Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

“ Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Multiple Sclerosis ”

Dosen Pengampu :
Titi I Afelya, M.Kep.,Ns.,Sp.Kep.M.B

Disusun Oleh :

Kelompok 6

1. Andika S Ardi (2019081024411)


2. Ekaristi W. S. Yumte (2020081024141)
3. Gracia A Natalie (2020081024185)
4. Hudaya Kusuma (2020081024137)
5. Martha Kedeikoto (2020081024162)
6. Veronika Tekege (2020081024157)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH JAYAPURA
2022
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Kasih dan Karunia-Nya,kami
dapat menyelesaikan tugas makalah kami yang berjudul MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL
BEDAH III “ asuhan keperawatan pada pasien dengan multiple sclerosis ”selesai tepat pada waktu.
Adapun tujuan dari penulisan makalah adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah III . Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi kita semua.

Kami mengucapkan Terima kasih kepada Ibu Titi I Afelya, M.Kep.,Ns.,Sp.Kep.M.B selaku
dosen matakuliah Keperawatan Medikal Bedah III yang telah memberikan tugas ini untuk menambah
pengetahuan dan wawasan bagi kami.

Kami selaku penulis mengakui bahwa ada banyak kekurangan pada makalah ini .Oleh karena
itu kritik dan saran dari seluruh pihak senantiasa kami harapkan demi kesempurnaan makalah yang
sudah kami buat.Semoga makalah ini dapat membawa pemahaman dan pengetahuan bagi kita semua.

Jayapura 23 September 2022

Penulis
Daftar Isi

Kata Pengantar .........................................................................................................................................2


Daftar Isi ..................................................................................................................................................3
Bab 1 : Pendahuluan...........................................................................................................................4
a) Latar Belakang .........................................................................................................................4
b) Rumusan Masalah....................................................................................................................4
c) Tujuan ......................................................................................................................................4
Bab 2 : Tinjauan Pustaka....................................................................................................................5
A. Konsep Penyakit ..........................................................................................................................5
a) Definisi ....................................................................................................................................5
b) Anatomi Fisiologi ....................................................................................................................5
c) Etiologic ...................................................................................................................................6
d) Manifestasi Klinis ....................................................................................................................7
e) Patofisiologi .............................................................................................................................8
f) Pemeriksaan Fisik ....................................................................................................................9
g) Pemeriksaan Penunjang .........................................................................................................10
h) Penatalaksanaan .....................................................................................................................10
i) Web Of Caution ( Pathway ) ..................................................................................................11
B. Proses Keperawatan ...................................................................................................................12
a) Pengkajian..............................................................................................................................12
b) Diagnosis Keperawatan .........................................................................................................13
c) Intervensi ...............................................................................................................................14
Bab 3 : Kesimpulan ..........................................................................................................................23
Pembahasan Jurnal.................................................................................................................................24
Daftar Pustaka ........................................................................................................................................25
Lampiran : Rubrik Penilaian Makalah dan Presentasi...........................................................................27
Bab 1 : Pendahuluan

a) Latar Belakang
Multiple sclerosis (MS) adalah penyakit non-traumatik melumpuhkan yang paling umum
mempengaruhi orang dewasa muda. Ada peningkatan insiden dan prevalensi MS di kedua negara
maju dan berkembang, penyebab yang mendasarinya masih belum pasti. MS adalah penyakit yang
kompleks; banyak gen secara sederhana meningkatkan kerentanan penyakit selain beberapa faktor
lingkungan yang terdefinisi dengan baik, khususnya paparan vitamin D atau sinar ultraviolet B
(UVB), infeksi virus Epstein-Barr (EBV), obesitas dan merokok.

Multiple sclerosis secara historis telah diklasifikasikan sebagai penyakit autoimun yang
dimediasi sel T spesifik organ. Namun, keberhasilan terapi bertarget sel-B menantang dogma
autoimun sel-T standar . Hal ini secara tradisional dipandang sebagai penyakit dua tahap, dengan
peradangan awal yang bertanggung jawab untuk penyakit yang kambuh-menghilang dan degenerasi
saraf yang tertunda menyebabkan perkembangan yang tidak kambuh, yaitu MS progresif sekunder
dan primer. (Dobson & Giovannoni, 2019)

Multiple sclerosis (MS) adalah autoimun kronis, penyakit saraf inflamasi dari sistem saraf
pusat (SSP). MS menyerang akson bermielin di SSP, menghancurkan mielin dan akson dalam
berbagai tingkat. MS sangat bervariasi dan tidak dapat diprediksi. Pada kebanyakan pasien,
penyakit ini awalnya ditandai dengan episode defisit neurologis yang reversibel, yang sering diikuti
oleh kerusakan neurologis progresif dari waktu ke waktu.

Penyakit ini didiagnosis berdasarkan temuan klinis dan bukti pendukung dari tes tambahan,
seperti pencitraan resonansi magnetik (MRI) otak dan pemeriksaan cairan serebrospinal (CSF). MS
biasanya muncul pada orang dewasa berusia 20 hingga 45 tahun.

