Dosen Pembimbing :
Dr. Supriyanto S.Kp., M.Kes
Disusun Oleh :
DEWAN PENGUJI
Ketua Penguji
: …………………..…………
Penguji Anggota :
1. ………………………………. : ………………………………….
2. ………………………………. : …………………………………..
Mengetahui,
Ketua Program Studi DIII Keperawatan Soetomo
Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Surabaya
i
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan YME, atas
berkat dan rahmat-Nya Laporan Asuhan Keperawatan Medikal Bedah ini dapat
dibuat dan disampaikan tepat pada waktunya.
Adapun penulisan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas
Keperawatan Medikal Bedah tentang Laporan “Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah Pada Klien Dengan Multiple Sclerotik”. Kami ucapkan terima kasih
kepada Dr. Supriyanto S.Kp., M.Kes selaku pembimbing dan tidak lupa kepada
Pasien dan keluarga selaku Klien dalam pembuatan Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah ini. Kami berharap dengan adanya Laporan Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah ini dapat menjadi salah satu sumber literatur atau sumber informasi
peengetahuan bagi pembaca.
Kami menyadari bahwa Laporan Asuhan Keperawatan Medikal Bedah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, Kami memohon maaf jika ada
hal-hal yang kurang berkenan dan Kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun untuk menjadikan ini lebih sempurna. Semoga Laporan ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................1
1.3 Tujuan.............................................................................................2
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................25
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
1.3 Tujuan
1 Untuk mengetahui definisi dari multiple sklerosis
2 Untuk mengetahui etiologi dari multiple sklerosis
3 Untuk mengetahui klasifkasi dari multiple sklerosis
4 Untuk mengetahui patofisiologi dari multiple sklerosis
5 Untuk mengetahui manifestasi klinis dari multiple sklerosis
6 Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic untuk multiple sklerosis
7 Untuk mengetahui penatalaksanaan dari multiple sklerosis
8 Untuk mengetahui komplikasi dari multiple sclerosis
9 Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada klien multiple
sklerosis
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Multipel sklerosis yang dulu disebut juga sklerosis diseminasi adalah
penyakit degeneratif, bersifat kronis dan progresif yang merusak myelin pada
sususan saraf pusat (Hickey, 2008)
Multiple sclerosis (MS) merupakan keadaan kronis, penyakit degeneratif
dikarakteristikkan oleh adanya bercak kecil demielinasi pada otak dan medulla
spinalis. Demielinasi menunjukkan kerusakan myelin yaklni adanya material
lunak dan protein disekitar serabut-serabut saraf otak. Myelin adah Substansi
putih yang menutupi serabut saraf yang berperan dalam konduksi saraf normal
(konduksi salutatory).
MS merupakan salah satu gangguan neurologik dimana onset terjadinya
multipel sklerosis rata-rata terjadi di usia 20 dan 40 tahun. Multipel sklerosis
umumnya terjadi pada usia dewasa muda dan sekitar 20% mengalami onset
awal di usia 40 dan 50 tahun. Penyakit ini lebih sering terjadi wanita dari
pada pria. sklerosis multipel berasal dari banyaknya daerah jaringan parut
(sklerosis) yang mewakili berbagai bercak demielinasi dalam sistem saraf.
Pertanda neurologis yang mungkin dan gejala dari sklerosis multipel sangat
beragam sehingga penyakit ini tidak terdiagnosis ketika gejala pertamanya
muncul.
2.2 Etiologi
Penyebab terjadi multipel sklerosis masih belum diketahui secara pasti.
Namun, para ilmuwan memperkirakan bahwa terdapat beberapa faktor
penyebab terjadinya multipel sklerosis. Penyebab MS belum diketahui secara
pasti namun ada dugaan berkaitan dengan virus dan mekanisme autoimun
(Clark, 1991).
Kerusakan myelin pada MS mungkin terjadi akibat respon abnormal dari
sistem kekebalan tubuh, yang seharusnya melindungi tubuh dari serangan
organisme berbahaya (bakteri dan virus).
