Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN ASKEP NEFROTIK SINDROM

OLEH

EUGENIUS ARDIAN SATI


PO530320119115
TINGKAT 2 REG. A

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG


JURUSAN KEPERAWATAN PRODI D-III
TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusunan panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberi rahmat dan karunianya sehingga Makalah tentang “Asuhan Keperawatan
Pneumonia” ini dapat terselesaikan. Makalah ini di ajukan guna memenuhi tugas mata
kuliah Keperawatan Anak.
Kami mengucapkan terimah kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat di selesaikan sesuai dengan waktunya.
Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga Makalah ini
memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu
pengetahuan bagi kita semua.

Kupang, Maret 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................................
Daftar Isi..........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang....................................................................................................
1.2. Tujuan.................................................................................................................
BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1. Konsep Teori.......................................................................................................
2.1.1. Pengertian ...............................................................................................
2.1.2. Peredaran Darah Ginjal Fisiologis............................................................
2.1.3. Etiologi......................................................................................................
2.1.4. Patofisiologi..............................................................................................
2.1.5. WOC.........................................................................................................
2.1.6. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis.......................................
2.1.7. Manifestasi Klinis......................................................................................
2.1.8. Penatalaksanaan .....................................................................................
2.2. Konsep Asuhan Keperawatan............................................................................
2.2.1. Pengkajian................................................................................................
2.2.2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan.....................................................
2.2.3. Intervensi Keperawatan............................................................................
2.3. Kasus..................................................................................................................
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan.........................................................................................................
3.2. Saran...................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sindrom Nefrotik merupakan penyakit ginjal yang paling sering ditemukan pada
anak, dan didefinisikan sebagai kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya
kerusakan glomerulus yang terjadi pada anak dengan karakteristik proteinuria,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema (Suradi & Yuliani, 2010).
Sejumlah anak dengan sidroma nefrotik yang mengalami kekambuhan dapat
berkurang secara bertahap sesuai dengan bertambahnya usia anak. Insiden
yang ditemukan pada Sindroma Nefrotik yaitu angka mortalitas dan prognosis
anak bervariasi berdasarkan penyebab, keparahan, tingkat kerusakan ginjal,
usia anak serta respon anak terhadap pengobatan. Penyakit ini sedikit lebih
tinggi pada anak laki-laki dari pada anak perempuan (Betz & Sowden, 2009).
Insidens Sindroma Nefrotik pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat
dan Inggris terdapat 2-7 kasus baru per 100.000 anak dalam satu tahun,
dengan prevalensi berkisar 12-16 kasus per 100.000 anak. Di negara
berkembang insidensinya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000
per tahun pada anak berusia kurang dari 14 tahun. Perbandingan anak laki-laki
dan perempuan 2:1 (Konsensus IDAI, 2012 dalam Arif Y. Prabowo, 2014).
Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurisya, dkk (2014)
di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung dan Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Bandung, di dominasi oleh laki-laki dengan rasio laki-laki
berbanding perempuan 1,4:1. Hasil ini sesuai pula dengan yang dikemukakan
oleh Niaudet serta Dolan dan Gill bahwa penderita SN anak laki-laki lebih
banyak dari pada anak perempuan.
Pramana, dkk (2013) melaporkan bahwa penderita Sindroma Nefrotik yang
dirawat di Instalasi Rawat Inap RSUP.Dr.M.Djamil Padang periode 1 Januari
2009- 30 April 2012 sebanyak 56 orang yang didominasi oleh anak pada usia >
6 tahun sebanyak 55,4% serta rasio kejadian Sindroma Nefrotik pada anak laki-
laki dan perempuan sebesar 1,43:1.
Sindrom nefrotik dapat dibedakan menjadi sindrom nefrotik kongenital,
sindrom nefrotik primer, dan sindrom nefrotik sekunder. Pada umumnya
sebagian besar (±80%) sindrom nefrotik primer memberi respon yang baik
terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% diantaranya
akan relaps dan sekitar 10% tidak memberi respon lagi dengan pengobatan
steroid (Konsensus IDAI, 2012 dalam Arif Y. Prabowo, 2014).
Jika seorang anak memberikan respon baik terhadap pengobatan dan
diperbolehkan untuk rawat jalan, maka perawat perlu memberikan pendidikan
kesehatan pada orangtua mengenai tanda dan gejala kekambuhan sindroma
nefrotik seperti edema, oligurie bahkan anurie serta urine yang berwarna pekat.
Jika tanda dan gejala tersebut telah muncul pada anak, anjurkan kepada
orangtua atau keluarga untuk segera membawa anak ke pelayanan kesehatan
terdekat.
Namun, jika anak tidak berespon baik terhadap pngobatannya dampak yang
akan tejadi adalah Penyakit Ginjal Kronik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Pardede dan Chunnaedy, (2009) di RS Dr.Cipto Mangunkusumo, penyebab
PGK didominasi oleh sindroma nefrotik (55,5%). Dampak lain yang sering
terjadi pada anak dengan Sindroma Nefrotik adalah infeksi seperti hipertensi,
serta selulitis dan peritonitis akibat penurunan daya tahan tubuh (Betz &
Sowden, 2009).
Survey awal yang dilakukan pada 11 Januari 2017 diruang Akut IRNA
Kebidanan Anak RSUP.Dr.M.Djamil Padang ditemukan 24 orang anak
dirawat,1 orang anak diantaranya dengan diagnosa medis Sindroma Nefrotik.
Pada anak dengan Sindrom Nefrotik, Diagnosa keperawatan yang muncul
adalah Kelebihan volume cairan dan hipertermi. Adapun implementasi
keperawatan yang telah dilaksanakan kepada anak tersebut ialah kompres
hangat serta memantau suhu anak, menimbang berat badan anak setiap hari,
berkolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian terapi diit, berkolaborasi
dengan dokter untuk pemberian terapi (steroid, antibiotik, antihipertensi ).
Salah satu peran perawat yaitu berkolaborasi dengan tim pelayanan kesehatan
lain untuk memberikan perawatan dan pengobatan yang optimal, perawat
dapat berkolaborasi dengan tim medis untuk pemberian terapi diuretik dalam
kasus Sindroma Nefrotik ini. Selain itu, perawat perlu memberikan penilaian
serta mengobservasi tingkat keparahan edema, penambahan berat badan,
mengontrol kelembaban kulit serta memantau protein serum pada anak dengan
Sindroma Nefrotik (Betz & Sowden, 2009).

