubah-ubah.


2.2.10 Cara Pencegahan Kusta
Hingga saat ini tidak ada vaksinasi pada penyakit kusta. Faktor pengobatan
adalah amat penting dimana kusta dapat dihancurkan, sehingga penularan
dapat dicegah. Pengobatan pada penderita kusta adalah salah satu cara
pemusatan rantai penularan. Kuman kusta diluar tubuh manusia dapat hidup
24-48 jam dan ada yang berpendapat sampai 7 hari, ini tergantung dari suhu
dan cuaca diluar tubuh manusia tersebut. Makin panas cuaca makin cepat
kuman kusta mati. Jadi dalam hal ini pentingnya sinar matahri masuk kedalam
rumah dan hindarkan terjadinya tempat-tempat yang lembab ( Sofiarini, 2003;
Zulkifli, 2003).

2.3 KASUS DAN ALTERNATIF CAUSA


Penyakit kusta atau lepra (leprosy) atau disebut juga MorbusHansen, adalah sebuah
penyakit infeksi menular kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacteriumleprae. Di
desa ini terdapat 23 mantan penderita yang telah dinyatakan RFT (release from treatment),
2 orang cacat pada matanya, 5 orang terdapat luka-luka pada kakinya yang tidak kunjung
sembuh.
Sebagian besar penduduk desa di kabupaten Kota Baru ini masih beranggapan bahwa
menderita kusta adalah akibat kutukan Tuhan.Mantan penderita kusta merasa terkucilkan
karena semua kegiatan sehari harinya dipersulit, terutama mantan penderita yang
menunjukkan kecacatannya. Sehingga semua produk yang dihasilkan tidak mendapat
dukungan secara ekonomi dari masyaraka. Semua ini tidak boleh berkelanjutan dan harus
ada progam untuk meningkatkan kemampuan penderita untuk hidup mandiri sehingga
akan memperoleh harkat hidup yang lebih layak di masa depan serta kesetaraan bagi
mantan penderita kusta.

11

12

2.4 Diagram fishbone Ascariasis pada anak di SDN Asih, desa Asih , kecamatan Bandara kabupaten cendana
MA

MONEY
Edukasi kesehatan
yang kurang

Sebagian besar
bekerja sebagai
buruh tani
Rendahnya
pendidikan
formal

Rendahnya
pengetahuan kesehatan
pada anak

Rendahnya
angka tamat
sekolah

Tempat sampah
yang tidak memadai

Prosedur sanitasi
dasar yang rendah

Jambanterbu
ka

METHO
D

Masyarakat
dengan
penghasilan
Rendahnya
perekonomia
n

Rendahnya dasar
sanitasi

Sebagian besar
bekerja sebagai
buruh tani

Tidakadabantuan
pemerintah
Tidak ada
dukungan
secara
ekonomi

Tingginya
prevalensi
Kusta di
Kab.Kota

Tidakadasumur
tidak memiliki
Tidak tersedia kantin
fasilitas penyediaan
sekolah
air bersih (sumur)
Tercemarnnya
sungai Fasilitas sanitasi
yang tidak memadai
Makanantidakhigi
enis pada anak