- Gangguan autoimun (kemungkinan dirangsang / infeksi virus)
- Genetik
- Kelainan pada unsur pokok lipid mielin
- Racun yang beredar dalam CSS
- Infeksi virus pada SSP
3
Ada beberapa Faktor-faktor pemicu dan yang dapat memperburuk
(eksaserbasi ) multipel sklerosis yaitu :
- Kehamilan
- Infeksi yang disertai demam
- Stress emosional
- Cedera
2.3 Klasifikasi
Menurut Basic Neurologi (Mc. Graw Hill,2000),ada beberapa kategori
sklerosis multipel berdasarkan progresivitasnya adalah :
1. Relapsing Remitting sklerosis multipel
Ini adalah jenis MS yang klasik yang sering kali timbul pada akhir usia
belasan atau dua puluhan tahun diawali dengan suatu erangan hebat yang
kemudian diikuti dengan kesembuhan semu.Yang dimaksud dengan
kesembuhan semu adalah setelah serangan hebat penderita terlihat
pulih.Namun sebenarnya,tingkat kepulihan itu tidak lagi sama dengan tingkat
kepulihan sebelum terkena serangan.sebenarnya kondisinya adalah sedikit
demi sedikit semakin memburuk.jika sebelum terkena serangan hebat pertama
penderita memiliki kemampuan motorik dan sensorik, Hampir 70% penderita
sklerosis multipel pada awalnya mengalami kondisi ini, setelah beberapa kali
mengalami serangan hebat, jenis sklerosis multipel ini akan berubah menjadi
Secondary Progressiv sklerosis multipel
2. Primary Progresssiv MS
Pada jenis ini kondisi penderita terus memburuk ada saat – saat penderita
tidak mengalami penurunan kondisi, namun jenis sklerosis multipel ini tidak
mengenal istilah kesembuhan semu. Tingkat progresivitanya beragam pada
tingakatan yang paling parah, penderita sklerosis multipel jenis ini biasa
berakhir dengan kematian.
3. Secondary Progressiv sklerosis multipel
Ini adalah kondisi lanjut dari Relapsing Remitting sklerosis multipel. Pada
jenis ini kondisi penderita menjadi serupa pada kondisi penderita Primary
Progresssiv sklerosis multipel.
4. Benign sklerosis multipel
Sekitar 20% penderita sklerosis multipel jinak ini. Pada jenis sklerosis
multipel ini penderita mampu menjalani kehidupan seperti orang sehat tanpa
begantung pada siapapun. Serangan – serangan yang diderita pun umumnya
4
tidak pernah berat sehingga para penderita sering tidak menyadari bahwa
dirinya menderita sklerosis multipel.
2.4 Patofisiologi
Neuron atau sel saraf memiliki sebuah badan sel. Terdapat dua macam
serabut saraf yang keluar dari badan sel yaitu dendrit dan akson. Dendrit
berfungsi mengirimkan impuls ke badan sel saraf sedangkan akson berfungsi
mengirimkan impuls dari badan sel ke jaringan yang lain. Akson ditutupi oleh
lapisan lemak yang disebut lapisan myelin. Myelin merupakan kumpulan sel
Schwan yang berfungsi melindungi akson dan memberikan nutrisi. Sel
Schwan adalah sel glia yang membentuk selubung lemak. Myelin
menfasilitasi dalam konduksi saraf.
Pada kasus multipel sklerosis pemicu terjadinya kerusakan myelin belum
diketahui secara pasti. Namun suatu teori menyatakan bahwa adanya serangan
reaksi autoimun yang disebabkan oleh infeksi virus dan toksin lingkungan
serta dipengaruhi oleh faktor genetik individu. Respon imun memicu
kerusakan selaput myelin yang menyelimuti saraf pusat. Proses yang disebut
demyelinasi ini disertai dengan edema dan inflamasi. Adanya inflamasi kronis
dan terbentuknya jaringan parut menyebabkan konduksi impuls saraf menjadi
terganggu atau menjadi lambat. Antibodi myelin protein spesifik ditemukan di
serum dan cairan serebrospinal pada pasien yang menderita multipel sklerosis.
Sel T limfosit merusak myelin juga dilibatkan dalam proses autoimun untuk
merusak myelin dan terjadi inflamasi. Remyelinasi sel saraf dapat terjadi tapi
prosesnya lambat dan dapat terjadi perbaikan sehingga gejala yang terjadi
dapat berkurang.