1.2. Tujuan
1.1. Tujuan Umum
Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada anak dengan
Sindroma Nefrotik di Ruang Akut Irna Kebidanan & Anak RSUP Dr. M.
Djamil Padang tahun 2017.
1.2. Tujuan Khusus
1. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian pada anak dengan kasus
Sindroma Nefrotik di Ruang Akut Irna Kebidanan & Anak RSUP Dr. M.
Djamil Padang tahun 2017.
2. Mampu mendeskripsikan rumuskan diagnosa keperawatan pada anak
dengan kasus Sindroma Nefrotik di Ruang Akut Irna Kebidanan & Anak
RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017.
3. Mampu mendeskripsikan rencana keperawatan pada anak dengan kasus
Sindroma Nefrotik di Ruang Akut Irna Kebidanan & Anak RSUP Dr. M.
Djamil Padang tahun 2017.
4. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada anak dengan kasus
Sindroma Nefrotik di Ruang Akut Irna Kebidanan & Anak RSUP Dr. M.
Djamil Padang tahun 2017.
5. Mampu mendeskripsikan evaluasi pada anak dengan kasus Sindroma
Nefrotik di Ruang Akut Irna Kebidanan & Anak RSUP Dr. M. Djamil
Padang tahun 2017.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP TEORI
1. Pengertian
Sindroma Nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh kerusakan
glomerulus. Peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma
yang dapat menyebabkan terjadinya proteinuria, hipoalbuminemia,
hiperlipidemia dan edema (Betz & Sowden, 2009).
Sindroma Nefrotik merupakan penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat
hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (Ngastiyah, 2014).

2. Peredaran Darah Ginjal Fisiologis


Ginjal mendapatkan darah dari arteri renalis yang merupakan cabang dari
aorta abdominalis. Arteri renalis memiliki cabang yang besar yaitu arteri
renalis anterior dan juga memiliki cabang yang kecil yaitu arteri renalis
posterior. Cabang anterior memberikan darah untuk ginjal anterior dan
ventral sedangkan cabang posterior memberikan darah untuk ginjal
posterior dan dorsal.
Diantara kedua cabang ini terdapat suatu garis yaitu Brudels Line yang
terdapat disepanjang margo lateral dari ginjal. Pada garis ini tidak terdapat
pembuluh darah, sehingga kedua cabang ini akan menyebar hingga
kebagian anterior dan posterior dari kolisis sampai ke medula ginjal yang
terletak diantara piramid dan disebut dengan arteri interlobularis yang
berjalan tegak kedalam korteks dan berakhir sebagai vasa aferen
glomerulus untuk 1-2 glomerulus, ploksus kaliper sepanjang sepanjang
tubulus dan melingkar didalam korteks serta sebagai pembuluh darah yang
menembus kapsul Bowman.
Dari glomerulus keluar pembuluh darah aferen dan terdapat suatu anyaman
yang mengelilingi tubuli kontorti. Disamping itu ada cabang yang lurus
menuju pelvis renalis untuk memberikan darah pada ansa henle dan duktus
koligen yang dinamakan dengan arteri rektal. (Syaifuddin, 2012).

3. Etiologi
Ngastiyah, (2014) mengatakan bahwa belum pasti diketahui penyebab
Sindroma Nefrotik, namun akhir-akhir ini dianggap sebagai penyakit
autoimun. Umumnya, etiologi Sindroma Nefrotik dibagi menjadi :
a. Sindrom Nefrotik Bawaan
Sindroma Nefrotik Bawaan diturunkan sebagai resesif autosomal,
klien ini biasanya tidak merespon terhadap pengobatan yang
diberikan. Adapun gejala yang biasanya terjadi yaitu edema pada
masa neonatus. Umumnya, perkembangan pada klien terbilang buruk
dan klien akan meninggal pada bulan-bulan pertama kehidupannya.
b. Sindrom Nefrotik Sekunder
Sindroma Nefrotik Sekunder bukan disebabkan oleh turunan
kromosom, namun disebabkan oleh beberapa masalah seperti :
(1) Malaria kuartana atau parasit lainnya
(2) Penyakit Lupus Eritematosus Diseminata, purpura dan
anafilaktoid
(3) Glomerulonefritis akut atau kronis, trombosis vena renalis
(4) Penyakit sel sabit, dll
c. Sindrom Nefrotik Ideopatik
Belum diketahui penyebab Sindrom Nefrotik Ideopatik atau juga
disebut Sindroma Nefrotik Primer. Berdasarkan histopatologis yang
tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan
mikroskop elektron, Churg, dkk membagi Sindrom Nefrotik Ideopatik
kedalam 4 golongan yaitu :
(1) Kelainan minimal yaitu dengan mikroskop biasa glomerulus
terlihat normal, namun dengan mikroskop elektron terlihat foot
prosessus sel epitel berpadu.
(2) Nefropati Membranosa yaitu terjadi penebalan dinding kapiler
glomerulus
(3) Glomerulonefritis Proliferatif
d. Glomerulonefritis Fokal Segmental
Pada Glomerulonefritis fokal segmental yang paling mencolok yaitu
sklerosis glomerulus yang disertai atrofi tubulus.

