Oleh
Denpasar
Tahun 2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Menjelaskan Pengertian Multipel Sklerosis
1.3.2 Menjelaskan Etiologi Multipel Sklerosis
1.3.3 Menjelaskan Patofisiologi Multipel Sklerosis
1.3.4 Menjelaskan Manifestasi Multipel Sklerosis
1.3.5 Menjelaskan Komplikasi Multipel Sklerosis
1.3.6 Menjelaskan Pemeriksaan Diagnostik Multipel Sklerosis
1.3.7 Menjelaskan Penatalaksanaan Multipel Sklerosis
1.3.8 Menjelaskan Terapi Multipel Sklerosis
1.3.9 Menjelaskan Asuhan Keperawatan pada klien dengan Sklerosis
BAB II
TINJAUAN TEORI MULTIPLE SKLEROSIS
A. DEFINISI
Multiple Sklerosis adalah suatu penyakit autoimun yang ditandai oleh pembentukan
antibodi terhadap mielin susunan saraf pusat. Sistem saraf perifer tidak terkena.
Dengan rusaknya mielin maka hantaran saraf melambat. (Corwin, 2000)
Multiple Sklerosis ( Sclerosis Multiple, MS) merupakan gangguan yang dalam bentuk
paling khasnya ditandai oleh lesi pada SSP yang terpisah dalam hal waktu dan lokasi.
Penyakit ini merupakan salah satu kondisi neurologis kronik yang paling sering
mengenai orang muda. (Harsono, 2008)
Multiple sclerosis merupakan keadaan kronis, penyakit system syaraf pusat
degenerative dikarakteristikkan oleh adanya bercak kecil demielinasi pada otak dan
medula spinalis. (Smeltzer, Suzanne. C, 2001)
Multiple sklerosis merupkan keadaan inflamasi, demielinasi, dan pembentukan
jaringan paru pada selubung mielin yang tidak dapat di duga di dalam otak, medulla
spinalis, dan saraf cranial sehingga terjadi disfungsi neurologi yang luas. (Chang,
Esther,2001)
Multiple Sklerosis ( Sclerosis Multiple - MS) adalah penyakit kronis pada sistem saraf
pusat (SSP) yang dikarakteristikkan oleh sedikit lapisan dari batas substansia alba
pada saraf optik, otak dan medula spinalis. (Batticaca, Fransisca.B, 2008)
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Multiple Sklerosis adalah
penyakit autoimun dan merupakan salah satu kondisi neurologis kronik yang sering
mengenai orang muda, ditandai oleh lesi pada SSP atau bercak kecil dimielinasi di
dalam otak medula spinalis dan saraf kranial sehingga terjadi disfungsi neurologis.
B. ETIOLOGI
Penyebab pasti multipel sklerosis belum diketahui, menurut Richman (2011) dan Price
(2005) menyatakan ada beberapa faktor yang berkaitan dengan multipel sklerosis adalah
Faktor genetik
Adanya riwayat keluarga meningkatkan resiko multipel sklerosis terutama saudara
tingkat pertama pasien beresiko 1-5% terserang penyakit tersebut atau kira-kira 8
kali lebih sering pada keluarga dekat.
Faktor lingkungan
Kejadian multipel sklerosis meningkat dengan semakin jauh jaraknya dari
ekuator/khatulistiwa. Studi menunjukkan bahwa migrasi yang dilakukan oleh orang
yang lahir di daerah resiko tinggi multiple sklerosis ke daerah resiko rendah multiple
sklerosis sebelum usia 15 tahun maka akan mempunyai resiko sesuai dengan tempat
tinggal barunya. Jika orang bermigrasi dari resiko tinggi MS ke daerah resiko rendah
MS setelah usia dewasa maka tetap mempunyai resiko tinggi MS. Data
menunjukkan bahwa paparan agen lingkungan sebelum pubertas dapat
mengembangkan MS dikemudian hari. Sedangkan hubungannya dengan vitamin D
(yang dapat diproduksi secara alami karena paparan 8 sinar matahari) menunjukkan
bahwa orang yang dekat khatulistiwa terpapar sinar matahari sepanjang tahun
sehingga produksi vitamin D lebih tinggi yang berdampak menguntungkan terhadap
sistem kekebalan tubuh dan membantu melindungi tubuh terhadap penyakit
autoimun seperti MS.
