PENDAHULUAN
1.
Selanjutnya pada Groove ini terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh suatu jaringan yang
disebut Primary Lung Bud. Bagian proksimal foregut membagi diri menjadi 2 yaitu
esophagus dan trakea.
Pada perkembangan selanjutnya trakea akan bergabung dengan primary lung bud.
Primary lung bud merupakan cikal bakal bronchi dan cabang-cabangnya. Bronchial-tree
terbentuk setelah embrio berumur 16 minggu, sedangkan alveoli baru berkembang setelah
bayi lahir dan jumlahnya terus meningkat hingga anak berumur 8 tahun. Ukuran alveol
bertambah besar sesuai dengan perkembangan dinding toraks. Jadi, pertumbuhan dan
perkembangan paru berjalan terus menerus tanpa terputus sampai pertumbuhan somatic
berhenti.
Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea,
dan paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni saluran pernafasan
atas dan saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan
external, oksigen di pungut melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernafas, oksigen masuk
melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli dan dapat erat hubungan dengan darah didalam
kapiler pulmunaris.
Sumber : (Evelyn. Pearce, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Tahun 1992,Hal 219).
Selama pernapasan normal dan tenang, semua kontraksi otot pernapasan terjadi
selama inspirasi. Ekspirasi adalah proses yang hampir seluruhnya pasif akibat sifat elastis
daya lenting paru ( elactic recoil ) dan rangka dada. Jadi, dalam keadaan istirahat, otototot pernapasan bekerja untuk menimbulkan inspirasi tapi tidak untuk menimbulkan
ekspirasi. Kerja inspirasi dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
1. Yang dibutuhkan untuk pengembangan paru dalam melawan daya elastisitas paru
dan dada, yang disebut kerja komplians atau kerja elastis
2. Yang dibutuhkan untuk mengatasi viskositas paru dan struktur dinding dada, yang
disebut kerja resistensi jaringan
3. Yang dibutuhkan untuk mengatasi resistensi jalan napas terhadap pergerakan udara
ke dalam paru, yang disebut kerja resistensi jalan napas.
1.
Volume Paru
Yang dimaksud dengan volume paru adalah volume udara yang mengisi petak-
petak ruangan udara didalam paru. Terdapat empat volume paru yaitu :
1. Tidal Volume (TV) / volume pasang surut adalah volume udara yang
diinpirasikan atau diekspirasi setiap kali bernapas normal. Besarnya kirakira 500 mililiter usia dewasa yang masih sehat atau normal.
2. Inspiratory Reserve Volume (IRV) / volume cadangan inspirasi adalah
volume udara ekstra maksimal yang dapat diinspirasi atau dihisap lagi
setelah melakukan inspirasi normal pada pernapasan biasa. Besarnya IRV
pada usia dewasa muda yang normal dan sehat rata rata 3000 ml.
3. Ekspiratory Reserve Volume (ERV) / volume cadangan ekspirasi adalah
volume udara ekstra maksimal yang dapat diekspirasi atau dihembuskan
lagi setelah melakukan ekspirasi normal pada pernapasan biasa. Besarnya
ERV pada usia dewasa muda yang normal dan sehat adalah rata rata 1100
ml pada laki-laki dan 700 ml pada perempuan.
4. Residual Volume (RV) / volume residu yaitu volume udara yang tersisa
dalam paru setelah ekspirasi paling kuat, volume ini besarnya pada usia
dewasa muda yang sehat dan normal adalah kira-kira 1200 ml.
3.
Kapasitas Paru
Kapasitas paru adalah penjumlahan dua volume paru atau lebih. Berikut ini
semaksimal
mungkin,
kemudian
langsung
itu
menghembuskan
napas
(ekspirasi)
semaksimal
mungkin.
4. Total Lung Capacity (TLC) / kapasitas paru total adalah volume
maksimum yang ada dalam paru dan merupakan penjumlahan dari semua
volume paru yang jumlahnya kira-kira 6000 ml (IRV + TV + ERV +
RV). Jumlah ini sama dengan kapasitas vital ditambah volume residu
(VC + RV).
