Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.

Latar Belakang Teori


Pembentukan paru di mulai dari sebuah Groove yang berasal dari Foregut.

Selanjutnya pada Groove ini terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh suatu jaringan yang
disebut Primary Lung Bud. Bagian proksimal foregut membagi diri menjadi 2 yaitu
esophagus dan trakea.
Pada perkembangan selanjutnya trakea akan bergabung dengan primary lung bud.
Primary lung bud merupakan cikal bakal bronchi dan cabang-cabangnya. Bronchial-tree
terbentuk setelah embrio berumur 16 minggu, sedangkan alveoli baru berkembang setelah
bayi lahir dan jumlahnya terus meningkat hingga anak berumur 8 tahun. Ukuran alveol
bertambah besar sesuai dengan perkembangan dinding toraks. Jadi, pertumbuhan dan
perkembangan paru berjalan terus menerus tanpa terputus sampai pertumbuhan somatic
berhenti.
Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea,
dan paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni saluran pernafasan
atas dan saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan
external, oksigen di pungut melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernafas, oksigen masuk
melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli dan dapat erat hubungan dengan darah didalam
kapiler pulmunaris.

Sumber : (Evelyn. Pearce, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Tahun 1992,Hal 219).

1.1.1 Fisiologi Paru


Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang terdapat
antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang telah diketahui,
dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi, volume toraks bertambah
besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu
sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan
interkostalis eksternus mengangkat iga-iga.
Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding
dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada turun
dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume toraks
berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun
tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik,
sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi
sama kembali pada akhir ekspirasi.
Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi
membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 m). Kekuatan pendorong
untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan
parsial oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mmHg. Pada
waktu oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami
penurunan sampai sekiktar 103 mmHg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan
fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan sepi anatomic saluran
udara dan dengan uap air. Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan alveolus
yang jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus.
Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir.
Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen di kapiler darah
paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total waktu kontak selama 0,75
detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru normal memiliki cukup cadangan waktu
difusi. Pada beberapa penyakit misal; fibosis paru, udara dapat menebal dan difusi
melambat sehingga ekuilibrium mungkin tidak lengkap, terutama sewaktu berolahraga
dimana waktu kontak total berkurang. Jadi, blok difusi dapat mendukung terjadinya
hipoksemia, tetapi tidak diakui sebagai faktor utama.

Selama pernapasan normal dan tenang, semua kontraksi otot pernapasan terjadi
selama inspirasi. Ekspirasi adalah proses yang hampir seluruhnya pasif akibat sifat elastis
daya lenting paru ( elactic recoil ) dan rangka dada. Jadi, dalam keadaan istirahat, otototot pernapasan bekerja untuk menimbulkan inspirasi tapi tidak untuk menimbulkan
ekspirasi. Kerja inspirasi dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
1. Yang dibutuhkan untuk pengembangan paru dalam melawan daya elastisitas paru
dan dada, yang disebut kerja komplians atau kerja elastis
2. Yang dibutuhkan untuk mengatasi viskositas paru dan struktur dinding dada, yang
disebut kerja resistensi jaringan
3. Yang dibutuhkan untuk mengatasi resistensi jalan napas terhadap pergerakan udara
ke dalam paru, yang disebut kerja resistensi jalan napas.

1.

Volume Paru
Yang dimaksud dengan volume paru adalah volume udara yang mengisi petak-

petak ruangan udara didalam paru. Terdapat empat volume paru yaitu :
1. Tidal Volume (TV) / volume pasang surut adalah volume udara yang
diinpirasikan atau diekspirasi setiap kali bernapas normal. Besarnya kirakira 500 mililiter usia dewasa yang masih sehat atau normal.
2. Inspiratory Reserve Volume (IRV) / volume cadangan inspirasi adalah
volume udara ekstra maksimal yang dapat diinspirasi atau dihisap lagi
setelah melakukan inspirasi normal pada pernapasan biasa. Besarnya IRV
pada usia dewasa muda yang normal dan sehat rata rata 3000 ml.
3. Ekspiratory Reserve Volume (ERV) / volume cadangan ekspirasi adalah
volume udara ekstra maksimal yang dapat diekspirasi atau dihembuskan
lagi setelah melakukan ekspirasi normal pada pernapasan biasa. Besarnya
ERV pada usia dewasa muda yang normal dan sehat adalah rata rata 1100
ml pada laki-laki dan 700 ml pada perempuan.

4. Residual Volume (RV) / volume residu yaitu volume udara yang tersisa
dalam paru setelah ekspirasi paling kuat, volume ini besarnya pada usia
dewasa muda yang sehat dan normal adalah kira-kira 1200 ml.

3.

