Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KUSTA

DOSEN PENGAMPU :

Ns. Hani Ruh Dwi, S.Kep, M.Kep

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK

AKADEMI KEPERAWATAN SETIH SETIO MUARA BUNGO

TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita hantarkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah malimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Tugas “Makalah Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Dengan Kusta“. Penyusun tugas ini bertujuan untuk menyelesaikan
tugas saya dalam rangka pembuatan tugas yang telah diberikan kepercayaan kepada saya. Saya
berharap tugas ini mampu menjelaskan meteri yang saya kerjakan, sehingga mencapai nilai yang
memuaskan. Amiin
Dalam penyusunan tugas ini saya bekerja secara mandiri dari pencarian bahan materi
hingga pembuatan tugas. Tidak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Ns. Hani Ruh Dwi, S.Kep, M.Kep. selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Keperawatan
Medikal Bedah II
2. Orang tua yang turut membantu dan mendukung terselesainya tugas ini.
3. Terutama kepada Sang Pencipta Tuhan Yang Maha Esa.
Semoga tugas yang saya buat ini dapat membuat kita mencapai tujuan kehidupan yang
lebih baik lagi. Oleh sebab itu, penyusun sangat mengharapkan kritikan dan saran yang
membangun agar saya bisa lebih baik lagi dalam berkarya.

Muara Bungo, 18 Maret 2020


DAFTAR ISI

JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang ............................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian...................................................................................................3
2.2 Penyebab.....................................................................................................3
2.3 Tanda dan Gejala........................................................................................4
2.4 Patofisiologi................................................................................................4
2.5 Komplikasi..................................................................................................5
2.6 Pemeriksaan Penunjang..............................................................................6
2.7 Penatalaksanaan..........................................................................................6
2.8 Asuhan Keperawatan..................................................................................7

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.................................................................................................15
3.2 Saran...........................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Konon penyakit kusta telah menyerang manusia sejak 300 SM dan telah dikenal oleh
peradaban Tiongkok kuno, Mesir kuno, dan India pada 1995 organisasi kesehatan dunia
(WHO) memperkirakan terdapat dua atau tiga juta jiwa yang cacat permanen karena kusta.
Walaupun pengisolasian atau pemisahan penderita dengan masyarakat dirasakan kurang
perlu dan tidak etis beberapa kelompok penderita masih dapat ditemukan dibelahan dunia
(Vietnam,India).
Pengobatan yang efektif pada kusta ditemukan pada akhir 1940-an dengan
diperkenalkanya dapson dan derivatnya. Bagaimanapun juga bakteri penyebab lepra sertahap
menjadi kebal terhadap dapson dan menjadi kian menyebar, hal ini terjadi hingga ditemukan
pengobatan multi obat pada awal 1980an dan penyakit inipun mampu ditangani kembali.
Maka dari itu, penulis membuat makalah yang berjudul “Penyakit Kusta (Morbus Hansen)
dan Asuhan Keperawatannya” dimaksudkan agar kita selaku tenaga kesehatan mengetahui
apa itu penyakit kusta, penularan, bagaimana pencegahannya dan asuhan keperawatannya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari kusta ?
2. Apa penyebab dari kusta ?
3. Apa saja tanda dan gejala kusta ?
4. Bagaimana patofisiologi kusta ?
5. Apa saja komplikasi dari kusta ?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang dari kusta ?
7. Bagaimana penatalaksanaa dari kusta ?
8. Bagaimana asuhan keperawatan kusta ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari kusta
2. Untuk mengetahui penyebab dari kusta
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari kusta
4. Untuk mengetahui patofisiologi kusta
5. Untuk mengetahui komplikasi dari kusta
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari kusta
7. Untuk mengetahui penatalaksanaa dari kusta
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari kusta
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Kusta adalah penyakit infeksi kronis yg disebabkan oleh mycobacterium leprae, pertama
kali menyerang saraf tepi, setelah itu menyerang kulit dan organ-organ tubuh lain kecuali
susunan saraf pusat

Kusta adalah penyakit infeksi kronis yang di sebabkan oleh mycobacterium lepra yang
interseluler obligat, yang pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit,
mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem endotelial, mata, otot, tulang, dan testis
(djuanda, 4.1997 ).