Tidak adanya
suply obat
Tidak adanya obatobatan yang
memadai untuk anak

Tempat sampah yang


tidak memadai
Membebaskan
anak makan
makanan
pedagang kaki
lima

Daerah terpencil

LetakgeeografisDesaAsih

Belum tersebarnya
obat-obatan

Tidakada TPA
Tidakadapenutupsa
mpah

Daerah terpencil

MILE

MATERIA
13

Sumber air yang


susahdijangkau

KondisiLingkungan

Jauhdaripusat

Penjelasan fishbone diagram


Money:
1. Tidak ada dukungan secara ekonomi
Untuk mewujudkan perekonomian perlu adanya dukungan dari berbagai pihak
terutama dukungan konkret dari pemerintah
2. Rendahnya perekonomian
Rendahnya perekonomian disebabkan kurangnya sumber daya manusia yang
berkualitas, permanfaatan sumber daya manusia yang kurang maksimal dan manusia
msh sangat bergantung pada alam
Man
1. Rendahnya pendidikan formal
Rendahnya pendidikan formal menyebabkan daya produktivitas pada manusia
menurun dan keterbatasan kemampuan sehingga sulit mendapat pekerjaan, penduduk
sekitar kurang peduli terhadap pendidikan dan keterbatasan biaya
2. Rendahnya pengetahuan kesehatan pada anak
Method
1. Prosedur sanitasi dasar yang rendah
Sanitasi yang baik merupakan elemen penting yang menunjang kesehatan manusia.
Namun pemenuhan akan kebutuhan belum sepenuhnya berjalan .
2. Makanan yang tidak higenis
Akibat dari makanan ya g terkontaminasi dari bibit penyakit. Sampai saat ini kerugian
yang ditimbulkan oleh akibat makanan yang tidak sehat dan terkontaminasi.
Material
1. Fasilitas sanitasi tidak memadai
Fasilitas sanitasi yang baik sangat penting bagi kesehatan warga, kurangnya fasilitas
sanitasi punya dampak cukup besar tidak hanya bagi kesehatan melainkan bagi
martabak manusia.
2. Tidak adanya obat-obatan pada anak
Kurang kepedulian pemerintah akan kesehatan pada anak, sehingga akn menimbulkan
dampak yang fatal bagi anak-anak.
Mileu
1. Letak geografis
Letak geografis sangat menuntukan keadaan sekitar, apabila letak geografis yang
ditinggali tidak terjamin akan kesehatan.
MASALAH

Parameter
14

Kurangnya
memperhatikan
kesehatan di
Kab. Kota Baru

Kurang
pedulinya
terhadap
masyarakat
yang
menderita
Kusta

Kurangnya
fasilitas
kesehatan

Tidak adanya
obat-obatan
yang memadai

Kurangn
pengetah
masyara
tentang
penyaki

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Prevalence
Serverity
Rate % incarse
Degree of unmeet need
Social benefit
Public concern
Technical feasibility
study
8. Resource Availlabilty

4
1
3
3
3
3
4
3

3
2
2
2
4
4
5
3

5
2
3
4
4
4
3
1

3
2
2
2
3
3
4
3

4
2
2
2
3
3
3
1

JUMLAH

24

21

26

22

20

RERATA (sesuai
jumlah parameter)

2.87

3.125

3.25

2.75

2.5

2.4 Tabel scoring untuk menetukan prioritas penyakit Kusta di Kabupaten Kota Baru

Sumber : diskusi FGD skenario 3 kelompok c01, tahun 2016


Penjelasan :
1

Prevalence :Berapa Prevalensi Penyakit Ascariasis yang diturunkan pada Anak didesa Asih
diakibatkan memprioritaskan masalah ini.
2 Severity : berapa besar keganasan penyakit sebagai dampak yang ditimpulkan apabila
memilih dan memprioritaskan masalah ini
3 Rate % incrase :seberpa % besar laju dampak yang timbul apabila memilih masalah ini.
4 Degree of unmeet need : seberapa kebutuhan yang tak terduga timbul apabila memilih
masalah ini.
5 Social benefit : seberapa besar keuntungan masyarakat apabila memilih masalah ini
6 Publik concern:seberapa besar dukungan masyarakat apabila memilih masalah ini
7 Technical fesibility study: seberapa besar secara tekik kemungkinan untuk dapat dilaksanakan
apabila memilih masalah ini
8 Resources availability :berapa besar keuntungan yang diperolehh (oleh manajemen) apabila
memilih masalah ini
2.5 Tabel scoring prioritas pemecahan masalah pada Anak-anak di Sekolah Dasar Negeri di
desa Asih di wilayah Kecamatan Bandara, Kabupaten Cendana
No

Alternatif Jalan Keluar

Efektivitas

16

Efisiensi

Hasil

P=

M x I xV
C

Melakukan pengecekan kesehatan sec. Rutin

33

2
3

Meningkatkannilai dan moral pada penderita kusta


Memberikan fasilatas yang memadai seperti

4
4

3
3

5
4

2
2

30
24

puskesmas
Memberikan obat-obatan secara rutin

5.