Kapasitas Paru
Kapasitas paru adalah penjumlahan dua volume paru atau lebih. Berikut ini

adalah beberapa macam kapasitas paru :


1. Kapasitas Inspirasi merupakan jumlah dari volume tidal ditambah volume
cadangan inspirasi (TV + IRV). Ini adalah jumlah udara (kira-kira 3500
ml) yang dapat dihirup oleh seseorang sebanyak-banyaknya setelah
melakukan ekspirasi biasa pada pernapasan normal.
1. Fungtional Residual Capacity (FRC) / kapasitas sisa fungsional adalah
jumlah volume cadangan ekspirasi ditambah volume residu (ERV +
RV). Ini adalah jumlah udara yang tersisa dalam paru pada akhir ekspirasi
normal (kira-kira 2300 ml). Seperti yang diketahui bahwa RV tidak dapat
diukur dengan spirometer yang digunakan pada praktikum, maka FRC
yang merupakan penjumlahan RV + ERV juga tidak dapat diukur pada
pernapasan ini.
2. Vital Capacity (VC) / kapasitas vital merupakan jumlah dari volume
cadangan inspirasi ditambah volume tidal dan ditambah volume cadangan
ekspirasi (IRV + TV + ERV). Ini adalah jumlah udara maksimum yang
dapat dihisap atau dikeluarkan seseorang dari paru, setelah terlebih dahulu
mengisi paru secara maksimum dan kemudian mengeluarkan sebanyakbanyaknya (kira-kira 4600 ml).
Ada 2 cara untuk mengukur besarnya kapasitas vital, yaitu :
a. Cara One Stage :

Setelah menghembuskan napas biasa, orang coba menghisap udara


(inspirasi)

semaksimal

mungkin,

kemudian

langsung

menghembuskan napas (ekspirasi) semaksimal mungkin.


b. Cara Two Stage :
Setelah menghembuskan napas biasa, orang coba menghisap udara
(inspirasi) semaksimal mungkin, lalu menghembuskan napas biasa
(dengan rileks), disusul dengan bernapas tenang beberapa kali, baru
setelah

itu

menghembuskan

napas

(ekspirasi)

semaksimal

mungkin.
4. Total Lung Capacity (TLC) / kapasitas paru total adalah volume
maksimum yang ada dalam paru dan merupakan penjumlahan dari semua
volume paru yang jumlahnya kira-kira 6000 ml (IRV + TV + ERV +
RV). Jumlah ini sama dengan kapasitas vital ditambah volume residu
(VC + RV).

Gambar 1 : volume-volume paru

Semua harga yang diperoleh dari percobaan ini masih berada dalam keadaan
ATPS (Ambient Temperature Pressure Saturated ) dan masih harus diubah ke dalam
keadaan BTPS (Body Temperature Pressure Saturated).

4.

Ketentuan Rumus Perhitungan Praktikum


Dalam praktikum ini terdapat beberapa ketentuan dan rumus-rumus

perhitungan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Berikut beberapa ketentuan dan


rumus-rumus perhitungannya :
Merubah hasil-hasil yang diperoleh dalam praktikum ini dari kondisi ATPS ke
dalam kondisi BTPS menggunakan rumus Boyle-Gay Lussac :

Keterangan :
P1 = P barometer ruangan P uap air pada suhu ruangan
V1 = volume yang dicatat oleh spirometer (dalam ATPS)
T1 = 273 + temperatur ruangan dalam derajat celcius
P2 = P barometer ruangan P uap air pada suhu tubuh
V2 = Volume yang dicari (dalam BTPS)
T2 = 273 + temperatur tubuh dalam derajat celcius

Harga Standar Vital Capacity (VC) / Kapasitas Vital :


Pria ={27,63 (0,112 X umur dalam tahun )} X tinggi badan dalam cm
Wanita ={21,78 (0,101 X umur dalam tahun)} X tinggi badan dalam cm

Harga Standar Kapasitas Pernapasan Maksimal (KPM) :


Pria = {86,5 (0,522 X umur dalam tahun)} X LPT dalam m2
Wanita = {71,3 (0,474 X umur dalam tahun)} X LPT dalam m2

LPT = Luas Permukaan Tubuh, ditentukan dengan menggunakan Nomogram Aub


du Bois yang berdasarkan berat dan tinggi badan.

Harga Normal FEV1 :


Harga normal FEV1 tergantung pada metoda dan negara mana yang dipakai
sebagai acuan. Kali ini ditampilkan 2 acuan yang dipakai, pertama acuan dari
Amerika Serikat atau negara barat, dan yang kedua acuan Indonesia yang merupakan
hasil penelitian bersama Universitas Airlangga yang di wakili oleh Fakultas
Kedokteran Unair dalam hal ini Laboratorium Ilmu Faal dan Ilmu Kesehatan
Masyarakat dengan Universitas Indonesia yang diwakili oleh Fakultas Kedokteran UI
antara lain oleh Laboratorium Penyakit Paru, Fakultas Kedokteran Masyarakat oleh
Laboratorium Biostatistik dan FETP (Field Epidemiology Training Program).
Harga normal barat dan batasannya : FEV1 dengan harga relatifnya yaitu
perbandingan harga FEV1 dan FVC sebesar 83% dengan ketentuan bila harga itu
kurang dari 75% maka hasil tersebut menunjukan adanya kelainan obstruksi
(obstructive disease).
Harga normal Indonesia : FEV1 mempunyai 2 harga, pertama harga absolut
dengan satuan liter dan harga relatif dengan satuan persen. Untuk harga absolut maka
harganya ditentukan oleh rumus tertentu dimana FEV 1 tergantung pada tinggi badan
dan umur orang coba.