Infeksi
Paparan awal terhadap virus, bakteri dan mikroba lainnya selama masa kanak-kanak
dapat memicu terkena MS. Menurut National MS Society (2012) beberapa alasan
virus dapat menjadi penyebab MS adalah :
Virus diketahui dapat menyebabkan penyakit demielinasi pada hewan dan
manusia. Demieliasi (kerusakan myelin atau selubung lemak yang melapisi dan
mengisolasi serabut saraf pada sistem saraf pusat) akan menyebabkan impuls
saraf diperlambat atau dihentikan sehingga menghasilkan gejala-gejala MS.
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa paparan agen infeksi merupakan
penyebab yang berjalan lambat atau laten antara paparan awal dengan munculnya
gejala klinis.
Peningkatan antibodi dengan virus yang berbeda telah ditemukan dalam darah
dan cairan serebrospinal orang yang menderita MS.
Beberapa agen infeksi tersebut antara lain virus Epsstein-Barr, virus campak
(rubella), Canine distemper, human herpes virus-6 dan Chlamydia pneumonia.
Imunologi
Secara umum multiple sklerosis ini melibatkan proses autoimun yaitu respon
abnormal dari sistem kekebalan tubuh yang menyerang mielin (kompleks protein
lemak yang melapisi dan mengisolasi serabut atau tonjolan saraf) pada sistem saraf
pusat (yaitu pada otak, sumsum tulang belakang dan saraf optik).
Menurut Batticaca, Fransisca. B (2008) Multiple Sklerosis biasanya disebabkan
oleh beberapa hal seperti :
Lapisan merujuk pada destruksi mielin, lemak dan material protein yang
menutupi lapisan saraf tertentu dalam otak dan medula spinalis
Lapisan mengakibatkan gangguan transmisi impuls saraf
Perubahan inflamasi mengakibatkanjaringan parut (scar) yang berefek terhadap
lapisan saraf
Penyebab tidak diketahui tetapi kemungkinan berhubungan dengan disfungsi
autoimun, kelainan genetik, atau proses infeksi
Prevalensi terbanyak di wilayah lintang utaradan diantara bangsa Caucasian.
Bakteri : reaksi silang sebagai respon perangsang heat shock protein sehingga
menyebabkan pelepasan sitokin
C. MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala dari multiple sclerosis mungkin tunggal atau berlipat-lipat dan mungkin
mencakup dari ringan sampai berat dalam intensitas dan pendek sampai panjang dalam
durasi (lamanya). Remisi yang sepenuhnya atau sebagian dari gejala-gejala terjadi awal
pada kira-kira 70% dari pasien-pasien multiple sclerosis.
Ganguan-gangguan penglihatan mungkin adalah gejala-gejala pertama dari multiple
sclerosis, namun mereka biasanya surut. Seorang pasien mungkin mencatat
penglihatan yang kabur, distorsi merah-hijau (color desaturation), atau monocular
blindness (kebutaan pada satu mata) yang mendadak.
Kelemahan otot dengan atau tanpa kesulitan-kesulitan dengan koordinasi dan
keseimbangan mungkin terjadi awal.
Kejang-kejang otot, kelelahan, mati rasa, dan nyeri kesemutan adalah gejala-gejala
yang umum.
Mungkin ada suatu kehilangan sensasi, kesukaran berbicara, gemetaran-gemetaran,
atau pening.
Lima puluh persen dari pasien-pasien mengalami perubahan-perubahan mental seperti:
konsentrasi yang berkurang,
kekurangan-kekurangan perhatian,
beberapa derajat dari kehilangan ingatan (memori),
ketidakmampuan melakukan tugas-tugas secara berurutan, atau
gangguan dalam keputusan/pertimbangan.
Gejala-gejala lain mungkin termasuk:
depresi,
depresi maniak,
paranoia, atau
suatu dorongan yang tidak terkontrol untuk tertawa dan menangis.