Semua harga yang diperoleh dari percobaan ini masih berada dalam keadaan
ATPS (Ambient Temperature Pressure Saturated ) dan masih harus diubah ke dalam
keadaan BTPS (Body Temperature Pressure Saturated).
4.
Keterangan :
P1 = P barometer ruangan P uap air pada suhu ruangan
V1 = volume yang dicatat oleh spirometer (dalam ATPS)
T1 = 273 + temperatur ruangan dalam derajat celcius
P2 = P barometer ruangan P uap air pada suhu tubuh
V2 = Volume yang dicari (dalam BTPS)
T2 = 273 + temperatur tubuh dalam derajat celcius
1.
FEV1 wanita = -2,39 + (0,017 x Umur) + (0,029 x TB) + {0,85 x C) (0,039 x C x Umur)}
Batasan :
Normal
Obstruksi ringan
Obstruksi sedang
Obstruksi berat
Untuk harga relatif, pebandingan (ratio) FEV1 dengan FVC dalam satuan persen
hanya tergantung pada umur saja :
Ratio FEV1 / FVC pria = 96,63 (0,365 x Umur dalam tahun)
Ratio FEV1 / FVC wanita = 97,89 (0,318 x Umur dalam tahun)
Batasan :
Normal
Obstruksi ringan
Obstruksi sedang
Obstruksi berat
FVC wanita = - 3,37 + (0,028 Umur) + (0,036 x TB) + {(1,00 x C) (0,0458 x C xUmur)}
Batasan :
Normal
Obstruksi ringan
Obstruksi sedang
Obstruksi berat
Keterangan :
Umur : Dalam tahun
TB
: constanta,
2.
RUMUSAN MASALAH
A. Pada Bagian Pengukuran Vital Capacity (VC) / Kapasitas Vital (KV) :
1. Berapakah presentase harga KV yang didapat dalam (BPTS) di banding dengan
harga standar ?
2. Normalkah paru dari orang coba tersebut ?
A Pada Bagian Pengukuran Forced Vital Capacity (FVC) / Kapasitas Vital Paksaan :
1.
Udara dari bagian mana yang diekspirasikan pada detik pertama, kedua, dan
ketiga ?
2.
3.
Diantara FEV1, FEV2, FEV3, manakah yang paling cocok untuk mendeteksi
kelainan paru secara epidemiologik dan manakah yang secara faal ?
10
1.
Hitunglah harga KPM standar dan bandingkan dengan hasil perhitungan dari
percobaan anda, normalkah harga tersebut ?
3.
TUJUAN PRAKTIKUM
11
BAB II
METODE KERJA
2.1
Stopwatch
Autospirometer
Kertas spirogram
2.2
spirometer dengan udara luar dan isilah spirometer dengan oksigen murni.
Berikutnya hidupkan aliran listrik dan jalankan drum pencatat dengan kecepatan
yang paling rendah.
2. Pasang mouth piece pada pipa spirometer dan letakkan karet mouth piece di antara
gigi dan bibir, kemudian hidung dijepit dengan penjepit hidung sehingga orang
coba bernapas melalui mulut. Selama percobaan orang coba harus dalam posisi
berdiri.
3. Setelah orang coba terbiasa bernapas melalui mouth piece, maka bukalah
hubungan antara mulut dengan spirometer.
1. Perintahkan orang coba bernafas biasa ke dalam spirometer sebanyak kurang lebih
5 kali (untuk menghitung TV) setelah itu orang coba melakukan perhitungn KV
one stage dan two stages.
2. Rubahlah hasil-hasil yang diperoleh dalam kondisi ATPS ke BTPS dengan rumus
Boyle-Gay Lussac :
2.3
13
Cara Kerja : Perintahkan orang coba untuk menghirup udara dari spirometer
semaksimal mungkin, tahan sebentar kemudian hembuskan udara pernapasan
kedalam spirometer dengan sekuat-kuatnya, sementara itu drum pencatat diputar
dengan kecepatan paling tinggi (20 mm/detik). Di sini dapat diukur jumlah udara
yang dihembuskan secara maksimal pada detik pertama (FEV1), detik kedua (FEV2),
dan detik ketiga (FEV3) yang dibandingkan dengan jumlah udara yang dikeluarkan
pada kapasitas vital paksaan.