Penyebabnya tidak diketahui, tetapi tampaknya melibatkan kombinasi kerentanan genetik


dan pemicu nongenetik, seperti virus, metabolisme, atau faktor lingkungan, yang bersama-sama
menghasilkan gangguan autoimun mandiri yang mengarah pada serangan kekebalan berulang pada
SSP.(Thomas, 2012)

Di Indonesia penyakit ini tergolong jarang jika dibandingkan dengan penyakit neurologis
lainnya. MS lebih sering menyerang perempuan dibandingkan laki-laki dengan rasio 2:1. Umumnya
penyakit ini diderita oleh mereka yang berusia 20-50 tahun. MS bersifat progresif dan dapat
mengakibatkan kecacatan. Sekitar 50% penderita MS akan membutuhkan bantuan untuk berjalan
dalam 15 tahun setelah onset penyakit. (Riwanti Estiasari, 2017)

b) Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Medis dari Multiple Sclerosis ?
2. Bagaimana Proses Keperawatan dari Multiple Sclerosis ?

c) Tujuan
1. Agar Mahasiswa dapat memahami Konsep Medis dari Multiple Sclerosis
2. Agar Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana Proses Keperawatan dari Multiple Sclerosis.
Bab 2 : Tinjauan Pustaka

A. Konsep Penyakit
a) Definisi
Sclerosis multiple (MS) adalah penyakit neurodegeneratif susunan saraf pusat yang
ditandai dengan inflamasi kronik yang menyebabkan lesi demielinisasi multipel.2,5 Proses penyakit
ini bersifat autoimun dan mengenai substansia alba susunan saraf pusat, bersifat relaps dan
progresif. Secara histologis terdapat infiltrasi perivaskuler monosit dan limfosit di sekeliling lesi
dan menimbulkan area indurasi multipel pada otak, sehingga dinamai sklerosis multipel. (Suryo,
2021)

Sklerosis multipel adalah penyakit demielinasi kronis yang menyerang selubung mielin
neuron dalam sistem saraf pusat (SSP). Selubung mielin ini sangat penting untuk konduksi impuls
saraf normal. Tampal mielin memburuk dengan interval yang tidak teratur sepanjang akson saraf,
sehingga menyebabkan perlambatan konduksi saraf. Kerusakan aksonal juga terjadi pada sklerosis
multipel.

b) Anatomi Fisiologi

Sistem saraf tersusun menjadi sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf tepi (SST).
SST membawa informasi dari dan ke SSP. SSP tersusun atas sel saraf atau neuron dan
neuroglia sebagai sel penyokong di SSP sedangkan SST tersusun atas neuron dan sel
schwan sebagai sel penyokong di SST. Neuron merupakan unit fungsional terkecil dari
sistem saraf yang memiliki tiga bagian dasar: badan sel, dendrit dan akson. Nukleus dan
organel sel saraf terdapat pada badan sel dan merupakan tempat keluarnya dendrit berfungsi
memperluas permukaan untuk menerima sinyal dari sel saraf lain. Akson atau serat saraf
adalah penjuluran memanjang tubular tunggal yang menghantarkan impuls menjauhi badan
sel. Akson juga memiliki cabang kolateral tetapi tidak semua sel neuron memiliki akson
dengan cabang kolateral. Akson memiliki ujung terminal yang berfungsi mentransfer
impuls dari satu neuron ke neuron lain. Serat saraf memiliki selubung yang disebut mielin
yang dapat meningkatkan kecepatan hantaran impuls. Myelin bukan bagian dari sel saraf
tetapi terdiri dari sel pembentuk mielin yang membungkus diri mereka mengelilingi akson.
Sel pembentuk myelin ini adalah oligodendrosit di SSP dan sel schwan di SST.
Sistem saraf pusat terdiri atas otak atau encephalon dan medulla spinalis. Otak
terbagi menjadi telencephalon atau cerebrum, diencephalon, cerebellum dan batang
otak. Sedangkan sistem saraf tepi dibagi menjadi divisi aferen (sensorik) dan divisi
aferen (motorik) dibagi lagi menjadi somatik dan otonom yang terdiri atas parasimpatis
dan simpatis.

c) Etiologic
Penyebab pasti dari sklerosis multipel tidak diketahui. Sebagian besar teori menyatakan
bahwa sklerosis multipel adalah penyakit virus imunogenetik, yaitu demielinasi bermedia
kekebalan yang dipicu oleh infeksi virus, kemungkinan virus Epstein-Barr. Kerentanan genetik
tampaknya mengubah respons kekebalan tubuh terhadap infeksi virus. Beberapa gen mungkin
terlibat, tetapi satu - satunya lokus penyakit yang diidentifikasi secara konsisten adalah
kompleks gen antigen leukosit manusia (human leukocyte antigen [HLA]) yang terdapat pada
kromosom 6.

Hipotesis yang paling banyak dikemukakan adalah etiologi autoimun yang hanya
menyerang sistem saraf pusat dan tidak mengenai sistem saraf perifer. Beberapa faktor risiko
yang disebutkan berperan seperti genetik, defisiensi vitamin D, tempat tinggal jauh dari zona
khatulistiwa (paparan sinar matahari), riwayat obesitas, infeksi virus Epstein-Barr, dan
merokok. Beberapa pencetus antara lain kehamilan, infeksi disertai demam persisten, stress
emosional, dan cedera atau trauma.6,11 Faktor genetik yang berkontribusi adalah perubahan
antigen leukosit manusia (human leukocyte antigen/ HLA) DRB1. (Suryo, 2021)
Gambar 1. Perbedaan antara saraf normal dan saraf pada penderita sklerosis multiple (Sumber:
https://health.howstuffworks.com/diseases-conditions/musculoskeletal/multiple-sclerosis1.htm

d) Manifestasi Klinis
1) Gangguan penglihatan, meliputi penurunan tajam penglihatan pada 1 mata disertai nyeri
pada pergerakan mata, penglihatan ganda (diplopia), neuritis optik, gerak mata tidak
terkontrol, dan kebutaan (jarang terjadi).
2) Gangguan keseimbangan dan koordinasi, meliputi hilangnya keseimbangan tubuh, tremor,
ketidakstabilan berjalan (ataxia), vertigo, kekakuan anggota gerak, gangguan koordinasi,
kelemahan anggota gerak (paraparesis, tetraparesis).
3) Gangguan tonus otot, meliputi kekakuan otot sehingga mengganggu proses berjalan.
4) Gangguan sensoris, meliputi perasaan baal, seperti ditusuk-tusuk jarum, kebas
(paresthesia), perasaan seperti terbakar, nyeri di wajah (neuralgia trigeminal)
5) Gangguan kemampuan berbicara, meliputi gangguan berbicara seperti menggumam,
perubahan ritme bicara, sulit menelan (disfagia).
6) Keletihan berlebihan
7) Gangguan berkemih dan defekasi, seperti sering buang air kecil atau tidak bisa sama sekali,
konstipasi, dan kadang- kadang diare.
8) Gangguan seksual, meliputi impotensi, kehilangan gairah seksual.
9) Gangguan sensitivitas terhadap panas atau dingin.
10) Gangguan kognitif dan emosi, meliputi kehilangan memori jangka pendek, kehilangan
kemampuan berkonsentrasi, penilaian, dan penalaran.

