Anda di halaman 1dari 27

TUGAS MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN GANGGUAN SISTEM


PERKEMIHAN PADA KASUS SINDROM NEFROTIK

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak

Dosen Pengampu: Melati Inayati AB, S. Kep., Ners., MPH

Disusun Oleh:

NI NENGAH OKTAVIANI (039SYE22)

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG D.3

TAHUN 2023

1
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat,
karunia dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“MAKALAH DALAM BENTUK ASUHAN KEPERAWATAN TENTANG SINDROM
NEFROTIK” ini dengan baik. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas dari mata kuliah
keperawatan anak. Ucapan terima kasih tidak lupa kami sampaikan kepada ibu Melati
Inaya AB,S.Kep.,M.Kep yang telah membantu sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah ini

Mataram, 11 November 2023

Penyusun

(NI NENGAH OKTAVIANI)

2
DAFTAR ISI

COVER ....................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR.................................................................................................ii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................4

A. Latar Belakang......................................................................................................4
B. Tujuan....................................................................................................................4
C. Rumusan Masalah................................................................................................4
BAB 2 KONSEP TEORI ........................................................................................... 6

1.1 Definisi Sindrom Nefrotik ................................................................................... 6


1.2 Etiologi Sindrom Nefrotik .................................................................................. 6
1.3 Manifestasi Klinis ............................................................................................... 7
1.4 Patofisiologi dan Pathway .................................................................................. 9
1.5 Pemeriksaan Penunjang ...................................................................................... 10
1.6 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan ........................................................... 11
1.7 Prognosis Sindrom Nefrotik ................................................................................ 12
1.8 Pencengahan Sindrom Nefrotik .......................................................................... 12
BAB II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ................................................... 15
2.1 Pengkajian ......................................................................................................... 15
2.2 Diagnosa Keperawatan ......................................................................................
18 2.3 Intervensi
Keperawatan ..................................................................................... 19 2.4
Implementasi Keperawatan ............................................................................... 23
2.5 Evaluasi Keperawatan ........................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................
25

BAB I PENDAHULUAN

3
A. Latar Belakang
Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai oleh proteinuria masif,
hipoproteinemia, edema, dan dapat disertai dengan hiperlipidemia. Angka kejadian
SN di Amerika dan Inggris berkisar antara 2-7 per 100.000 anak berusia di bawah
18 tahun per tahun, sedangkan di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 anak per
tahun, dengan perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1. Di Departemen Ilmu
Kesehatan Anak FKUI/RSCM Jakarta, sindrom nefrotik merupakan penyebab
kunjungan sebagian besar pasien di poliklinik khusus Nefrologi, dan merupakan
penyebab tersering gagal ginjal anak yang dirawat antara tahun 1995-2000. Sampai
pertengahan abad ke-20 morbiditas sindrom nefrotik pada anak masih tinggi yaitu
melebihi 50% sedangkan angka mortalitas mencapai 23%. Menurut Raja Sheh
angka kejadian kasus sindrom nefrotik di asia tercatat sebanyak 2 kasus tiap 10.000
penduduk (Republika, 2005). Sedangkan angka kejadian di Indonesia pada sindrom
nefrotik mencapai 6 kasus pertahun dari 100.000 anak berusia kurang dari 14 tahun
(Alatas, 2002).
Penyakit yang mengubah fungsi glomerulus sehingga mengakibatkan kebocoran
protein (khususnya albumin) ke dalam ruang Bowman akan menyebabkan
terjadinya sindrom ini. Etiologi SN secara garis besar dapat dibagi 3, yaitu
kongenital, glomerulopati primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti penyakit
sistemik seperti pada purpura Henoch-Schonlein dan lupus eritematosus
sitemik.Sindrom nefrotik pada tahun pertama kehidupan, terlebih pada bayi berusia
kurang dari 6 bulan, merupakan kelainan kongenital (umumnya herediter) dan
mempunyai prognosis buruk.
Sindrom nefrotik (SN) pada anak yang didiagnosis secara histopatologik sebagai
lesi minimal, sebagian besar memberikan respons terhadap pengobatan steroid
(sensitif steroid). Sedangkan SN lesi nonminimal sebagian besar tidak memberikan
respons terhadap pengobatan steroid (resisten steroid).1-4 International Study of
Kidney Disease in Children (ISKDC) membuat panduan gambaran klinis dan
laboratorium untuk memperkirakan jenis lesi pada anak yang menderita SN.
Gambaran klinis dan laboratorium tersebut adalah usia saat serangan pertama, jenis
kelamin, hipertensi, hematuria, rerata kadar kreatinin, komplemen C3, dan
kolesterol serum. Seperti telah diketahui, bentuk histopatologik memberikan
gambaran terhadap respons pengobatan steroid, seperti jenis glomerulonefritis
mesangial proliferatif (GNMP) sebesar 8085% adalah resisten seroid. Sampai saat
ini, belum terdapat data gambaran histopatologik di Indonesia, sehingga pada
sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS) dan sindrom nefrotik sensitif steroid
(SNSS) akan memberikan gambaran klinis yang berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh ISKDC. Kadar protein nonalbumin diikutsertakan pula dalam
penelitian ini karena belum pernah diteliti sebelumnya.Penelitian ini bertujuan

4
untuk menilai hubungan antara berbagai gambaran klinis dan laboratorium secara
bersama- sama dengan respons terhadap pengobatan steroid (SNRS dan SNSS).
(Behrman, 2000)
Mortalitas dan prognosis anak dengan sindroma nefrotik bervariasi berdasarkan
etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari dan
responnya terhadap pengobatan (Betz & Sowden, 2002).

B. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian dari sindroma nefrotik
2. Menjelaskan cara menghitung cairan.
3. Menjelaskan makanan dan minuman yang tidak boleh diberikan

C. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari sindroma nefrotik ?
2. Bagaiman cara menghitung kebutuhan cairan bagi penderita sindrom nefrotik ?
3. Apa saja makanan dan minuman yang boleh dan tidak boleh diberikan ?

BAB II

KONSEP TEORI MEDIS

5
1.1 Definisi
Sindrom Nefrotik merupakan penyakit ginjal yang paling sering ditemukan pada
anak, dan didefinisikan sebagai kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya
kerusakan glomerulus yang terjadi pada anak dengan karakteristik proteinuria,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema (Wahyuni, 2017).
Sindrom nefrotik memiliki berbagai efek metabolik yang berdampak pada individu,
beberapa episode sindrom nefrotik adalah self-limited dan sebagian diantaranya respon
dengan terapi spesifik, sementara sebagiannya lagi merupakan kondisi kronis.
(Kharisma, 2017). Sejumlah anak dengan sidroma nefrotik yang mengalami
kekambuhan dapat berkurang secara bertahap sesuai dengan bertambahnya usia anak.
Insiden yang ditemukan pada Sindroma Nefrotik yaitu angka mortalitas dan prognosis
anak bervariasi berdasarkan penyebab, keparahan, tingkat kerusakan ginjal, usia anak
serta respon anak terhadap pengobatan. Penyakit ini sedikit lebih tinggi pada anak laki-
laki dari pada anak perempuan. (Wahyuni, 2017)

1.2 Etiologi
Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer dan sekunder
akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan ikat, obat atau toksin dan akibat penyakit
sitemik. Penyebab sindrom nefritik dihubungkan dengan penyakit sistemik seperti
diabetes mellitus, amiloidosis atau lupus eritemtosis sistemik. Berikut merupakan
klasifikasi dan penyebab sindrom nefrotik. (Kharisma, 2017). Umumnya, etiologi
Sindrom Nefrotik dibagi menjadi:
1. Sindrom Nefrotik Bawaan
Sindrom Nefrotik Bawaan diturunkan sebagai resesif autosomal, klien ini biasanya
tidak merespon terhadap pengobatan yang diberikan. Adapun gejala yang biasanya
terjadi yaitu edema pada masa neonatus. Umumnya, perkembangan pada klien
terbilang buruk dan klien akan meninggal pada bulan-bulan pertama kehidupannya.
1. Sindrom Nefrotik Sekunder
Sindrom Nefrotik Sekunder bukan disebabkan oleh turunan kromosom,
namun disebabkan oleh beberapa masalah seperti:
1. Malaria kuartana atau parasit lainnya
2. Penyakit Lupus Eritematosus Diseminata, purpura dan anafilaktoid
3. Glomerulonefritis akut atau kronis, trombosis vena renalis
4. Penyakit sel sabit, dll
2. Sindrom Nefrotik Ideopatik (Primer)
Belum diketahui penyebab Sindrom Nefrotik Ideopatik atau juga disebut
Sindrom Nefrotik Primer. Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi

6
ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churg, dkk
membagi Sindrom Nefrotik Ideopatik kedalam 4 golongan yaitu :
1. Kelainan minimal yaitu dengan mikroskop biasa glomerulus terlihat normal,
namun dengan mikroskop elektron terlihat foot prosessus sel epitel berpadu
2. Nefropati Membranosa yaitu terjadi penebalan dinding kapiler glomerulus
3. Glomerulonefritis Proliferatif
4. Glomerulonefritis fokal segmental Pada Glomerulonefritis fokal segmental
yang paling mencolok yaitu sklerosis glomerulus yang disertai atrofi tubulus.
(Wahyuni, 2017)

1.3 Manifestasi Klinis


1. Proteinuria
Proteinuria disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler terhadap
protein akibat kerusakan glomerulus Dalam keadaan normal membran basal
glomerulus mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein.
Mekanisme penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan yang
kedua berdasarkan muatan listrik (charge barrier) Pada SN mekanisme barrier
tersebut akan terganggu. Selain itu konfigurasi molekul protein juga menentukan
lolos tidaknya protein melalui membran basal glomerulus. Proteinuria dibedakan
menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan ukuran molekul protein yang keluar
melalui unn. Proteinuria selektif apabila protein yang keluar terdiri dari molekul
kecil misalnya albumin sedangkan non-selektif apabila yang keluar terdiri dari
molekul besar seperti imunoglobulin. Selektivitas proteinura ditentukan olch
keutuhan struktur membran basal glomerulus Pada SN yang dischabkan oleh
glomerulonefritis les minimal ditemukan protcimina selektif Pemeriksaan
mikroskop elektron memperlihatkan fusa dari foot processus sel epitel viseral
glomerulus dan terlepasnya sel dan struktur membran basal glomerulus,
Berkurangnya preparat heparan sulfat proteoglikan pada glomerulonefritis.
(Kharisma, 2017)
2. Hipolbuminemia
Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis
albumin hati dan kehilangan protein melalui urin Pada SN hipoalbuminemia
disebabkan oleh proteinuria masif dengan akibat penurunan tekanan onkotik plasma.
Untuk mempertahankan tekanan onkotik plasma maka hati berusaha meningkatkan
sintesis albumin. Peningkatan sintesis albumin hati tidak berhasil menghalangi
timbulnya hipoalbuminemia. Diet tinggi protein dapat meningkatkan sintesis
albumin hati akan tetapi dapat mendorong peningkatan ekskresi albumin melalui
urin. (Kharisma, 2017) 3. Edema