5
- Pasien mendapat 2 serangan dari gangguan neurologi (tiap serangan
lebih dari 24 jam dan berlangsung lebih dari 1 bulan, atau
- Perkembangan gejala yang progresif secara perlahan selama periode
paling sedikit 6 bulan
Multiple sclerosis memiliki kondisi yang sangat variabel dan gejala-
gejalanya bergantung pada area sistem syaraf pusat yang terserang. Tidak ada
pola khusus pada MS dan setiap penderita MS memiliki kekhasan gejalanya
sendiri-sendiri, yang bentuknya dari waktu ke waktu bervariasi dan tingkat
keparahan serta jangka waktunya pun dapat berubah, dan semua variasi dan
perubahan itu dapat terjadi bahkan pada penderita yang sama. Gejala-gejala
umum tersebut adalah:
1. Gangguan Sensorik
Gangguan sensorik merupakan gejala awal yang paling sering ditemukan
pada MS (21-55%) dan berkembang/timbul hampir pada semua pasien MS.
Biasanya pasien sering datang dengan keluhan rasa baal atau kesemutan
dimulai pada satu kaki yang merambat keatas (ascending) pada satu sisi
kemudian kesisi yang lain (kontra sisi).
- Penglihatan kabur
- Penglihatan membayang (diplopia)
- Neuritis optikal
- Pergerakan mata yang tak terkontrol
- kebutaan (sangat jarang terjadi)
- Hipestesi (baal), parestesi (kesemutan), disestesi (rasa terbakar).
Hipestesi merupakan gejala yang tersering muncul. Gangguan ini
dapat timbul disemua daerah distribusi, satu atau lebih dari satu
anggota gerak,wajah atau badan (trunkal).
2. Gangguan Motorik
Gejala awal motorik ditemukan pada 32-41% kasus MS dan lebih dari
60% kasus MS mempunyai gejala motorik.Gangguan motorik terjadi akibat
terlibatnya traktus piramidalis yang menyebabkan kelemahan,spastisitas,
gangguan gerakan tangkas, dan hiperfleksi. Gangguan ini dapat timbul akut
atau kronik progresif dengan kelemahan satu atau lebih anggota gerak,
kelemahan otot wajah, kekakuan tungkai yang dapat menyebabkan gangguan
dalam berjalan dan keseimbangan atau terjadi suatu spastisitas. Latihan atau
panas biasanya menyebabkan gejala memburuk.
- hilang keseimbangan tubuh
- Gemetar (tremor)
6
- ketidakstabilan kemampuan berjalan (ataksia)
- kekakuan anggota tubuh
- gangguan koordinasi
- perasaan lemah: pada kasus tertentu hal ini dapat mempengaruhi kaki
dan kemampuan berjalan
- kekakuan otot yang dapat mempengaruhi mobilitas dan cara berjalan
7
Masalah kognitif seperti kesulitan berkonsentrasi,gangguan memori, dan
gangguan mental terdapat pada 40-70 % pasien MS. Banyak penderita MS
meninggalkan pekerjaannya akibat masalah diatas. Pada ± 10% kasus,
disfungsi mental berat dan demensia dapat tejadi. Gangguan ini mungkin
berhubungan dengan depresi yang dilaporkan ditemukan pada 25-50% kasus
MS.
Ada beberapa penelitian yang mengatakan bahwa depresi pada MS bukan
karena masalah psikologi,umur atau lamanya menderita penyakit tetapi
dipengaruhi oleh jumlah lesi yang ditemukan pada gambaran MRI (Swirsky-
Sacchetti T et al 1992). Atrofi otak, pembesaran ventrikel dan menipisnya
korpus kalosum juga penyebab gejala gangguan kognitif diatas.
8. Gangguan Nervus Cranialis
- Gangguan Penciuman : Gangguan penciuman sering ditemukan terjadi
pada kasus MS.
