Anda di halaman 1dari 56

1

ASUHAN KEPERAWATAN NEONATUS


PADA BY. NY. “R”
DI RUANG NICU IRD
RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA

Disusun oleh :
ROEMIYATI, S. Kep. Ns.

PELATIHAN KEPERAWATAN NEONATOLOGI


ANGKATAN XXXI
2023
2

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
kesempatan kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “Asuhan Keperawatan Neonatus pada bayi Ny. R dengan diagnosa
medis “RDS” tepat pada waktunya. Tidak lupa pula kami menyampaikan banyak
terimakasih kepada pembimbing ruangan yang telah membimbing kami serta
mengajarkan kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih banyak kekurangan yang masih perlu diperbaiki, untuk
itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.
Akhir kata kami sampaikan, semoga makalah ini dapat berguna dan
membantu proses pembelajaran bagi kita, terutama bagi kami sebagai penyusun.

Penulis,

ROEMIYATI, S. Kep. Ns.


3

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan pada By. Ny. “R


dengan diagnosa RDS tanggal 27 Februari sampai dengan 12 Maret
2023 di ruang NICU IRD RSUD dr. SOETOMO Surabaya.

Mengetahui,
Pembimbing dan Kepala Ruangan Nicu IRD

Pamiani S.Kep.Ns
NIP :196509181990032002
4

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………6


I.1. LATAR BELAKANG …………………………………….6
I.2. RUMUSAN MASALAH ………………………………….8
1.3 TUJUAN …………………………………………………..8
1.4 MANFAAT ………………………………………………..9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………..10


2.1 TINJAUAN PUSTAKA RDS ……………………………10
2.1.1 PENGERTIAN ………………………………………….10
2.1.2 ETIOLOGI ….…………………………………………..10
2.1.3 PATOFISIOLOGI……………….………………………13
2.1.4 WOC RDS ……………….……………………………...16
2.1.5 MANIFESTASI KLINIS ………………………………..17
2.1.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK ………………………19
2.1.7 PENATALAKSANAAN ……………………………….20
2.1.8 PENCEGAHAN ………………………………………...20
2.1.9 KOMPLIKASI …………………………………………..21
2.2 TINJAUAN PUSTAKA ASUHAN KEPERAWATAN
2.2.1 PENGKAJIAN ………………………………………….25
2.2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN ……………………….27
2.2.3 INTERVENSI …………………………………………..31
2.2.4 EVALUASI …………………………………………….31

BAB III TINJAUAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN


3.1 .. PENGKAJIAN …………………………………………. 35
3.2 ANALISA DATA ………………………………………..41
3.3 PRIORITAS MASALAH ………………………………..42
3.4 RENCANA TINDAKAN …………………. ……………43
3.5 TINDAKAN KEPERWATAN DAN EVALUASI ……....46
5

BAB IV PEMBAHASAN ………………………………….56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……………………60

DAFTAR ISI ………………………………………………. 62


6

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Respiratory Distress Syndrome (RDS) pada neonatus, yang dahulu
disebut dengan Penyakit Membran Hialin (PMH), adalah gangguan pernafasan
pada bayi prematur. Pada bayi baru lahir yang sehat, alveoli (bagian terkecil
pada sistem pertukaran gas di paru) berisi surfaktan, yang merupakan materi
yang dipersiapkan untuk proses kelahiran. Jika bayi baru lahir prematur tidak
memproduksi surfaktan yang cukup, mereka tidak dapat membuka paru-paru
mereka secara maksimal untuk bernafas (Gomella, 2017).
Berdasarkan data WHO, jumlah kematian neonates menurun 4,4 juta
pada tahun 1990 menjadi 3 juta pada tahun 2011. Angka kematian neonatus
menurun dari 32/1000 kelahiran hidup menjadi 22/1000 kelahiran hidup pada
periode yang sama, mengalami penurunan lebih dari 30%. Angka kematian
neonatus di Indonesia masih cukup tinggi yaitu sebesar 19 kematian per 1.000
(SDKI, 2007). Sebagian besar penyebab kematian bayi dan balita adalah masalah
yang terjadi pada bayi baru lahir / neonatal (umur 0-28 hari). Setiap 6 menit
terdapat BBL (bayi baru lahir) meninggal. Masalah neonatal ini meliputi asfiksia
(kesulitan bernapas saat lahir), bayi berat lahir rendah, trauma lahir, tetanus
neonatorum, kelainan kongenital, dan infeksi (Depkes RI, 2009). Profil kesehatan
provinsi Jawa Timur 2012 menyatakan bahwa provinsi Jawa timur memiliki
estimasi pemetaan AKB > 28,31/1000 kelahiran hidup, yaitu sebanyak
30,46/1000 kelahiran hidup. Hal ini menandakan bahwa Jawa Timur tergolong
provinsi dengan AKB tinggi. Dari laporan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
tahun 2012, diketahui bahwa jumlah bayi dengan BBLR di Jawa Timur mencapai
3,32% yang diperoleh dari persentase 19.712 bayi dari 594.461 bayi baru lahir
yang ditimbang. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian
kesehatan (Kemenkes) tahun 2007, RDS menyumbangkan AKB sebanyak 14%
sama besarnya dengan AKB yang disebabkan oleh prematuritas.
RDS menimbulkan defisiensi oksigen (hipoksia) dalam tubuh bayi,
sehingga bayi mengaktifkan metabolisme anaerob. Metabolisme anaerob akan
menghasilkan produk sampingan berupa asam laktat. Metabolisme anaerob yang
7