2.4
14
Cara Kerja :
Karena dalam praktikum ini alat yang tersedia adalah spirometer Harvard,
maka hanya dijelaskan cara kerja menggunakan Spirometer Harvard.
1) Perintahkan orang coba bernapas secepat-cepatnya dan semaksimal mungkin dari dan
ke dalam spirometer, sementara itu drum pencatat diputar dengan kecepatan sedang
(10 mm/detik) selama 12 detik.
2) Besarnya amplitudo pada setiap kali napas diukur, demikian pula banyaknya frekuensi
napas yang terjadi selama 12 detik tersebut.
3) Besarnya kapasitas pernapasan maksimal = Volume tidal maksimal tiap kali bernapas
x frekuensi pernapasan selama 12 detik x 60/12
(liter/menit).
BAB III
HASIL PRAKTIKUM
Usia
: 19 th
Berat badan
: 60 kg
Tinggi badan
: 172 cm
LPT
: 762 mmHg
Suhu ruangan
: 280 C
15
: 370 C
: 44,2 mmHg
T1
P2
T2
16
1. Tidal Volume
Tidal volume = 11 mm + 8 mm + 14 mm + 12 mm + 11 mm / 5 = 11,2 x 30 ml
= 336 ml
One Stage
Pada praktikum ini didapatkan grafik tertinggi yaitu pada two stage sehingga
pengukuran Kapasitas Vital digunakan grafik two stage.
VC = 102 mm x 30 ml = 3.030 ml = 3 L
17
ATPS BTPS
x 172
= 4.386 ml
= 4,386 L
18
FEV1
= 65 mm
= 65 mm x 30 ml
= 1950 ml
= 1,9 L
ATPS
BTPS
19
FVC
FVC
= 103 mm
= 103 mm x 30 ml O2
= 3.090 ml O2
= 3 L O2 (ATPS) V1
20
3. Perbandingan
=
x 100 %
=
x 100%
114,49 % (normal)
21
22
d.
= 24 mm + 34 mm + 38 mm + 45 mm + 43 mm + 53 mm + 52 mm +
47 mm + 47 mm + 45 mm = 428 ml
TV maks
= 428 x 60
x 30 ml
23
12
= 64.200 ml = 64,2 L
Pria
24
Dari
hasil
autospirometer
disamping
didapatkan
persentase
Kapasitas
Orang Coba
Jenis
KV didapat
KV standar
Kesimpulan
Deo
Manual
3,16 L
4,386 L
72 % (restriksi ringan)
Auto
5,14 L
3,56 L
69% (normal)
Apringga
(Pria)
Jenis
KPM didapat
KPM standar
Kesimpulan
Deo
Manual
121,2 L
127,7 L
94,9 % (normal)
Auto
185,1 L
148,1 L
80 % (normal)
Apringga
(Pria)
25
Jenis
Manual
Untuk
FEV1 didapat
3,9 L
FEV1 didapat
(normal)
FEV1standar
Kesimpulan
3,618 L
FVC didapat
Kesimpulan
3,16 L
FEV1 standar
Kesimpulan
2,77 L
66 % (obstruksi ringan)
FVC
Kesimpulan
4,92 L
Auto
4,18 L
Nama
Usia
: 20 th
Berat badan
: 70 kg
Tinggi badan
: 165 cm
LPT
: 1,43
26
: 762 mmHg
Suhu ruangan
: 28C
: 37C
: 31,5 mmHg
:44,2 mmHg
P1
= 273 + 28C
= 301K
P2
a.
27
1.
2.
28
VC
= 175 mm x 30 ml
= 5250 ml
= 5,2 L (ATPS)
Karena nilai OSE yang dipakai, maka perbandingan dengan harga standar dalam
satu hitungan yaitu :
Karena hasil terbaik didapat pada cara one stage (OSE), maka hasil one stage
sebesar
manual.
ini kita jadikan acuan pada pengukuran Vital Capacity (VC) secara
29
maka dapat disimpulkan bahwa Vital Capacity (VC) orang coba berada pada
kondisi normal menunjukkan adanya perbedaan antara percobaan menggunakan
spirometer dan autospirometer pada sistem respirasi orang coba, sehingga hasil antara
keduanya pun berbeda.