- Gangguan Penglihatan :
Neuritis Optika (ON) adalah gangguan penglihatan yang paling sering
terjadi 14-23% kasus dan 50% ,biasanya muncul secara akut atau subakut dan
unilateral dengan diikuti rasa nyeri pada mata terutama dengan adanya
gerakan bola mata. Neuritis Optika bilateral sangat jarang terjadi, bila
ditemukan biasanya asimetris dan lebih berat pada satu mata. Neuritis optika
bilateral biasanya terjadi pada anak dan ras Asia.
- Gangguan Gerakan Bola Mata
Gangguan gerakan bola mata sering terjadi pada pasien MS biasanya
berhubungan dengan gangguan saraf penggerak bola mata, Nervus cranial
VI,III dan jarang pada nervus VI. Nistagmus adalah gejala yang paling sering
muncul (Dell’Osso,Daroff,Troost,1990) berupa “jelly like nystagmus”berupa
gerakan cepat dengan amplitudo kecil, pendular. Internuklear ophtalmoplegia
(INO) juga sering ditemukan, dan bila ditemukan bilateral biasanya
didapatkan juga adanya nistagmus vertical dan upward gaze.
- Gangguan Nervus Kranial lain.
Gangguan sensasi pada wajah ,subjektif maupun objektif sering
ditemukan. Ditemukannya trigeminal neuralgia pada dewasa muda mungkin
merupakan gejala awal dari MS. Hemifasial spasme,paresis wajah tanpa
adanya gangguan pengecap dapat ditemukan.Vertigo dilaporkan merupakan
gejala yang ditemukan pada 30-50% kasus MS dan biasanya berhubungan
dengan kelainan nervus kranialis, biasanya ditemukan hipo atau hiperakusis.
Bisa juga terjadi gangguan pendengaran dan biasanya unilateral. Gangguan
8
yang berhubungan dengan Nervus Kranial IX,X dan XII biasanya terjadi
disfagia.dan biasanya merupakan gejala akhir yang muncul.
2.7 Penatalaksanaan
Tujuan dari pengobatan atau penatalaksanaan multiple sklerosis adalah
menghilangkan gejala dan membantu fungsi klien.
A. Penatalaksanaan farmakoterapi
1. Terapi obat untuk fase akut :
- Kortikosteroid dan ACTH : Digunakan sebagai agens anti-inflamasi yang
dapat meningkatkan konduksi saraf. Pemberian awal dapat dimulai dari
Metilprednisolon 0.5-1 g IV selama 3 -7 hari dan dosisnya diturunkan
60mg perhari selama 3 hari berturut-turut sampai 10 mg per hari. Dosis oral
dapat diberikan sama dengan IV kecuali penurunan dosis 60 mg selama 5-7
hari.
2. Terapi obat untuk menurunkan jumlah kekambuhan
- Beta interferon ( betaseron ) : Digunakan dalam perjalanan relapsing-
remittting, dan juga menurunkan secara signifikan jumlah dan beratnya
eksaserbasi. Interferon tidak dapat diberikan dengan dosis tunggal
tetapi harus di kombinasikan dengan 3 jenis obat yaitu alfa, beta dan
gamma interferon. Alfa dan beta diproduksi dari sel yang terinfeksi
virus. Beta interferon menurunkan frekuensi kambuhnya MS. Rute
9
pemberian obat melalui subkutan dan lebih baik lagi pemberian melalui
intratekal atau IM. Dosis pada orang dewasa 3-9 juta unit SC
3x/minggu selama 6 bulan. Obat lain yang dapat menurunkan frekuensi
kambuhnya MS adalah : copolymer 1 dan azathioprine.
3. Baklofen : sebagai agens antispasmodic merupakan pengobatan yang
dipilih untuk spastisitas. Klien dengan spastisitas beret dan kontraktur
memerlukan blok saraf dan intervensi pembedahan untuk mencegah
kecacatan lebih lanjut.
4. Imunosupresan (immunosuppressant) dapat menstabilkan kondisi
penyakit
5. Terapi obat lain : cycloscospamid, total limpoid irradiation ( TLI).
B. Terapi suportif
1. Terapi suportif diberikan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan
mempertahankan kondisi pasien agar tetap stabil. Fisioterapi dan terapi
okupasi diberikan untuk mempertahankan tonus dan kekuatan otot serta
ditambah dengan obat untuk relaksasi otot untuk mengurangi
ketidaknyamanan dan nyeri karna spastik.
