T.A 2019/2020
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Gangguan Sistem Integumen dengan Kusta” dengan lancar. Shalawat serta salam
semoga Allah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Penyakit Kusta adalah penyakit menular menahun dan disebabkan oleh kuman kusta
(Mycobacterium leprae) yang menyerang kulit, saraf tepi, dan jaringan tubuh lain
kecuali susunan saraf pusat, untuk mendiagnosanya dengan mencari kelainan-kelainan
yang berhubungan dengan gangguan saraf tepi dan kelainan-kelainan yang tampak
pada kulit ( Depkes, 2005 ).
Dalam penyusunan makalah ini, tentunya kami banyak mengalami hambatan. Hal ini
disebabkan karena terbatasnya waktu. Namun berkat bantuan dan kesediaan dari berbagai
pihak yang telah meluangkan waktunya untuk menyusun makalah ini sehingga dapat kami
jadikan acuan.
Kelompok 4
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……..................................................................................................i
Daftar Isi……………………………………………………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN
4.1 Kesimpulan...............................................................................................16
4.2 Saran..........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………18
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman
Micobacterium leprae (M.Leprae). Yang pertama kali menyerang susunan
saraf tepi, selanjutnya menyerang kulit, mukosa (mulut), saluran pernafasan
bagian atas, sistem retikulo endotelial, mata, otot, tulang dan testis
(Amirudin.M.D, 2000).
Penyakit Kusta adalah penyakit menular menahun dan disebabkan oleh kuman
kusta (Mycobacterium leprae) yang menyerang kulit, saraf tepi, dan jaringan
tubuh lain kecuali susunan saraf pusat, untuk mendiagnosanya dengan
mencari kelainan-kelainan yang berhubungan dengan gangguan saraf tepi
dan kelainan-kelainan yang tampak pada kulit ( Depkes, 2005 ).
Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium leprae yang terjadi pada kulit dan saraf tepi. Manifestasi klinis dari
penyakit ini sangat bervariasi dengan spektrum yang berada diantara dua bentuk
klinis yaitu lepromatosa dan tuberkuloid. Pada penderita kusta tipe lepromatosa
menyerang saluran pernafasan bagian atas dan kelainan kulit berbentuk nodula,
papula, makula dan dalam jumlah banyak. Pada penderita kusta tipe tuberkuloid
lesi kulit biasanya tunggal dan jarang, batas lesi tegas, mati rasa. ( Jurnal
Universitas Sumatera Utara, 2012 ).
Kusta (lepra atau morbus Hansen) adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh
infeksi Mycobacterium leprae (M.leprae. (Kapita Selekta, 2000)
2.2 Etiologi
Mycrobacterium leprae merupakan basil tahan asam (BTA), yang bersifat
obligat intraseluler yang menyerang saraf perifer, kulit, dan organ lain seperti
mukosa saluran napas bagian atas, hati, dan sumsum tulang kecuali susunan saraf
pusat. Masa membelah diri mycrobacterium leprae 12-21 hari dan masa tunasnya
antara 40 hari – 40 tahun.
Mycrobacterium leprae atau kuman hansen adalah kuman penyebab penyakit
kusta yang ditemukan oleh sarjana dari Norwegia, GH Armouer Hansen pada
tahun 1873. Kuman ini bersifat tahan asam berbentuk batang dengan ukuran 1,8
micron, lebar 0,2-0,5 micron. Biasanya ada yang berkelompok dan ada yang
tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak
dapat di kultur dalam media buatan.
ENL merupakan basil humoral dimana basil kusta yang utuh maupun yang
tidak utuh menjadi antigen sehingga tubuh membentuk antibodi, selanjutnya
membentuk kompleks imun yang mengendap dalam vaskuler. Reaksi tipe – 2 yang
tipikal pada kulit ditandai dengan nodul – nodul eritematosa yang nyeri, timbul
mendadak, lesi dapat superfisial atau lebih dalam. Berbagai faktor yang dianggap
sering mendahului timbulnya reaksi kusta antara lain : setelah pengobatan antikusta
yang intensif, infeksi rekuren, pembedahan, dan stres fisik.
2.3 Patofisiologi
Meskipun cara masuk mycrobacterium leprae ke dalam tubuh belum diketahui
Secara pasti. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa penularannya yang
paling sering melalui kulit yang lecet, pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan
melalui mukosa nasal. Setelah mycrobacterium leprae masuk ke dalam tubuh,
perkembangan penyakit kusta bergantung pada kerentanan seseorang.
Respon tubuh setelah masa tunas dilampaui tergantung pada derajat sistem
imunitas seluler (cellular mediated immune) pasien. Kalau sistem imunitas seluler
tinggi, berarti penyakit berkembang ke arah tuberkuloid dan bila rendah, berarti
berkembang ke arah lepromatosa. Mycrobacterium leprae berpredileksi di daerah-
daerah yang relatif lebih dingin, yaitu daerah akral dengan vaskularisasi yang
sedikit.