4. Patofisiologi
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada
hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Kelanjutan
dari proteinuria akan dapat mengakibatkan hipoalbuminemia. Dengan
menurunnya jumlah albumin, terjadilah penurunan tekanan osmotik plasma
sehingga cairan intravaskuler akan berpindah ke interstisial. Perpindahan
cairan tersebut mengakibatkan volume cairan intravaskuler berkurang dan
terjadilah kondisi hipovolemik pada pasien, kondisi hipovolemik ini jika tidak
segera diatasi akan berdampak pada hipotensi.
Rendahnya volume cairan pada intravaskuler ini akan mempengaruhi aliran
darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang
produksi renin angiotensin dan peningkatan sekresi antidiuretik hormon
(ADH) dan sekresi aldosteron yang mengakibatkan retensi terhadap natrium
dan air yang berdampak pada edema. Penurunan daya tahan tubuh juga
mungkin terjadi akibat hipoalbuminemia, jika tidak segera diatasi pasien
dengan Sindroma Nefrotik akan rentan terhadap infeksi seperti peritonitis
dan selulitis.
Anak dengan sindroma nefrotik dapat mengalami peningkatan kolesterol
dan trigliserida serum akibat peningkatan dari produksi lipoprotein karena
penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik plasma. Selain itu,
peningkatan produksi lipoprotein didalam hepar akibat kompensasi
hilangnya protein dapat mengakibatkan terjadinya hiperlipidemia, dan akan
ditemukan lemak didalam urine atau lipiduria.
Menurunnya kadar natrium dalam darah anak dengan sindroma nefrotik
atau keadaan dehidrasi akibat retensi cairan akan merangsang sekresi
hormon renin yang berperan penting dalam mengatur tekanan darah.
Selanjutnya renin mengubah angiotensin yang disekresi hati menjadi
angiotensin I. Sel kapiler paru selanjutnya mengubah angiotensin I menjadi
angiotensin II yang mengonsentrasi otot polos sekeliling arteriola. Hal inilah
yang menyebabkan anak mengalami tekanan darah tinggi. Dalam kondisi
lain, ketidakseimbangan natrium akibat konsumsi natrium yang terlalu
sedikit akan mengakibatkan anak mengalami hipotensi (Suriadi & Yuliani,
2010).
5. WOC
6. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisoologis
Syaifuddin, (2012) mengatakan bahwa perubahan fisiologis pada anak
dengan sindrom nefrotik adalah :
a. Sistem Peredaran Darah (Sirkulasi)
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerulus mengakibatkan
protein lolos dan keluar bersama urine yang menyebabkan protein
dalam plasma berkurang, tekanan osmotic koloid menurun dan tekanan
hidrostatik meningkat, akibatnya cairan intravaskuler berpindah kedalam
interstisial. Respon tubuh anak adalah edema, edema akan semakin
parah dan hal ini terlihat dari postur tubuh anak yang hingga mengalami
edema anasarka. Jumlah cairan intravaskuler yang menurun dapat
mengakibatkan syok hipovolemik.
b. Sistem Pencernaan
Penumpukan cairan keruang interstisial dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan abdomen yang mendesak lambung. Respon tubuh
anak adalah anoreksia dan mual muntah.
c. Sistem Pernapasan
Penumpukan cairan keruang interstisial dapat mendesak rongga dada,
sehingga ekspansi paru menurun. Respon tubuh anak adalah napas
cepat.
d. Sistem Perkemihan
Stimulus yang diberikan oleh hormon renin – angiotensin
mengakibatkan peningkatan sekresi hormon ADH. Sehingga, reabsorbsi
Na+ dan Air juga mengalami peningkatan. Respon tubuh anak adalah
penurunan haluaran urine atau Oliguri bahkan anak bisa mengalami
anurine, selain itu anak juga akan mengalami edema yang akan
memburuk menjadi edema anasarka.
Penurunan fungsi filtrasi glomerulus mengakibatkan protein terfiltrasi
dan ikut keluar bersama urine, jika dilakukan pemeriksaan hematologi
akan ditemukan hasil hipoalbuminemia. Respon tubuh anak adalah
daya tahan tubuh yang rendah.