7
Edema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill dan overfill. Teori
underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci terjadinya
edema pada SN Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan enkotik plasma
dan bergeserya cairan plasma sehingga terjadi hipovolemia dan ginjal melakukan
kompensasi dengan meningkatkan retensi air dan natrium Mekanisme kompensasi
ini akan memperbaiki volume iranvaskular. (Kharisma, 2017)
4. Hiperkolesterolemia
Hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid) dan lipoprotein serum
meningkat pada sindrom nefrosis. Hal ini dapat dijelaskan dengan penjelasan antara lain
yaitu adanya kondisi hipoproteinemia yang merangsang sintesis protein menyeluruh dalam
hati, termasuk lipoprotein. Selain itu katabolisme lemak menurun karena terdapat
penurunan kadar lipoprotein lipase plasma, sistem enzim utama yang mengambil lemak dari
plasma. Beberapa peningkatan serum lipoprotein yang di filtrasi di glomerulus akan
mencetuskan terjadinya lipiduria sehingga adanya temuan khas oval fat bodies dan fatty
cast pada sedimen urin.
(Kulshrestha, Grieff and Navaneethan, 2017)

8
1.4 Patofisiologi

Pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Kelanjutan
dari proteinuria akan dapat mengakibatkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya
albumin, terjadilah penurunan tekanan osmotik plasma sehingga cairan intravaskuler
akan berpindah ke interstisial. Perpindahan cairan tersebut mengakibatkan volume
cairan intravaskuler berkurang dan terjadilah kondisi hipovolemik pada pasien, kondisi
hipovolemik ini jika tidak segera diatasi akan berdampak pada hipotensi. Rendahnya
volume cairan pada intravaskuler ini akan mempengaruhi aliran darah ke renal, ginjal
akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin angiotensin dan
peningkatan sekresi antidiuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang

9
mengakibatkan retensi terhadap natrium dan air yang berdampak pada edema
Penurunan daya tahan tubuh juga mungkin terjadi akibat hipoalbuminemia, jika tidak
segera diatasi pasien dengan Sindroma Nefrotik akan rentan terhadap infeksi seperti
pentonitis dan selulitis. Anak dengan sindroma nefrotik dapat mengalami peningkatan
kolesterol dan trigliserida serum akibat peningkatan dari produksi lipoprotein karena
penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik plasma Selain itu, peningkatan
produksi lipoprotein didalam hepar akibat kompensasi hilangnya protein dapat
mengakibatkan terjadinya hiperlipidemia, dan akan ditemukan lemak didalam unne atau
Lipiduria. Menurunnya kadar natrium dalam darah anak dengan sindroma nefrotik atau
keadaan dehidrasi akibat retensi cairan akan merangsang sekresi hormon renin yang
berperan penting dalam mengatur tekanan darah. Selanjutnya renin mengubah
angiotensin yang disekresi hati menjadi angiotensin 1. Sel kapiler paru selanjutnya
mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II yang mengonsentrasi otot polos
sekeliling arteriola. Hal inilah yang menyebabkan anak mengalami tekanan darah tinggi
Dalam kondisi lain, ketidakseimbangan natrium akibat konsumsi natrium yang terlalu
sedikit akan mengakibatkan anak mengalami hipotensi. (Kharisma, 2017)

1.5 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Urine
1. Urinalisis
1. Proteinuria, dapat ditemukan sejumlah protein dalam urine lebih dari 2 gr/m2
/hari.
2. Ditemukan bentuk hialin dan granular.
3. Terkadang pasien mengalami hematuri.
2. Uji Dipstick urine, hasil positif bila ditemukan protein dan darah.
3. Berat jenis urine akan meningkat palsu karena adanya proteinuria ( normalnya
50-
1.400 mOsm).
4. Osmolaritas urine akan meningkat.
2. Uji Darah
1. Kadar albumin serum akan menurun, dengan hasil kurang dari 2 gr/dl (normalnya
3,5-5,5 gr/dl).
2. Kadar kolesterol serum akan meningkat, dapat mencapai 450-1000 mg/dl
(normalnya <200 mg/dl)
3. Kadar hemoglobin dan hematokrit akan meningkat atau mengalami
hemokonsentrasi ( normalnya Ht pada laki-laki 44-52% dan pada Perempuan
3947% ).

10
4. Kadar trombosit akan meningkat, mencapai 500.000- 1.000.000/ µl (normalnya
150.000-400.000/µl).
5. Kadar elektrolit serum bervariasi sesuai dengan keadaan penyakit perorangan
(normalnya K+ 3,5-5,0 mEq/L, Na+ 135-145 mEq/L, Kalsium 4-5,5 mEq/L,
Klorida 98-106 mEq/L )
3. Uji Diagnostik
Biopsi ginjal dapat dilakukan hanya untuk mengindikasikan status glomerular, jenis
sindrom nefrotik, respon terhadap penatalaksanaan medis dan melihat proses
perjalanan penyakit. (Wahyuni, 2017)