Malu Metastasea
Kontraktur otot dan sendi
Inefektif koping
individu
Gangguan aktivitas
Infasif bakteri
3.1 Pengkajian
a. Biodata
Kaji secara lengkap tentang umur, penyakit kusta dapat menyerang semua usia,
jenis kelamin; rasio pria dan wanita 2,3:1,0. Paling sering terjadi pada daerah dengan
sosial-strip ekonomi yang rendah dan insidennya meningkat pada daerah tropis atau
sub tropis. Kaji pula secara lengkap jenis pekerjaan klien untuk mengetahui tingkat
sosial-ekonomi, resiko trauma pekerjaan, dan kemungkinan kontak dengan penderita
kusta.
b. Keluhan Utama
Pasien sering datang ke tempat pelayanan kesehatan dengan keluhan adanya
bercak putih yang tidak terasa atau datang dengan keluhan kontraktur pada jari-jari.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pada saat melakukan anamnesis pada pasien, kaji kapan lesi atau kontraktur
tersebut timbul, sudah berapa lama timbulnya, dan bagaimana proses perubahannya,
baik warna kulit maupun keluhan lainnya. Pada beberapa kasus, ditemukan keluhan,
gatal, nyeri, panas atau rasa tebal. Kaji juga apakah klien pernah menjalani
pemeriksaan laboratorium. Ini penting untuk mengetahui apakah klien pernah
menderita penyakit tersebut sebelumnya. Pernahkah klien memakai obat kulit yang
dioles atau diminum? pada beberapa kasus, reaksi obat juga dapat menimbulkan
perubahan warna kulit dan reaksi alergi yang lain. Perlu juga ditanyakan apakah
keluhan ini pertama kali dirasakan. Jika sudah, obat apa yang diminum? Teratur atau
tidak?
d. Riwayat penyakit dahulu.
Salah satu faktor penyebab penyakit kusta adalah daya tahan tubuh yang
menurun. Akibatnya, M. Leprae dapat masuk ke daam tubuh. Oleh karena itu, perlu
dikaji adakah riwayat penyakit kronis atau penyakit lain yang pernah diderita.
e. Riwayat penyakit keluarga.
Penyakit kusta ukan penyakit turunan, tetapi jika anggota keluarga atau tetangga
menderita penyakit kusta, risiko tinggi tertular sangat mungkin terjadi. Perlu dikaji
adakah anggita keluarga lain yangmenderita atau memiliki keluhan yang sama, baik
yang masih hidup maupun sudah meninggal.
f. Riwayat psikososial.
Kusta terkenal sebagai penyakit yang menakutkan dan menjijikan. Ini disebabkan
adanya deformitas atau kecacatan yang ditimbulkan. Oleh karena itu, perlu dikaji
bagaimana konsep diri klien dan respons masyarakat di sekitar klien.
g. Kebiasaan sehari-hari.
Pada saat melakukan anamnesis tentang pola kebiasaan sehari-hari, perawat perlu
mengkaji status gizi, pola makan / nutrisi klien. Hal ini sangat penting karena faktor
gizi berkaitan erat dengan sistem imun. Apabila sudah ada deformitas atau kecacatan,
maka aktivitas dan kemampuan klien dalam menjalankan kegiatan sehari-hari dapat
terganggu.
h. Pemeriksaan fisik
Seperti pada kasus yang lain, pemeriksaan fisik harus dilakukan secara
menyeluruh tidak hanya terbatas pada lesi saja. Kelenjar regional juga harus diperiksa
karena pada penderita kusta dapat pula ditemukan adanya pembesaran beberapa
kelenjar limfe. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan denagan cara inpeksi,palpasi dan
pemeriksaan sederhana menggunakan jarum, kapas, tabung reaksi (masing-masing
dengan air panas dan es), pensil tinta dan sebagaiya.
Inpeksi dilakukan untuk menetapkan ruam yang ada pada kulit. Biasanya dapat
ditemukan adanya macula hipopigmentasi/ hiperpigmentasi dan eritematosa dengan
permukaan yang kasar atau licin denga batas yang kurang jelas atau jelas, bergantung
pada tipe yang diderita. Pada tipe tuber kuloid, dapat ditemukan gangguan saraf kulit
yang disertai dengan penebalan serabut saraf, nyeri akibat peradangan atau reaksi
fibrosis,anhidrasis, dan kerontokan rambut (sering dijumpai pada rambut asli dan bulu
mata).
Pada kusta tipe repromatus , dijumpai hidung pelana dan wajah singa(lionin face).