CARA PEMERIKSAAN FEV1


1. Dibandingkan dengan FVC

2. Dibandingkan dengan FEV1 Standar

1.

Harga Standar FEV1 :


FEV1 pria = -4,002 + (0,048 x Umur) + (0,039 x TB) + {(1,49 x C) (0,074 x C x Umur)}

FEV1 wanita = -2,39 + (0,017 x Umur) + (0,029 x TB) + {0,85 x C) (0,039 x C x Umur)}

Batasan :
Normal

: bila FEV1 hitung > 80 % harga standar

Obstruksi ringan

: bila FEV1 hitung < 80 % dan > 60 % harga normal

Obstruksi sedang

: bila FEV1 hitung <60 % dan > 40 % harga normal

Obstruksi berat

: bila FEV1 hitung < 40 %

Untuk harga relatif, pebandingan (ratio) FEV1 dengan FVC dalam satuan persen
hanya tergantung pada umur saja :
Ratio FEV1 / FVC pria = 96,63 (0,365 x Umur dalam tahun)
Ratio FEV1 / FVC wanita = 97,89 (0,318 x Umur dalam tahun)

Batasan :
Normal

: bila ratio hitung > 80 % harga standar

Obstruksi ringan

: bila ratio hitung < 80 % dan > 60 % harga normal

Obstruksi sedang

: bila ratio hitung <60 % dan > 40 % harga normal

Obstruksi berat

: bila ratio hitung < 40 % harga standar

Harga Normal FVC :


FVC pria = - 5,44 + (0,061 x Umur) + (0,048 x TB) + {(1,62 x C) (0,074 x C x Umur)}

FVC wanita = - 3,37 + (0,028 Umur) + (0,036 x TB) + {(1,00 x C) (0,0458 x C xUmur)}

Batasan :
Normal

: bila FVC hitung > 80 % harga standar

Obstruksi ringan

: bila FVC hitung < 80 % dan > 60 % harga normal

Obstruksi sedang

: bila FVC hitung <60 % dan > 40 % harga normal

Obstruksi berat

: bila FVC hitung < 40 % harga standar

Keterangan :
Umur : Dalam tahun
TB

: Tinggi badan dalam cm

: constanta,

C = 0, bila < 21 tahun dan


C = 1, bila umur 21 tahun

2.

RUMUSAN MASALAH
A. Pada Bagian Pengukuran Vital Capacity (VC) / Kapasitas Vital (KV) :
1. Berapakah presentase harga KV yang didapat dalam (BPTS) di banding dengan
harga standar ?
2. Normalkah paru dari orang coba tersebut ?
A Pada Bagian Pengukuran Forced Vital Capacity (FVC) / Kapasitas Vital Paksaan :
1.

Udara dari bagian mana yang diekspirasikan pada detik pertama, kedua, dan
ketiga ?

2.

Bagaimana kesan anda terhadap paru-paru orang coba ?

3.

Diantara FEV1, FEV2, FEV3, manakah yang paling cocok untuk mendeteksi
kelainan paru secara epidemiologik dan manakah yang secara faal ?

C. Pada Bagian Pengukuran Kapasitas Pernapasan Maksimal (KPM) :

10

1.

Hitunglah harga KPM standar dan bandingkan dengan hasil perhitungan dari
percobaan anda, normalkah harga tersebut ?

3.

TUJUAN PRAKTIKUM

1. Untuk memahami pernapasan pada orang coba.


2. Untuk memahami pengukuran Volume Paru, KPM, dan FEV
3. Mampu membandingkan hasil praktikum dengan teori, serta dapat memberi alasan
jika percobaan tidak sama dengan teori.

11

BAB II
METODE KERJA

2.1

Alat-Alat dan Bahan Praktikum

Jenis spirometer tertutup yang digunakan dalam percobaan ini :


o Spirometer Harvard

Timbangan dan pengukur tinggi badan

Barometer air raksa

Penjepit hidung dan mouth piece yang steril

Stopwatch

Autospirometer

Kertas spirogram

Gambar 2 : skema spirometer


12

2.2

Pengukuran Vital Capacity (VC) / Kapasitas Vital (KV)