terjadi dalam waktu lama akan menyebabkan kerusakan otak dan berbagai
komplikasi pada organ tubuh. Komplikasi utama mencakup kebocoran udara
(emfisema interstisial pulmonal), perdarahan pulmonal, duktus arteriosus paten,
infeksi/kolaps paru, perdarahan intraventikular, yang berujung pada peningkatan
morbiditas dan mortalitas neonatus. RDS sering menjangkit bayi dengan berat
lahir rendah dikarenakan imaturitas fungsi organ tubuh. Hal ini ditegaskan pula
dalam (Sacco, 2015) bahwa, berat bayi lahir ekstrem rendah memiliki paru dengan
struktur dan fungsi yang imatur, sehingga menyebabkan lebih mudah terserang
RDS akibat defisiensi surfaktan.
Penilaian keadaan pernafasan dapat dilaksanakan dengan mengamati
gerakan dada atau perut. Pola pernafasan normal adalah teratur dengan waktu
ekspirasi lebih panjang dari pada waktu inspirasi, karena pada inspirasi otot
pernafasan bekerja aktif, sedangkan pada waktu ekspirasi otot pernafasan bekerja
secara pasif. Pada keadaan sakit dapat terjadi beberapa kelainan pola pernafasan
yang paling sering adalah takipnea. Kebutuhan fisiologis oksigenasi merupakan
kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel
tubuh, untuk mempertahankan hidupnya, dan untuk aktivitas berbagai organ atau
sel. Apabila dari 4 menit orang tidak mendapatkan oksigen maka akan berakibat
pada kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki dan biasanya pasien akan
meninggal (Alimul, 2006). Pemenuhan kebutuhan oksigen ini tidak terlepas dari
kondisi sistem pernafasan secara fungsional. Bila ada gangguan pada salah satu
organ sistem respirasi, maka kebutuhan oksigen akan mengalami gangguan.
Proses pernafasan dianggap sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja. Perawat
mempunyai peran yang penting dalam pemenuhan kebutuhan oksigen dan
pemeliharaan keseimbangan asam basa klien. Oleh karena itu, perawat harus
memahami konsep kebutuhan oksigen dan keseimbangan asam basa. Selain itu,
perawat juga harus terampil dalam melakukan intervensi keperawatan dalam
upaya pemenuhan kebutuhan oksigen dan asam basa (Asmadi, 2008)
8

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana definisi, etiologi, patofisiologi, pathway, manifestasi klinis,
komplikasi, penatalaksanaan, pemeriksaan diagnostic, pencegahan dan prognosis
dari penyakit RDS?

1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk Mengetahui dan memahami tentang konsep dasar RDS/ Respiratory
Distress Syndrom.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat mengetahui dan memahami konsep dasar RDS (Respiratory
Distress Syndrom) yang meliputi
1. Definisi,
2. Etiologi,
3. Patofisiologi dan
4. Pathway,
5. Manifestasi klinis,
6. Komplikasi
7. Penatalaksanaan.
8. Pemeriksaan Diagnostik
9. Pencegahan
10. Prognosis
b. Dapat mengetahui dan memahami konsep asuhan keperawatan yang
benar pada bayi dengan RDS (Respiratory Distress Syndrom) yang
meliputi pengkajian, analisa data, diagnose keperawatan, intervensi,
implementasi dan evaluasi.

1.4 Manfaat
1. Institusi Pendidikan
Sebagai referensi ilmiah untuk menambah wawasan dan sebagai panduan belajar
untuk mahasiswa di fakultas ilmi keperawatan
2. Profesi Kesehatan
9

Untuk memberikan informasi dan meningkatkan mutu pelayanan bagi perawat


dalam memberikan asuhan keperawatan bayi dengan RDS
3. Lahan Pelatihan
Sebagai penyuluhan kepada keluarga pasien RDS, sehingga dapat memberikan
pelayanan yang lebih baik
4. Masyarakat
Sebagai masukan dan informasi tentang bayi dengan RDS sehingga dapat
meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang RDS.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka Penyakit


2.1.1 Pengertian
10

Respiratory distress Syndrome (RDS) adalah pada neonatus, yang


dahulu disebut dengan Penyakit Membran Hialin (PMH), adalah gangguan
pernafasan pada system pernafasan neonatus, khususnya karena
kurangnya surfaktan yang efektif dan kurangnya tekanan permukaan
alveoli untuk mencegah kolaps pada alveoli (S. Suminto, 2017). Pada
bayi baru lahir yang sehat, alveoli (bagian terkecil pada sistem pertukaran gas di
paru) berisi surfaktan, yang merupakan materi yang dipersiapkan untuk proses
kelahiran. Jika bayi baru lahir prematur tidak memproduksi surfaktan yang
cukup, mereka tidak dapat membuka paru-paru mereka secara maksimal untuk
bernafas (Gomella, 2017).

2.1.2 Etiologi
a. Penyebab RDS adalah kurangnya surfaktan di paru-paru.
Surfaktan adalah cairan yang menutupi bagian dalam paru-paru. Paru-
paru janin mulai memproduksi surfaktan pada pertengahan ketiga
kehamilan (hingga minggu ke-26 persalinan ). Surfaktan adalah zat
dialam kantung udara pada paru-paru. Hal tersebut membantu menjaga
paru-paru tetap mengembang sehingga bayi bisa bernafas setelah
dilahirkan. (NHLBI, 2012). Faktor predisposisi terjadinya sindrom
gawat nafas pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli masih kecil
sehingga sulit berkembang. Pengembangan kurang sempurna karena
dinding thoraks masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna.
Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga
paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan
fisiologis paru sehingga daya pengembangan paru menurun 25% dari
normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat
dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis
respiratorik. Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90%
fosfolipid dan 100% protein, lipoprotein ini berfungsi menurunkan
tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang
(Hasan, 2010).
b. Sindrom gawat nafas biasanya terjadi jika tidak cukup
11

terdapat suatu substansi dalam paru-paru yang disebut surfaktan.