C. Blok saraf dan pembedahan : Dilakukan jika terjadi spastisitas berat dan
kontraktur untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
2.8 Komplikasi
Komplikasi yang biasanya terjadi pada multiple skleriosis adalah :
1. Disfungsi pernafasan
2. Infeksi kandung kemih, system pernafasan dan sepsis
3. Komplikasi dari imobilitas
10
Identitas klien meliputi nama, umur (lebih sering pada kelompok
dewasa muda, antara 18-40 tahun), jenis kelamin (lebih sering
menyerang wanita dibandingkan dengan pria), pendidikan, alamat,
pekarjaan, agama,suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit,
nomor register, dan diagnose medis.
Keluhan utama yang sering menjadi alas an kilen dan keluarga untuk
meminta pertolongan kesehatan adalah kelemahan anggota gerak,
penurunan daya ingat, serta gangguan sensorik dan penglihatan.
2. Riwayat penyakit saat ini
Pada anamnesis, klien sering mengeluhkan parestesia (baal, persaan
geli, perasaan “mati”, tertusuk-tusuk jarum dan peniti”), penglihatan
kabur, lapang pandang semakin menyempit, dan mengeluh tungkainya
seakan-akan meloncat secara spontan terutama apabila ia sedang berada
ditempat tidur. Merasa lelah dan berat pada satu tungkai dan pada
waktu berjalan terlihat jelas kaki yang sebelah terseret maju, dan
pengontrolan kurang sekali.
Pada beberapa kasus, keluarga sering mengeluhkan bahwa klien
sering bertingkah laku euphoria, suatu perasaan sering mengeluhkan
bahwa klien sering bertingkah laku euphoria, suatu perasaan senang
yang tidak realities. Ini diduga disebabkan terserangnya subtansia alaba
lobus frontalis. Pada tahap lanjut daripenyakit, klien sering
mengeluhkan retensi akut dan inkontinensia.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat infeksi
pada masa kanak-kanak. Namun hubungan riwayat infeksi virus yang
menyerang pada masa kanak-kanak belum diketahui bagaimana
menyebabkan multiple sklerosis pada waktu mulai mengijak masa
dewasa muda, virus campak (rubella) diduga sebagai penyebab
penyakit ini.
4. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit ini sedikit lebih banyak ditemukan diantara keluarga yang
pernah menderita penyakit tersebut, yaitu kira-kira 6-8 kali lebih sering
pada keluarga dekat. Masih dipertanyakan apakah meningkatnya kasus
pada keluarga diakibatkan oleh predisposisi genetic (tak terdapat pola
herediter).
5. Pengkajian psiko social
11
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai
respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat. Adanya perubahan hubungan dan peran
karena klien mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat
gangguan berbicara. Pola persepsi dan konsep diri didapatkan klien
merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak
kooperatif. Perubahan yang terpenting pada klien dengan penyakit
multiple sklerosis adalah adanya gangguan efek, berupa euphoria.
Keluhan lain yang melibatkan gangguan serebri dapat berupa hilangnya
daya ingat dan demensia. Masalah-masalah emosi,social, pernikahan,
ekonomi, pendidikan yang dihadapi klien juga dapat menjadi akibat
dari penyakit.
6. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarahkan pada keluhan-
keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data
dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaliknya dilakukan
persistem (B1-B6) dan terarah dengan focus pemeriksaan fisik pada
pemeriksaan B3 (brain) dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari
klien.
a. Keadaan umum
Klien dengan multiple sklerosis umumnya tidak mengalami
penurunan kesadaran. Adanya perubahan tanda-tanda vital meliputi
bradikardi, hipotensi, dan penurunan frekuensi pernapasan yang
berhubungan dengan bercak lesi di medulla spinalis.
B1 (breathing)
Pada umumnya klien dengan multiple sklerosis tidak
mengalami gangguan pada system pernapasan. Pada
beberapa klien yang telah lama menderita multipel
sklerosis akan mengalami gangguan fungsi pernapasan. ini
terjadi akibat tirah baring dalam jangka waktu yang lama.
