Disusun oleh :
ROEMIYATI, S. Kep. Ns.
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
kesempatan kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “Asuhan Keperawatan Neonatus pada bayi Ny. R dengan diagnosa
medis “RDS” tepat pada waktunya. Tidak lupa pula kami menyampaikan banyak
terimakasih kepada pembimbing ruangan yang telah membimbing kami serta
mengajarkan kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih banyak kekurangan yang masih perlu diperbaiki, untuk
itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.
Akhir kata kami sampaikan, semoga makalah ini dapat berguna dan
membantu proses pembelajaran bagi kita, terutama bagi kami sebagai penyusun.
Penulis,
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui,
Pembimbing dan Kepala Ruangan Nicu IRD
Pamiani S.Kep.Ns
NIP :196509181990032002
4
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
terjadi dalam waktu lama akan menyebabkan kerusakan otak dan berbagai
komplikasi pada organ tubuh. Komplikasi utama mencakup kebocoran udara
(emfisema interstisial pulmonal), perdarahan pulmonal, duktus arteriosus paten,
infeksi/kolaps paru, perdarahan intraventikular, yang berujung pada peningkatan
morbiditas dan mortalitas neonatus. RDS sering menjangkit bayi dengan berat
lahir rendah dikarenakan imaturitas fungsi organ tubuh. Hal ini ditegaskan pula
dalam (Sacco, 2015) bahwa, berat bayi lahir ekstrem rendah memiliki paru dengan
struktur dan fungsi yang imatur, sehingga menyebabkan lebih mudah terserang
RDS akibat defisiensi surfaktan.
Penilaian keadaan pernafasan dapat dilaksanakan dengan mengamati
gerakan dada atau perut. Pola pernafasan normal adalah teratur dengan waktu
ekspirasi lebih panjang dari pada waktu inspirasi, karena pada inspirasi otot
pernafasan bekerja aktif, sedangkan pada waktu ekspirasi otot pernafasan bekerja
secara pasif. Pada keadaan sakit dapat terjadi beberapa kelainan pola pernafasan
yang paling sering adalah takipnea. Kebutuhan fisiologis oksigenasi merupakan
kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel
tubuh, untuk mempertahankan hidupnya, dan untuk aktivitas berbagai organ atau
sel. Apabila dari 4 menit orang tidak mendapatkan oksigen maka akan berakibat
pada kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki dan biasanya pasien akan
meninggal (Alimul, 2006). Pemenuhan kebutuhan oksigen ini tidak terlepas dari
kondisi sistem pernafasan secara fungsional. Bila ada gangguan pada salah satu
organ sistem respirasi, maka kebutuhan oksigen akan mengalami gangguan.
Proses pernafasan dianggap sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja. Perawat
mempunyai peran yang penting dalam pemenuhan kebutuhan oksigen dan
pemeliharaan keseimbangan asam basa klien. Oleh karena itu, perawat harus
memahami konsep kebutuhan oksigen dan keseimbangan asam basa. Selain itu,
perawat juga harus terampil dalam melakukan intervensi keperawatan dalam
upaya pemenuhan kebutuhan oksigen dan asam basa (Asmadi, 2008)
8
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk Mengetahui dan memahami tentang konsep dasar RDS/ Respiratory
Distress Syndrom.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat mengetahui dan memahami konsep dasar RDS (Respiratory
Distress Syndrom) yang meliputi
1. Definisi,
2. Etiologi,
3. Patofisiologi dan
4. Pathway,
5. Manifestasi klinis,
6. Komplikasi
7. Penatalaksanaan.
8. Pemeriksaan Diagnostik
9. Pencegahan
10. Prognosis
b. Dapat mengetahui dan memahami konsep asuhan keperawatan yang
benar pada bayi dengan RDS (Respiratory Distress Syndrom) yang
meliputi pengkajian, analisa data, diagnose keperawatan, intervensi,
implementasi dan evaluasi.
1.4 Manfaat
1. Institusi Pendidikan
Sebagai referensi ilmiah untuk menambah wawasan dan sebagai panduan belajar
untuk mahasiswa di fakultas ilmi keperawatan
2. Profesi Kesehatan
9
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Etiologi
a. Penyebab RDS adalah kurangnya surfaktan di paru-paru.