1.6 Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan medis untuk sindrom nefrotik meliputi :
1. Pemberian kortikosteroid seperti prednison atau prednisolon untuk menginduksi
remisi. Dosis akan diturunkan setelah 4 sampai 8 minggu terapi. Jika pasien
mengalami kekambuhan, maka perlu diberikan kortikosteroid dengan dosis tinggi
untuk beberapa hari.
2. Penggantian protein, hal ini dapat dilakukan dengan pemberian albumin melalui
makanan atau melalui intravena.
3. Pengurangan edema.
1. Terapi diuretik, hendaknya terapi ini diberikan lebih cermat guna mencegah
terjadinya penurunan volume intravaskuler, pembentukan trombus maupun
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Membatasi pemberian natrium.
4. Mempertahankan keseimbangan elektrolit.
5. Pengobatan nyeri untuk mengatasi ketidaknyamanan yang berhubungan dengan
edema maupun tindakan medis yang dilakukan kepada pasien.
6. Pemberian antibiotik seperti penisilin oral atau jenis lain, mengingat pasien dengan
sindroma nefrotik rentan terkena infeksi akibat daya tahan tubuhnya yang rendah.
7. Terapi Imunosupresif untuk anak yang gagal berespon dengan terapi steroid.
Penatalaksanaan medis pada anak dengan Sindroma nefrotik Meliputi :
1. Diit tinggi protein sebanyak 2-3 gr/Kg BB dengan garam minimal bila edema masih
berat. Bila edema sudah berkurang, maka dapat diberikan sedikit garam ( Buku
Kuliah IKA Jilid II).
2. Mencegah infeksi juga perlu dilakukan, karena anak kemungkinan akan menderita
tuberkulosis. Bila terjadi infeksi beri terapi antibiotik.
3. Kondisi alkalosis akibat hipokalemia dapat dibantu dengan pemberian terapi KCl.

11
4. Kondisi hipertensi pada klien dapat diatasi dengan pemberian obat-obatan
antihipertensif seperti resephin atau pemblok beta dengan efek samping penurunan
laju filtrasi glomerulus dan harus digunakan dengan sangat hati-hati.
5. Berikan diuretik untuk mengatasi edema
6. Berikan terapi kortikosteroid.
Disease in Children (ISKDC) mengajukan cara pengobatan sebagai berikut:
1. Selama 28 hari prednison diberikan peroral dengan dosis 60 mg/hari/luas permukaan
badan dengan maksimum 80 mg/hari/luas permukaan badan.
2. Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral 28 hari dengan dosis 40 mg/hari/lpb,
setiap 3 hari dalam seminggu diberikan dosis 60 mg/hari/lpb. (Wahyuni, 2017)

Penatalaksanaan sindrom nefrotik meliputi terapi spesifik untuk kelainan dasar


ginjal atau penyakit penyebab (pada sindrom nefrotik sekunder), mengurangi atau
menghilangkan proteinuria, memperbaiki hipoalbuminemia serta mencegah dan
mengatasi komplikasi nefrotiknya. Pengobatan sindrom nefrotik terdiri dari obat-obatan
kortikosteroid dan imunosupresif yang ditujukan terhadap lesi pada ginjal, dict tinggi
protein dan rendah garam, diuretik, infus albumin intravena, pembatasan aktivitas
selama fase akut serta manjauhkan pasien dan sumber-sumber infeksi. Penatalaksanaan
dalam jangka panjang sangat penting, karena banyak penderita akan mengalami
eksaserbasi dan remisi berulang selama bertahun-tahun, tetapi dengan semakin
lanjutnya halimisast glomerulus maka proteinuria akan semakin berkurang sedangkan
azotemia semakin berat. (Kharisma, 2017)

1.7 Prognosis
Prognosis jangka panjang SNKM selama pengamatan 20 tahun menunjukkan hanya
4-5% menjadi gagal ginjal terminal, sedangkan pada GSFS 25% menjadi gagal ginjal
terminal dalam 5 tahun dan pada sebagian besar lainnya disertai penurunan fungsi
ginjal. Pada berbagai penelitian jangka panjang ternyata respons terhadap pengobatan
steroid lebih sering dipakai untuk menentukan prognosis dibandingkan dengan
gambaran patologi anatomi. Prognosis sindrom nefrotik sangat baik pada pasien dengan
perubahan patologi minimal. Sebagian besar pasien mengalami remisi setelah
pengobatan kortikosteroid. Meski demikian, 85-90% pasien responsif terhadap steroid
berisiko relaps. Hal ini meningkatkan risiko toksisitas steroid, infeksi sistemik, dan
komplikasi lainnya. (Trihono PP, Alatas H, Tambunan T, 2018)

1.8 Pencegahan
1. Mengonsumsi nutrisi sehat dan seimbang

12
Cara mencegah sindrom nefrotik yang pertama ialah memastikan diri anda
selalu bisa mengonsumsi makanan yang mengandung nutrisi sehat dan seimbang.
Makanan yang berprotein tinggi sebaiknya dikurangi. Di samping itu, disarankan
pula untuk mengurangi konsumsi makanan yang mengandung terlalu banyak garam,
lemak, dan kolesterol. Jika sindrom nefrotik mulai muncul, biasanya akan muncul
gejala sindrom nefrotik umum seperti:
1. Muncul edema
2. Urine bercampur dengan darah
3. Pembekuan darah yang mengarah menjadi resiko penyebab infeksi saluran
empedu
4. Anda mengalami anemia, dan lain-lain.
2. Istirahat yang cukup
Cara mencegah sindrom nefrotik berikutnya ialah dengan istirahat yang
cukup. Kegiatan ini akan memperbaiki sistem kekebalan tubuh secara alami.
Dengan istirahat yang cukup, metabolisme tubuh juga dapat berperan dengan
maksimal. Dengan demikian, pengaturan dalam penyerapan protein yang cukup dan
pembuangan racun dapat berjalan dengan baik. Dengan tubuh yang sehat, anda akan
terhindar dari penyakit dan tidak perlu menjalani proses pengobatan sindrom
nefrotik yang melelahkan atau bahkan menguras emosi.
3. Mengonsumsi makanan yang berprotein tinggi
Cara mencegah sindrom nefrotik dengan mengonsumis nutrisi sehat dan
seimbang juuga harus ditambahi dengan makanan berprotein tinggi. Kita harus
memastikan makanan yang kita konsumsi memiliki jumlah seimbang, sehingga
asupan gizi yang diterima tubuh pun juga seimbang. Ketika makanan berprotein
tinggi diimbangi dengan asupan makanan lain maka tubuh tidak akan bekerjakeras
hanya menyerap protein. Seperti yang disebutkan terlalu banyak mengonsumsi
protein membuat fungsi ginjal menjadi bermasalah. Karenanya kita juga harus
memperhatikan kesehatan ginjal dengan baik.
4. Mengurangi makanan yang mengandung lemak
Makanan yang mengandung banyak lemak sangat tidak baik untuk tubuh
karena bisa meningkatkan resiko terserang kolesterol. Ketika kolesterol tinggi maka
risiko sindrom nefrotik juga akan semakin tinggi. Oleh karenanya sangat disarankan
untuk mengurangi konsumsi yang mengandung banyak lemak. Peringatan juga
untuk anda yang memiliki penyakit batu empedu, agar mengonsumsi buah-buahan
yang bagus untuk penyakit batu empedu, guna mendorong kesehatan tetap terjaga.
5. Mengurangi konsumsi makanan yang mengandung terlalu banyak minyak dan
garam