Dan faktor kesalahan pun juga harus diperhatikan karena faktor kesalahan ini bisa
mempengaruhi hasil praktikum ini dan faktor kesalahan itu nantinya akan dijelaskan pada
Bab Pembahasan.
30
a.
FEV1 =
54 mm
= 54 mm x 30 ml
= 1620 ml O2
= 1,6 L O2 (ATPS) V1
31
FVC =
71 mm
= 71 mm x 30 ml
= 2130 ml O2
= 2,130 L O2 (ATPS) V1
32
3.
100%
=
100%
= 100%
= 122 %
33
pada kondisi normal sehingga tidak menunjukkan adanya kelainan pada sistem respirasi
orang coba baik itu restriksi maupun obstruksi ringan.
= 350 x x 30
= 52500 ml
= 52,5 L (ATPS)
34
35
c.
Jenis
KV didapat
KV standar
Kesimpulan
Virsa V.F
Manual
5,49 L
3,2 L
171,5 % (normal)
(wanita)
Auto
3,74 L
3,76 L
100 % (normal)
36
Jenis
KPM didapat
KPM standar
Kesimpulan
Virsa
Manual
55,4 L
88,4 L
V.F(wanita)
Auto
145,6 L
116,3 L
125% (normal)
Jenis
Manual
Virsa V.F
FEV1 didapat
1,69 L
FEV1 didapat
(normal)
FEV1standar
Kesimpulan
2,735 L
61 % (obstruksi ringan)
FVC didapat
Kesimpulan
2,130 L
75%(normal)
FEV1 standar
Kesimpulan
3,29 L
95 % (normal)
FVC
Kesimpulan
3,77L
85% (normal)
Auto
3,14 L
37
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1
39
Paru-paru dan sistem pernapasan pada bagian FEV dan FVC ini menyatakan orang
coba dalam keadaan obstruksi ringan (merujuk pada hasil presentase perbandingan
FEV1 dengan FEV1 standar yang menunjukkan hasil sebesar 61 %) dan (merujuk
pada hasil presentase perbandingan FEV1 dengan FVC standar yang menunjukkan
hasil sebesar 75 %). Jadi menerut menerut kesan kami orang coba sistem respirasi
dalam keadaan obstruksi ringan
5. Diantara FEV1, FEV2, dan FEV3 manakah yang lebih cocok untuk mendeteksi
kelainan paru secara epidemiologic dan manakah yang secara faal?
Jawaban :
FEV1 merupakan cara yang tepat untuk mendeteksi kelainan paru sebab pada
saat itu semua otot respirasi bekerja secara maksimal sehingga dapat terdeteksi bagian
otot mana yang tidak bekerja secara maksimal sehingga dapat didiagnosa orang coba
mengalami kelainan paru atau tidak.
Detik pertama (FEV1) : rongga hidung atau mulut, faring, trakea, dan laring
Detik kedua (FEV2)
40
1. Deo Apringga
2. Virsa
Dalam batasan yang ada, paru-paru dan sistem pernapasan orang coba pada
keadaan normal dan obstruksi ringan.
4.3
Faktor Kesalahan
Dalam praktikum ini tidak pasti membuktikan dan mendiagnosis orang coba dalam
keadaan sehat atau mengalami gangguan pada sistem pernapasannya. Ketidakakuratan dari
hasil praktikum dapat dipengaruhi dari beberapa faktor seperti :
Kondisi dari orang coba tersebut apakah fit atau tidak baik fisik maupun mentalnya
Peralatan praktikumnya juga bisa berpengaruh, apakah terjadi kebocoran udara atau
tidak
41
Dari pembimbing orang coba selama praktikum. Misalnya dalam pemberian perintah
dan aba-aba dalam melakukan kerja dalam praktikum ini yang kurang tepat sehingga
apa yang dilakukan orang coba nanti tidak sesuai prosedur praktikum yang ada yang
nantinya akan memengaruhi keakuratan hasil praktikum
Sehingga hasil praktikum ini tidak dapat dijadikan patokan pasti buat diagnosis si
orang coba, apakah paru-paru dan atau sistem pernapasan orang coba tersebut dalam
kondisi normal atau ada kelainan tertentu
42
DAFTAR PUSTAKA
43