7. Manifestasi Klinis
Walaupun gejala pada anak akan bervariasi seiring dengan perbedaan
proses penyakit, gejala yang paling sering berkaitan dengan sindroma
nefrotik adalah :
a. Penurunan haluaran urine dengan warna gelap dan berbusa.
b. Retensi cairan dengan edema berat (edema fasial, abdomen, area
genitalia dan ekstremitas).
c. Distensi abdomen karena edema yang mengakibatkan sulit bernapas,
nyeri abdomen, anoreksia dan diare.
d. Pucat.
e. Keletihan dan intoleransi aktivitas.
f. Nilai uji laboratorium abnormal seperti proteinuria > 2gr/m2/hari,
albumin serum < 2gr/dl, kolesterol serum mencapai 450-1000mg/dl.
(Betz & Sowden, 2009)

8. Penatalaksanaan
Menurut Betz & Sowden, (2009) penatalaksanaan medis untuk sindrom
nefrotik meliputi :
a. Pemberian kortikosteroid seperti prednison atau prednisolon untuk
menginduksi remisi. Dosis akan diturunkan setelah 4 sampai 8 minggu
terapi. Jika pasien mengalami kekambuhan, maka perlu diberikan
kortikosteroid dengan dosis tinggi untuk beberapa hari.
b. Penggantian protein, hal ini dapat dilakukan dengan pemberian albumin
melalui makanan atau melalui intravena.
c. Pengurangan edema.
d. Terapi diuretik, hendaknya terapi ini diberikan lebih cermat guna
mencegah terjadinya penurunan volume intravaskuler, pembentukan
rombus maupun ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
e. Membatasi pemberian natrium.
f. Mempertahankan keseimbangan elektrolit.
g. Pengobatan nyeri untuk mengatasi ketidaknyamanan yang
berhubunganvdengan edema maupun tindakan medis yang dilakukan
kepada pasien.
h. Pemberian antibiotik seperti penisilin oral atau jenis lain,
mengingatvpasien dengan sindroma nefrotik rentan terkena infeksi
akibat daya tahanvtubuhnya yang rendah.
i. Terapi Imunosupresif untuk anak yang gagal berespon dengan terapi
steroid.