Surfaktan adalah cairan yang menutupi bagian dalam paru-paru. Paru-
paru janin mulai memproduksi surfaktan pada pertengahan ketiga
kehamilan (hingga minggu ke-26 persalinan ). Surfaktan adalah zat
dialam kantung udara pada paru-paru. Hal tersebut membantu menjaga
paru-paru tetap mengembang sehingga bayi bisa bernafas setelah
dilahirkan. (NHLBI, 2012). Faktor predisposisi terjadinya sindrom
gawat nafas pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli masih kecil
sehingga sulit berkembang. Pengembangan kurang sempurna karena
dinding thoraks masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna.
Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga
paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan
fisiologis paru sehingga daya pengembangan paru menurun 25% dari
normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat
dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis
respiratorik. Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90%
fosfolipid dan 100% protein, lipoprotein ini berfungsi menurunkan
tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang
(Hasan, 2010).
b. Sindrom gawat nafas biasanya terjadi jika tidak cukup
11
2.1.3 Patofisiologi
13
dan penurunan curah jantung yang menurunkan perfusi ke organ vital. Akibat lain
adalah kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolus yang menyebabkan
terjadinya transudasi ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin. Fibrin bersama-
sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut
membran hialin. Membran hialin ini melapisi alveoli dan menghambat pertukaran
gas.
Atelektasis menyebabkan paru tidak mampu mengeluarkan karbon
dioksida dari sisa pernapasan sehingga terjadi asidosis respiratorik. Penurunan pH
menyebabkan vasokonstriksi yang semakin berat. Dengan penurunan sirkulasi
paru dan perfusi alveolar, PaO2 akan menurun tajam, pH juga akan menurun
tajam, serta materi yang diperlukan untuk produksi surfaktan tidak mengalir ke
dalam alveoli.
Sintesis surfaktan dipengaruhi sebagian oleh pH, suhu dan perfusi
normal, asfiksia, hipoksemia dan iskemia paru terutama dalam hubungannya
dengan hipovolemia, hipotensi dan stress dingin dapat menekan sintesis surfaktan.
Lapisan epitel paru dapat juga terkena trauma akibat kadar oksigen yang tinggi
dan pengaruh penatalaksanaan pernapasan yang mengakibatkan penurunan
surfaktan lebih lanjut (Asrining Surasmi, dkk, 2003).
Secara singkat dapat diterangkan bahwa dalam tubuh terjadi
lingkaran setan yang terdiri dari : atelektasis hipoksia asidosis transudasi
penurunan aliran darah paru hambatan pembentukan substansi surfaktan
atelektasis. Hal ini akan berlangsung terus sampai terjadi penyembuhan atau
kematian bayi (Staf Pengajar IKA, FKUI, 1985).
2.1.4 WOC 15
Primer Sekunder
2.1.4 Perdarahan
WOC antepartum, Seksio sesaria
Bayi prematur Ibu diabetes
hipertensi hipotensi Aspirasi mekonium Asfiksia Resusitasi Pneumotorak,
(pada ibu) (pneumonia aspirasi) neonatorum neonatus sindrom wilson,
mikity
Pembentukan Hiperinsulinemia Pengeluaran
membran hialin Gangguan perfusi darah janin hormon stress oleh Pernapasan intra uterin Janin kekurangan
O2 dan kadar CO2 Pemberian kadar
surfaktan paru uterus ibu O2 yang tinggi
meningkat Insufisiensi pada
belum sempurna Imaturitas paru
Sirkulasi utero plasenter Sumbatan jalan napas bayi prematur
kurang baik Mengalir ke janin parsial oleh air ketuban Gangguan
Trauma akibat
pematangan paru dan mekonium perfusi
Bayi prematur; dismaturitas kadar O2 yang
bayi yang berisi air
tinggi
Kerusakan surfaktan Menekan sintesis
Pertumbuhan surfaktan paru belum matang surfaktan
m.