Surfaktan adalah suatu substansi molekul yang aktif dipermukaan
alveolus paru dan diproduksi oleh sel- sel tipe II paru-paru. Surfaktan
berguna untuk menurunkan tahanan permukaan paru. Surfaktan
terbentuk mulai pada usia kehamilan 24 minggu dan dapat
ditemukan pada cairan ketuban. Pada usia kehamilan 35 minggu,
sebagian besar bayi telah memiliki jumlah surfaktan yang cukup
(Maryunani, 2009).
c. Menurut Suriadi dan Yulianni (2010) etiologi dari RDS
yaitu:
1. Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka.
2. Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang
dan pengembangan kurang sempurna. Fungsi surfaktan untuk
menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara,
sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum
berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi
akan mengalami sesak nafas.
3. Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap
dalam proteinaceous filtrat serum (saringan serum protein), di
fagosit oleh makrofag.
4. Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram
5. Adanya kelainan di dalam dan di luar paru-paru. Kelainan dalam
paru yang menunjukkan sindrom ini adalah pneumotoraks/
pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH).
6. Bayi prematur atau kurang bulan. Diakibaatkan oleh kurangnya
produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan
minggu ke-22, semakin muda usia kehamilan, maka semakin
besar pula kemungkinan terjadi RDS.
RDS sering ditemukan pada bayi prematur. Insidens berbanding terbalik
dengan usia kehamilan dan berat badan. Artinya semakin muda usia kehamilan
ibu. Semakin tinggi kejadian RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya semakin tua
usia kehamilan, semakin rendah kejadian RDS (Asrining Surasmi, dkk, 2003).
12

PMH ini 60-80% terjadi pada bayi yang umur kehamilannya


kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi antara 32 dan 36 minggu, sekitar 5%
pada bayi yang lebih dari 37 minggu dan jarang pada bayi cukup bulan. Kenaikan
frekuensi dihubungkan dengan bayi dari ibu diabetes, persalinan sebelum umur
kehamilan 37 minggu, kehamilan multi janin, persalinan seksio sesaria, persalinan
cepat, asfiksia, stress dingin dan adanya riwayat bahwa bayi sebelumnya terkena,
insidens tertinggi pada bayi preterm laki-laki atau kulit putih (Nelson, 1999).
d. Faktor-faktor lainnya yaitu:
1. Faktor ibu
e. Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, gravida empat
atau lebih, sosial ekonomi rendah maupun penyakit pembuluh
darah ibu yang mengganggu pertukaran gas janin seperti hipertensi,
penyakit diabetes melitus, dan lain- lain.
2. Faktor plasenta
f. Faktor plasenta meliputi solusio plasenta, perdarahan
palsenta, plasenta kecil, plasenta tipis, plasenta tidak menempel
pada tempatnya.
3. Faktor janin
g. Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung,
tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan
lahir, kelainan kongenitaal pada neonatus dan lain-lain. Kegawatan
neonatal seperti kehilangan darah dalam periode perinatal, aspirasi
mekonium, pneumotoraks akibat tindakan resusitasi, dan hipertensi
pulmonal dengan aliran dari kanan ke kiri yang membawa darah
keluar dari paru.
4. Faktor Persalinan
h. Faktor persalinan meluputi partus lama, partus dengan
tindakan dan lain- lain. Bayi yang lahir dengan operasi besar,
berapa pun usia gestasinya dapat mengakibatkan terlambatnya
absorbsi cairan paru (Transient Tachypnea of Newborn).

2.1.3 Patofisiologi
13

Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap


sepenuhnya untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini
merupakan faktor kritis dalam terjadinya RDS. Ketidaksiapan paru menjalankan
fungsinya tersebut terutama disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya
surfaktan.
Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan
alveolus sehingga tidak terjadi kolaps pada akhir ekspirasi dan mampu memohon
sisa udara fungsional (kapasitas residu fungsional ) (Ilmu Kesehatan Anak, 1985).
Surfaktan juga menyebabkan ekspansi yang merata dan jarang ekspansi paru pada
tekanan intraalveolar yang rendah. Kekurangan atau ketidak matangan fungsi
sufaktan menimbulkan ketidak seimbangan inflasi saat inspirasi dan kolaps
alveoli saat ekspirasi tanpa surfaktan, janin tidak dapat menjaga parunya tetap
mengembang. Oleh karena itu, perlu usaha yang keras untuk mengembangkan
parunya pada setiap hembusan napas (ekspirasi), sehingga untuk bernapas
berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang lebih besar dengan disertai
usaha inspirasi yang lebih kuat. Akibatnya, setiap kali pernapasan menjadi sukar
seperti saat pertama kali pernapasan (saat kelahiran). Sebagai akibatnya, janin
lebih banyak menghabiskan oksigen untuk menghasilkan energi ini daripada ia
terima dan ini menyebabkan bayi kelelahan. Dengan meningkatnya kekelahan,
bayi akan semakin sedikit membuka alveolinya, ketidakmampuan
mempertahankan pengembangan paru ini dapat menyebabkan atelektasis.
Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan
pulmonary vaskular resistem (PVR) yang nilainya menurun pada ekspansi paru
normal. Akibatnya, terjadi hipoperfusi jaringan paru dan selanjutnya menurunkan
aliran darah pulmonal. Di samping itu, peningkatan PVR juga menyebabkan
pembalikan parsial sirkulasi, darah janin dengan arah aliran dari kanan ke kiri
melalui duktus arteriosus dan foramen ovale.
Kolaps paru (atelektasis) akan menyebabkan gangguan ventilisasi
pulmonal yang menimbulkan hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah kontraksi
vaskularisasi pulmonal yang menimbulkan penurunan oksigenasi jaringan dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme anaerobik. Metabolisme anaerobik
menghasilkan timbunan asam laktat sehingga terjadi asidosis metabolik pada bayi
14