Menurut Ngastiyah, (2014) Penatalaksanaan medis pada anak dengan


Sindroma nefrotik Meliputi :
a.Diit tinggi protein sebanyak 2-3 gr/Kg BB dengan garam minimal bila
edema masih berat. Bila edema sudah berkurang, maka dapat diberikan
sedikit garam ( Buku Kuliah IKA Jilid II).
b.Mencegah infeksi juga perlu dilakukan, karena anak kemungkinan akan
menderita tuberkulosis. Bila terjadi infeksi beri terapi antibiotik.
c. Kondisi alkalosis akibat hipokalemia dapat dibantu dengan pemberian
terapi KCl.
d.Kondisi hipertensi pada klien dapat diatasi dengan pemberian obat-
obatan antihipertensif seperti resephin atau pemblok beta dengan efek
samping penurunan laju filtrasi glomerulus dan harus digunakan dengan
sangat hati-hati.
e.Berikan diuretik untuk mengatasi edema
f. Berikan terapi kortikosteroid. International Kooperative Study Of Kidney
Disease in Children (ISKDC) mengajukan cara pengobatan sebagai
berikut:
(1) Selama 28 hari prednison diberikan peroral dengan dosis 60
mg/hari/luas permukaan badan dengan maksimum 80 mg/hari/luas
permukaan badan.
(2) Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral 28 hari dengan
dosis 40 mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam seminggu diberikan dosis
60 mg/hari/lpb.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan kasus Sindroma Nefrotik meliputi :
a. Identitas, seperti :nama, tempat tanggal lahir/umur, berat badan
lahir, panjang badan lahir, serta apakah bayi lahir cukup bulan atau
tidak, jenis kelamin, anak ke, jumlah saudara dan identitas orang
tua.
b. Keluhan Utama
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya orang tua anak mengeluhkan sembab pada beberapa
bagian tubuh anak seperti pada wajah, mata, tun gkai serta
bagian genitalia. Orang tua anak biasanya juga mengeluhkan
anaknya mudah demam dan daya tahan tubuh anaknya
terbilang rendah.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu ditanyakan pada orangtua berat badan anak dahulu untuk
menilai adanya peningkatan berat badan. Perlu dikaji riwayat
keluarga dengan sindroma nefrotik seperti adakah saudara-
saudaranya yang memiliki riwayat penyakit ginjal dan riwayat
tumbuh kembang anak yang terganggu, apakah anak pernah
mengalami diare atau sesak napas sebelumnya, serta adanya
penurunan volume haluaran urine.
3) Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Perlu dikaji adanya penyakit pada ibu saat masa kehamilan
adakah menderita penyakit lupus eritematosus sistemik atau
kencing manis, konsumsi obat-obatan maupun jamu tradisional
yang diminum serta kebiasaan merokok dan minum alcohol
selama hamil.
4) Riwayat Pertumbuhan
Biasanya anak cenderung mengalami keterlambatan
pertumbuhan karena keletihan akibat lambung yang mengalami
tekanan oleh cairan intrastisial dan memberikan persepsi
kenyang pada anak.
5) Riwayat Psikososial dan Perkembangan
Penurunan nilai cardiac output dapat mengakibatkan penurunan
perfusi darah ke otak. Hal ini dapat berdampak pada
ketidakseimbangan perfusi jaringan cerebral pada anak.
Sehingga anak perlu mendapatkan stimulasi tumbuh kembang
dengan baik.
c. Pemeriksaan Fisik
a) TTV
1) Tekanan Darah: Pada masa anak-anak tekanan darah sistole
normal 80 sampai 100 mmHg dan nilai diastole normal 60
mmHg. Anak dengan hipovolemik akan mengalami hipotensi,
maka akan ditemukan tekanan darah kurang dari nilai normal
atau dapat ditemukan anak dengan hipertensi apabila
kolesterol anak meningkat.
2) Nadi: berdasarkan usia, frekuensi nadi anak usia 2-6 tahun
105x/ menit, frekuensi nadi anak usia 6-10 tahun 95x/menit,
frekuensi nadi anak usia 10-14 tahun 85x/menit dan frekuensi
nadi anak usia 14-18 tahun 82x/menit.
3) Pernapasan: frekuensi napas anak usia 2-6 tahun 21-
30x/menit, anak 6 sampai 10 tahun 20-26x/menit dan anak
usia 10-14 tahun 18-22x/menit.
b) Postur
BB Ideal: bagi anak usia 2-12 tahun dengan cara 2n (umur dalam
tahun) + 8. Perlu ditanyakan kepada orangtua, BB anak sebelum
sakit untuk menentukan adanya peningkatan BB pada anak
dengan sindroma nefrotik. Edema pada anak juga dapat ditandai
dengan peningkatan Berat Badan >30%.
c) Kepala-leher
Pada umumnya tidak ada kelainan pada kepala, normalnya
Jugularis Vein Distention (JVD) terletak 2 cm diatas angulus
sternalis pada posisi 45º, pada anak dengan hipovolemik akan
ditemukan JVD datar pada posisi supinasi, namun pada anak
dengan hipervolemik akan ditemukan JVD melebar sampai ke
angulus mandibularis pada posisi anak 45º.
d) Mata
Biasanya pada pasien dengan Sindroma Nefrotik mengalami
edema pada periorbital yang akan muncul pada pagi hari setelah
bangun tidur atau konjunctiva terlihat kering pada anak dengan
hipovolemik.
e) Hidung
Pada pemeriksaan hidung secara umum tidak tampak kelainan,
namun anak dengan Sindroma Nefrotik biasanya akan memiliki
pola napas yang tidak teratur sehingga akan ditemukan
pernapasan cuping hidung.
f) Mulut
Terkadang dapat ditemukan sianosis pada bibir anak akibat
penurunan saturasi oksigen. Selain itu dapat ditemukan pula bibir
kering serta pecah-pecah pada anak dengan hipovolemik .
g) Kardiovaskuler
1) Inspeksi, biasanya tampak retraksi dinding dada akibat pola
napas yang tidak teratur
2) Palpasi, biasanya terjadi peningkatan atau penurunan denyut
jantung
3) Perkusi, biasanya tidak ditemukan masalah
4) Auskultasi, biasanya auskultasi akan terdengar ronki serta
penurunan bunyi napas pada lobus bagian bawah. Bila
dilakukan EKG, maka akan ditemukan aritmia, pendataran
gelombang T, penurunan segmen ST, pelebaran QRS, serta
peningkatan interval PR.
h) Paru-paru
1) Inspeksi, biasanya tidak ditemukan kelainan
2) Palpasi, biasanya dapat ditemukan pergerakan fremitus tidak
simetris bila anak mengalami dispnea
3) Perkusi, biasanya ditemukan sonor
4) Auskultasi, biasanya tidak ditemukan bunyi napas tambahan.
Namun, frekuensi napas lebih dari normal akibat tekanan
abdomen kerongga dada.
i) Abdomen
1) Inspeksi, biasanya kulit abdomen terlihat tegang dan mengkilat
bila anak asites
2) Palpasi, biasanya teraba adanya distensi abdomen dan bila
diukur lingkar perut anak akan terjadi abnormalitas ukuran
3) Perkusi, biasanya tidak ada kelainan
4) Auskultasi, pada anak dengan asites akan dijumpai shifting
dullness
j) Kulit
Biasanya, pada anak Sindroma Nefrotik yang mengalami diare
akan tampak pucat serta keringat berlebihan, ditemukan kulit anak
tegang akibat edema dan berdampak pada risiko kerusakan
integritas kulit.
k) Ekstremitas
Biasanya anak akan mengalami edema sampai ketungkai bila
edema anasarka atau hanya edema lokal pada ektremitas saja.
Selain itu dapat ditemukan CRT > 2 detik akibat dehidrasi.
l) Genitalia
Biasanya pada anak laki-laki akan mengalami edema pada
skrotum dan pada anak perempuan akan mengalami edema pada
labia mayora.
d. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Urine
1) Urinalisis
(a) Proteinuria, dapat ditemukan sejumlah protein dalam urine
lebih dari 2 gr/m2/hari.
(b) Ditemukan bentuk hialin dan granular.
(c) Terkadang pasien mengalami hematuri.
2) Uji Dipstick urine, hasil positif bila ditemukan protein dan
darah.
3) Berat jenis urine akan meningkat palsu karena adanya
proteinuria (normalnya 50-1.400 mOsm).
4) Osmolaritas urine akan meningkat.
b) Uji Darah
1) Kadar albumin serum akan menurun, dengan hasil kurang dari
2 gr/dl (normalnya 3,5-5,5 gr/dl).
2) Kadar kolesterol serum akan meningkat, dapat mencapai 450-
1000 mg/dl (normalnya <200 mg/dl).
3) Kadar hemoglobin dan hematokrit akan meningkat atau
mengalami hemokonsentrasi ( normalnya Ht pada laki-laki 44-
52% dan pada Perempuan 39-47% ).
4) Kadar trombosit akan meningkat, mencapai 500.000-
1.000.000/ μl (normalnya 150.000-400.000/μl).
5) Kadar elektrolit serum bervariasi sesuai dengan keadaan
penyakit perorangan (normalnya K+ 3,5-5,0 mEq/L, Na+ 135-
145 mEq/L, Kalsium 4-5,5 mEq/L, Klorida 98-106 mEq/L).
e. Uji Diagnostik
Biopsi ginjal dapat dilakukan hanya untuk mengindikasikan status
glomerular, jenis sindrom nefrotik, respon terhadap
penatalaksanaan medis dan melihat proses perjalanan penyakit
(Betz & Sowden, 2009).