Evaluasi: <3 = gawat nafas ringan
4-5 = gawat nafas sedang
>6 = gawat nafas berat
Sumber : Matahai (2010)
residual capacity’ merendah disertai ‘vital capacity’ yang terbatas. Demikian pula
fungsi ventilasi dan perfusi paru akan terganggu.
c. Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler
Penyelidikan dengan kateterisasi jantung memperhatikan beberapa perubahan dalam
fungsi kardiovaskuler berupa duktus arteriosus paten, pirau dari kiri ke kanan atau
pirau kanan ke kiri (bergantung pada lanjutnya penyakit), menurunnya tekanan arteri
paru dan sistemik.
d. Gambaran patologi/histopatologi
Pada otopsi, gambaran dalam paru menunjukkan adanya atelektasis dan membran
hialin di dalam alveolus dan duktus alveolaris. Di samping itu terdapat pula bagian
paru yang mengalami enfisema. Membran hialin yang ditemukan yang terdiri dari
fibrin dan sel eosinofilik yang mungkin berasal dari darah atau sel epitel ductus yang
nekrotik.
2.1.7 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medik tindakan yang perlu dilakukan
a. Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus selalu
diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5o-37oC) dengan cara
meletakkan bayi dalam inkubator. Kelembaban ruangan juga harus
adekuat (70-80%).
b. Pemberian oksigen. Pemberian oksigen harus dilakukan dengan
hati-hati karena berpengaruh kompleks terhadap bayi prematur.
Pemberian O2 yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi
seperti : fibrosis paru, kerusakan retina (fibroplasias retrolental), dll.
c. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlut untuk
mempertahankan homeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Pada
permulaan diberikan glukosa 5-10% dengan jumlah yang
disesuaikan dengan umur dan berat badan ialah 60-125 ml/kg
BB/hari. asidosis metabolik yang selalu dijumpai harus segera
dikoreksi dengan memberikan NaHCO3 secara intravena.
20
2.1.8 Pencegahan
Faktor yang dapat menimbulkan kelainan ini ialah pertumbuhan paru yang belum
sempurna karena itu salah satu cara untuk menghindarkan penyakit ini ialah
mencegah kelainan bayi yang maturitas parunya belum sempurna. Maturitas paru
dapat dikatakan sempurna bila produksi dan fungsi surfaktan telah berlangsung baik.
Gluck (1971) memperkenalkan suatu cara untuk mengetahui maturitas paru dengan
menghitung perbandingan antara lesitin dan sfingomielin dalam cairan amnion. Bila
perbandingan lesitin/sfingomielin sama atau lebih dari 2, bayi yang akan lahir tidak
akan menderita penyakit membran hialin, sedangkan bila perbandingan tadi kurang
dari 2 berarti paru bayi belum matang dan akan mengalami penyakit membran hialin.
Pemberian kortikosteroid oleh beberapa sarjana dianggap dapat merangsang
terbentuknya surfaktan pada janin. Penelitian mengenai hal ini masih terus dilakukan
saat ini. Cara yang paling efektif untuk menghindarkan penyakit ini ialah mencegah
21
prematuritas dan hal ini tentu agar sulit dikerjakan pada beberapa komplikasi
kehamilan tertentu.
2.1.9 Komplikasi
1. Pneumotoraks / pneumomediastinum
2. Pulmonary interstitial dysplasia
3. Patent ductus arteriosus (PDA)
4. Hipotensi
5. Asidosis
6. Hiponatermi / hipernatremi
7. Hipokalemi
8. Hipoglikemi
9. Intraventricular hemorrhage
10. Retinopathy pada prematur
11. Infeksi sekunder
(Suriadi dan Yuliani, 2006).