Gambar 2. Manifestasi sklerosis multipel (manifestasi visual)

(Sumber: https://neupsykey.com/multiple-sclerosis-3/)
Gambar 3. Manifestasi sklerosis multipel (manifestasi motorik dan keseimbangan)

(Sumber: https://neupsykey.com/multiple-sclerosis-3/)

Gambar 4. Manifestasi sklerosis multiple (kelumpuhan dan Lhermitte’s sign)

(Sumber: https://neupsykey.com/multiple-sclerosis-3/)

e) Patofisiologi

Patofisiologi MS didahului dengan pembentukan lesi awal berupa infiltrat mononuklear


dengan cuffing di sekitar pembuluh darah vena dan infiltrasi di sekitar substansi alba. Proses
peradangan tersebut menyebabkan disfungsi sawar darah otak. Tanda patologis khas MS adalah
demielinisasi saraf. Demielinisasi saraf terjadi melalui mekanisme aktivasi sel T reaktif mielin dari
sirkulasi perifer yang dapat masuk ke otak karena disfungsi sawar darah otak. Peradangan jaringan
substansia alba dan grisea di SSP karena infiltrasi sel imun fokal dan sitokinin adalah penyebab
kerusakan pada MS.

Mielin adalah bahan berbentuk lemak yang sangat konduktif yang mengelilingi akson dan
mempercepat konduksi impuls saraf di sepanjang akson. Mielin dibuat oleh oligidendrosit. Proses
autoimun dan agen infeksius terlibat dalam pathogenesis sclerosis multiple. Sel T teraktivasi, yang
mengenali antigen diri yang diekspresikan dalam SSP, dan makrofag memasuki otak dari sirkulasi
perifer serta menimbulkan inflamasi. Melalui produksi sitokin inflamasi dan spesies oksigen reaktif,
limfosit T yang teraktivasi dan mikroglia makrofag menyebabkan demielinasi sertaan
penghancuran oligodendrosit. Plak terbentuk di sepanjang selubung mielin dan akhirnya
menyebabkan jaringan parut dan kerusakan (Figur 72-4). Ketika edema dan inflamasi merida,
terjadi beberapa demielinasi tetapi sering kali tidak selesai. Meskipun plak dapat terjadi dimana
saja di bagian putih SPP, daerah yang paling sering terkena adalah saraf optic, serebrum, dan tulang
belakang servikal.

f) Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan Umum

Klien dengan multiple sclerosis umumnya tidak mengalami penurunan kesadaran.


Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, meliputi bradikardi, hipotensi, dan penurunan
frekuensi pernapasan berhubungan dengan bercak lesi di medula spinalis.

2) B1 (Breathing)

Pada umumnya klien dengan multiple sclerosis tidak mengalami gangguan pada sistem
pernapasan.pada beberapa klien yang telah lama menderita multiple sclerosis dengan tampak
dari tirah baring lama, mengalami gangguan fungsi pernapasan. Pemeriksaan fisik yang didapat
mencakup hal-hal sebagai berikut:

● Inspeksi umum : didapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk
efektif, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, dan penggunaan otot bantu napas
● Palpasi : taktil fremitus seimbang kanan dan kiri ·
● Perkusi : adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru ·
● Auskultasi : bunyi nafas tambahan seperti napas stridor,ronkhi pada klien dengan
peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering
didapatkan pada klien dengan inaktivitas.
3) B2 (Blood)

Pada umumnya klien dengan multiple sclerosis tidak mengalami gangguan pada sistem
kardiovaskuler.akibat dari tirah baring lama dan inaktivitas biasanya klien mengalami hipotensi
postural.

4) B3 (Brain)

Pengkajian B3 (brain) merupakan pengkajian fokus atau lebih lengkap dibandingkan


pengkajian pada sistem lainnya. Inspeksi umum didapatkan berbagai manifestasi akibat
perubahan tingkah laku.

5) B4 (Bladder)

Disfungsi kandung kemih. Lesi pada traktus kortikospinalis menimbulkan gangguan


pengaturan sfingter sehingga timbul keraguan, frekuensi dan urgensi yang menunjukkan
berkurangnya kapasitas kandung kemih yang spastic.selain itu juga timbul retensi dan
inkontinensia.
6) B6 (Bone)

Pada keadaan pasien multiple sclerosis biasanya didapatkan adanya kesulitan untuk
beraktivitas karena kelemahan spastik anggota gerak.kelemahan anggota gerak pada satu sisi
tubuh atau terbagi secara asimetris pada keempat anggota gerak.merasa lelah dan berat pada
satu tungkai, dan pada waktu berjalan terlihat jelas kaki yang sebelah terseret maju, dan
pengontrolan yang kurang sekali. Klien dapat mengeluh tungkainya seakan-akan meloncat
secara spontan terutama apabila ia sedang berada di tempat tidur.keadaan statis yang lebih berat
disertai dengan spasme otot yang nyeri.