2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan


Berdasarkan Diagnosis Keperawatan 2012-2014, diagnosa keperawatan
yang mungkin muncul :
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan tekanan
osmotic koloid
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot
pernapasan.
c. Nyeri Kronis berhubungan dengan agen biologis.
d. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan
sekuder,imunosupresan.
e. Diare berhubungan dengan edema mukosa usus.
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan faktor biologis.
g. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan
imunologik.

3. Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1. Kelebihan volume cairan 1. Keseimbangan 1. Manajemen cairan
Batasan Karakteristik : cairan a.Timbang berat badan
1. Gangguan elektrolit Kriteria Hasil: setiap hari dan monitor
2. Anasarka a.Keseimbangan intake status pasien
3. Perubahan tekanan dan output dalam 24 jam b.Jaga dan catat
darah b.Berat badan stabil intake/output
4. Perubahan pola c. Turgor kulit c. Monitor status hidrasi
napas d.Asites d.Monitor tanda-tanda
5. Penuruna hematokrit e.Edema perifer vital pasien
6. Penurunan 2. Eliminasi urine e.Monitor kelebihan
hemoglobin Kriteria hasil : cairan atau retensi
7. Edema a.Pola eliminasi (misalnya edema,
8. Asupan melebihi b.Bau urine distensi vena jugularis
haluaran c. Jumlah urine dan edema)
9. Oliguri b.Warna urine f. Kaji luas dan lokasi
10. Distensi vena edema
jugularis g.Monitor status gizi
11. Efusi pleura h.Berikan cairan dengan
12. Penambahan berat tepat
badan dalam waktu i. Berikan diuretic yang
singkat diresepkan
Faktor Berhubungan 2. Monitor Cairan
dengan : a.Tentukan riwayat,
1. Gangguan jumlah dan tipe
mekanisme regulasi intake/output
2. Kelebihan asupan b.Monitor serum dan
cairan elektrolit urine
3. Kelebihan asupan c. Monitor TD, HR dan
natrium RR
d.Catat intake/ output
akurat
3. Monitor TTV
a.Monitor tekanan darah,
nadi, suhu dan status
pernapasan dengan
tepat
b.Monitor irama dan laju
pernapasan
c. Monitor warna kulit,
suhu dan kelembaban
d.Monitor sianosis
sentral dan perifer
2. Ketidakefektifan pola 1. Status pernapasan 1. Monitor pernapasan
napas Kriteria hasil : a.Monitor kecepatan,
Batasan Karakteristik : a.Frekuensipernapasan irama, kedalaman dan
1. Bradipnea b.Irama pernapasan kesulitan dalam
2. Penurunan tekanan c. Kedalaman inspirasi bernapas
ekspirasi d.Suara auskultasi b.Catat pergerakan
3. Pernapasan cuping pernapasan dada, catat
hidung e.Penggunaan otot bantu ketidaksimetrisan,
4. Fase ekspirasi napas penggunaan oto-totot
memanjang f. Retraksi dinding dada bantu pernapasan dan
5. Pernapasan bibir g.Sianosis retraksi dada
Faktor Berhubungan h.Pernapasan cuping c. Monitor suara napas
dengan : hidung tambahan seperti
1. Obesitas ngorok
2. Nyeri d.Monitor pola napas
3. Posisi tubuh (misalnya:bradipnea,
takipnea,hiperventilasi,
kusmaul)
e.Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
f. Monitor peningkatan
kelelahan, kecemasan
dan kekurangan udara
pada pasien
2. Manajemen Jalan
Napas
a.Atur posisi pasien
untuk memaksimalkan
ventilasi
b.Catat adanya suara
napas tambahan
Monitor tanda-tanda
vital
a.Monitor tekanan darah,
nadi, suhu dan status
pernapasan dengan
tepat
b.Monitor irama dan laju
pernapasan
c. Monitor warna kulit,
suhu dan kelembaban
d.Monitor sianosis
sentral dan perifer
3. Nyeri Akut 1. Kontrol nyeri Manajemen nyeri
Batasan Karakteristik : Kriteria Hasil : a.Lakukan pengkajian
1. Perubahan tekanan a.Mengenali kapan terjadi nyeri komprehensif
darah nyeri yang meliputi lokasi,
2. Perubahan frekuensi b.Menggunakan tindakan karakteristik, durasi,
pernapasan pengurangan nyeri non frekuensi,kualitas,inten
3. Mengekspresikan analgetik sitas dan faktor
dengan perilaku c. Melaporkan nyeri yang pencetus
4. Melaporkan nyeri terkontrol b.Kendalikan faktor
secara verbal 2. Tingkat nyeri lingkungan yang dapat
Faktor yang Kriteria Hasil : mempengaruhi
berhubungan : a.Nyeri yang dilaporkan terjadinya nyeri seperti
1. Agen cedera biologis b.Ekspresi nyeri wajah suhu
c. Ajarkan prinsip
managemen nyeri
(teknik relaksasi)
d.Dukung istirahat yang
adekuat untuk
mengurangi nyeri
e.Monitor kepuasan klien
terhadap managemen
nyeri yang diberikan
kepada klien
Pemberian analgetik
a.Cek perintah
pengobatan meliputi
nama, dosis dan
frekuensi
b.Cek adanya riwayat
alergi obat
c. Monitor tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian terapi
d.Berikan terapi sesuai
dengan waktu
paruhnya terutama
saat nyeri hebat
e.Evaluasi keefektifan
terapi analgetik
Aplikasi panas/dingin
a.Jelaskan penggunaan
aplikasi panas atau
dingin, alasan dan
pengaruh terhadap
nyeri
b.Pertimbangkan kondisi
kulit dan kontraindikasi
c. Bungkus perangkat
panas/dingin dengan
media seperti kain
d.Tentukan durasi
pengaplikasian
berdasarkan respon
verbal, perilaku, dan
biologis individu
C. KASUS
Anank A. Datang ke rumah sakit diantar oleh orang tuanya. Keluhan utama
Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan menurun