dan penurunan curah jantung yang menurunkan perfusi ke organ vital. Akibat lain
adalah kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolus yang menyebabkan
terjadinya transudasi ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin. Fibrin bersama-
sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut
membran hialin. Membran hialin ini melapisi alveoli dan menghambat pertukaran
gas.
Atelektasis menyebabkan paru tidak mampu mengeluarkan karbon
dioksida dari sisa pernapasan sehingga terjadi asidosis respiratorik. Penurunan pH
menyebabkan vasokonstriksi yang semakin berat. Dengan penurunan sirkulasi
paru dan perfusi alveolar, PaO2 akan menurun tajam, pH juga akan menurun
tajam, serta materi yang diperlukan untuk produksi surfaktan tidak mengalir ke
dalam alveoli.
Sintesis surfaktan dipengaruhi sebagian oleh pH, suhu dan perfusi
normal, asfiksia, hipoksemia dan iskemia paru terutama dalam hubungannya
dengan hipovolemia, hipotensi dan stress dingin dapat menekan sintesis surfaktan.
Lapisan epitel paru dapat juga terkena trauma akibat kadar oksigen yang tinggi
dan pengaruh penatalaksanaan pernapasan yang mengakibatkan penurunan
surfaktan lebih lanjut (Asrining Surasmi, dkk, 2003).
Secara singkat dapat diterangkan bahwa dalam tubuh terjadi
lingkaran setan yang terdiri dari : atelektasis  hipoksia  asidosis  transudasi
 penurunan aliran darah paru  hambatan pembentukan substansi surfaktan 
atelektasis. Hal ini akan berlangsung terus sampai terjadi penyembuhan atau
kematian bayi (Staf Pengajar IKA, FKUI, 1985).
2.1.4 WOC 15
Primer Sekunder

2.1.4 Perdarahan
WOC antepartum, Seksio sesaria
Bayi prematur Ibu diabetes
hipertensi hipotensi Aspirasi mekonium Asfiksia Resusitasi Pneumotorak,
(pada ibu) (pneumonia aspirasi) neonatorum neonatus sindrom wilson,
mikity
Pembentukan Hiperinsulinemia Pengeluaran
membran hialin Gangguan perfusi darah janin hormon stress oleh Pernapasan intra uterin Janin kekurangan
O2 dan kadar CO2 Pemberian kadar
surfaktan paru uterus ibu O2 yang tinggi
meningkat Insufisiensi pada
belum sempurna Imaturitas paru
Sirkulasi utero plasenter Sumbatan jalan napas bayi prematur
kurang baik Mengalir ke janin parsial oleh air ketuban Gangguan
Trauma akibat
pematangan paru dan mekonium perfusi
Bayi prematur; dismaturitas kadar O2 yang
bayi yang berisi air
tinggi
Kerusakan surfaktan Menekan sintesis
Pertumbuhan surfaktan paru belum matang surfaktan

Penurunan produksi surfaktan

Meningkatnya tegangan permukaan alveoli

Ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi

Kolaps paru (atelektasis) saat ekspirasi

Janin tidak dapat menjaga Kolaps paru


rongga paru tetap
mengembang
Hipoksia Gangguan ventilasi pulmonal
Retensi CO2
Gangguan ventilasi Kerusakan endotel kapiler
pulmonal dan epitel duktus arteriousus Penurunan aliran darah ke
Kontriksi vaskularisasi Asidosis respiratorik hepar
pulmonal
Reflek hisap dan Transudasi alveoli
Retensi abnormal karbon Pe↓ pH dan PaO2
Bilirubin tidak terkonjugasi
telan lemah P↓ oksigenasi jaringan
dioksida Eksudat pada
alveoli Vasokontriksi berat
Metabolisme anaerob hiperbilirubin
Masukan oral
tidak adekuat/ Menghambat Pe↓ sirkulasi paru
Sindrom hipoventilasi Timbunan asam laktat Neonatal ikterik
menyusu buruk pertukaran gas dan pulmonal
Peningkatan MK : kerusakan
Asidosis metabolik MK : Resiko
metabolisme Penurunan curah pertukaran gas
penurunan curah
(membutuhkan jantung
MK : Pola nafas tidak efektif Kurangnya cadangan jantung
MK : devisit Nutrisi glikogen lebih glikogen dan lemak coklat
banyak) M↓nya perfusi ke Paru Me↓nya aliran darah pulmonal
Gangguan MK :
organ vital Otak Iskemia Penurunan
Respon menggigil pada fungsi Resti
perfusi serebral
Hipoglikemia bayi kurang/tidak ada serebral cidera
Pembakaran lemak coklat utk MK : Termoregulasi
menghasilkan panas tubuh tidak efektif
Kejang
16

2.1.5 Manifestasi Klinis


i. Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini
sangat dipengaruhi oleh tingkat maturits paru.semakin rendah berat
badan dan usia kehamilan, semain berat gejala klinis yang ditujukan.
Manifestasi dari RDS disebabkan adanya ateletaksis alveoli, edema,
dan kerusakan sel dan selanjutnyya menyebabkan kebocoran serum
protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Gejala
klinikal yang timbul yaitu adanya sesak nafaas pada bayi prematur segera
setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (>60x/m), pernafasan
cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan
j. siaonosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama
setelah lahir. Berdasarkan foto thoraks, menurut kriteria Bomsel ada 4
stadium RDS yaitu:
1. Terdapat sedikit bercak retikuloglanular dan sedikit bronchogram udara.