g) Pemeriksaan Penunjang

● MRI (magnetic resonance imaging). Merupakan pencitraan pilihan untuk konfirmasi


dugaan MS dan untuk memantau perjalanan penyakit.
● Tes darah, dilakukan dengan mengambil sampel darah pasien untuk diperiksa di
laboratorium.
● Evoked potential: digunakan untuk identifikasi lesi subklinik, meskipun tidak spesifik
untuk MS.
● Pungsi lumbal: dapat berguna jika tidak tersedia MRI atau jika temuan MRI non diagnostik.
Cairan serebrospinal dievaluasi untuk adanya berkas oligoklonal dan produksi IgG
(immunoglobulin G) intrathekal (Jafar.2017).

h) Penatalaksanaan

Terdapat beberapa strategi untuk menatalaksanakan gejala sklerosis multipel. Intervensi


farmakologis dapat digunakan untuk disfungsi kandung kemih (oksibutinin, propantelina),
konstipasi (musiloid hidrofilik psyllium, pil atau suppositoria bisakodil), kelelahan (amantadin,
modafinil), spastisitas (baklofen, diazepam, dantrolen), tremor (propranolol, fenobarbital,
klonazepam), serta disestesia dan neuralgia trigeminal (karbamazepin, fenitoin, amitriptilin).

Stimulasi saraf elektrik transcutaneous (transcutaneous electrical nerve stimulation


[TENS]) juga berguna untuk disestesia. Daerah yang kebas harus diperiksa secara teratur untuk
mencegah cedera dan terjadinya ulkus tekanan. Kulit harus tetap kering dan bebas dari urine dan
feses. Bantal kursi yang meratakan tekanan harus digunakan untuk klien yang berkursi roda dengan
kulit pantat yang mati rasa. Kebutaan atau gangguan penglihatan yang parah dapat terjadi. Dalam
hal ini, rujuk klien ke Layanan Tunanetra untuk rehabilitasi. Gangguan kognitif dan persepsi
memerlukan pemeriksaan psikometri dan fungsional untuk mendapatkan pengkajian yang akurat
dan layanan rehabilitasi.
i) Web Of Caution ( Pathway )
Faktor Prediposisi : Virus, Respon Autoimun & Genetik

Reaksi Inflamasi

Aktivasi sel T Mielin

Demielinisasi yang mengkerut menjadi plak

Lesi sclerosis multiple terjadi pada substansi SPP

Kerusakan Neuron

Terlambat / Terhentinya alur Impuls

Serebelum & Batang Serebrum Medulla Spinalis


Saraf Optik
otak
Gangguan sensorik
Lesi
Gangguan kortikospinalis
Nystagmus Disfungsi Serebral
penglihatan
Gangguan
Mobilitas Fisik
Hilangnya daya ingat
& Dimensia Gangguan
Resiko tinggi cedera
Eliminasi Urine Keletihan

Harga Diri Rendah Konstipasi


Situasional
B. Proses Keperawatan

a) Pengkajian

1) Identitas Pasien
Pada umumnya terjadi pada orang-orang yang hidup di daerah utara dengan
temperatur tinggi, terutama pada dewasa muda (20-40th).
2) Keluhan Utama
Muncul keluhan lemah pada anggota badan bahkan mengalami spastisitas/kekejangan
dan kaku otot, kerusakan penglihatan.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya klien pernah mengalami penyakit autoimun.
4) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya terjadi demielinisasi ireguler pada susunan saraf pusat perifer yang
mengakibatkan berbagai derajat penurunan motorik, sensorik, dan juga kognitif.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit ini sedikit lebih banyak ditemukan di antara keluarga yang pernah menderita
penyakit tersebut, yaitu kira-kira 6-8 kali lebih sering pada keluarga dekat.
6) Pengkajian psikososial spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons emosi klien
terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam
keluarga maupun dalam masyarakat. Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien
mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pada pola persepsi dan
konsep diri, didapatkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan,mudah marah dan
tidak kooperatif.perubahan yang terpenting pada klien dengan penyakit multiple sclerosis
adalah adanya gangguan afek, berupa euforia. Keluhan lain yang melibatkan gangguan
serebral dapat berupa hilangnya daya ingat dan demensia.
Pemeriksaan Fisik
▪ Keadaan Umum
Klien dengan multiple sclerosis umumnya tidak mengalami penurunan kesadaran.
Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, meliputi bradikardi, hipotensi, dan penurunan
frekuensi pernapasan berhubungan dengan bercak lesi di medula spinalis.
▪ B1 (Breathing)
Pada umumnya klien dengan multiple sclerosis tidak mengalami gangguan pada sistem
pernapasan.pada beberapa klien yang telah lama menderita multiple sclerosis dengan
tampak dari tirah baring lama, mengalami gangguan fungsi pernapasan. Pemeriksaan fisik
yang didapat mencakup hal-hal sebagai berikut :
o Inspeksi umum : didapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk
efektif, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, dan penggunaan otot bantu napas
o Palpasi : taktil fremitus seimbang kanan dan kiri ·
o Perkus i : adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru ·
o Auskultasi : bunyi nafas tambahan seperti napas stridor,ronkhi pada klien dengan
peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering
didapatkan pada klien dengan inaktivitas.
▪ B2 (Blood)
Pada umumnya klien dengan multiple sclerosis tidak mengalami gangguan pada sistem
kardiovaskuler.akibat dari tirah baring lama dan inaktivitas biasanya klien mengalami
hipotensi postural.
▪ B3 (Brain)
Pengkajian B3 (brain) merupakan pengkajian fokus atau lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem lainnya. Inspeksi umum didapatkan berbagai manifestasi akibat
perubahan tingkah laku.
▪ B4 (Bladder)
Disfungsi kandung kemih. Lesi pada traktus kortikospinalis menimbulkan gangguan
pengaturan sfingter sehingga timbul keraguan, frekuensi dan urgensi yang menunjukkan
berkurangnya kapasitas kandung kemih yang spastic.selain itu juga timbul retensi dan
inkontinensia.
▪ B6 (Bone)
Pada keadaan pasien multiple sclerosis biasanya didapatkan adanya kesulitan untuk
beraktivitas karena kelemahan spastik anggota gerak.kelemahan anggota gerak pada satu
sisi tubuh atau terbagi secara asimetris pada keempat anggota gerak.merasa lelah dan berat
pada satu tungkai, dan pada waktu berjalan terlihat jelas kaki yang sebelah terseret maju,
dan pengontrolan yang kurang sekali. Klien dapat mengeluh tangannya seakan-akan
meloncat secara spontan terutama apabila ia sedang berada di tempat tidur.keadaan spatis
yang lebih berat disertai dengan spasme otot yang nyeri.