Memberikan penyuluhan kepada masyarakat sekitar

tentang penyakit Kusta

Sumber : diskusi FGD skenario 3 kelompok c01, tahun 2016


P : Prioritas jalan keluar
M : Maknitude, besarnya masalah yang bias diatasi apabila solusi ini dilaksanakan
(turunnya prevalensi dan besarnya masalah ini)
I : Implementasi, kelanggengan selesainya masalah.
V : Valiability, sensitifnya dalam mengatasi masalah
C : Cost, biaya yang diperlukan

2.6 PEMBAHASAN
PENCEGAHAN
Pencegahan primer
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan :
a. Penyuluhan kesehatan
Pencegahan primer dilakukan pada kelompok orang sehat yang belum terkena penyakit kusta
dan memiliki resiko tertular karena berada disekitar atau dekat dengan penderita seperti
17

keluarga penderita dan tetangga penderita, yaitu dengan memberikan penyuluhan tentang
kusta. Penyuluhan yang diberikan petugas kesehatan tentang penyakit kusta adalah proses
peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan masyarakat yang belum menderita sakit
sehingga dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya dari penyakit kusta.
Sasaran penyuluhan penyakit kusta adalah keluarga penderita, tetangga penderita dan
masyarakat (Depkes RI, 2006).
b. Pemberian imunisasi
Sampai saat ini belum ditemukan upaya pencegahan primer penyakit kusta seperti pemberian
imunisasi (Saisohar,1994). Dari hasil penelitian di Malawi tahun 1996 didapatkan bahwa
pemberian vaksinasi BCG satu kali dapat memberikan perlindungan terhadap kusta sebesar
50%, sedangkan pemberian dua kali dapat memberikan perlindungan terhadap kusta
sebanyak 80%, namun demikian penemuan ini belum menjadi kebijakan program di
Indonesia karena penelitian beberapa negara memberikan hasil berbeda pemberian vaksinasi
BCG tersebut (Depkes RI, 2006).
Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan :
a. Pengobatan pada penderita kusta
Pengobatan pada penderita kusta untuk memutuskan mata rantai penularan, menyembuhkan
penyakit penderita, mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya cacat yang
sudah ada sebelum pengobatan. Pemberian Multi drug therapy pada penderita kusta terutama
pada tipe Multibaciler karena tipe tersebut merupakan sumber kuman menularkan kepada
orang lain (Depkes RI, 2006).
Pencegahan tertier
a. Pencegahan cacat kusta
Pencegahan tersier dilakukan untuk pencegahan cacat kusta pada penderita. Upaya
pencegahan cacat terdiri atas (Depkes RI, 2006):
Upaya pencegahan cacat primer meliputi penemuan dini penderita sebelum cacat, pengobatan
secara teratur dan penangan reaksi untuk mencegah terjadinya kerusakan fungsi saraf.

18

Upaya pencegahan cacat sekunder meliputi perawatan diri sendiri untuk mencegah luka dan
perawatan mata, tangan, atau kaki yang sudah mengalami gangguan fungsi saraf.
b. Rehabilitasi kusta
Rehabilitasi merupakan proses pemulihan untuk memperoleh fungsi penyesuaian diri secara
maksimal atas usaha untuk mempersiapkan penderita cacat secara fisik, mental, sosial dan
kekaryaan untuk suatu kehidupan yang penuh sesuai dengan kemampuan yang ada padanya.
Tujuan rehabilitasi adalah penyandang cacat secara umum dapat dikondisikan sehingga
memperoleh kesetaraan, kesempatan dan integrasi sosial dalam masyarakat yang akhirnya
mempunyai kualitas hidup yang lebih baik (Depkes RI, 2006). Rehabilitasi terhadap
penderita kusta meliputi :

Latihan fisioterapi pada otot yang mengalami kelumpuhan untuk mencegah terjadinya

kontraktur.
Bedah rekonstruksi untuk koreksi otot yang mengalami kelumpuhan agar tidak mendapat

tekanan yang berlebihan.