Kusta adalah penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (mikobakterium
leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya. (Depkes RI, 1998)

2.2 Penyebab

Penyebabnya adalah mycobacterium leprae, dimana :

a. Kuman penyebab mycobacterium leprae di temukan oleh GA,Hansen pada tahun 1874 di
norwegai.
b. Berbentuk basil dengan ukuran 3 – 8 UmX0,5 Um.
c. Bersifat gram positif, tahan asam tidak berspora, tidak bergerak dan alcohol.
d. Mikobakterium leprae merupakan basil tahan asam (BTA) bersifat obligat intraseluler,
menyerang saraf perifer, kulit dan organ lain seperti mukosa saluran nafas bagian atas,
hati, sumsum tulang kecuali susunan saraf pusat. Masa membelah diri mikobakterium
leprae 12-21 hari dan masa tunasnya antara 40 hari-40 tahun. Kuman kusta berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-8 micro, lebar 0,2-0,5 micro biasanya berkelompok dan
ada yang disebar satu-satu, hidup dalam sel dan BTA.
2.3 Tanda dan Gejala

a. Kulit dengan bercak putih atau kemerahan dengan mati rasa

b. Penebalan dalm saraf tepi di sertai kelainan berupa mati rasa dan kelemahan pada otot
tangan, kaki, dan mata

c. Pada pemeriksaan kulit BTA + Dikatakan menderita kusta apabila di temukan satau atau
lebih dari tanda pasi kusta dalam waktu pemeriksaan klinis. ( dirjen PPM & PL, 2003 )

d. Mati rasa, baik sensai terhadap perubahan suhu, sentuhan, tekanan ataupun rasa sakit

muncul lesi pucat dan menebal pada kulit

e. Muncul luka tapi tidak sakit


f. Kehilangan alis dan bulu mata
g. Mata menjadi kering dan jarang mengedip, serta menimbulkan kebutaan
h. Hilangan jari jemari
i. Kerusakan pada hidung yang dapat menimbulkan mimisan, hidung tersumbat atau
kehilangan tulang hidung

2.4 Patofisiologi

Meskipun cara masuk M. Leprae ke tubuh belum diketahui pasti, beberapa penelitian,
tersering melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh bersuhu dingin dan melalui mukosa
nasal.

Kemampuan hidup M. Leprae pada suhu tubuh yang rendah, waktu regenerasi lama, serta
Pengaruh M. Leprae ke kulit tergantung factor imunitas seseorang, sifat kuman yang
Avirulen dan non toksis.

M. Leprae ( Parasis Obligat Intraseluler ) terutama terdapat pada sel macrofag sekitar
pembuluh darah superior pada dermis atau sel Schwann jaringan saraf, bila kuman masuk
tubuh tubuh bereaksi mengeluarkan macrofag ( berasal dari monosit darah, sel mn, histiosit )
untuk memfagosit.
Tipe LL ; terjadi kelumpuha system imun seluler tinggi macrofag tidak mampu
menghancurkan kuman dapat membelah diri dengan bebas merusak jaringan.

Tipe TT ; fase system imun seluler tinggi macrofag dapat menghancurkan kuman hanya
setelah kuman difagositosis macrofag, terjadi sel epitel yang tidak bergerak aktif, dan
kemudian bersatu membentuk sel dahtian longhans, bila tidak segera diatasi terjadi reaksi
berlebihan dan masa epitel menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan sekitar.

2.5 Komplikasi

a. Kerusakan saraf

Komplikasi yang paling parah adalah rusaknya saraf secara permanen. Yang merupakan
akibat bakteri yang menyerang saraf bagian tepi, terutama saraf pada wajah, tangan dan
kaki.

b. Kerusakan mata

Keadaan ini mengakibatkan penderita menjadi sulit untuk menutup mata ( lagoftalamus ).
Kurangnya sensitivitas pada mata dapat menimbulkan katarak, keratitis dan glaukoma yang
bisa menyebabkan kebutaan.