13
Kandungan minyak dan garam tidak hanya beresiko meningkatkan
kolesterol dalam darah, tetapi juga meningkatkan resiko sindrom nefrotik. Ini juga
merupakan permulaan dari penyakit ginjal akut karena tubuh tidak dapat menyerap
vitamin, protein, dan lain sebagainya dalam jumlah yang cukup setiap hari. Bila
anda melanggar, faktor risiko operasi batu ginjal pun bisa meningkat karena ginjal
anda semakin bermasalah dikarenakan hal sepele, terlalu banyak garam yang
terkonsumsi oleh ginjal sehingga tidak dapat menjalankan fungsinya. Pada akhirnya
tidak hanya resiko sindrom nefrotik saja yang meningkat tetapi juga risiko penyakit
batu ginjal bisa mengancam anda.
6. Mengelola stress dengan baik
Manajemen stress yang baik juga menjadi cara menegah sindrom nefrotik.
Dengan manajemen stress yang berjalan dengan baik, kita bisa tidur dengan baik
sehingga organ tubuh kita bisa bekerja secara alami tanpa mengalami masalah.
Tidur adalah cara terbaik untuk memperbaiki fungsi tubuh yang sedikit bermasalah.
Manajemen stress juga dapat membantu menstabilkan hormon, sehingga tidak
hanya sindrom nefrotik saja yang bisa dicegah tetapi juga penyakit lainnya yang
disebabkan oleh kondisi hormon tidak stabil. Ketahui cara menstabilkan hormon
pada wanita dan juga pria supaya anda mendapatkan kualitas hidup yang benar-
benar sempurna setiap saat.
7. Tes darah
Supaya anda bisa mencegah sindrom nefrotik sejak dini, lakukan tes darah.
Umumnya penderita sindrom nefrotik dapat dilihat kondisinya dengan melihat
kandungan kadar albumin di dalma darahnya. Bila kadar albumin ini rendah, patut
dicurigai anda mengalami sindrom nefrotik. Kemudian dilakukan evaluasi terhadap
fungsi ginjal. Bila ada yang tidak beres, maka anda bisa segera mengambil tindakan
bersama dokter. Proses ini sangat penting, terutama bila anda baru saja mengalami
operasi batu ginjal. Diperlukan pemeriksaan ulang agar diketahui jika ada masalah.
(Martina, 2019)

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan kasus Sindroma Nefrotik meliputi:
1. Identitas, seperti :nama, tempat tanggal lahir/umur, berat badan lahir, panjang
badan lahir, serta apakah bayi lahir cukup bulan atau tidak, jenis kelamin, anak
ke, jumlah saudara dan identitas orang tua.
2. Keluhan Utama

14
1. Riwayat Kesehatan Sekarang Biasanya orang tua anak mengeluhkan sembab
pada beberapa bagian tubuh anak seperti pada wajah, mata, tungkai serta
bagian genitalia. Orang tua anak biasanya juga mengeluhkan anaknya mudah
demam dan daya tahan tubuh anaknya terbilang rendah.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu Perlu ditanyakan pada orangtua berat badan anak
dahulu untuk menilai adanya peningkatan berat badan. Perlu dikaji riwayat
keluarga dengan sindroma nefrotik seperti adakah saudara-saudaranya yang
memiliki riwayat penyakit ginjal dan riwayat tumbuh kembang anak yang
terganggu, apakah anak pernah mengalami diare atau sesak napas sebelumnya,
serta adanya penurunan volume haluaran urine.
3. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran Perlu dikaji adanya penyakit pada ibu saat
masa kehamilan adakah menderita penyakit lupus eritematosus sistemik atau
kencing manis, konsumsi obat-obatan maupun jamu tradisional yang diminum
serta kebiasaan merokok dan minum alkohol selama hamil.
4. Riwayat Pertumbuhan Biasanya anak cenderung mengalami keterlambatan
pertumbuhan karena keletihan akibat lambung yang mengalami tekanan oleh
cairan intrastisial dan memberikan persepsi kenyang pada anak.
5. Riwayat Psikososial dan Perkembangan Penurunan nilai cardiac output dapat
mengakibatkan penurunan perfusi darah ke otak. Hal ini dapat berdampak
pada ketidakseimbangan perfusi jaringan cerebral pada anak. Sehingga anak
perlu mendapatkan stimulasi tumbuh kembang dengan baik.
3. Pemeriksaan Fisik
1. TTV
1. Tekanan Darah: Pada masa anak-anak tekanan darah sistole normal 80
sampai 100 mmHg dan nilai diastole normal 60 mmHg. Anak dengan
hipovolemik akan mengalami hipotensi, maka akan ditemukan tekanan darah
kurang dari nilai normal atau dapat ditemukan anak dengan hipertensi
apabila kolesterol anak meningkat.
2. Nadi: berdasarkan usia, frekuensi nadi anak usia 2-6 tahun 105x/ menit,
frekuensi nadi anak usia 6-10 tahun 95x/menit, frekuensi nadi anak usia
1014 tahun 85x/menit dan frekuensi nadi anak usia 14-18 tahun 82x/menit.
3. Pernapasan: frekuensi napas anak usia 2-6 tahun 21- 30x/menit, anak 6
sampai 10 tahun 20-26x/menit dan anak usia 10-14 tahun 18-22x/menit.
2. Postur
BB Ideal: bagi anak usia 2-12 tahun dengan cara 2n (umur dalam tahun) +
8. Perlu ditanyakan kepada orangtua, BB anak sebelum sakit untuk
menentukan adanya peningkatan BB pada anak dengan sindroma nefrotik.
Edema pada anak juga dapat ditandai dengan peningkatan Berat Badan >30%.