A.    Pengkajian

1.      Identitas.
Nama : an. A
Umur : 6 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : islam

2.      Riwayat Kesehatan.

a.       Keluhan utama.

Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan menurun

b.      Riwayat penyakit dahulu.

Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar bahan kimia.

c.       Riwayat penyakit sekarang.

Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun, konstipasi, diare,
urine menurun.

3.      Riwayat Kesehatan Keluarga.


Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan
terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua tahun setelah
kelahiran.

4.      Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Tidak ada hubungan.

5.      Riwayat kesehatan lingkungan.

Endemik malaria sering terjadi kasus NS.

6.      Imunisasi.

Tidak ada hubungan.

7.      Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan.

  Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8

  Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir.

  Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri


meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, senang
bermain dengan anak berjenis kelamin beda, oedipus kompleks untuk anak laki-
laki lebih dekat dengan ibu, elektra kompleks untuk anak perempuan lebih dekat
dengan ayah.

  Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school (inisiative vs rasa
bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk belajar mencari pengalaman baru. Jika
usahanya diomeli atau dicela anak akan merasa bersalah dan menjadi anak
peragu.
  Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai
mempresentasekan dunia dengan bahasa, bermain dan meniru, menggunakan
alat-alat sederhana.

  Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar orang dengan


kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-jarinya,
menyebut hari dalam seminggu, protes bila dilarang, mengenal empat warna,
membedakan besar dan kecil, meniru aktivitas orang dewasa.

  Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan tidur, kecemasan,


keterbatasan dalam bermain, rewel, gelisah, regresi, perasaan berpisah dari orang
tua, teman.

8.      Riwayat Nutrisi.

Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam keluarga. Status
gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar) X 100 %,
dengan interpretasi : < 60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan > 80 % (gizi
baik).

9.      Pengkajian Persistem.

  Sistem pernapasan.

Frekuensi pernapasan 15 – 32 X/menit, rata-rata 18 X/menit, efusi pleura karena


distensi abdomen

  Sistem kardiovaskuler.

Nadi 70 – 110 X/mnt, tekanan darah 95/65 – 100/60 mmHg, hipertensi ringan
bisa dijumpai.
  Sistem persarafan.

Dalam batas normal.

  Sistem perkemihan.

Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri.

  Sistem pencernaan.

Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah perut,


malnutrisi berat, hernia umbilikalis, prolaps anii.

  Sistem muskuloskeletal.

Dalam batas normal.

  Sistem integumen.

Edema periorbital, ascites.

  Sistem endokrin

Dalam batas normal

  Sistem reproduksi

Dalam batas normal.

  Persepsi orang tua


Kecemasan orang tua terhadap kondisi anaknya.
B.     Diagnosa Keperawatan

1.      Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder


terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus.

2.      Perubahan nutrisi kuruang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder
terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan.
N Diagnbosa Tujuan dan intervensi rasional
O keperawatan kriteria hasil
1. Kelebihan Tujuan : Mandiri : Perlu untuk
volume cairan Pasien tidak   Kaji menentukan
berhubungan menunjukkan masukan yang fungsi ginjal,
dengan bukti-bukti relatif terhadap kebutuhan
kehilangan akumulasi keluaran secara penggantian
protein cairan (pasien akurat. cairan dan
sekunder mendapatkan   Timbang penurunan
terhadap volume cairan berat badan resiko kelebihan
peningkatan yang tepat) setiap hari cairan.
permiabilitas (ataui lebih   Mengkaji
glomerulus. sering jika retensi cairan
Kriteria hasil: diindikasikan).   Untuk
  Penurunan   Kaji mengkaji ascites
edema, ascites perubahan dan karena
  Kadar edema : ukur merupakan sisi
protein darah lingkar umum edema.
meningkat abdomen pada   Agar tidak
  Output umbilicus serta mendapatkan
urine adekuat pantau edema lebih dari
600 – 700 sekitar mata. jumlah yang
ml/hari   Atur dibutuhkan
  Tekanan masukan cairan   Untuk
darah dan nadi dengan cermat. mempertahanka
dalam batas   Pantau n masukan yang
normal infus intra vena diresepkan
  Untuk
Kolaborasi : menurunkan
  Berikan ekskresi
kortikosteroid proteinuria
sesuai   Untuk
ketentuan. memberikan
  Berikan penghilangan
diuretik bila sementara dari
diinstruksikan. edema.