Bedah plastik untuk mengurangi perluasan infeksi.
Terapi okupsi (kegiatan hidup sehari-hari) dilakukan bila gerakan normal terbatas pada

tangan.
Konseling dilakukan untuk mengurangi depresi pada penderita cacat.
PEMBERANTASAN
Rujukan untuk operasi/ operasi rekonstruksi
Indikasi untuk rujukan operasi meliputi:

1)
2)
3)

Borok di telapak kaki (plantaris pedis) yang lebih dan 1 tahun


Borok yang disertai dengan osteomyelitis
Cacat sudah menetap, misalnya jari bengkok, tangan lunglai, kaki semper, dan mata yang
tidak dpat menutup
Khusus untuk operasi rekonstruksi, ada hal-hal yang menjadi pra syarat yang harus dipenuhi
sebelum operasi dilaksanakan, antara lain:

1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)

Usia produktif dan bersedia dioperasi


Mengerti apa manfaat dan batasan operasi
RFT dan BTA negatif
Bebas reaksi atau bebas prednison, minimal 6 bulan
Cacat sudah menetap (lebih dan 1 tahun)
Tidak ada kekuatan sendi/kontraktur pada jari-jari
Tidak ada luka pada daerah yang akan dioperasi
Kondisi umum baik, HB di atas 10 gr %
19

PENGOBATAN/ PENATALAKSANAAN
Terapi Medik
Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah penyembuhan pasien kusta dan
mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta
terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insiden penyakit. Program
Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin, klofazimin, dan DDS dimulai
tahun 1981. Program ini bertujuan untuk mengatasi resistensi dapson yang semakin
meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus obat, dan
mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan.
Rejimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai rekomendasi WHO 1995 sebagai berikut:
a). Tipe PB ( Pause Basiler)
Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa :
Rifampisin 600mg/bln diminum didepan petugas DDS tablet 100 mg/hari diminum di rumah.
Pengobatan 6 dosis diselesaikan dalam 6-9 bulan dan setelah selesai minum 6 dosis
dinyatakan RFT (Release From Treatment) meskipun secara klinis lesinya masih aktif.
Menurut WHO(1995) tidak lagi dinyatakan RFT tetapi menggunakan istilah Completion Of
Treatment Cure dan pasien tidak lagi dalam pengawasan.
b). Tipe MB ( Multi Basiler)
Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa:
Rifampisin 600mg/bln diminum didepan petugas. Klofazimin 300mg/bln diminum didepan
petugas dilanjutkan dengan klofazimin 50 mg /hari diminum di rumah. DDS 100 mg/hari
diminum dirumah, Pengobatan 24 dosis diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan
sesudah selesai minum 24 dosis dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif
dan pemeriksaan bakteri positif. Menurut WHO (1998) pengobatan MB diberikan untuk 12
dosis yang diselesaikan dalam 12-18 bulan dan pasien langsung dinyatakan RFT.
c). Dosis untuk anak
Klofazimin: Umur, dibawah 10 tahun: /blnHarian 50mg/2kali/minggu, Umur 11-14 tahun,
Bulanan 100mg/bln, Harian 50mg/3kali/minggu, DDS:1-2mg /Kg BB, Rifampisin:1015mg/Kg BB.
20

d). Pengobatan MDT terbaru


Metode ROM adalah pengobatan MDT terbaru. Menurut WHO(1998), pasien kusta tipe PB
dengan lesi hanya 1 cukup diberikan dosis tunggal rifampisin 600 mg, ofloksasim 400mg dan
minosiklin 100 mg dan pasien langsung dinyatakan RFT, sedangkan untuk tipe PB dengan 25 lesi diberikan 6 dosis dalam 6 bulan. Untuk tipe MB diberikan sebagai obat alternatif dan
dianjurkan digunakan sebanyak 24 dosis dalam 24 jam.
e). Putus obat
Pada pasien kusta tipe PB yang tidak minum obat sebanyak 4 dosis dari yang seharusnya
maka dinyatakan DO, sedangkan pasien kusta tipe MB dinyatakan DO bila tidak minum obat
12 dosis dari yang seharusnya.