15
3. Kepala-leher Pada umumnya tidak ada kelainan pada kepala, normalnya
Jugularis Vein Distention (JVD) terletak 2 cm diatas angulus sternalis pada
posisi 450 , pada anak dengan hipovolemik akan ditemukan JVD datar pada
posisi supinasi, namun pada anak dengan hipervolemik akan ditemukan JVD
melebar sampai ke angulus mandibularis pada posisi anak 450 .
4. Mata Biasanya pada pasien dengan Sindroma Nefrotik mengalami edema
pada periorbital yang akan muncul pada pagi hari setelah bangun tidur atau
konjunctiva terlihat kering pada anak dengan hipovolemik.
5. Hidung Pada pemeriksaan hidung secara umum tidak tampak kelainan,
namun anak dengan Sindroma Nefrotik biasanya akan memiliki pola napas
yang tidak teratur sehingga akan ditemukan pernapasan cuping hidung.
6. Mulut Terkadang dapat ditemukan sianosis pada bibir anak akibat penurunan
saturasi oksigen. Selain itu dapat ditemukan pula bibir kering serta pecah-
pecah pada anak dengan hipovolemik.
7. Kardiovaskuler
1. Inspeksi, biasanya tampak retraksi dinding dada akibat pola napas yang
tidak teratur
2. Palpasi, biasanya terjadi peningkatan atau penurunan denyut jantung
3. Perkusi, biasanya tidak ditemukan masalah
4. Auskultasi, biasanya auskultasi akan terdengar ronki serta penurunan bunyi
napas pada lobus bagian bawah Bila dilakukan EKG, maka akan ditemukan
aritmia, pendataran gelombang T, penurunan segmen ST, pelebaran QRS,
serta peningkatan interval PR.
8. Paru-Paru
1. Inspeksi, biasanya tidak ditemukan kelainan
2. Palpasi, biasanya dapat ditemukan pergerakan fremitus tidak simetris bila
anak mengalami dispnea
3. Perkusi, biasanya ditemukan sonor
4. Auskultasi, biasanya tidak ditemukan bunyi napas tambahan. Namun,
frekuensi napas lebih dari normal akibat tekanan abdomen kerongga dada.
9. Abdomen
1. Inspeksi, biasanya kulit abdomen terlihat tegang dan mengkilat bila anak
asites
2. Palpasi, biasanya teraba adanya distensi abdomen dan bila diukur lingkar
perut anak akan terjadi abnormalitas ukuran
3. Perkusi, biasanya tidak ada kelainan
4. Auskultasi, pada anak dengan asites akan dijumpai shifting dullness

16
10. Kulit
Biasanya, pada anak Sindroma Nefrotik yang mengalami diare akan
tampak pucat serta keringat berlebihan, ditemukan kulit anak tegang akibat
edema dan berdampak pada risiko kerusakan integritas kulit.
11. Ekstremitas
Biasanya anak akan mengalami edema sampai ketungkai bila edema
anasarka atau hanya edema lokal pada ektremitas saja. Selain itu dapat
ditemukan CRT > 2 detik akibat dehidrasi.
12. Genitalia
Biasanya pada anak laki-laki akan mengalami edema pada skrotum dan
pada anak perempuan akan mengalami edema pada labia mayora.
4. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Urine
1. Urinalisis
1. Proteinuria, dapat ditemukan sejumlah protein dalam urine lebih dari 2
gr/m2 /hari.
2. Ditemukan bentuk hialin dan granular.
3. Terkadang pasien mengalami hematuri.
2. Uji Dipstick urine, hasil positif bila ditemukan protein dan darah.
3. Berat jenis urine akan meningkat palsu karena adanya proteinuria
( normalnya 50-1.400 mOsm).
4. Osmolaritas urine akan meningkat.
2. Uji Darah
1. Kadar albumin serum akan menurun, dengan hasil kurang dari 2 gr/dl
(normalnya 3,5-5,5 gr/dl).
2. Kadar kolesterol serum akan meningkat, dapat mencapai 450-1000 mg/dl
(normalnya (normalnya <200 mg/dl)
3. Kadar hemoglobin dan hematokrit akan meningkat atau mengalami
hemokonsentrasi ( normalnya Ht pada laki-laki 44-52% dan pada Perempuan
3947% ).
4. Kadar trombosit akan meningkat, mencapai 500.000- 1.000.000/ µl (normalnya
150.000-400.000/µl).
5. Kadar elektrolit serum bervariasi sesuai dengan keadaan penyakit perorangan
(normalnya K+ 3,5-5,0 mEq/L, Na+ 135-145 mEq/L, Kalsium 4-5,5 mEq/L,
Klorida 98-106 mEq/L )
4. Uji Diagnostik