2. Bercak retikuulogranulas homogen pada kedua lapangan paru dan


gambaran airbronchogram terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke
perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.

3. Alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terliat


lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram
udara lebih luas.
17

4. Seluruh thoraks sangat opaque (white lung) sehingga jantung tak


dapat dilihat.

k. Tanda dan gejala yang munncul dari RDS adalah:


pernafasan cepat, pernafasan terlihat paradoks, cuping hidung, apnea,
murmur dan sianosis pusat. Derajat beratnya distress nafas dapat dinilai
dengan menggunakan skor Downes. Penilaian dengan sistem skoring ini
sebaiknya dilakukan tiap setengah jam untuk menilai progresivitasnya.
Skor
Pemeriksaan 0 1 2
Frekuensi nafas < 60 x/menit 60-80 /menit >60 x/menit
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis Tidak ada Sianosis hilang Sianosis menetap
sianosis dengan O2 walaupun diberi O2
Air entry Udara masuk Penurunan udara Tidak ada udara
masuk masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar Dapat didengar
dengan stetoskop tanpa alat bantu
l.Sumber: Matahai (2010)
18

m.
Evaluasi: <3 = gawat nafas ringan
4-5 = gawat nafas sedang
>6 = gawat nafas berat
Sumber : Matahai (2010)

2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik


1. Gambaran radiologis
Diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan foto
rontgen toraks. Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan
kemungkinan penyakit lain yang diobati dan mempunyai gejala yang mirip penyakit
membran hialin, misalnya pneumotoraks, hernia diafragmatika dan lain-lain.
Gambaran klasik yang ditemukan pada foto rontgen paru ialah adanya bercak difus
berupa infiltrate retikulogranuler ini, makin buruk prognosis bayi. Beberapa sarjana
berpendapat bahwa pemeriksaan radiologis ini dapat dipakai untuk mendiagnosis dini
penyakit membran hialin, walaupun manifestasi klinis belum jelas.
2. Gambaran laboratorium
Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan laboratorium diantaranya
adalah :
a. Pemeriksaan darah
Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila kadarnya lebih dari 45 mg%,
prognosis lebih buruk, kadar bilirubin lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi
normal dengan berat badan yang sama. Kadar PaO2 menurun disebabkan kurangnya
oksigenasi di dalam paru dan karena adanya pirau arteri-vena. Kadar PaO 2 meninggi,
karena gangguan ventilasi dan pengeluaran CO2 sebagai akibat atelektasis paru. pH
darah menurun dan defisit biasa meningkat akibat adanya asidosis respiratorik dan
metabolik dalam tubuh.
b. Pemeriksaan fungsi paru
Pemeriksaan ini membutuhkan alat yang lengkap dan pelik, frekuensi pernapasan
yang meninggi pada penyakit ini akan memperhatikan pula perubahan pada fungsi
paru lainnya seperti ‘tidal volume’ menurun, ‘lung compliance’ berkurang, functional
19

residual capacity’ merendah disertai ‘vital capacity’ yang terbatas. Demikian pula
fungsi ventilasi dan perfusi paru akan terganggu.
c. Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler
Penyelidikan dengan kateterisasi jantung memperhatikan beberapa perubahan dalam
fungsi kardiovaskuler berupa duktus arteriosus paten, pirau dari kiri ke kanan atau
pirau kanan ke kiri (bergantung pada lanjutnya penyakit), menurunnya tekanan arteri
paru dan sistemik.
d. Gambaran patologi/histopatologi
Pada otopsi, gambaran dalam paru menunjukkan adanya atelektasis dan membran
hialin di dalam alveolus dan duktus alveolaris. Di samping itu terdapat pula bagian
paru yang mengalami enfisema. Membran hialin yang ditemukan yang terdiri dari
fibrin dan sel eosinofilik yang mungkin berasal dari darah atau sel epitel ductus yang
nekrotik.

2.1.7 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medik tindakan yang perlu dilakukan
a. Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus selalu
diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5o-37oC) dengan cara
meletakkan bayi dalam inkubator. Kelembaban ruangan juga harus
adekuat (70-80%).
b. Pemberian oksigen. Pemberian oksigen harus dilakukan dengan
hati-hati karena berpengaruh kompleks terhadap bayi prematur.
Pemberian O2 yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi
seperti : fibrosis paru, kerusakan retina (fibroplasias retrolental), dll.
c. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlut untuk
mempertahankan homeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Pada
permulaan diberikan glukosa 5-10% dengan jumlah yang
disesuaikan dengan umur dan berat badan ialah 60-125 ml/kg
BB/hari. asidosis metabolik yang selalu dijumpai harus segera
dikoreksi dengan memberikan NaHCO3 secara intravena.
20