21

2.7 Pemecahan Masalah berdasarkan Rencana Kegiatan Plan Of Activity ( POA )


Rencana Pelaksanaan Program Penurunan
Prevalensi kusta pada penderita kusta
N
o

Kegiata
n

Melaku
kan
pengece
kan
secara
rutin

Sasaran

Target

Penderita
kusta

70%
dari
jml
sasara
n

Vol
ume
kegi
atan

Rincian
pelaksanaan
a.mengadakan
pemeriksaan
setiap minggu
b. Pemberian
supply obat
kepada penderita
kusta

22

Lokasi
pelaksan
aan

Tenaga
pelaksa
naan

-di
puskesm
as

Dokter,
Perawat,
tenaga
kesehata
n yang
sudah
terlatih

Jadwal
-Setiap
hari
minggu
pengobat
an
seterusny
a selama
6-7 bulan

Kebutuhan pelak

1. obat MTD(multi
therapy)
2. megkonsumsi ob
antibiotik

BAB III
RENCANA PROGRAM
3.1 Rencana Program
Berdasarkan silkus hidup dan sifat kusta. Maka upaya penanganan yang dapat
dilakukan sebagai berikut :
1.Melakukan bantuan kesehatan secara rutin di kabupaten kota baru.
Mengadakan kegiatan pemeriksan kesehatan setiap minggu sekali bantuan kesehatan
secara rutin pada penderita kusta, sehingga dapat mengurangi penderita kusta di kabupaten
kota baru.
2. Meningkatkan moral kepada penderita kusta serta yang sudah sembuh dari masyarakat.
Memberikan berupa dukungan motivasi kepada orang yang menderita kusta merupakan
salah satu cara untuk membantu para masayarakat yang menderita kusta agar tetap semagat
dalam melakukan aktivitas sehari-hari dengan saling menciptakan ligkugan yang sehat
serta pola hidup yang lebih sehat.
3. Membuat puskesmas yang dekat dari daerah endemis kusta.
Membagun

puskesmas dengan meminta pihak-pihak yang diharapkan memberikan

dukungan kebijakan, peraturan perundang-undangan, dana, tenaga, sarana, seperti kepala


desa,camat, para pejabat terkait dan kepentingan lainnya, sehingga pembangunan
puskesmas dapat didirikan di kabupaten yang kota baru, dengan adanya pembagunan
puskesmas inilah masyarakat sekitar lebih mudah untuk megetahui tentang kesehatanya.
4. Pemberian supply obat kepada penderita kusta.
Meberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat dengan memberikan supply obat
kepada orang yang menderita pnyakit kusta, lama pengobatan untuk kusta adalah selama 69 bulan degan pemberian obat MTD(multidrug therapy) yang merupakan obat antibiotik
yang tergolong dalam jenis rifampicin dan DDS untuk pegobatan kusta degan MDT
memerlukan waktu penyembuhan atau pegobatan sekitar 12 bulan atau lebih dan
megkonsumsi obat antibiotik degan jenis rifampicin, lamprene dan DDS selama 28 hari
dan dikonsumsi setiap hari sampai 6 bulan.
5. Mengadakan sosialisasi kepada masyarakat tentang penyakit kusta.
Megadakan sosialisasi untuk Orang yang pernah mengalami kusta dan penderita kusta
hingga saat ini masih banyak mengalami diskriminasi sosial akibat stigma pada penyakit
yang pernah mereka alami. Dalam kehidupan sehari- hari mereka sulit mengakses hak- hak
sosial seperti pendidikan, kesehatan, angkutan umum hingga sarana ibadah dan pasangan
23