b) Diagnosis Keperawatan
1. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan kelemahan, spastisitas gangguan
neuromuscular. (D.0054)
2. Keletihan berhubungan dengan kelemahan otot, kondisi fisiologis. (D.0057)
3. Gangguan Eliminasi Urine berhubungan dengan Disfungsi Medula Spinalis (D.0040)
4. Konstipasi berhubungan dengan Imobilisasi dan Demielinasi (D.0049)
5. Harga Diri Rendah Situasional berhubungan dengan perubahan pada citra tubuh,
perubahan peran sosial (D.0087)
6. Resiko Cedera berhubungan dengan kerusakan sensori penglihatan dan kelemahan
(D.0136)
c) Intervensi

NO Diagnosa Tujuan Intervensi

1. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan Setelah dilakukan intervensi keperawatan Dukungan Ambulasi ( I.06171)
dengan kelemahan, spastisitas gangguan selama 60 jam
neuromuscular. (D.0054) Tindakan
1) Tingkat mobilitas fisik meningkat Observasi :
Batasan karakteristik : 1) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
L.05042
fisik lainnya
▪ Gangguan sikap berjalan 2) Ambulasi dengan berjalan
2) Identifikasi toleransi fisik melakukan
▪ Gerakan lambat Meningkat L.05038 ambulasi
▪ Gerakan spastik 3) Monitor frekuensi jantung dan tekanan
▪ Gerakan tidak terkoordinasi darah sebelum memulai ambulasi
Kriteria Hasil :
▪ Kesulitan membolak-balik 4) Monitor kondisi umum selama
posisi melakukan ambulasi
▪ Pergerakan ekstremitas cukup
▪ Penurunan kemampuan
meningkat Teraupetik :
melakukan keterampilan
▪ Kekuatan otot cukup meningkat 1) Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat
motorik halus
▪ Rentang gerak ROM cukup bantu ( mis. Tongkat, kruk)
▪ Penurunan kemampuan 2) Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika
melakukan keterampilan meningkat
perlu
motorik kasar ▪ Gerakan tidak terkoordinasi
3) Libatkan keluarga untuk membantu
▪ Penurunan waktu reaksi cukup menurun
pasien dalam meningkatkan ambulasi
▪ Tremor akibat bergerak ▪ Gerakan terbatas cukup
▪ Mengeluh sulit menggerakkan menurun Edukasi :
ekstremitas ▪ Kelemahan fisik cukup 1) Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
▪ Kekuatan otot menurun 2) Anjurkan melakukan ambulasi dini
menurun
▪ Gerakan terbatas ▪ Kecemasan menurun 3) Ajarkan ambulasi sederhana yang harus
▪ Rentang gerak menurun ▪ Pergerakan pergelangan kaki dilakukan ( mis. Berjalan dari tempat
▪ Merasa cemas saat akan kanan dan kiri cukup meningkat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat
bergerak tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai
▪ Pergerakat lutut cukup
toleransi )
meningkat
▪ Berjalan dengan langkah efektif
cukup meningkat
▪ Berjalan dengan pelan cukup
meningkat

2. Keletihan berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen Energi (I.05178)
kelemahan otot, kondisi fisiologis. selama 48 jam
(D.0057) Tindakan
1) Toleransi aktivitas meningkat Observasi :
Batasan karakteristik: L.05047 1) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
▪ Merasa kurang tenaga mengakibatkan kelelahan
▪ Mengeluh Lelah 2) Monitor kelelahan fisik dan emosional
Kriteria Hasil :
▪ Merasa energi tidak pulih 3) Monitor pola dan jam
walaupun telah tidur 4) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
▪ Aktivitas fisik yang
▪ Tidak mampu mempertahankan selama melakukan aktivitas
direkomendasikan meningkat
aktivitas rutin ▪ Aktivitas yang tepat strategi untuk
▪ Tampak lesu menyeimbangkan istirahat dan Terapeutik :
▪ Gangguan konsentrasi tidur meningkat 1) Sediakan Lingkungan nyaman dan
▪ Merasa bersalah akibat tidak ▪ Teknik konservasi energi rendah stimulus (misalnya :
mampu menjalankan tanggung meningkat cahaya,suara)
jawab ▪ Teknik menyederhanakan 2) Lakukan Latihan rentang gerak pasif atau
pekerjaan meningkat aktif
▪ Mengatakan tidak mampu ▪ Penggunaan alat bantu yang benar 3) Berikan aktivitas distraksi yang
mempertahankan rutinitas yang meningkat menenangkan
biasanya ▪ Factor-faktor yang meningkatkan 4) Fasilitasi duduk disisi tempat tidur ,jika
pengeluaran energi menurun tidak dapat berpindah atau berjalan
▪ Kemudahan dalam melakukan Edukasi :
aktivitas sehari-hari 1) Anjurkan tirah baring
▪ Keluhan Lelah menurun 2) Anjurkan melakukan aktivitas secara
▪ Perasaan lemah menurun bertahap
3) Anjurkan menghubungi perawat jika
tanda gejala kelelahan tidak berkurang
4) Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan

Kolaborasi :
1) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan

3. Gangguan Eliminasi Urine berhubungan Setelah dilakukan intervensi Manajemen eliminasi urine (I.04152)
dengan Disfungsi Medula Spinalis (D.0040) keperawatan selama 48 jam
Tindakan
Batasan karakteristik Observasi :
1) Eliminasi Urine membaik L.04034
1) Identifikasi tanda dan gejala retensi atau
● Berkemih tidak tuntas inkontinensia urine
● (hesitancy) 2) Identifikasi faktor yang menyebabkan
Kriteria Hasil :
● disuria (rasa nyeri, tidak nyaman retensi atau inkontinensia urine
● Sensasi berkemih cukup meningkat
atau panas saat buang air kecil) 3) Monitor eliminasi urine (missal
● Desakan berkemih (urgensi) cukup
● Retensi urine frekuensi,konsistensi,aroma,volume,dan
● Distensi kandung kemih menurun
warna)
● Sering buang air kecil
● Desakan berkemih (urgensi) ● Distensi kandung kemih cukup
menurun Terapeutik :
● Berkemih tidak tuntas cukup 1) Catat waktu dan haluaran Urine
menurun 2) Batasi asupan cairan jika perlu
● Frekuensi BAK cukup membaik 3- 3) Ambil sampel urine tengah (midstream)
4 x/hari atau kultur
● Karakteristik urine cukup membaik Edukasi :
● Sensasi berkemih cukup membaik 1) Ajarkan tanda & gejala infeksi Saluran
● Balance cairan klien seimbang kemih
dalam 24 jam 2) Ajarkan mengukur asupan cairan dan
haluaran urine
3) Ajarkan mengambil spesimen urine
midstream
4) Ajarkan mengenali tanda berkemih dan
waktu yang tepat untuk berkemih
5) Ajarkan terapi mordalitas penguatan
otot-otot panggul/berkemih
6) Anjurkana minum yang cukup,jika tidak
ada kontraindikasi
7) Anjurkan mengurangi minum menjelang
tidur

Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian obat suppositoria
uretra,jika perlu
4. Setelah dilakukan Tindakan keperawatan Manajemen Konstipasi (I.04155)
Konstipasi berhubungan dengan Imobilisasi selama 24 jam
dan Demielinasi (D.0049) Tindakan
1) Eliminasi Fekal membaik L.04033 Observasi :
Batasan karakteristik
2) Status cairan membaik L. 03028 1) Periksa tanda dan gejala konstipasi
2) Periksa Pergerakan usus,karakteristik
● Defekasi kurang dari 2 kali feses (konsistensi,bentuk,volume,warna)
seminggu Kriteria hasil :
3) Identifikasi faktor risiko konstipasi
● Control pengeluaran feses
● Pengeluaran feses lama dan sulit (mis.obat,tirah baring dan diet rendah
meningkat
● Mengejan saat defekasi serat)
● Keluhan defekasi lama cukup
● Feses keras 4) Monitor tanda gejala ruptur usus
menurun
● Peristaltic usus menurun /peritonitis
● Mengejan saat defekasi cukup
● Kelemahan umum menurun
● Teraba massa pada rectal ● Distensi abdomen menurun Terapeutik :
● Peristaltic menurun ● Teraba massa pada rectal menurun 1) Anjurkan diet tinggi serat
● Distensi abdomen ● Konsistensi feses cukup 2) Lakukan masase abdomen ,jika perlu
● Kelemahan umum membaik,lunak dan berbentuk 3) Lakukan evekuasi feses secara manual
● Teraba feses pada rectal ● Frekuensi defekasi cukup membaik ,jika perlu
1x/hari 4) Berikan enema atau irigasi , jika perlu
● Peristaltic usus cukup membaik 5-
30x/mnt Edukasi :
● Intake cairan membaik, minum 1) Jelaskan etiologic masalah dan alasan
2000 liter/hari Tindakan
2) Anjurkan peningkatan asupan cairan ,jika
tidak ada kontraindikasi
3) Melatih Buang Air Kecil secara teratur
4) Ajarkan cara mengatasi
konstipasi/Implikasi
Kolaborasi :
1) Konsultasi pada tim medis tentang
penurunan/peningkatan frekuensi suara
usus
2) Kolaborasi penggunaan obat
pencahar,jika perlu .