Cara Kerja :
1. Letakkan sungkup

spirometer pada posisi paling rendah. Tutup hubungan

spirometer dengan udara luar dan isilah spirometer dengan oksigen murni.
Berikutnya hidupkan aliran listrik dan jalankan drum pencatat dengan kecepatan
yang paling rendah.
2. Pasang mouth piece pada pipa spirometer dan letakkan karet mouth piece di antara
gigi dan bibir, kemudian hidung dijepit dengan penjepit hidung sehingga orang
coba bernapas melalui mulut. Selama percobaan orang coba harus dalam posisi
berdiri.
3. Setelah orang coba terbiasa bernapas melalui mouth piece, maka bukalah
hubungan antara mulut dengan spirometer.
1. Perintahkan orang coba bernafas biasa ke dalam spirometer sebanyak kurang lebih
5 kali (untuk menghitung TV) setelah itu orang coba melakukan perhitungn KV
one stage dan two stages.
2. Rubahlah hasil-hasil yang diperoleh dalam kondisi ATPS ke BTPS dengan rumus
Boyle-Gay Lussac :

2.3

Pengukuran Forced Vital Capacity (FVC) / Kapasitas Vital Paksaan


FVC adalah kapasitas vital yang diperoleh dengan usaha semaksimal mungkin
dengan bantuan kontraksi sekuat-kuatnya dari otot-otot pernapasan utama dan otototot pernapasan tambahan. Jumlah udara yang dihembuskan secara maksimal pada
kapasitas vital paksaan ini dapat diukur pada saat detik pertama (FEV 1), kedua
(FEV2), dan ketiga (FEV3).

13

Cara Kerja : Perintahkan orang coba untuk menghirup udara dari spirometer
semaksimal mungkin, tahan sebentar kemudian hembuskan udara pernapasan
kedalam spirometer dengan sekuat-kuatnya, sementara itu drum pencatat diputar
dengan kecepatan paling tinggi (20 mm/detik). Di sini dapat diukur jumlah udara
yang dihembuskan secara maksimal pada detik pertama (FEV1), detik kedua (FEV2),
dan detik ketiga (FEV3) yang dibandingkan dengan jumlah udara yang dikeluarkan
pada kapasitas vital paksaan.

2.4

Pengukuran Kapasitas Pernapasan Maksimal (KPM)


KPM adalah jumlah udara yang dapat dihisap atau dihembuskan secara
maksimal selama satu menit. Bila ada hambatan dari jalan napas, maka harga KPM ini
akan turun.
KPM harus dibedakan dengan :
1. Menit Volume : yaitu jumlah udara yang dihisap ataupun dikeluarkan dalam waktu
satu menit = TV x frekuensi napas/menit
2. Alveolar Ventilation : yaitu jumlah udara yang mengadakan pertukaran gas
dengan kapiler alveoli dalam waktu satu menit = (TV dead space) x frekuensi
napas/menit

14

Cara Kerja :
Karena dalam praktikum ini alat yang tersedia adalah spirometer Harvard,
maka hanya dijelaskan cara kerja menggunakan Spirometer Harvard.
1) Perintahkan orang coba bernapas secepat-cepatnya dan semaksimal mungkin dari dan
ke dalam spirometer, sementara itu drum pencatat diputar dengan kecepatan sedang
(10 mm/detik) selama 12 detik.
2) Besarnya amplitudo pada setiap kali napas diukur, demikian pula banyaknya frekuensi
napas yang terjadi selama 12 detik tersebut.
3) Besarnya kapasitas pernapasan maksimal = Volume tidal maksimal tiap kali bernapas
x frekuensi pernapasan selama 12 detik x 60/12

(liter/menit).

BAB III
HASIL PRAKTIKUM

3.1 Data Hasil Praktikum Orang Coba 1


Di bawah ini merupakan data hasil praktikum yang di lakukan pada hari
Selasa, 24 November 2015 di Laboratorium Faal gedung A lantai 2 yang mencatat
data orang coba pada test Pengukuran Volume Paru, KPM dan FEV.
a.

Data orang coba


Nama

: Deo Apringga Ayu Nanta

Usia

: 19 th

Berat badan

: 60 kg

Tinggi badan

: 172 cm

LPT

Tekanan barometer ruangan

: 762 mmHg

Suhu ruangan

: 280 C

15

Suhu tubuh orang coba

: 370 C

Tekanan uap air pada suhu ruangan : 31,5 mmHg


Tekanan uap air pada suhu tubuh
P1

: 44,2 mmHg

= Tekanan barometer ruang tekanan uap air pada suhu ruang


= 762 mmHg 31,5 mmHg
= 730,5 mmHg

T1

= 273 + Temperatur ruangan dalam derajat celcius


= 273 + 28 0C = 301 0K

P2

= Tekanan barometer ruangan tekanan uap air pada suhu tubuh


= 762 mmHg 44,2 mmHg
= 717,8 mmHg

T2

= 273 + Temperatur tubuh dalam derajat celcius


= 273 + 37 0C = 310 0K

a. Pengukuran Vital Capacity (VC) / Kapasitas Vital (KV)

16

1. Tidal Volume
Tidal volume = 11 mm + 8 mm + 14 mm + 12 mm + 11 mm / 5 = 11,2 x 30 ml
= 336 ml

One Stage

One Stage Inspirasi(OSI)


Pada OSI didapatkan tinggi puncak inspirasi(+) ke puncak ekspirasi (-) = 93 mm

One Sstage Ekspirasi(OSE)


Pada OSE didapatkan tinggi puncak ekspirasi (-) ke puncak inspirasi (+) = 83 mm

Two stage = 138,2 mm

Pada praktikum ini didapatkan grafik tertinggi yaitu pada two stage sehingga
pengukuran Kapasitas Vital digunakan grafik two stage.