Pemeriksaan fisik didapat meliputi:
- Inspeksi
Didapatkan klien batuk atau mengalami penurunan
kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan
12
produksi sputum, sesak napas, dan penggunaan otot
bantu napas.
- Palpasi
Didapatkan taktil fermitus seimbang kanan dan kiri
- Perkusi
Didapatkan adanya suara resonan pada seluruh lapang
paru
- Auskultasi
Didapatkan bunyi napas tambahan seperti napas
berbunyi stridor, ronkhi pada klien dengan
peningkatan produksi secret, dan kemampuan batuk
yang menurun yang sering didapatkan pada klien
dengan inaktivitas.
B2 (blood)
Pada umumnya klien dengan multiple sklerosis tidak
mengalami gangguan pada system kardiovaskuler. Akibat
dari tirah baring lama dan inaktivitas biasanya klien
mengalami hipotensi postural.
B3 (brain)
Pengkajian B3 (brain) merupakan pemeriksaan focus dan
lebih lengkap dibandingkan pengakajian pada system
lainnya.
b. Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran klien biasanya compos mentis.
c. Pemeriksaan fungsi serebri
Status mental : biasanya statuts mental klien mengalami perubahan
yang berhubungan dengan penurunan status kognitif, penurunan
persepsi, dan penurunan memori baik jangka pendek dan jangka
panjang. Adanya gangguan efek berupa euphoria merupakan tanda
yang khas pada klien multiple sklerosis.
d. Pemeriksaan saraf cranial
Saraf 1: biasanya pada klien multiple sklerosis tidak ada
kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelaianan.
Saraf II: hasil tes ketajaman penglihatan mengalami
perubahan penurunan ketajaman penglihatan. Sejumlah besar
klien menderita gangguan penglihatan sebagai gajala-gejala
awal. Dapat terjadi kekaburan penglihatan, lapang pandang,
13
yang abnormal dengan bintik buta (skotoma) baik pada satu
ataupun pada kedua mata. Salah satu mata mungkin
mengalami kebutaan total. Gangguan-gangguan visual ini
diakibatkan oleh neuritis saraf optikus. Lesi pada batang otak
yang menyerang nucleus atau serabut-serabut traktus pada
otot-otot ekstraokuler dan nistagmus (gerakan osilasi bola mata
yang cepat dalam arah horizontal atau vertikal).
Saraf III, IV, dan VI
Pada beberapa kasus multiple sklerosis biasanya tidak di
temukan adanya kelainan pada saraf ini.
Saraf VI
Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada saraf ini.
Saraf VII
Persepsi pengecapan dalam batas noramal.
Saraf VIII
Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
Saraf IX dan X
Didapatkan kesulitan dalam menelan makanan yang
berhubungan dengan perubahan status kognitif (klien tidak
kooperatif)
Saraf XI
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Saraf XII
Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi. Indra pengecapan normal.
e. Sistem motoric
Kelemahan spatik anggota gerak dengan manifestasi berbagai
gejala. Meliputi kelemahan anggota gerak pada satu sisi tubuh atau
terbagi secara asimetris pada keempat anggota gerak. Merasa lelah
dan berat pada satu tungkai dan pada waktu berjalan terlihat jelas
kaki yang sebelah terseret maju dan pengontrolannya kurang
sekali. Klien dapat mengeluh tungkainya seakan-akan meloncat
secara spontan terutama apabila ia sedang berada ditempat tidur.
Keadaan spastis yang lebih berat disertai dengan spasme otot yang
nyeri.
f. Pemeriksaan refleks
14
Refleks tendon hiperaktif dan refleks-refleks abdominal tidak ada.
Respon plantar, tanda ini merupakan indikasi terserangnya lintasan
kortikospinal.
g. Sistem sensorik
Gangguan sensorik berupa parestesia (baal, perasaan geli, perasaan
mati, tertusuk-tusuk jarum dan peniti)
B4 (blandder)
Disfungsi kandung kemih. Lesi pada traktus kortikospinal
menimbulkan gangguan pengaturan sfingter sehingga
timbul keraguan untuk berkemih, frekuensi, dan urgensi
berkemih yang menunjukkan berkurangnya kapasitas
kandung kemih yang spastis. Kecuali itu juga timbul
retensi akut dan inkontinensia.