hidup. Penyebab utamanya adalah awamnya pengetahuan masyarakat tentang kusta


sehingga takut tertular dan menjauhi penderita ataupun orang yang pernah mengalaminya.
Ini berkebalikan dengan fakta medis:
a. Kusta tak mudah menular, penularan hanya dapat terjadi melalui kontak terus menurus
dalam waktu yang relatif lama dengan penderita kusta basah. Kemungkinan yang kerap
tertular adalah keluarga dalam satu rumah dan tetangga dekat yang berinteraksi setiap
hari. Kusta tak lagi bisa menular setelah penderita menjalani pengobatan Multi Drug
Terapi (MDT). Sebagian besar orang pun kebal kusta yaitu 9%, 5% sisanya 3% bisa
ssembuh dengan sendirinya, 2% harus menjalani terapi pengobatan.
b.

Kusta bisa dicegah dan disembuhkan melalui deteksi dini kusta dan pengobatan MDT
secara gratis di Puskesmas ataupun Rumah Sakit sehingga cacat permanen akibat
penyakit tersebut tak akan terjadi.

c.

Kusta bukan penyakit turunan, bukan dampak guna- guna dan kutukan. Kusta
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Leprae karena kemungkinan pola hidup tidak
sehat, lingkungan tinggal yang kumuh dan sanitasi yang buruk.

BAB IV
24

KESIMPULAN DAN SARAN


4.1 Kesimpulan
a. Kusta adalah penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman micobakterium leprae.
b. Kusta dibagi dalam 2 bentuk,yaitu :
- kusta bentuk kering (tipe tuberkuloid)
- kusta bentuk basah (tipe lepromatosa)
c. Micobakterium

leprae

merupakan

basil

tahan

asam

(BTA)

bersifat

obligat

intraseluller, menyerang saraf perifer, kulit dan organ lain seperti mukosa saluran napas
bagian atas, hati, sumsum tulang kecuali susunan saraf pusat.
d. Micobakterium leprae masuk kedalam tubuh manusia, jika orang tersebut memiliki respon
imunitas yang tinggi maka kusta akan lebih mengarah pada tuberkuloid, namun jika
respon imunitas dari tubuh orang tersebut rendah maka kusta akan lebih mengarah pada
lepromatosa.
e. Manifestasi klinik dari penderita kusta adalah adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan
sensibilitas.
f. Penularan penyakit kusta sampai saat ini hanya diketahui melalui pintu keluar kuman
kusta yaitu: melalui sekret hidung dan kontak langsung dengan kulit penderita. Selain itu
ada faktor-faktor lain yang berperan dalam penularan ini diantaranya: usia, jenis kelamin,
ras, kesadaran sosial dan lingkungan.
g. Untuk pencegahan penyakit kusta terbagi dalam 3 tahapan yaitu : pencegahan secara
primer, sekunder dan tersier.
h. Dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien kusta yang perlu dilakukan
adalah melakukan pengkajian, pemeriksaan fisik, menentukan diagnosa keperawatan,
kemudian memberikan tindakan perawatan yang komprehensip.

4.2 Saran
25


Untuk menanggulangi penyebaran penyakit kusta, hendaknya pemerintah
mengadakan
suatu program
pemberantasan
kusta yang
mempunyai
tujuan
sebagai penyembuhan pasien kusta dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata
rantai penularan dari pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk
menurunkan insiden penyakit.

Hendaknya masyarakat yang tinggal didaerah yang endemi akan kusta diberikan
penyuluhan tentang, cara menghindari, mencegah, dan mengetahui gejala dini pada
kusta untuk mempermudah pengobatanya.

Karena di dunia kasus penderita kusta juga masih tergolong tinggi maka perlu
diadakanya penelitian tentang penanggulangan penyakit kusta yang efektif

26

BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1
2
3

http://journal.unnes.ac.id/artikel_nju/kemas/2846
http://www.alodokter.com/kusta
http://penyakitkusta.com/

27

Anda mungkin juga menyukai