VC = 102 mm x 30 ml = 3.030 ml = 3 L

17

ATPS BTPS

Harga Standar Kapasitas Vital


Pria

= { 27,63 (0,112 x umur dalam tahun) } x tinggi dalam cm.


= { 27,63 (0,112 x 19 )}

x 172

= 4.386 ml
= 4,386 L

Perbandingan Harga KV dan Harga Standar

x 100 % = x 100% = 72 % (restriksi ringan)


Perbandingan Dengan Hasil Autospirogram

18

Dari hasil autospirometer di atas didapatkan persentase Vital Capacity (VC)


ialah sebesar 69 % dimana persentase ini termasuk kedalam restriksi ringan dalam
nilai VC dan dari hasil perhitungan spirometer secara manual yang didapatkan
persentase VC sebesar 72 % yang juga menunjukan adanya restriksi ringan.
c. Pengukuran FEV1

FEV1

= 65 mm
= 65 mm x 30 ml
= 1950 ml
= 1,9 L
ATPS

BTPS

19

Harga Standart FEV 1


Pria

= -4,002 + (0,048 x umur ) + (0,039 x TB) + { (1,49 x C) (0,074 x C x


umur)}
= - 4,002 + ( 0,048 x 19) + (0,039 x 172) + { (1,49 x 0) (0,074 x 0 x 19)}
= -4,002 + 0,912 + 6,708 + 0
= 3,618 L

FVC
FVC

= 103 mm
= 103 mm x 30 ml O2
= 3.090 ml O2
= 3 L O2 (ATPS) V1

20

Harga Standar FVC


Pria

= - 5,44 + (0,061 x umur )+ (0,048 x TB) + (1,62 x C)- (0,74 x C x umur)


= - 5,44 + (0,061 x 19)+ (0,048 x 172) + (1,62 x 0)- (0,74 x 0 x 19)
= - 5,44 + 1,159 + 8,256
= 3,9 L

Cara Pemeriksaan FEV1


1. Perbandingan dengan FVC

x 100 % = x 100 % = 63,29 % (obstruksi ringan)


2.

Perbandingan dengan FEV1 Standar

x 100 % = x 100 % = 55,27 % (obstruksi sedang)

3. Perbandingan
=

x 100 %
=

x 100%
114,49 % (normal)

21

Perbandingan Dengan Hasil Autospirogram

Dari hasil autospirometer disamping didapatkan hasil Force Expiration


Volume detik pertama (FEV 1) sebesar 56 % yang berarti obstruksi sedang, sedangkan
dari hasil perhitungan spirometer secara manual yang didapatkan persentase FEV 1
sebesar 63,29 % yang menunjukkan adanya obstruksi ringan. Perbedaan ini dapat
terjadi dikarenakan adanya kesalahan-kesalahan dan kondisi pada saat percobaan yang
dapat mempengaruhi hasil percobaan.
Selain itu, pada pemeriksaan fisik orang coba saat percobaan tidak terlihat
adanya kelainan pada sistem respirasinya. Sehingga hasil ini tidak harus kita jadikan
patokan guna mendiagnosis orang coba tersebut karena dalam praktikum ini terdapat
beberapa faktor kesalahan yang nantinya bisa memengaruhi hasil praktikum ini.

22

d.

Pengukuran Kapasitas Pernapasan Maksimal (KPM)

Dalam perhitungan ini digunakan KPM


yang diukur selama 12 detik dan didapatkan
sebanyak 7 gelombang dengan amplitudo antara lain :
TV maksimal

= 24 mm + 34 mm + 38 mm + 45 mm + 43 mm + 53 mm + 52 mm +
47 mm + 47 mm + 45 mm = 428 ml

TV maks

= 428 x 60

x 30 ml

23

12
= 64.200 ml = 64,2 L

Harga Standar KPM

Pria

= (86,5 - (0,522 x umur dalam tahun )) x LPT dalam m2


= (86,5 (0,522 x 19)) x 1,69
= 74,9 L/menit

Perbandingan Dengan Harga Standar

Perbandingan Dengan Hasil Autospirogram

24

Dari

hasil

autospirometer

disamping

didapatkan

persentase

Kapasitas

Pernapasan Maksimal (KPM) ialah sebesar 80 % dimana persentase ini tergolong


dalam keadaan normal dan dari hasil perhitungan spirometer secara manual
didapatkan persentase KPM sebesar 90,52 % yang juga menunjukkan kondisi normal.
a.