§ B5 (bowel)
Pemenuhan nutrisi berkurang yang berhubungan dengan
asupan nutrisi yang kurang karena kelemahan fisik umum
daan perubahan status kognitif. Karena penurunan aktivitas
umum lien sering mengalami konstipasi.
§ B6 (bone)
Pada beberapa keadaan kilen multiple sklerosis biasanya
didapatkan adanya kesulitan untuk beraktivitas karena
kelemahan spastic anggota gerak. Kelemahan anggota
gerak pada satu sisi tubuh atau terbagi secara asimetris
pada keempat anggota gerak. Merasa lelah dan berat pada
satu tungkai, pada waktu berjalan terlihat jelas kaki yang
sebelah terseret maju dengan pengontrolan yang kurang
sekali. Klien dapat mengeluh tungkainya seakan-akan
meloncat secara spontan terutama apabila ia sedang berada
ditempat tidur. Keadaan spastic yang berat di sertai dengan
spasme otot yang nyeri. Adanya gangguan keseimbangan
dan koordinasi dalam melakukan pergerakan karena
perubahan pada gaya berjalan dan kaku pada seluruh
gerakan memberikan resiko pada trauma fisik bila
mlakukan aktivitas.
Resiko dari multiple sklerosis terhadap system ini berupa
komplikasi sekunder seperti resiko kerusakn integritas
jaringan kulit (dekubitus) akibat penekanan setempat ari
15
tirah baring lama, deformitas, kontraktur, dan edema,
dependen pada kaki.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kelemahan,
paresis, dan spastisitas.
2. Resiko tinggi cedera yang berhubungan dengan kerusakan sensorik
dan penglihatan, dampak tirah baring,lama, dan kelemahan spastis.
3. Resiko tinggi gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan
tirah baring lama
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan intake nutrisi yang tidak adekuat.
5. Kerusakan komunikasi verbal yang behubungan dengan disatria,
ataksia serebri sekunder dari kerusakan serebri.
6. Deficit perawatan diri (makan, minum,berpakaian, higiene) yang
berhubungan dengan perubahan kemampuan merawat diri sendiri,
kelemahan fisik spastis.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Sasaran utama untuk klien peningkatan mobilitas fisik, menghindari
cedera, pencapaian kontinens kandung kemih dan usus, perbaiakn fungsi
kognitif, perkembangan kekuatan koping, perbaikan perawat diri, dan
adaptasi terhadap disfungsi seksual. Program individu terhadap terapi
fisik, rehabilitas, dan pengetahuan dikombinasi dengan dukungan emosi.
Intervensi keperawatan bertujuan meningkatkan pengetahuan klien untuk
memungkinkan.
1) Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kelemahan, paresis, dan
spastisitas.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, klien
dapat melaksanakan aktivitas fisik sesuai kemampuan dengan. menunjukkan
tindakan untuk meningkatkan mobilitas fisik.
kriteria hasil : klien dapat ikut serta dalam program latihan.
Tidak terjadi kontraktur sendi
Bertambahnya kekuatan otot.
INTERVENSI RASIONAL
a) Kaji mobilitas yang ada dan 1. Mengetahui tingkat kemampuan
observasi terhadap peningkatan klien dalam melakukan aktivitas.
kerusakan. Kaji secar ateratur fungsi
16
motorik.
2. Modifikasi peningkatan 2. Untuk menguatkan otot yang lemah
mobilitas fisik. karena penurunan kekuatan otot adalah
masalah signifikan pada klien ini.
17
INTERVENSI RASIONAL
1. Pertahankan tirah baring dan 1. Ramentulang rangsang nyeri akibat
imobilisasi sesuai indikasi gesekan antara fragen tulang dengan
jaringan lunak disekitarnya.
18
INTERVENSI RASIONAL
1. Anjurkan untuk melakukan 1. Meningkatkan aliran darah ke
latihan ROM dan mobilisasi jika seluruh tubuh
mungkin.
2. Ubah posisi tiap 2 jam 2. Menghindari tekanan dan
menungkatkan aliran darah.