(http://www.totalkesehatananda.com/ms2.html)
D. PATHOFISIOLOGI
Menurut Muttaqin, Arif (2008) pathofisiologi dan masalah keperawatan pada multiple
sklerosis adalah :
Demielinasi
E. KLASIFIKASI
Menurut Hauser SL, Goodwin DS dalam Jurnal Marvin M, Goldenberg (2012), Neurolog
setuju bahwa pasien multiple skelerosis dapat dikelompokkan ke dalam empat kategori
utama berdasarkan perjalanan penyakit :
1. Relapsing–remitting MS: bentuk yang paling umum , mempengaruhi sekitar 85 %
dari pasien MS . Hal ini ditandai dengan flare - up ( kambuh atau eksaserbasi )
gejala diikuti oleh periode remisi , bila gejala membaik atau hilang .
2. Secondary progressive MS: dapat berkembang pada beberapa pasien dengan
penyakit hilang-timbul . Bagi banyak pasien , pengobatan dengan agen penyakit -
memodifikasi membantu menunda perkembangan tersebut . Perjalanan penyakit
terus memburuk dengan atau tanpa periode remisi atau meratakan off dari
keparahan gejala ( dataran tinggi ) .
3. Primary progressive MS: mempengaruhi sekitar 10 % dari pasien MS . Gejala terus
memburuk secara bertahap dari awal . Tidak ada kambuh atau remisi , tapi mungkin
ada sesekali dataran tinggi . Bentuk MS lebih resisten terhadap obat biasanya
digunakan untuk mengobati penyakit.
4. Progressive-relapsing MS: suatu bentuk yang jarang , yang mempengaruhi kurang
dari 5 % pasien . Hal ini progresif dari awal , dengan sesekali flare-up
memburuknya gejala sepanjang jalan . Tidak ada periode remisi.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan elektroforesis terhadap CSS : untuk mengungkapkan adanya ikatan
oligoklonal ( beberapa pita imunoglobulin G [ IgG ] ), yang menunjukkan
abnormalitas immunoglobulin.
2. Pemeriksaan potensial bangkitan : dilakukan untuk membantu memastikan luasnya
proses penyakit dan memantau perubahan penyakit.
3. CT scan : dapat menunjukkan atrofi serabral
4. MRI untuk memperlihatkan plak-plak kecil dan untuk mengevaluasi perjalanan
penyakit dan efek pengobatan.
5. Pemeriksaan urodinamik untuk mengetahui disfungsi kandung kemih
6. Pengujian neuropsikologik dapat diindikasikan untuk mengkaji kerusakan kognitif.
(Muttaqin, Arif. 2008)
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan pengobatan adalah menghilangkan gejala dan membantu fungsi klien.
Penatalaksanaan meliputi penatalaksanaan pada serangan akut dan kronik.
1. Penatalaksanaan akut
a. Hormon kortikosteroid dan adrenokortikosteroid digunakan untuk menurunkan
inflamasi, kekambuhan dalam waktu singkat atau eksaserbasi (exacerbation).
b. Imunosepresan (immunosuppressant) dapat menstabilkan kondisi penyakit.
c. Beta Interferon (Betaseron) digunakan untuk mempercepat penurunan gejala.
2. Penatalaksanaan kronik
a. Pengobatan spastik seperti bacloferen (Lioresal), dantrolene (Dantrium),
Diazepam (valium), terapi fisik, intervensi pembedahan.
b. Kontrol kelelahan dengan namatidin (Simmetrel).
c. Pengobatan depresi dengan antidepresan dan konseling.
d. Penatalaksanaan kandung kemih dengan antikolinergik dan pemasangan kateter
tetap.
e. Penetalaksanaan BAB dengan laksatif dan suppositoria.
f. Penatalaksanaan rehabilitasi dengan terapi fisik dan terapi kerja.
g. Kontrol distonia dengan karbamazim (Treganol).
h. Penatalaksanaan gejala nyeri dengan karbamazepin (Tegratol), fenitoin
(Dilantin), perfenazin dengan amitriptilin (Triavili).
(Batticaca, Fransisca. B, 2008).