Tabel Hasil Pengamatan


Vital Capacity (VC) / Kapasitas vital (KV)

Orang Coba

Jenis

KV didapat

KV standar

Kesimpulan

Deo

Manual

3,16 L

4,386 L

72 % (restriksi ringan)

Auto

5,14 L

3,56 L

69% (normal)

Apringga
(Pria)

Kapasitas Pernapasan Maksimal (KPM)


Orang Coba

Jenis

KPM didapat

KPM standar

Kesimpulan

Deo

Manual

121,2 L

127,7 L

94,9 % (normal)

Auto

185,1 L

148,1 L

80 % (normal)

Apringga
(Pria)

25

Forced Expiratory Volume (FEV1) detik pertama


Orang Coba

Jenis

Manual

Untuk

FEV1 didapat

3,9 L

FEV1 didapat

(normal)

FEV1standar

Kesimpulan

3,618 L

55,27 % (obstruksi sedang)

FVC didapat

Kesimpulan

3,16 L

63,29 % (obstruksi ringan)

FEV1 standar

Kesimpulan

2,77 L

66 % (obstruksi ringan)

FVC

Kesimpulan

4,92 L

56% (obstruksi sedang)

Auto
4,18 L

3.2 Data Hasil Praktikum Orang Coba 1


Di bawah ini merupakan data hasil praktikum di Laboratorium Faal gedung A
lantai 2 yang mencatat data orang coba pada test Pengukuran Volume Paru, KPM dan
FEV.

a. Data orang coba 2

Nama

: Virsa Varisa Febriyanti

Usia

: 20 th

Berat badan

: 70 kg

Tinggi badan

: 165 cm

LPT

: 1,43

26

Tekanan barometer ruangan

: 762 mmHg

Suhu ruangan

: 28C

Suhu tubuh orang coba

: 37C

Tekanan uap air pada suhu ruangan

: 31,5 mmHg

Tekanan uap air pada suhu tubuh

:44,2 mmHg

P1

Tekanan barometer ruang tekanan uap air pada suhu ruang

= 762 mmHg - 31,5 mmHg


= 730,5 mmHg
T1

273 + Temperatur ruangan dalam derajat celcius

= 273 + 28C
= 301K
P2

Tekanan barometer ruangan tekanan uap air pada suhu tubuh

= 762 mmHg - 44,2 mmHg


= 717,8 mmHg
T2

= 273 + Temperatur tubuh dalam derajat celcius


= 273 + 37C
= 310K

a.

Pengukuran Vital Capacity (VC) / Kapasitas Vital (KV)

27

Cara One Stage :

1.

OSI ( One Stage Inspirasi )


Pada OSI didapatkan tinggi puncak inspirasi(+) ke puncak ekspirasi (-) adalah
105 mm

2.

OSE (One Stage Ekspirasi )


Pada OSE didapatkan pula tinggi puncak ekspirasi (-) ke puncak inspirasi (+)
adalah 99 mm

Cara Two Stage


Pada Two Stage didapatkan tinggi grafiknya yaitu 138 mm. Pada praktikum ini
didapatkan grafik tertinggi yaitu pada one stage (OSE) sehingga pengukuran
Kapasitas Vital digunakan grafik OSE

Harga Standar VitalCapacity (VC) / Kapasitas Vital (KV)

28

VC

= 175 mm x 30 ml
= 5250 ml
= 5,2 L (ATPS)

Harga standart kapasitas vital


Wanita

= {21,78 - (0,101 x umur dalam tahun)} x tinggi badan dalam cm


= {21,78 - (0,101 x 20)} x 165
= {21,78 2,02} x 165
= 3260,4 mL
= 3,2L

Perbandingan Dengan Harga Standar


Cara One Stage :

Karena nilai OSE yang dipakai, maka perbandingan dengan harga standar dalam
satu hitungan yaitu :

Karena hasil terbaik didapat pada cara one stage (OSE), maka hasil one stage
sebesar
manual.

ini kita jadikan acuan pada pengukuran Vital Capacity (VC) secara

Perbandingan Dengan Hasil Autospirogram

29

Dari hasil autospirometer didapatkan persentase Vital Capacity (VC) ialah


sebesar 100 % dimana persentase ini dalam batasan normal dalam nilai VC. Hasil
perhitungan spirometer secara manual yang didapatkan persentase VC sebesar 171,5

maka dapat disimpulkan bahwa Vital Capacity (VC) orang coba berada pada
kondisi normal menunjukkan adanya perbedaan antara percobaan menggunakan
spirometer dan autospirometer pada sistem respirasi orang coba, sehingga hasil antara
keduanya pun berbeda.

Dan faktor kesalahan pun juga harus diperhatikan karena faktor kesalahan ini bisa
mempengaruhi hasil praktikum ini dan faktor kesalahan itu nantinya akan dijelaskan pada
Bab Pembahasan.

30

a.