d. Pemberian antibiotik. Bayi dengan PMH perlu mendapatkan


antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder. Dapat diberikan
penisilin dengan dosis 50.000-100.000 u/kg BB/hari atau ampisilin
100 mg/kg BB/hari, dengan atau tanpa gentamisin 3-5 mg/kg
BB/hari.
e. Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah
pemberian surfaktan eksogen (surfaktan dari luar), obat ini sangat
efektif, namun harganya amat mahal.
2. Penatalaksanaan keperawatan
Bayi dengan PMH adalah bayi prematur kecil, pada umumnya dengan berat badan
lahir 1000-2000 gram dan masa kehamilan kurang dari 36 minggu. Oleh karena itu,
bayi ini tergolong bayi berisiko tinggi. Apabila menerima bayi baru lahir yang
demikian harus selalu waspada bahaya yang dapat timbul. Masalah yang perlu
diperhatikan ialah bahaya kedinginan (dapat terjadi cold injury), risiko terjadi
gangguan pernapasna, kesuakran dalam pemberian makanan, risiko terjadi infeksi,
kebutuhan rasa aman dan nyaman (kebutuhan psikologik) (Ngastiyah, 2005).

2.1.8 Pencegahan
Faktor yang dapat menimbulkan kelainan ini ialah pertumbuhan paru yang belum
sempurna karena itu salah satu cara untuk menghindarkan penyakit ini ialah
mencegah kelainan bayi yang maturitas parunya belum sempurna. Maturitas paru
dapat dikatakan sempurna bila produksi dan fungsi surfaktan telah berlangsung baik.
Gluck (1971) memperkenalkan suatu cara untuk mengetahui maturitas paru dengan
menghitung perbandingan antara lesitin dan sfingomielin dalam cairan amnion. Bila
perbandingan lesitin/sfingomielin sama atau lebih dari 2, bayi yang akan lahir tidak
akan menderita penyakit membran hialin, sedangkan bila perbandingan tadi kurang
dari 2 berarti paru bayi belum matang dan akan mengalami penyakit membran hialin.
Pemberian kortikosteroid oleh beberapa sarjana dianggap dapat merangsang
terbentuknya surfaktan pada janin. Penelitian mengenai hal ini masih terus dilakukan
saat ini. Cara yang paling efektif untuk menghindarkan penyakit ini ialah mencegah
21

prematuritas dan hal ini tentu agar sulit dikerjakan pada beberapa komplikasi
kehamilan tertentu.

2.1.9 Komplikasi
1. Pneumotoraks / pneumomediastinum
2. Pulmonary interstitial dysplasia
3. Patent ductus arteriosus (PDA)
4. Hipotensi
5. Asidosis
6. Hiponatermi / hipernatremi
7. Hipokalemi
8. Hipoglikemi
9. Intraventricular hemorrhage
10. Retinopathy pada prematur
11. Infeksi sekunder
(Suriadi dan Yuliani, 2006).

2.1.10 Prognosis
Penyakit membran hialin prognosisnya tergantung dari tingkat
prematuritas dan beratnya penyakit. Prognosis jangka panjang untuk semua bayi yang
pernah menderita penyakit ini sukar ditentukan. Mortalitas diperkirakan antara 20-
40% (Scopes, 1971).

2.2 Tinjauan Pustaka Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat,
agama, tanggal pengkajian.
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat maternal
22

Menderita penyakit seperti diabetes mellitus, kondisi seperti


perdarahan plasenta, tipe dan lamanya persalinan, stress fetal atau intrapartus.
b. Status infant saat lahir
Prematur, umur kehamilan, apgar score (apakah terjadi asfiksia), bayi
lahir melalui operasi caesar.
3. Data dasar pengkajian
a. B1 (Breathing)
 Takipnea (> 60 x/i, mungkin 30-100 x/i)
 Nafas grunting
 Pernapasan cuping hidung
 Pernapasan dangkal
 Retraksi suprasternal dan substernal
 Sianosis
 Penurunan suara napas, crakles, episode apnea
b. B2 (Blood)
 Bradikardia (< 100 x/i) dengan hipoksemia berat
 Murmur sistolik
 Denyut jantung DBN
c. B3 (Brain)
 Immobilitas, kelemahan
 Penurunan suhu tubuh
 Letargi
d. B4 (Bladder)
 BAB/BAK
 Warna dan frekuensi
e. B5 (Bowel)
 Muntah
 Kembung/distended
 Peristaltic meningkat/menurun
f. B6 (Bone)
 Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi peripheral
23

 Pitting edema pada tangan dan kaki


 Mottling
4. Pemeriksaan Diagnostik
n. Sert rontgen dada : untuk melihat densitas atelektasi dan elevasi
diafragma dengan over distensi duktus alveolar
o. Bronchogram udara : untuk menentukan ventilasi jalan napas
p. Data laboratorium :
 Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan
cairan amnion (untuk janin yang mempunyai predisposisi RDS)
 Lesitin/spingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau lebih mengindikasikan
maturitas paru
 Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35 minggu
 Tingkat phospatydylinositol
 AGD : PaO2 50-70 mmHg, PaCO2 45-55 mmHg, pH > 7.25.
 Level potassium : meningkat sebagai hasil dari release potassium
dari sel alveolar yang rusak.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan pertukaran gas.
2. Pola napas tidak efektif
3. Termoregulasi tidak efektif
4. Devisit nutrisi
5. Risiko penurunan curah jantung
6. Resiko cidera
24