2.1.10 Prognosis
Penyakit membran hialin prognosisnya tergantung dari tingkat
prematuritas dan beratnya penyakit. Prognosis jangka panjang untuk semua bayi yang
pernah menderita penyakit ini sukar ditentukan. Mortalitas diperkirakan antara 20-
40% (Scopes, 1971).
b. Terapeutik
r. Bersihkan secret pada mulut, hidung dan
26
d. Kolaborasi
- Kolaborasi pemeriksaan X-Ray untuk konfirmasi
posisi selang, jika perlu
- Kolaborasi pemilihan jenis dan jumlah makan eteral
3. Pemberian makan perenteral
a. Observasi
- Identifikasi terapi yang diberikan sesuai dengan usia,
kondisi, dosis, kecepatan, dan rute
- Monitor tanda phlebitis, inflamasi dan thrombosis
- Monitor nilai laboratorium (BUN, Kreatinin, GDA,
Elektrolit, faal hepar)
- Monitor berat badan
- Monitor produksi urine
- Monitor jumlah masuk dan keluar
b. Terapeutik
- Cuci tangan dan pasang sarung tangan
- Gunakan tehnik aseptic dalam perawatan selang
- Berikan label pada wadah makanan parenteral
dengan tanggal, waktu, dan inisial perawat
- Atur laju infuse, konsentrasi dan volume yang akan
dimasukkan
- Pastikan infuse dihidupkan dan berfungsi, juka
tersedia
- Ganti balutan tiap 24-48 jam
- Ganti set infuse minimal 2x24 jam
- Ganti posisi pemasangan infuse maksimal 3 x 24 jam
- Hindari pengambilan sampel darah dan pemberian
obat pada selang nutrisi parenteral
c. Edukasi
31
2.2.5 Implementasi
Implementasi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk
membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan
yang lebih baik yang menggambarkan kreteria hasil yang diharapkan ( Gordon,
1994, dalam Potter & Perry, 2011)
2.2.6 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
dalam melakukan evaluasi perawat harus memiliki pengetahuan dan kemampuan
menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam
menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil (Hidayat, A.Aziz
Alimul, 2011).
34
BAB III
FORMAT PENGKAJIAN BAYI BARU LAHIR
PENGKAJIAN
A. DATA SUBJEKTIF
1. Identitas
Nama Bayi : By.Ny. R
Umur : 01 hari
Jenis Kelamin : Laki-laki
Anak Ke : 2
Nama Ibu : Ny. R
Umur : 30 tahun
Suku/bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Gunung Anyar Tengah
8/35B
Status : Menikah
Perkawinan
Nama Suami : Tn. E
Umur : 39 tahun
Suku/bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Gunung Anyar Tengah 8/35B
.
B. DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Lemah Nadi : 170 x/menit
36
Pemeriksaan Antropometri
PB : 49 cm
BB : 4700 gram
Lingkar kepala : 38 cm
a. Laboratorium :
Hasil Laboratorium tgl 28-2-2023 :
Hb : 19,2 mg/dl
HCT : 56,6 mg/dl
Plt : 312.000 mg/dl
WBC : 21.900 mg/dl
GDA : 59 mg/dl
Bilirubin Total : 9,30 mg/dl
Bilirubin Direk : 0,50 mg/dl
CRP : 0,10 mg/dl
b. Rontgen :
Foto Thoraks AP (asimetris ) :
Cor : Besar dan bentuk kesan normal
Pulmo : tampak infiltrat diparahiliar paracardial kanan
Trachea kesan ditengah
Sinus Phrenicocostalis kanan kiri tajam
Hemidiafragma kanan kiri tampak baik
Tulang-tulang tampak baik
Soft tissue tak tampak kelainan
Kesan : RDS – Cor tak tampak kelainan
Foto BOF :
39
ANALISA DATA
PRIORITAS MASALAH
3. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur yang akan
dilakukan
- Jelaskan kepada orang tua
faktor yang dapat
meningkatkan dan
menurunkan efektifitas obat.
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, jika perlu dan
pemberian anti biotik
44
b. Identifikasi kebutuhan
cairan sesuai dengan
usia gestasi dan berat
badan
R/ kebutuhan cairan
bayi 80
ml/kg BB/hari
c. Monitor suhu dan
tanda vital setiap 4 jam
48
BAB IV
PEMBAHASAN
oksigen nasal. Pada bayi Ny. R saat lahir tidak ada masalah pada
pernafasannya tetapi setelah beberapa saat setelah kelahiran, bayi
mengalami sesak.