Pengukuran FVC dan FEV

FEV1 =

54 mm

= 54 mm x 30 ml
= 1620 ml O2
= 1,6 L O2 (ATPS) V1

Harga standar FEV1


Wanita = {-2,39 + (0,017 x umur)+ (0,029 x TB)} + { (0.85 x C)- (0,039 x C x umur)}
= { - 2,39 + (0,017 x 20)+ (0,029 x 165) } + { (0.85 x 0)- (0,039 x 0 x 20) }
= { -2,39 + 0,34 + 4,785 } + {0-0}
= 2,735 L

31

FVC =

71 mm

= 71 mm x 30 ml
= 2130 ml O2
= 2,130 L O2 (ATPS) V1

Harga standar FVC


Wanita

= {-3,37 + (0,028 x umur)+(0,036 x TB)+ {(1,00 x C)- (0,0458 x C x umur}


= { - 3,37 + (0,028 x 20)+ (0,036 x 165) + { (1,00 x 0)- (0,0458 x 0 x 20)}
= {-3,37 + 0,56 + 5,94 } + { 0 }
= 3,13

Cara Pemeriksaan FEV1

32

3.

100%
=

100%

= 100%
= 122 %

Perbandingan Dengan Hasil Autospirogram

Dari hasil autospirometer disamping didapatkan hasil Force Expiration Volume


detik pertama (FEV 1) sebesar 95 % yang berarti normal. Hasil perhitungan spirometer
secara manual yang didapatkan persentase FEV 1 sebesar 75%. Maka dapat
disimpulkan bahwa Force Expiration Volume detik pertama (FEV 1) orang coba berada

33

pada kondisi normal sehingga tidak menunjukkan adanya kelainan pada sistem respirasi
orang coba baik itu restriksi maupun obstruksi ringan.

Pengukuran Kapasitas Pernapasan Maksimal (KPM)

Dalam perhitungan ini digunakan KPM yang diukur selama 12 detik


TV maksimal

= 350 x x 30
= 52500 ml
= 52,5 L (ATPS)

34

Harga Standar KPM


Wanita

= (71,3- (0,474 x umur)) x LPT


= (71,3- (0,474 x 20)) x 1,43
= (71,3- 9,48) x 1,43
= 88,4

Perbandingan Dengan Harga Standar

Perbandingan Dengan Hasil Autospirogram

35

Dari hasil autospirometer didapatkan persentase Kapasitas Pernapasan Maksimal


(KPM) ialah sebesar 125 % dimana persentase ini tergolong dalam keadaan normal dari
nilai KPM sedangkan dari hasil perhitungan spirometer secara manual didapatkan
persentase KPM sebesar 62,6% dimana nilai ini tergolong tidak normal yaitu
menunjukkan adanya obstruksi ringan.

c.

Tabel Hasil Pengamatan

Vital Capacity (VC) / Kapasitas vital (KV)


Orang Coba

Jenis

KV didapat

KV standar

Kesimpulan

Virsa V.F

Manual

5,49 L

3,2 L

171,5 % (normal)

(wanita)

Auto

3,74 L

3,76 L

100 % (normal)

36

Kapasitas Pernapasan Maksimal (KPM)


Orang Coba

Jenis

KPM didapat

KPM standar

Kesimpulan

Virsa

Manual

55,4 L

88,4 L

62,2 % (obstruksi ringan)

V.F(wanita)

Auto

145,6 L

116,3 L

125% (normal)

Forced Expiratory Volume (FEV1) detik pertama


Orang Coba

Jenis

Manual

Virsa V.F

FEV1 didapat

1,69 L

FEV1 didapat

(normal)

FEV1standar

Kesimpulan

2,735 L

61 % (obstruksi ringan)

FVC didapat

Kesimpulan

2,130 L

75%(normal)

FEV1 standar

Kesimpulan

3,29 L

95 % (normal)

FVC

Kesimpulan

3,77L

85% (normal)

Auto
3,14 L

37

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1

Diskusi Jawaban Pertanyaan


Diskusi Jawaban Pertanyaan Vital Capacity (VC) / Kapasitas Vital (KV)
1. Berapa persenkah harga KV yang didapat (dalam BPTS) dibanding dengan harga
standart ?
Jawaban :
OSE
1. Deo Appringga Ayu N

x 100 % = 3,16/4,386 x 100% = 72 % (restriksi ringan)


2.Virsa Varisa F

2. Normalkah paru dari orang coba tersebut ?


Jawaban :
Dari hasil praktikum pada orang coba menunjukkan bahwa kondisi paru-paru
atau sistem respirasi orang coba 2 dalam keadaan normal. Hal tersebut tercermin dari
hasil presentase perbandingan antara kapasitas vital dengan kapasitas vital standar
38

yang menunjukkan nilai sebesar > 80 %, dimana hasil persentase perbandingan KV


orang coba dengan KV standarnya ialah sebesar 171,5 % yang termasuk kategori
normal. Sedangkan pada orang coba pertama menunukkan adanya retriksi ringan
dengan nilai 72%.