3. Gunakan pengajal lunak di 3. Menghindari tekanan yang
bawah daerah –daerah (tulang) yang berlebihan pada daerah (tulang) yang
menonjol. menonjol
4. Lakukan masase pada daerah 4. Menghindari kerusakan-
(tulang) yang menonjol baru kerusakan kapiler.
mengalami tekanan pada waktu
berubah posisi.
5. Bersihkan dan keringkan kulit, 5. Meningkatkan integritas kulit
jagalah tenun tetap kering. dan mengurangi resiko kelembaban
kulit.
19
Klien dianjurkan untuk
menguyah pertama kali pada satu sisi
mulut dan kemudian ke sisi lain.
Untuk mengontrol saliva, klien
dianjurkan untuk menahan kepala tetap
tegak dan membuat keadaan sadar untuk
menelan.
Masase otot wajah dan leher
sebelum makan dapat membantu.
Berikan makanan kecil dan lunak.
4. Anjurkan pemberian cairan 2500 4. Mencegah terhadinya dehidrasi
cc/hari selama terjadi gangguan jantung. akibat penggunaan ventilator selama
klien tidak sadar dari mencegah
terjadinya konstipasi.
5. Lakukan pemeriksaan 5. Memberikan informasi yang
laboratorium yang diindikasikan, seperti tepat tentang keadaan nutrisi yang
serum, transferin, BUN/ kreatinin, dan dibutuhkan klien.
glukosa
20
f) Defisit perawatan diri (makan, minum,berpakaian, higiene) yang
berhubungan dengan perubahan kemampuan merawat diri sendiri, kelemahan fisik
spastis.
Tujuan : dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, terjadi peningkatan
dalam perilaku perawatan diri.
Kriteria hasil :klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan
merawat diri dan mengidentifikasi personal/ keluarga yang dapat membantu.
INTERVENSI RASIONAL
1. kaji kemampuan dan tingkat 1. membantu dalam mengantisipasi dan
penurunan dan skala 0-4 untuk merencanakan pertemuan kebutuhan
melakukan ADL individual.
2. hindari apa yang tidak dapat 2. Untuk mencegah frustasi dan
dilakukan klien dan bantu bila perlu. merendahkan harga diri klien
3. ajarkan dan dukung klien selama 3. Untuk meningkatkan perawatan diri.
aktivitas.
4. modifikasi lingkungan 4. untuk mengompensasi
ketidakmampuan fungsi.
5. identifikasi kebiasaan defekasi. 5. meningkatkan latihan menolong,
Anjurkan minum dan meningkatkan mencegah konstipasi
aktivitas.
(arif muttaqin, 2008, hal: 376 )
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan keperawatan untuk
mencapai tujuan yang spesifik, dimana tahapan Implementasi dimulai setelah
rencana tindakan keperawatan disusun untuk membantu pasien mencapai
tujuan yang diharapkan.
E. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual unuk melengkapi proses keperawatan
yang menendakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan
keperawatan dan pelaksanaanya sudah berhasil dicapai
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sklerosis multipel merupakan penyakit pada sistem Persyarafan yang ditandai
dengan lemah, mati rasa, hilnganya fungsi pendengaran dan penglihatan yang
biasanya terjdi pada umur 18-40 tahun dan kapan saja. Sklerosis multipel timbul
karena pola makan yang tidak teratur, pola diet, penggunaan obat, konsumsi
alcohol, merokok dan kurang beraktifitas. Klien perluh diberikan pendidikan
kesehatan tentang pencegahan,dan pengobatan agar dapat menjaga kesehatannya.
3.2 Saran
Sebagai perawat disarankan untuk memberi dukungan kepada pasien, dan
menganjurkan pasien maupun keluarga untuk tidak putus asa terhadap
kemungkinan buruk yang akan terjadi, serta menganjurkan pasien untuk
mengikuti terapi yang dianjurkan. Selain itu juga perawat harus memperhatikan
personal hygiene untuk mengurangi dampak yang terjadi pada saat memberikan
pelayanan kesehatan pada penderita multiple skleriosis
22
DAFTAR PUSTAKA
23