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


25

12.2.4 Gangguan pertukaran gas


Rencana Keperawatan  Tujuan : 1. Pemantauan respirasi
Pertukaran gas meningkat dalam a. Observasi
waktu …. X ……jam a. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya
 Kriteria hasil : nafas
1. Dipsnea menurun b. Monitor pola nafas
2. Bunyi nafas tambahan menurun c. Monitor adanya produksi sputum
3. Nafas cuping hidung menurun d. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
4. PCO2 membaik e. Auskultasi bunyi nafas
5. PO2 membaik f. Monitor saturasi oksigen
6. Takikardia membaik g. Monitor nilai AGD
7. pH arteri membaik h. Monitor hasil x-ray thorax
8. Sianosis membaik b. Terapeutik
9. Pola nafas membaik i.Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
10. Warna kulit membaik pasien
j.Dokumentasi hasil pemantauan
c. Edukasi
k. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
l.Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
2. Terapi oksigen
a. Observasi
m. Monitor kecepatan aliran oksigen
n. Monitor posisi alat oksigen
o. Monitor aliran oksigenasi secara periodic dan
pastikan fraksi yang diberikan cukup
p. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
q. Monitor inegritas mikosa hidung akibat
pemasangan oksigen

b. Terapeutik
r. Bersihkan secret pada mulut, hidung dan
26

2 Pola napas tidak efektif  Tujuan : 1. Manajemen Jalan Nafas


Jalan Nafas meningkat dalam waktu a. Observasi
…. X …. jam a) Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman,
 Kriteria hasil : usaha nafas)
1. Ventilasi semenit meningkat b) Monitor bunyi nafas tambahan
2. Kapasitas vital meningkat c) Monitor sputum (jumla, warna, aroma)
3. Tekanan ekspirasi meningkat b. Terapeutik
4. Tekanan inspirasi meningkat w. Pertahankan kepatenan jalan nafas
5. Dipsnea menurun x. Berikan posisi semi fowler atau fowler
6. Penggunaan otot bantu menurun y. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
7. Pemanjangan ekspirasi menurun z. Lakukan penghisapan lendir kurang lebih 5
8. Pernafasan cuping hidung detik
menurun aa. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
9. Frekuensi nafas membaik penghisapan endotrakeal
bb. Berikan oksigenasi, jika perlu
cc. Gunakan bag-valve mask, jika perlu
c. Edukasi
Anjurka asupan cairan sesuai kebutuhan
d. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator, jika perlu
2. Pemantauan respirasi
a. Observasi
dd. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
upaya nafas
ee.Monitor pola nafas
ff. Monitor adanya produksi sputum
gg. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
hh. Auskultasi bunyi nafas
ii. Monitor saturasi oksigen
27

jj. Monitor nilai AGD


kk. Monitor hasil x-ray thorax
b. Terapeutik
ll. Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
mm. Dokumentasi hasil pemantauan
c. Edukasi
nn. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
oo. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
3 Hipotermi  Tujuan : 1. Regulasi temperatur
Termoregulasi membaik dalam waktu a. Observasi
….. x …. jam pp. Monitor tanda-tanda vital bayi tiap 2 jam, jika
 Kriteria hasil : perlu
1. Menggigil menurun qq. Monitor status hidrasi
2. Kulit merah menurun rr. Monitor warna kulit dan suhu kulit
3. Kejang menurun - Monitor dan catat tanda dan gejala hipotermia atau
4. Konsumsi oksigen menurun hipertermia
5. Kutis mamorata menurun b. Terapeutik
6. Pucat menurun ss. Pasang alat pantau suhu kontinyu, jika perlu
7. Takikardi menurun tt. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang
8. Takipnea menurun adekuat
9. Bradikardi menurun uu. Bedong bayi segera setelah lahir untuk
10. Dasar kuku sianotik menurun mencegah kehilangan panas
11. Hipoksia menurun vv. Masukkan bayi BBLR ke dalam plastic
12. Suhu tubuh membaik segera setelah lahir
13. Suhu kulit membaik ww. Gunakan topi bayi
14. Kadar glukosa darah membaik xx. Tempatkan bayi baru lahir dibawah infant
15. Pengisian kapiler membaik wamer
16. Ventilasi membaik yy. Pertahankan kelembapan incubator 50% atau
28

lebih untuk mengurangi kehilangan panas karena


proses evaporasi
zz. Atur suhu incubator sesuai kebutuhan
aaa. Hangatkan terlebih dahulu bahan yang akan
kontak dengan bayi
bbb. Hindari meletakkan bayi di dekat jendela
terbuka atau diarea aliran pendingin ruangan atau
kipas angin
ccc. Gunakan matras penghangat, selimut hangat,
dan penghangat ruangan untuk menaikkan suhu
tubuh, jika perlu
- Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien
c. Edukasi
- Demonstrasikan perawatan metode kanguru
d. Kolaborasi
- Berikan antipiretik, jika perlu
4 Defisit Nutrisi  Tujuan : 1. Pemantauan Nutrisi
Status Nutrisi membaik dalam waktu a. Observasi
…. X …. jam - Identifikasi perubahan berat badan
 Kriteria hasil : - Identifikasi pola makan/minum
1. Berat badan meningkat - Identifikasi kemampuan menelan dan menghisap
2. Panjang badan meningkat - Identifikasi kelainan eliminasi
3. Pucat menurun - Monitor mual dan muntah
4. Pola makan/minum membaik - Monitor asupan oral melalui OGT
5. Reflek menelan meningkat - Monitor konjungtiva
6. Reflek hisap meningkat - Monitor hasil laboratorium (missal : DL, Alb, SE)
7. Muntah menurun b. Terapeutik
8. Distensi menurun - Timbang berat badan
- Ukur antropometri komposisi tubuh
29