Diskusi Jawaban Pertanyaan Forced Vital Capacity (FVC) dan FEV


3. Udara dari bagian mana yang diekspirasikan pada detik pertama, kedua dan ketiga?
Jawaban :
Kombinasi dari udara yang berasal dari ruang rugi dan alveoli adlah udara
yang diekspresikan dari dalam tubuh. Pada saat ekspresi, bagian pertama udara yang
dikeluarkan adlah udara yang berasal dari ruang rugi yang bersifat lembab. Pada detik
kedua secara progresif semakin banyak udara alveolus yang bercampur dengan udara
ruang rugi sampai semua udara ruang rugi akhirnya dikeluarkan. Udara pada detik
ketiga udara yang dikeluarkan adalah udara yang berasal dari alveolus.
Detik pertama (FEV1) : rongga hidung atau mulut, faring, trakea, dan laring
Detik kedua (FEV2)

: bronkus dan cabang-cabangnya sampai dengan bronkus


terminalis

Detik ketiga (FEV3) : bronkus respiratorius sampai alveoli

4. Bagaimana kesan anda terhadap paru-paru orang coba?


Jawaban :

39

Paru-paru dan sistem pernapasan pada bagian FEV dan FVC ini menyatakan orang
coba dalam keadaan obstruksi ringan (merujuk pada hasil presentase perbandingan
FEV1 dengan FEV1 standar yang menunjukkan hasil sebesar 61 %) dan (merujuk
pada hasil presentase perbandingan FEV1 dengan FVC standar yang menunjukkan
hasil sebesar 75 %). Jadi menerut menerut kesan kami orang coba sistem respirasi
dalam keadaan obstruksi ringan
5. Diantara FEV1, FEV2, dan FEV3 manakah yang lebih cocok untuk mendeteksi
kelainan paru secara epidemiologic dan manakah yang secara faal?
Jawaban :
FEV1 merupakan cara yang tepat untuk mendeteksi kelainan paru sebab pada
saat itu semua otot respirasi bekerja secara maksimal sehingga dapat terdeteksi bagian
otot mana yang tidak bekerja secara maksimal sehingga dapat didiagnosa orang coba
mengalami kelainan paru atau tidak.
Detik pertama (FEV1) : rongga hidung atau mulut, faring, trakea, dan laring
Detik kedua (FEV2)

: bronkus dan cabang-cabangnya sampai dengan bronkus


terminalis

Detik ketiga (FEV3) : bronkus respiratorius sampai alveoli

Jadi jika secara faal kecendurungan untuk kecocokannya menggunakan FEV1


sedangkan untuk secara epidemiologinya beberapa sumber ada yang mengatakan
FEV1 dan adapula yang mengatakan FEV3. Namun cukup dengan melihat FEV 1 saja
kemungkinan besar sudah diketahui kelainan faal dan atau epidemiologinya.

Diskusi Jawaban Pertanyaan Kapasitas Pernapasan Maksimal (KPM)


6. Hitunglah KPM standar dan bandingkan dengan hasil perhitungan dari percobaan
anda, normalkah harga tersebut ?
Jawaban :
Perbandingan KPM hitung dengan KPM Standart

40

1. Deo Apringga

2. Virsa

Dalam batasan yang ada, paru-paru dan sistem pernapasan orang coba pada
keadaan normal dan obstruksi ringan.

4.3

Faktor Kesalahan
Dalam praktikum ini tidak pasti membuktikan dan mendiagnosis orang coba dalam

keadaan sehat atau mengalami gangguan pada sistem pernapasannya. Ketidakakuratan dari
hasil praktikum dapat dipengaruhi dari beberapa faktor seperti :

Kondisi dari orang coba tersebut apakah fit atau tidak baik fisik maupun mentalnya

Peralatan praktikumnya juga bisa berpengaruh, apakah terjadi kebocoran udara atau
tidak

41

Dari pembimbing orang coba selama praktikum. Misalnya dalam pemberian perintah
dan aba-aba dalam melakukan kerja dalam praktikum ini yang kurang tepat sehingga
apa yang dilakukan orang coba nanti tidak sesuai prosedur praktikum yang ada yang
nantinya akan memengaruhi keakuratan hasil praktikum

Sehingga hasil praktikum ini tidak dapat dijadikan patokan pasti buat diagnosis si
orang coba, apakah paru-paru dan atau sistem pernapasan orang coba tersebut dalam
kondisi normal atau ada kelainan tertentu

42

DAFTAR PUSTAKA

Ganong, W.F.2008.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 22.EGC: Jakarta


Guyton, Arthur C. MD dan J.E Hall.1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi
9.EGC : Jakarta
Guyton, Arthur C. MD dan Hall.2007.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran
edisi 11.EGC: Jakarta
Ward, J. and Robert Clarke.2009.At a Glance Fisiologi.EMS: Jakarta

43

Anda mungkin juga menyukai