Selain itu, ada pula kelainan otot berupa atrofi distese otot di yang di tandai dengan
keumpuhan otot otot, diikuti kekakuan, sendi atau kontraktur sehingga terjadi clow
hean , drop put, dan drop hean, kelainan pada tulang dapat berupa osteomilitis dan
resopsi tulang yang mengakibatkan pemendakan dan kerusakan tulang( ujung
bengkok),terutama jari jari tangan dan kaki.
Pada penderita kusta, dapat juga ditemukan kelain pada mata akibat kelumpuhan
m.orbicularis aulisehingga terjadi lago pthalamus atau mata tidak dapat dipejam kan,
akibatnya mata menjadi kering dan berlanjut pada keratitis,ulkus
kornea,iritis,iridosikilitik dan berahir dengan kebutaan.
Pada testis dapat terjadi patrofi yang mengakibatkan ginekomastia. Kecatatan
yang seringa diderita oleh penderita kusta disebabkan kerusakan fungsi saraftepi dan
neuritis waktu terjadi reaksi kusta, juga cidera pada anesthesia.
3.2 Diagnoas Keperawatan
1. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan citra tubuh terhadap lesi pada
kulit.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kontraktur otot dan kaku sendi.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer dan
kerusakan integritas kulit.
4. Resiko trauma berhubungan dengan peningkatan resiko cidera jaringan karena
neuritis.
5. Resiko cidera berhubungan dengan kerusakan integritas kulit.
3.3 Intervensi
No Diagnosa NOC / Tujuan NIC/ Intervensi
Keperawatan
1 Gangguan citra Tujuan: Kaji secara verbal dan non
tubuh Body image verbal respon klien terhadap
berhubungan Self esteem tubuhnya
dengan Kriteria hasil: Monitor frekuensi
perubahan citra Body image positif mengkritik dirinya
tubuh terhadap Mampu mengindetifikasi Jelaskan tentang
lesi pada kulit. kekuatan personal pengobatan, perawatan,
Mendriskripsikan secara kemajuan dan prognosis
faktual perubahan fungsi penyakit
tubuh Dorong klien
Mempertahankan interaksi mengungkapkan
sosial perasaannya
Identifikasi arti
pengurangan melalui
pemakaian alat bantu.
2 Hambatan Tujuan : Monitor TTV
mobilitas fisik Joint movement : aktive sebelum/sesudah latihan
berhubungan Mobility level dan lihat respon pasien saat
dengan Self care : ADLs latihan
kontraktur otot Tranfer performance Konsultasikan dengan
dan kaku sendi. Kriteria hasil : terapi fisik tentang rencana
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kusta adalah penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman micobakterium
leprae. Kuman penyebabnya adalah Mycobacterium Leprae yang ditemukan oleh
G.A.Hansen pada tahun 1874 di Norwegia, secara morfologik berbentuk pleomorf
lurus batang panjang, sisi paralel dengan kedua ujung bulat, ukuran 0,3-0,5 x 1-
8 mikron.
Micobakterium leprae masuk kedalam tubuh manusia, jika orang tersebut
memiliki respon imunitas yang tinggi maka kusta akan lebih mengarah pada
tuberkuloid, namun jika respon imunitas dari tubuh orang tersebut rendah maka kusta
akan lebih mengarah pada lepromatosa. Penularan penyakit kusta sampai saat ini
hanya diketahui melalui pintu keluar kuman kusta yaitu: melalui sekret hidung dan
kontak langsung dengan kulit penderita.
Selain itu ada faktor-faktor lain yang berperan dalam penularan ini diantaranya:
usia, jenis kelamin, ras, kesadaran sosial dan lingkungan. Untuk pencegahan penyakit
kusta terbagi dalam 3 tahapan yaitu : pencegahan secara primer, sekunder dan
tersier.Dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien kusta yang perlu dilakukan
adalah melakukan pengkajian, pemeriksaan fisik, menentukan diagnosa keperawatan,
kemudian memberikan tindakan perawatan yang komprehensip.
3.2 Saran
Untuk menanggulangi penyebaran penyakit kusta, hendaknya pemerintah
mengadakan suatu program pemberantasan kusta yang mempunyai tujuan sebagai
penyembuhan pasien kusta dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata
rantai penularan dari pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk
menurunkan insiden penyakit.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc Jilid 2. Jogjakarta: Mediaction.
Loetfia Dwi Rahariyani ; editor, Eka Anisa Mardella, Monica Ester. 2007. Buku Ajar Asuhan
Keperawatan Klien Gangguan Sistem Integumen. Jakarta : EGC
Syafrudin, Damayani Diah.A, Delmaifanis. Himpunan Penyuluhan Kesehatan (Pada Remaja,
Keluarga, Lansia dan Masyarakat). Trans Info Media. 2011. Jakarta.
Depkes RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2005.
Buku Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit Kusta. Cetakan XVII. Jakarta
Kozier Barbara. Fundamental of Nursing: Concepts, Process and Practice. 7th Edition. New
Jersey. 2004