c. Kerusakan pada wajah dan hidung

Lapisan mukosa pada hidung bisa mengering dan mati rasa akibat kerusakan saraf.
Akibatnya, hidung jadi tersumbat dan terjadi mimisan kronis. Infeksi sekunder juga bisa
terjadi di hidung, sehingga tulang rawan mengalami pengikisan, membuat bentuk hidung
menjadi tidak normal kembali. Kerusakan pada wajah juga bisa menimbulkan seperti
benjolan dan pembengkakan permanen.

d. Kecacatan pada tangan dan kaki

Akibat kerusakan saraf secara terus menerus dan menjadi permanen, kondisi ini dapat
mengakibatkan kelumpuhan pada otot tangan dan kaki. Kemudian, jari-jari bisa berubah
bentuk menjadi tertekuk atau bengkok, susah untuk diluruskan, dan tidak mampu
mengangkat bagian depan kaki.
e. Kerusakan Ginjal

Jika infeksi sudah masuk ke aliran darah, dapat mengakibatkan kerusakan pada ginjal
dimana terjadi peradangan pada bagian ginjal yang memiliki fungsi sebagai penyaring dan
pembuangan cairan yang berlebih. Dan jika ini tidak segera diatasi, maka akan
mengkibatkan gagal ginjal.

f. Infertilitas

Pada penderita pria, infertilitas dan impotensi dapat terjadi. Hal ini disebabkan oleh
infeksi bakteri yang dapat menurunkan horman testosteron dan produksi sperma.

2.6 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Bakterioskopik

Memiliki lesi yang paling aktif yaitu : yang paling erythematous dan paling
infiltratif. Secara topografik yang paling baik adalah muka dan telinga.Denngan
menggunakan Vaccinosteil dibuat goresan sampai didermis, diputar 90 derajat dan
dicongkelkan, dari bahan tadi dibuat sediaan apus dan diwarnai Zeihlnielsen. Pada
pemeriksaan akan tampak batang-batang merah yang utuh, terputus-putus atau granuler.

b. Test Mitsuda

Berupa penyuntikan lepromin secara intrakutan pada lengan, yang hasilnya dapat
dibaca setelah 3 – 4 minggu kemudian bila timbul infiltrat di tempat penyuntikan berarti
lepromim test positif.

2.7 Penatalaksanaan

a. Pencegahan

1. Penerangan dengan memberikan sedikit penjelasan tentang seluk beluk penyakit lepra
pada pasien

2. Pengobatan profilaksis dengan dosis yang lebih rendah dari pada dosis therapeutic.

3. Vaksinasi dengan BCG yang juga mempunyai daya profilaksis terhadap lepra.
b. Pengobatan

1. PB (tipe kering)

a) Pengobatan bulanan :hari pertama : 2 Kapsul Rifampisin, 1 Tablet Dapsone (DDS)

b) Pengobatan harian : hari ke 2 – 28 : tablet Dapsone (DDS)

c) Lama pengobatan : 6 Blister diminum selama 6 – 9 bulan

2. MB (tipe basah)

a) Pengobatan bulanan : hari pertama : 2 Kapsul Rifampisin, 3 Tablet Lamrene, 1


Tablet Dapsone

b) pengobatan harian : hari ke 2 – 28 : 1 Tablet Lamrene, 1 Tablet Dapsone (DDS)

c) lama pengobatan : 12 blister diminum selama 12 – 18 bulan.

2.8 Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

1. Identitas pasien

Nama :

Jenis kelamin :

Umur :

Status perkawinan :

Pekerjaan :

Agama :

Pendidikan :

Alamat :
2. Riwayat Kesehatan lalu

a. Pernahkah menderita penyakit ini ?

b. Pernahkah menderita penyakit yang sama ?

3. Riwayat kesehatan sekarang

Mulai timbulnya gejala, sampai dibawa ke unit pelayanan kesehatan, gejala-gejala


yang menyertai.

4. Riwayat kesehatan keluarga

Adakah keluarga yang menderita penyakit yang sama atau adakah keluarga yang
menderita penyakit menular.

5. Riwayat pengobatan

Apakah pernah menjalani pengobatan penyakit kusta, berapa lama ? tuntas atau
tidak.

6. Data sosial ekonomi

Keadaan sosial ekonomi

7. Aktifitas sehari-hari

a. Pola tidur

b. Pola makan atau minum

c. Pola eliminasi

d. Personal hygiene.

8. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum

b. Tanda-tanda Vital : suhu tubuh, tekanan darah, nadi, pernafasan.


c. Kepala dan leher

1) Kepala dan rambut : alopesia, madarosis, adanya lesi

2) Mata : dapat ditemukan iritasi, iri dosiklitis, gangguan visus sampai kebutaan

3) Hidung dapat terjadi epistaksis, hidung  pertama

4) Lidah : mungkin ada ulkus, nodus

5) Laring : suara parau.

d. Payudara dan ketiak : dapat ditemukan limfademitis.

e. Thorak : periiga adanya kelainan thorak, pernafasan, kelainan jantung, infeksi


adanya lesi

f. Abdomen : periksa adanya lesi yang mati rasa.

g. Genetalia dan sekitarnya : epididimis akut, orkitis, atrofi.

h. Muskoloskeletal :

1) kisimetrisan otot

2) kelemahan otot dan tulang

3) periksa adanya kelainan pada ekstrimitas dan kaki.

i. Integument : kebersihan, kehangatan, warna, tekstus, turgor, kelembapan, observasi


adanya kelainan kulit/lesi yang mati rasa.

j. Nevrologis : terdapat kelainan-kelainan saraf.

1) Nervus durikularis magnus

2) Nervus ulnaris : Anestesi dan paresis/paralysis otot tangan jari I, II, II dan
sebagian jari IV ia rasakan nervus ulnaris dan nervus medianus menyebabkan jari
tangan keriting (Claw fingers) tangan cakar (Claw hand)
3) Nervus radialis : tangan Lunglai (drowist)

4) Nervus tibialis posterior : mati rasa telapak kaki, jari kaki keriting (Claw toes)

5) Nervus facialis : lagoflaimus, mulut mencong

6) Nervus trigeminus : anestesi kornea.

k. Sensitifitas pada lesi : dengan kapas, jarum, bulu ayam. (ada mati rasa/tidak)

B. Diagnosa keperawatan

1. Kerusakan intergritas kulit b.d adanya lesi

2. Isolasi sosial b.d perubahan bentuk tubuh

3. Gangguan konsep diri b.d perubahan penampilan fisik

C. Intervensi

No Hari/tgl/ Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria Intervensi Rasional Paraf


jam Hasil
1 Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan 1. Kaji/catat ukuran 1. memberikan
b.d adanya lesi tindakan kerawatan warna, kedalaman informasi dasar
selama 3x24 jam luka, perhatikan tentang kebutuhan
diharapkan jaringan nekrotik penanaman kulit
integritas kulit dan kondisi  sekitar dan kemungkinan
membaik. Dengan luka. petunjuk tentang
KH : 2.berikan sirkulasi pada area
1. Lesi tidak perawatan luka graft.
menyebarPa yang tepat dan 2. Menurunkan
sien merasa tindakan control resiko infeksi
nyaman infeksi. 3. mengevaluasi
3. mengevaluasi warna sisi luka
keefektifan perhatikan ada
sirkulasi dan atau tidak adanya
mengidentifikasi penyembuhan
terjadinya 4.terapi
komplikasi. dibutuhkan pasien
4. lakukan advis dalam proses
dokter untuk penyembuhan.
memberikan obat 5. diet TKTP dapat
sesuai dosis membantu dalam
5.lakukan proses
kolaborasi dengan pembentukan
ahli gizi untuk jaringan dan sel
pemberian nitrisi baru.
TKTP. 6.membantu
6. ajarkan pasien mempermudah
dan keluarga serta mengarahkan
mengenai keluarga dan
perawatan luka. pasien dalam
serta cara perawatan luka,
mencegah juga dalam
penularan. mencegah
terjadinya
penularan ke
jaringan lain atau
pada keluraga
2 Isolasi sosial b.d Setelah dilakukan 1.Tentukan presepsi 1. Isolasi sebagian
perubahan bentuk tubuh tindakan pasien tentang dapat
keperawatan selama situasi mempengaruhi diri
3x24 jam 2. Berikan waktu saat pasien takut
diharapkan isolasi untuk berbicara penolakan atau
sosial teratasi. dengan pasien reaksi orang lain
Dengan selama dan diantara 2. Pasien mungkin
KH : aktivitas perawatan. akan mengalami
1.Menunjukkan Tetap memberi isolasi fisik
peningkatan dukungan, 3. Mengurangi
perasaan harga diri mengusahakan perasaan pasien
2.Berpartisipasi verbalisasi. akan isolasi fisik
dalam Perlakukan dengan dan menciptakan
aktivitas/progam penuh penghargaan hubungan sosial
pada tingkat dan menghormati yang positif, yang
kemampuan perasan pasien. dapat
3. Batasi atau meningkatkan rasa
hindari penggunaan percaya diri
master, baju dan 4 Jika pasien
sarung tangan jika mendapatkan
memungkinkan, bantuan dari orang
misalnya jika terdekat, perasaan
berbicara dengan kesepian dan
pasien ditolak akan
4.Identifikasi berkurang.
sistem pendukung 5. Partisipasi orang
yang tersedia bagi lain dapat
pasien, termasuk meningkatkan rasa
adanya/hubungan kebersamaan
dengan keluarga 6.Membantu
kecil dan besar memantapkan
5. Dorong partisipasi pada
kunjungan terbuka, hubungan sosial.
hubungan telepon Dapat mengurangi
dan aktivitas sosial kemungkinan
dalam tingkat yang upaya bunuh diri
memungkinkan 7.Memiliki
6. Dorong adanya  rencana yang dapat
hubungan yang meningkatkan
aktif dengan orang kontrol terhadap
terdekat kehidupan sendiri
7.Kembangkan dan beri pasien
perencanaan sesuatu untuk
tindakan dengan memandang
pasien kedepan/melakuka
8. Rujuk pada n penyelesain.
sumber – sumber 8. Adanya sistem
pelayanan sosial, pendukung yang
konselor dan dapat mengurangi
organisasi perasaan
terisolasi  