4.3 Intervensi
Pada tinjauan pustaka dijelaskan bahwa suatu rencana tindakan yang
termasuk indikasi dan yang dapat ditimbulkan berdasarkan kondisi pasien,
serta hubungannya dengan masalah yang dialami pasien, meliputi antisipasi
dengan bimbingan terhadap keluarga pasien dan rencana tindakan harus
disetujui oleh keluarga pasien, semua tindakan harus berdasarkan rasional
yang relevan dan diakui kebenarannya serta situasi dan kondisi harus secara
otomatis.
Pada By. Ny. R dengan RDS penulis merencanakan asuhan
keperawatan berdasarkan diagnosa/masalah aktual dan potensial. Dalam hal
ini penulis menggunakan referensi yaitu buku terbitan DPP PPNI dengan
judul SDKI, SIKI, SLKI.
Dalam kasus by ny R tidak didapatkan kesenjangan antara teori dan
kasus, karena rencana tindakan keperawatan sesuai dengan kasus di
lapangan.
4.4 Implementasi
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana tindakan
disusun dan ditunjukan pada nursing orders untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari implementasi adalah
membantu pasien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang
mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dan memfasilitasi
koping (Nursalam, 2001).
Sesuai tinjauan teori bahwa melaksanakan rencana tindakan
keperawatan harus efisien dan menjamin rasa aman bagi klien.
Implementasi dapat dikerjakan secara keseluruhan oleh perawat serta
bekerjasama dengan tim kesehatan lainnya sesuai dengan tindakan yang
53
telah direncanakan. Pada studi kasus bayi “R” dengan RDS, semua tindakan
yang telah direncanakan sudah dilaksanakan seluruhnya.
4.5 Evaluasi
Berdasarkan hasil asuhan yang diberikan pada bayi R dengan RDS
tidak ditemukan hambatan dan masalah yang terjadi. Setelah asuhan
tersebut di berikan.
Pasien bernafas menggunakan CPAP dengan settingan Fio2 30%
PEEP 8 cmH2O flow meter 8 lpm untuk meringankan beban usaha nafas
pada pasien.
Pada kasus By Ny R penulis tidak menemukan suatu kesenjangan
antara teori dan kasus.
54
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada
sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS
dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disesae. Penyebab terjadinya RDS
yaitu kurang/tidak adanya surfaktan dalam paru-paru. Namun terdapat
beberapa faktor predisposisi, yaitu bayi dari ibu diabetes, persalinan
sebelum umur kehamilan 37 minggu, kehamilan multijanin, persalinan SC,
persalinan cepat, asfiksia, stress dingin, dan riwayat bayi sebelumnya
terkena RDS.
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya
untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini
merupakan faktor kritis dalam terjadi RDS, ketidaksiapan paru menjalankan
fungsinya tersebut disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan.
Manifestasi klinis pada bayi yang menderita RDS dantaranya yaitu kesulitan
dalam memulai respirasi normal, dengkingan (grunting) pada saat ekspirasi,
refraksi sternum dan interkosta, nafas cuping hidung, dan sianosis pada
udara kamar. Komplikasi yang timbul akibat RDS yaitu antara lain ruptur
alveoli, dapat timbul infeksi, perdarahan intrakranial dan leukomalasia
periventrikular. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi yaitu
Bronchopulmonary Dysplasia (BPD) dan retinopathy prematur.
Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan pada
praktik keperawatan secara langsung kepada klien/pasien di berbagai
tatanan pelayanan kesehatan. Dengan tahapan sebagai berikut : pengkajian,
diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, implementasi dan evaluasi.
Dalam kasus RDS setelah diberikan asuhan keperawatan tidak ditemukan
kesenjangan antara teori dan kasus dilapangan.
55
5.2 Saran
Penilaian kegawatan pernafasan sangat menentukan dalam suatu
penanganan. Oleh karena itu, perawat harus memahami konsep kebutuhan
oksigen dan perawat juga harus terampil dalam melakukan intervensi
keperawatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan oksigen pada pasien
dengan kegawatan pernafasan.
56
DAFTAR PUSTAKA