5. Setelah dilakukan Tindakan keperawatan Promosi harga diri (I.09308)


Harga Diri Rendah Situasional berhubungan selama 48 jam
dengan perubahan pada citra tubuh, Tindakan
perubahan peran sosial (D.0087) 1) Harga diri klien meningkat L. 09069
Observasi :
2) Citra tubuh meningkat L.09067
1) Identifikasi budaya,agama,ras,jenis
3) Penampilan peran meningkat L.12119
Batasan karakteristik kelamin,dan usia terhadap harga diri
2) Monitor verbalisasi yang merendahkan
Kriteria Hasil : diri sendiri
● Menilai diri negative (mis.tidak
berguna, tidak tertolong) 3) Monitor tingkat harga diri setiap
● Penilaian diri positif meningkat waktu,sesuai kebutuhan
● Merasa malu/bersalah ● Penerimaan penilaian positif terhadap
● Melebih-lebihkan penilaian negatif diri sendiri
tetang diri sendiri ● Minat mencoba hal yang baru Terapeutik :
● Menolak penilaian positif tentang meningkat 1) Motivasi terlibat dalam verbalisasi
diri sendiri ● Berjalan menampakakan wajah positif untuk diri sendiri
● Menolak berinterksi dengan orang meningkat 2) Motivasi menerima tantangan atau hal
lain ● Konsentrasi meningkat baru
● Postur tubuh menunduk ● Kontak mata meningkat 3) Diskusikan pernyataan tentang harga diri
● Sulit berkonsentrasi ● Percaya diri meningkat 4) Diskusikan kepercayaan terhadap
● Kontak mata kurang ● Kemampuan membuat keputusan
penilaian diri
● Lesu dan tidak bergairah meningkat
5) Diskusikan pengalaman yang
● Perasaan malu menurun
● Pasif meningkatkan harga diri
● Perasaan bersalah menurun
● Tidak mampu membuat keputusan 6) Diskusikan persepsi negatif diri
● Perasaan tidak mampu melakukan 7) Diskusikan alasan mengkritik diri atau
apapun menurun rasa bersalah
● Melihat bagian tubuh meningkat 8) Diskusikan penetapan tujuan realistis
● Menyentuh bagian tubuh meningkat untuk mencapai harga diri yang lebih
● Verbalisasi kecacatan bagian tubuh tinggi
meningkat 9) Diskusikan Bersama keluarga untuk
● Verbalisasi perasaan negatif tentang menetapkan harapan dan Batasan yang
perubahan tubuh menurun jelas
● Hubungan social membaik
10) Berikan umpan balik positif atas
● Verbalisasi perasaan cemas menurun
peningkatan mencapai tujuan
● Adaptasi peran meningkat
11) Fasilitasi Lingkungan dan aktivitas yang
● Verbalisasi kepuasan peran meningkat
meningkatkan harga diri
● Dukungan sosial meningkat
● Adaptasi peran meningkat
● Strategi koping yang efektif meningkat Edukasi :
1) Jelaskan kepada keluarga pentingnya
dukungan dalam perkembangan konsep
positif diri pasien
2) Anjurkan mengidentifikasi kekuatan
yang dimiliki
3) Anjurkan mempertahankan kontak mata
saat berkomunikasi dengan orang lain
4) Anjurkan membuka diri terhadap kritik
negatif
5) Anjurkan mengevaluasi perilaku
6) Ajarkan cara mengatasi bullying
7) Latih peningkatan tanggung jawab untuk
diri sendiri
8) Latih pernyataan/Kemampuan positif diri
9) Latih cara berfikir dan berperilaku positif
10) Latih meningkatkan kepercayaan pada
kemampuan dalam menangani situasi

6. Resiko Cedera berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi keperawatan Pencegahan Cedera (1.14537)
kerusakan sensori penglihatan dan kelemahan selama 6 jam
(D.0136) Tindakan
1) Risk Kontrol L.14136
Observasi :
1) Identifikasi area lingkungan yang
Kriteria Hasil : berpotensi menyebabkan cedera
2) Identifikasi obat yang berpotensi
● Klien terbebas dari cedera menyebabkan cedera
● Klien mampu menjelaskan 3) Identifikasi kesesuaian alas kaki atau
cara/metode untuk mencegah cedera
stoking elastis pada ekstremitas bawah
● Klien mampu menjelaskan faktor
resiko dari lingkungan/perilaku
personal Terapeutik :
● Mampu memodifikasi gaya hidup 1) Sediakan pencahayaan yang memadai
untuk mencegah cedera 2) Gunakan lampu tidur selama jam tidur
● Mampu mengenali perubahan status 3) Sosialisasikan pasien dan keluarga
kesehatan dengan lingkungan ruang rawat
(mis.penggunaan telepon ,tempat tidur
4) Gunakan alas lantai jika beresiko
mengalami cedera serius
5) Sediakan alas kaki anti slip
6) Sediakan pispot atau urinal untuk
eliminasi ditempat tidur jika perlu
7) Pastikan bel panggilan atau telepon
mudah dijangkau
8) Pertahankan posisi tempat tidur di posisi
terendah saat digunakan
9) Pastikan roda tempat tidur atau kursi
roda dalam kondisi terkunci
10) Gunakan pengaman tempat tidur sesuai
dengan kebijakan fasilitas pelayanan
Kesehatan
11) Pertimbangkan penggunaan alarm
elektronik pribadi atau alarm sensor pada
tempat tidur atau kursi
12) Diskusikan mengenal Latihan dan terapi
fisik yang diperlukan
13) Diskusikan mengenai alat bantu
mobilitas yang sesuai (mis.tongkat atau
alat bantu jalan )
14) Diskusikan Bersama anggota keluarga
yang dapat mendampingi pasien
15) Tingkatkan frekuensi observasi dan
pengawasan pasien ,sesuai kebutuhan

Edukasi :
1) Jelaskan alasan intervensi pencegahan
jatuh ke pasien dan keluarga
2) Anjurkan berganti posisi secara perlahan
dan duduk selama beberapa menit
sebelum berdiri
Bab 3 : Kesimpulan

Sclerosis multiple (MS) adalah penyakit neurodegeneratif susunan saraf pusat yang ditandai
dengan inflamasi kronik yang menyebabkan lesi demielinisasi multipel. Proses penyakit ini bersifat
autoimun dan mengenai substansia alba susunan saraf pusat, bersifat relaps dan progresif. Sklerosis
multipel adalah penyakit demielinasi kronis yang menyerang selubung mielin neuron dalam sistem saraf
pusat (SSP). Sebagian besar teori menyatakan bahwa sklerosis multipel adalah penyakit virus
imunogenetik, yaitu demielinasi bermedia kekebalan yang dipicu oleh infeksi virus, kemungkinan virus
Epstein-Barr. Beberapa gen mungkin terlibat, tetapi satu - satunya lokus penyakit yang diidentifikasi
secara konsisten adalah kompleks gen antigen leukosit manusia (human leukocyte antigen [HLA]) yang
terdapat pada kromosom 6. Hipotesis yang paling banyak dikemukakan adalah etiologi autoimun yang
hanya menyerang sistem saraf pusat dan tidak mengenai sistem saraf perifer. Mielin adalah bahan
berbentuk lemak yang sangat konduktif yang mengelilingi akson dan mempercepat konduksi impuls
saraf di sepanjang akson. Meskipun plak dapat terjadi dimana saja di bagian putih SPP, daerah yang
paling sering terkena adalah saraf optic, serebrum, dan tulang belakang servikal.
Pembahasan Jurnal