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Identitas
Pada umunya terjadi pada orang-orang yang hidup di daerah utara dengan temperatus
tinggi, terutama pada dewasa muda (20-40th).
b. Keluhan Utama
Muncul keluhan lemah pada anggota badan bahkan mengalami spastisitas / kekejangan
dan kaku otot, kerusakan penglihatan.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya klien pernah mengalami pengakit autoimun
d. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umunya terjadi demilinasi ireguler pada susunan saraf pusat perier yang
mengakibatkan erbagai derajat penurunan motorik, sensorik, dan juga kognitif
e. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit ini sedikit lebih banyak ditemukan di antara keluarga yang pernah menderita
penyakit tersebut, yaitu kira-kira 6-8 kali lebih sering pada keluarga dekat.
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons emosi klien
terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam
keluarga ataupun dalam masyarakat. Adanya perubahan hubungan dan peran karena
klien mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pada pola
persepsi dan konsep diri, didapatkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada
harapan,mudah marah dan tidak kooperatif.perubahan yang terpenting pada klien dengan
penyakit mutiple sclerosis adalah adanya gangguan afek, berupa euforia. Keluhan lain
yang melibatkan gangguan serebral dapat berupa hilangnya daya ingat dan dimensia.
g. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Klien dengan mutiple sclerosis umumnya tidak mengalami penurunan kesadaran.
Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, meliputi bradikardi, hipotensi, dan
penurunan frekuensi pernapasan berhubungan dengan bercak lesi di medula spinalis.
2. B1 (Breathing)
Pada umumnya klien dengan mutiple sclerosis tidak mengalami gangguan pada
sistem pernapasan.pada beberapa klien yang telah lama menderita mutiple sclerosis
dengan tampak dari tirah baring lama, mengalami gangguan fungsi pernapasan.
Pemeriksaan fisik yang didapat mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Inspeksi umum : didapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk
batuk efektif, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, dan penggunaan otot
bantu napas.
b. Palpasi : taktil premitus seimbang kanan dan kiri
c. Perkusi : adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru
d. Auskultasi : bunyi napas tambahan seperti napas stridor,ronkhi pada klien
dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang
sering didapatkan pada klien dengan inaktivitas
3. B2 (Blood)
Pada umumnya klien dengan mutiple sclerosis tidak mengalami gangguan pada
sistem kardiovaskuler.akibat dari tirah baring lama dan inaktivitas biasanya klien
mengalami hipotensi postural.
4. B3 (Brain)
Pengkajian B3 (brain) merupakan pengkajian fokus atau lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem lainnya. Inspeksi umum didapatkan berbagai manifestasi
akibat perubahan tingkah laku.
5. B4 (Bladder)
Disfungsi kandung kemih. Lesi pada traktus kortokospinalis menimbulkan
gangguan pengaturan spingtersehingga timbul keraguan, frekuensi dan urgensi yang
menunjukkan berkurangnya kapasitas kandung kemih yang spatis.selalin itu juga
timbul retensi dan inkontinensia.
6. B5 (Bowel)
Pemenuhan nutrisi berkurang berhubungan dengan asupan nutrisi yang kurang
karena kelemahan fisik umum dan perubahan status kognitif. Penurunan aktivitas
umum klien sering mengalami konstipasi.
7. B6 (Bone)
Pada keadaan pasien mutiple sclerosisbiasanya didapatkan adanya kesuliatan untuk
beraktivitas karena kelemahan spastik anggota gerak.kelemahan anggota gerak pada
satu sisi tubuh atau terbagi secara asimetris pada keempat anggota gerak.merasa
lelah dan berat pada satu tungkai, dan pada waktu berjalan terlihat jelas kaki yang
sebelah terseret maju, dan pengontrolan yang kurang sekali. Klien dapat mengeluh
tungkainya seakan-akan meloncat secara spontan terutama apabila ia sedang berada
di tempat tidur.keadaan spatis yang lebih berat disertai dengan spasme otot yang
nyeri.
Chang, Esther et al.2001. Patofisiologi : Aplikasi pada Peraktek Keperawatan. Jakarta : EGC
Harsono. 2008. Buku Ajar Neurologis Klinis. Yogyakarta : Gajah Mada University Press
Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan.Jakarta : Salemba Medika.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Brunner &
Suddarth.Jakarta : EGC