17
Biopsi ginjal dapat dilakukan hanya untuk mengindikasikan status glomerular, jenis
sindrom nefrotik, respon terhadap penatalaksanaan medis dan melihat proses
perjalanan penyakit. (Wahyuni, 2017)

2.2 Diagnosa Keperwatan


1. Hipervpolemia berhubungan dengan Kelebihan Asupan Natrium
2. Pola Napas Tidak Efektif berhubungan dengan Hambatan Upaya Napas
3. Nyeri Kronis berhubungan dengan Gangguan Fungsi Metabolik
4. Resiko Infeksi berhubungan dengan Ketidakadekuatan Pertahanan Tubuh
Sekunder.

ANLISA DATA
NO SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEM

1. Data Subjektif : Kelebihan Asupan HIPERVOLEMIA


1. Ortopnea Natrium
2. Dispnea
3. Paroximal Noctural Dyspnea
(PND)

Data Objektif: Peningkatan volume


1. Edema anasarka dan/atau cairan intravaskular
edema perifer
2. Berat badan meningkat
dalam waktu singkat
3. Jugular Venous Pressure
(JVP) dan/atau Central Venous
Pressure Hipervolemia
(CVP) meningkat
4. Refleks hepatojugular
positif
5. Distensi vena jugularis
6. Terdengar suara napas
tambahan
7. Hepatomegali
8. Kadar hb/ht turun
9. Oliguria
10. Intake lebih banyak dari output
(balans cairan posistif)
11. Kogesti paru
2. Data Subjektif: Hambatan upaya POLA NAPAS
1. Dispnea napas TIDAK EFEKTIF

18
2. Ortopnea

Data Objektif:
1. Penggunaan otot bantu
Kelemahan otot
pernapasan
pernapasan
2. Fase Ekspirasi
memanjang
3. Pola napas abnormal
(takipnea, bradipnea,
hiperventilasi, kussmaul, Pola napas tidak
chyne-stokes) 4. Pernapasan efektif
pursed-lip
5. Pernapasan cuping hidung 6.
Diameter thorax
anteriorposterior meningkat
7. Ventilasi semenit menurun
8. Kapasitas vital menurun
9. Tekanan Ekspirasi menurun
10. Tekanan inspirasi menurun
11. Ekskursi dada berubah
3. Data Subjektif: - Ketidakadekuatan RESIKO INFEKSI
Data Objrktif: - pertahanan tubuh
sekunder

Imunosupresi

Resiko Infeksi

2.3 Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI


KEPERAWATAN HASIL KEPERAWATAN

1. Hipervolemia Setelah dilakukan intervensi MANAJEMEN


keperawatan 3x24 jam, HIPERVOLEMIA
diharapkan Keseimbangan (I.03114)
Cairan pasien meningkat
dengan kriteria hasil:
Tindakan
1. Asupan cairan meningkat
2. Output cairan meningkat Observasi

19
3. Membran mukosa 1. Periksa tanda dan gejala
meningkat hipervolemia (mis, ortopnea,
4. Edema menurun dispnea, edema, JVP/CVP

20
5. Dehidrasi menurun meningkat, eks hepatojugular
6. Tekanan darah membaik positif, suara napas tambahan)
7. Frekuensi nadi membaik 2. Identifikasi penyebab
8. Kekuatan nadi membaik hipervolemia
9. Tekanan arteri rata-rata 3. Monitor status hemodinamik
membaik (mis, frekuensi jantung,
10. Mata cekung membaik tokanan darah. MAP, CVP,
11. Turgor kulit membaik PAP, PCWP, CO, CI), jika
tersedia
4. Monitor intake dan output
cairan -Monitor tanda
hemokonsentrasi (mis. kadar
natrium, BUN, hematokrit,
berat jenis urine)
5.Monitor tanda peningkatan
tekanan onkotik plasma (mis.
kadar protein dan albumin
meningkat)
6.Monitor kecepatan infus
secara ketat
7. Monitor efek samping
diuretik (mis. hipotensi
ortostatik, hipovolemia,
hipokalemia, hiponatremia)

Terapeutik
1. Timbang berat badan setiap
hari pada waktu yang sama
2. Batasi asupan cairan dan
garam
3. Tinggikan kepala tempat tidur
30-40"

Edukasi
1. Anjurkan melapor jika
haluaran urin <0,5 mL/kg/jam
dalam 6 jam
2. Anjurkan melapor jika BB
bertambah >1 kg dalam
sehari
3. Ajarkan cara mengukur dan
mencatat asupan dan haluaran
cairan
4. Ajarkan cara membatasi cairan

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian diuretik

21
2. Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat
diuretik

3.Kolaborasi pemberian
continuous renal replacement
therapy (CRRT), jika perlu

22
2. Pola Napas tidak Setelah dilakukan intervensi MANAJEMEN JALAN
Efektif Keperawatan 3x24 jam, NAPAS
diharapkan Pola Napas pasien (I.01011)
membaik, dengan kriteria
hasil:
Tindakan
1. Diapnea menurun
2. Penggunaan otot bantu
Observasi
napas menurun 1. Monitor pola napas
3.Pemanjangan fase ekspirasi (frekuensi, kedalaman, usaha
menurun napas)
4. Frekuensi napas membaik 2. Monitor bunyi napas
5. Kedalaman napas membaik tambahan (mis, gurgling,
mengi, wheezing, ronkhi
kering)
3. Monitor sputum (jumlah,
warna, aroma)

Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan
napas dengan head-tilt dan
chin-lift (jaw-thrust ja cungs
trauma servikal)
2. Posisikan semi-Fowler atau
Fowler
2. Berikan minum hangat
3. Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
4. Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
5. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal Keluarkan
sumbatan benda padat dengan
forsep McGill
6. Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak
kontraindikasi pasien,
2. Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

23
Nyeri Kronis Setelah dilakukan intervensi MANANJEMEN NYERI
Keperawatan 3x24 jam, (I.08238)
diharapkan Tingkat Nyeri
pasien menurun, dengan Tindakan
kriteria hasil:
1. Keluhan nyeri menurun Observasi
2. Meringis menurun 1. Identifikasi lokasi,
3. Sikap protektif menurun karakteristik, durasi,
4. Gelisah menurun frekuensi, kualitas, intensitas
5. Kesulitan tidur menurun nyeri
6. Frekuensi nadi membaik 2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respons nyeri non
verbal
4. Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
5.Identifikasi pengetahuan dan
keyaninan tentang nyer
6.Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
7.Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
8.Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
9.Monitor efek samping
penggunaan analgetik

Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hipnosis akupresur,
terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing.
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri

Edukasi
1.Jelaskan penyebab, periode,

24
dan pemicu nyeri
2.Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3.Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan tehnik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan yang dilakukan untuk diagnosa keperawatan
1) kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan tekanan osmotik koloid
dilakukan tindakan keperawatan meliputi a) menimbang berat badan
b) memonitor tanda-tanda vital
c) memantau retensi cairan
d) menilai luas dan lokasi edema dan ansietas
e) memantau intake/output
f) memberikan Lasix 2x10mg
2) risiko infeksi dengan faktor risiko ketidakadekuatan pertahanan sekunder yaitu:
a) memberikan Cefixime 2x25 mg,
b) mengajarkan pasien dan keluarga cara mencuci tangan dengan benar,
c) melakukan pengecekan kulit terkait adanya tanda gejala infeksi seperti
bengkak dan kemerahan,
d) memberikan diit MB Nefrotik 1100 kkal,
e) melakukan pengukuran suhu hasilnya suhu 36,8oC,
f) memantau adanya peningkatan atau penurunan berat badan, berat badan 12 kg.
3) defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi yaitu:
a) menggali pengetahuan orangtua tentang penyakit yang diderita anak saat ini
melalui diskusi terbuka,
b) memberikan pendidikan kesehatan dengan berdiskusi terbuka bersama
orangtua tentang tanda gejala penyakit, diit dan pengobatan anak. Diperoleh
hasil orang tua mengetahui pengertian, tanda dan gejala serta diit pada pasien
dengan sindroma nefrotik.

25
2.5 Evaluasi Keperawatan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan maka diharapkan didapatkan hasil
perkembangan kondisi pasien sebagai berikut:
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan tekanan osmotik koloid
Data subjektif:
ibu pasien akan mengatakan sembab pada bagian mata anak sudah berkurang dan
anak sudah tidak rewel.
Data objektif:
hasil tekanan darah dalam batas normal dan edema berkurang. Tidak ditemukan
ditemukan asites, berat badan stabil dan intake output seimbang. 2) Risiko infeksi
dengan faktor risiko ketidakadekuatan pertahanan sekunder Data subjektif:
orangtua mengatakan selama dirawat anaknya tidak pernah demam.
(Tidak ditemukan data objektif yang menunjukkan adanya tanda dan gejala infeksi
pada anak)
3) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi Data
subjektif:
orangtua mengatakan memahami tentang penyakit yang diderita anaknya saat ini
dan kekhawatiran berkurang.
Data objektif:
orangtua pasien mampu menjelaskan kembali tanda dan gejala sehingga anak perlu
dibawa ke pelayanan kesehatan. Masalah teratasi dengan kriteria hasil orangtua
memberikan nutrisi sesuai kebutuhan anak dan memahami diit anak. Intervensi
dihentikan.

DAFTAR PUSTAKA

Kharisma, Y. (2017) ‘Tinjauan umum penyakit sindrom nefrotik’, Universitas Islam


Bandung, pp. 1–4.

Kulshrestha, S., Grieff, M. and Navaneethan, S.D. (2017) Interventions for preventing
thrombosis in adults and children with nephrotic syndrome, Cochrane Database of
Systematic Reviews. Palangkaraya.

Trihono PP, Alatas H, Tambunan T, P.S. (2018) ‘Konsensus Sindrom Nefrotik Idiopatik
pada Anak’, pp. 1–20.

26
Wahyuni, B. (2017) ‘Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Sindroma Nefrotik Di
Ruangan Rawat Irna Kebidanan Dan Anak Rsup Dr. M. Djamil Padang’, Poltekkes
Kemenkes Padang, pp. 48–51.

Smeltzer. 2002. Buku Keperawatan Medikal Bedah Ed 8 Vol 2. Jakarta : EGC


Hockenberry,Marilyn and David Wilson. 2008. Wong’s Nursing care of infants

and children. Canada : Elsvier Wilson, David, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan

Pediatrik. Jakarta : Buku Kdokteran :

EGC

Amin Huda Nurarif, S.Kep., Ns., dan Hardhi Kusuma S.Kep., Ns. 2015. Aplikasi

NANDA Internasional Inc. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi

2015-2017, Edisi 10. Jakarta: EGC.

27

Anda mungkin juga menyukai