The Multiple Sclerosis Care Unit


Per Soelberg Sorensen, Gavin Giovannoni, Xavier Montalban, Christoph Thalheim, Paola Zaratin and
Giancarlo Comi

Keywords:
PATIENT, SCLEROSIS, TREATMENT, MULTIPLE SCLEROSIS, MULTIPLE, THERAPY, Care
Unit, NEUROLOGIST, MANAGEMENT, MULTIDISCIPLINARY

Meskipun tujuan utama pendirian Unit Perawatan MS adalah untuk menawarkan manajemen
penyakit yang tepat dan mulus kepada satu pasien MS untuk meningkatkan kepuasan dan kualitas hidup
pasien, bahkan mungkin hemat biaya bagi masyarakat dengan mempertahankan kemampuan kerja dan
mengurangi biaya bantuan di rumah dan perawatan kustodian dengan menjaga orang-orang dengan MS
Pengobatan multiple sclerosis (MS) lebih kompleks daripada pengobatan stroke akut dan
amyotrophic lateral sclerosis. Bahkan terapi simtomatik telah menjadi lebih luas, yang melibatkan
berbagai perawatan untuk spastisitas, kandung kemih, usus dan gangguan seksual, nyeri, kelelahan dan
gangguan kognitif. Pengobatan multiple sclerosis (MS) telah menjadi semakin beragam dan tidak hanya
terdiri dari berbagai obat pengubah penyakit dengan mekanisme aksi yang berbeda tetapi juga berbagai
terapi simtomatik
Sebuah studi baru-baru ini menganalisis tanggapan dari ahli saraf MS di beberapa negara Eropa
mengenai pilihan terapi untuk berbagai situasi klinis, pemantauan yang akurat dari respons pengobatan
dan peralihan cepat ke DMT alternatif hanya dapat dimungkinkan jika kontak pasien dengan ahli saraf
yang merawat difasilitasi oleh pengaturan bantuan yang sesuai.
Baik pasien dengan bentuk MS yang kambuh dan progresif dapat mengambil manfaat dari
pendekatan multidisiplin. Manajemen cenderung berfokus sebagian besar pada fisioterapi dan terapi
okupasi yang bertujuan terutama pada kompensasi kecacatan, tetapi juga menuju pemulihan fungsional,
sehingga pasien dapat melanjutkan aktivitas mereka. (Soelberg Sorensen et al., 2019)
Daftar Pustaka

Dobson, R., & Giovannoni, G. (2019). Multiple sclerosis – a review. European Journal of Neurology,
26(1), 27–40. https://doi.org/10.1111/ene.13819

Riwanti Estiasari. (2017). Sklerosis Multipel. Cdk, 41(6), 425–427.

Suryo, J. C. (2021). Sklerosis Multipel: Diagnosis dan Tatalaksana. Cermin Dunia Kedokteran, 48(8),
296. https://doi.org/10.55175/cdk.v48i8.1446

Thomas, F. P. (2012). Multiple Sclerosis. Pathy’s Principles and Practice of Geriatric Medicine: Fifth
Edition, 1(3), 823–833. https://doi.org/10.1002/9781119952930.ch70

Jafar. Yohanes.2017.Tatalaksana Multiple Sclerosis.Jakarta.Continuing Medical Education. (CDK-


250/ vol. 44 no. 3)

Black, M. Joyce. (2014) Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk Hasil yang Diharapkan
Edisi 8 jilid 3. Singapura, Elsevier

Tim Pokja SDKI PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia – Definisi dan
indikator diagnostic Edisi 1 Cetakan III. DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan II.
DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan II
.DPP PPNI
Soelberg Sorensen, P., Giovannoni, G., Montalban, X., Thalheim, C., Zaratin, P., & Comi, G. (2019).
The Multiple Sclerosis Care Unit. Multiple Sclerosis Journal, 25(5), 627–636.
https://doi.org/10.1177/1352458518807082
Lampiran : Rubrik Penilaian Makalah dan Presentasi

Kelompok : VI

Topik/ Judul Makalah : Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Multiple Sclerosis
Hari/Tanggal : Selasa, 20 September 2022

ASPEK PENILAIAN
A. LAPORAN / MAKALAH

No Item Penilaian Kurang Cukup Baik Sangat Baik


(45-55) (56-72) (72-79) (80-100)
1. Sistematika Penulisan

2. Komponen Makalah: Konsep Penyakit


3. Komponen Makalah: Proses Keperawatan
4. Referensi
Catatan Perbaikan :

B. PRESENTASI KELOMPOK

No Item Penilaian Kurang Cukup Baik Sangat Baik


(45-55) (56-72) (72-79) (80-100)
1. Media Penyajian (PPT)

2. Ketepatan Waktu Presentasi


3. Kerjasama Tim (Partisipasi Anggota Tim)
4. Kepercayaan diri

Catatan Perbaikan :
C. SESI DISKUSI

No NIM Nama Sikap Komunikasi Penguasaan Catatan


Materi
1. 2019081024411 Andika S Ardi

2. 2020081024141 Ekaristi W. S.
Yumte

3. 2020081024185 Gracia A Natalie

4. 2020081024137 Hudaya Kusuma

5. 2020081024162 Martha Kedeikoto

6. 2020081024157 Veronika Tekege

Anda mungkin juga menyukai