2 Perubahan Tujuan : Mandiri : Monitoring


nutrisi kuruang Kebutuhan   Catat intake asupan nutrisi
dari kebutuhan nutrisi akan dan output bagi tubuh
berhubungan terpenuhi makanan secara   Gangguan
dengan akurat nuirisi dapat
malnutrisi Kriteria   Kaji adanya terjadi secara
sekunder Hasil : anoreksia, perlahan. Diare
terhadap   Napsu hipoproteinemi sebagai reaksi
kehilangan makan baik a, diare. edema intestinal
protein dan   Tidak   Pastikan   Mencegah
penurunan terjadi anak mendapat status nutrisi
napsu makan. hipoprtoeinemi makanan menjadi lebih
a dengan diet buruk.
  Porsi yang cukup.   membantu
makan yang   Beri diet pemenuhan
dihidangkan yang bergizi nutrisi anak dan
dihabiskan   Batasi meningkatkan
  Edema dan natrium selama daya tahan
ascites tidak edema dan tubuh anak
ada. trerapi   asupan
kortikosteroid natrium dapat
  Beri memperberat
lingkungan edema usus
yang yang
menyenangkan, menyebabkan
bersih, dan hilangnya nafsu
rileks pada saat makan anak
makan   agar anak
  Beri lebih mungkin
makanan dalam untuk makan
porsi sedikit   untuk
pada awalnya merangsang
  Beri nafsu makan
makanan anak
spesial dan   untuk
disukai anak mendorong agar
  Beri anak mau
makanan makan
dengan cara   untuk
yang menarik menrangsang
nafsu makan
anak

Implementasi dan Evaluasi


No diagnosa intervensi implementasi Evaluasi

1 Kelebihan Mandiri : Mengksaji S: Keluhan


volume   Kaji masukan yang utama Badan
cairan masukan yang relatif terhadap bengkak,
berhubungan relatif terhadap keluaran secara muka sembab
dengan keluaran secara akurat. dan napsu
kehilangan akurat.   menimbang makan
protein   Timbang berat badan menurun
sekunder berat badan setiap hari (ataui O ; setelah
terhadap setiap hari (ataui lebih sering jika dilakukan
peningkatan lebih sering jika diindikasikan). perawatanm
permiabilitas diindikasikan).   mengkaji klien tampak
glomerulus.   Kaji perubahan membaik
perubahan edema : A ; keadaan
edema : ukur mengukur membaik
lingkar abdomen lingkar abdomen menunjukan
pada umbilicus pada umbilicus tahap awal
serta pantau serta pantau penyembuhan
edema sekitar edema sekitar
mata. mata. P; lanjutkan
  Atur   mengatur intervensi
masukan cairan masukan cairan
dengan cermat. dengan cermat.
  Pantau infus   memantau
intra vena infus intra vena

Kolaborasi : Kolaborasi :
  Berikan   memberikan
kortikosteroid kortikosteroid
sesuai sesuai
ketentuan. ketentuan.
  Berikan 1.  
diuretik bila memberika
diinstruksikan. n diuretik
bila
diinstruksik
an.

2. Perubahan Mandiri : Mandiri : S: napsu


nutrisi   Catat intake   mencatat makan pasien
kuruang dari dan output intake dan menurun
kebutuhan makanan secara output makanan O ; setelah
berhubungan akurat secara akurat dilakukan
dengan   Kaji adanya   mengkaji perawatanm
malnutrisi anoreksia, adanya klien tampak
sekunder hipoproteinemia, anoreksia, mampu
terhadap diare. hipoproteinemia, menghabiskan
kehilangan   Pastikan diare. makanan
protein dan anak mendapat   memastikan A ; keadaan
penurunan makanan dengan anak mendapat membaik
napsu makan. diet yang cukup. makanan dengan menunjukan
  Beri diet diet yang cukup. tahap awal
yang bergizi   memberi diet penyembuhan
  Batasi yang bergizi
natrium selama   membatasi P; lanjutkan
edema dan natrium selama intervensi
trerapi edema dan
kortikosteroid trerapi
  Beri kortikosteroid
lingkungan yang   memberi
menyenangkan, lingkungan yang
bersih, dan menyenangkan,
rileks pada saat bersih, dan
makan rileks pada saat
  Beri makan
makanan dalam   memberi
porsi sedikit makanan dalam
pada awalnya porsi sedikit
  Beri pada awalnya
makanan spesial   memberi
dan disukai anak makanan spesial
  Beri dan disukai anak
makanan dengan   memberi
cara yang makanan dengan
menarik cara

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Sindroma Nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh kerusakan
glomerulus. Peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma yang
dapat menyebabkan terjadinya proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan
edema (Betz & Sowden, 2009).
Walaupun gejala pada anak akan bervariasi seiring dengan perbedaan proses
penyakit, gejala yang paling sering berkaitan dengan sindroma nefrotik adalah :
a. Penurunan haluaran urine dengan warna gelap dan berbusa.
b. Retensi cairan dengan edema berat (edema fasial, abdomen, area genitalia dan
ekstremitas).
c. Distensi abdomen karena edema yang mengakibatkan sulit bernapas, nyeri
abdomen, anoreksia dan diare.
d. Pucat.
e. Keletihan dan intoleransi aktivitas.

Nilai uji laboratorium abnormal seperti proteinuria > 2gr/m2/hari, albumin


serum < 2gr/dl, kolesterol serum mencapai 450-1000mg/dl. (Betz & Sowden,
2009

3.2 SARAN

Sebagai mahasiswa keperawatyan kita harus mampu menangani dan memenuhi


kebutuhan pasien dalam hal penanganan masalah yang terjadi pada pasien anak
tersebut.

DAFTAR PUISTAKA
http://pustaka.poltekes-pdg.ac.id
Yuliana, Rita. 2007 Asuhan keperawatan pada anak. Edisi 2. Jakarta: penebar
Swadaya.

Anda mungkin juga menyukai