3 Gangguan konsep diri b.d Setelah dilakukan 1. Bina hubungan 1. Untuk menjalin
perubahan penampilan tindakan saling percaya rasa percaya.
fisik keperawatan selama antara perawat- 2. Agar pasien
3x24 jam klien. merasa ada
diharapkan 2. Dorong klien harapan yang kuat
gangguan konsep untuk mengajukan untuk sembuh
diri teratasi. pertanyaan 3. Supaya pasien
Dengan mengenai masalah tidak terbebani
KH: kesehatan, sendiri dengan
1.Klien mengatakan pengobatan, dan keadaan yang
dan menunjukan kemajuan dialaminya.
peneimaan atas pengobatan dan 4. Agar pasien
penampilannya. kemungkinan tidak minder
2.Menunjukan hasilnya. sewaktu
keinginan dan 3. Dorong klien bersosialisasi.
kemampuan untuk untuk menyatakan 5. Agar pasien
melakukan perasaannya, merasa nyaman.
perawatan diri. terutama tentang 6. Agar pasien
3.Klien dapat cara ia merasakan, merasa nyaman
mengidentifikasi berfikir dan ketika
aspek memandang berhubungan
dirinya. social dengan
4.Hindari orang lain.
mengkritik. 7. Agar klien
5.  Jaga privasi dan mengerti tidakan
lingkungan individu untuk
6.Tingkatkan menanggulangi
interaksi social masalah
klien. kesehatanya.
7.Berikan informasi 8. Agar pasien
yang dapat merasa nyaman
dipercaya dan dan tidak terbebani
kejelasan informasi. karna masalah
8. Dorong klien dan kesehatanya.
keluarga untuk
menerima keadaan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penyakit kusta ialah sebuah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium leprae. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan
mukosa dari saluran pernapasan atas, dan lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari
luar. Bila tidak ditangani segera, kusta sangat progresif, dan menyebabkan kerusakan pada
kulit, saraf-saraf, anggota gerak dan mata. Tidak seperti mitos yang beredar dimasyarakat,
bahwa kusta tidak menyebabkan pelepasan anggota tubuh yang begitu mudah.

3.2 Saran.

Penyusun menyadari bahwa masih terdapat banyak kesalahan dalam penyusunan


makalah ini, oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Amirudin, M.D (2012). Penyakit Kusta Sebuah Pendekatan Klinis. Surabaya:Brilian


Internasional.

Anda mungkin juga menyukai