- Hitung perubahan berat badan


- Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
c. Edukasi
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
2. Pemberian makan eteral
a. Observasi
- Periksa posisi OGT dengan memeriksa residu
lambung atau mengauskultasi hembusan udara
- Monitor rasa penuh, mual dan muntah
- Monitor residu lambung tiap 4-6 jam selama 24 jam
pertama, kemudian tiap 6 jam selama pemberian
makan via enteral, jika perlu
- Monitor pola buang air besar setiap 4-8 jam, jika
perlu
b. Terapeutik
- Gunakan teknik bersih dalam peberian makanan via
selang.
- Berikan tanda pada selang untuk mempertahankan
lokasi yang tepat
- Tinggikan kepala tempat tidur 30-45 derajat selama
pemberian makanan
- Ukur residu sebelum pemberian makanan
- Peluk dan bicara dengan bayi selama diberikan
makan untuk menstimulasi aktivitas pemberian
makanan intermiten
c. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan langkah-langkah prosedur
30

d. Kolaborasi
- Kolaborasi pemeriksaan X-Ray untuk konfirmasi
posisi selang, jika perlu
- Kolaborasi pemilihan jenis dan jumlah makan eteral
3. Pemberian makan perenteral
a. Observasi
- Identifikasi terapi yang diberikan sesuai dengan usia,
kondisi, dosis, kecepatan, dan rute
- Monitor tanda phlebitis, inflamasi dan thrombosis
- Monitor nilai laboratorium (BUN, Kreatinin, GDA,
Elektrolit, faal hepar)
- Monitor berat badan
- Monitor produksi urine
- Monitor jumlah masuk dan keluar
b. Terapeutik
- Cuci tangan dan pasang sarung tangan
- Gunakan tehnik aseptic dalam perawatan selang
- Berikan label pada wadah makanan parenteral
dengan tanggal, waktu, dan inisial perawat
- Atur laju infuse, konsentrasi dan volume yang akan
dimasukkan
- Pastikan infuse dihidupkan dan berfungsi, juka
tersedia
- Ganti balutan tiap 24-48 jam
- Ganti set infuse minimal 2x24 jam
- Ganti posisi pemasangan infuse maksimal 3 x 24 jam
- Hindari pengambilan sampel darah dan pemberian
obat pada selang nutrisi parenteral
c. Edukasi
31

Jelaskan tujuan dan langkah-langkah prosedur

5 Risiko penurunan curah  Tujuan : 1. Manajemen cairan


jantung Curah jantung meningkat dalam waktu a. Observasi
Penyebab : ….. x …. jam - Monitor status hidrasi (frekuensi nadi, akral,
 Kriteria hasil : kekuatan nadi, pengisian kapiler, kelembapan
1. Kekuatan nadi perifer meningkat mukosa, turgor)
2. Bradikardia menurun - Monitor berat badan tiap hari
3. Takikardia menurun - Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (hematrokit,
4. Dipsnea menurun SE, berat jenis urine, BUN)
5. Oliguria menurun - Monitor status hemodinamik
6. Sianosis menurun b. Terapeutik
7. CRT membaik - Catat intake dan output dan hitung balance cairan 24
jam
- Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
- Berikan cairan intravena, jika perlu
c. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian deuritik, jika perlu
2. Manajemen syok
a. Observasi
- Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan
kekuatan nadi, frekuensi nafas, TD, MAP)
- Monitor status oksigenasi
- Monitor status cairan
- Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
b. Terapeutik
- Pertahankan jalan nafas paten
- Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi
oksigen
32

- Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, jika perlu


- Berikan posisi syok
- Pasang jalur IV
- Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine
- Pasang selang nasogastrik untuk dekompresi
lambung
c. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan infuse kristaloid sesuai
kebutuhan
- Kolaborasi pemberian tranfusi darah, jika perlu
6 Resiko cidera  Tujuan : tingkat cidera menurun 1. Pencegahan kejang
 Kriteria hasil : a. Observasi
1. Kejadian cidera menurun - Monitor status neurologis
2. Perdarahan menurun - Monitor tanda-tanda vital
3. Gangguan kognitif menurun b. Terapeutik
4. Frekuensi nadi membaik - Atur posisi senyaman mungkin
5. Frekuensi nafas membaik - Berikan alas empuk dibawah kepala, jika
6. Denyut jantung membaik memungkinkan
7. Pola istirahat/tidur membaik - Sediakan suction disamping tempat tidur
c. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian antikonvulsan, jika perlu
33

2.2.5 Implementasi
Implementasi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk
membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan
yang lebih baik yang menggambarkan kreteria hasil yang diharapkan ( Gordon,
1994, dalam Potter & Perry, 2011)

2.2.6 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
dalam melakukan evaluasi perawat harus memiliki pengetahuan dan kemampuan
menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam
menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil (Hidayat, A.Aziz
Alimul, 2011).
34

BAB III
FORMAT PENGKAJIAN BAYI BARU LAHIR

Tanggal Masuk : 28 Februari 2023 Jam Masuk : 09.38 wib


Ruang / Kelas : NICU IRD Lantai 2 No. RM : 12992398
Tanggal Pengkajian : 28 Februari 2023 Jam Pengkajian : 10.00 wib
Diagnosa Medis : NA+RDS

PENGKAJIAN
A. DATA SUBJEKTIF
1. Identitas
Nama Bayi : By.Ny. R
Umur : 01 hari
Jenis Kelamin : Laki-laki
Anak Ke : 2
Nama Ibu : Ny. R
Umur : 30 tahun
Suku/bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Gunung Anyar Tengah
8/35B
Status : Menikah
Perkawinan
Nama Suami : Tn. E
Umur : 39 tahun
Suku/bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Gunung Anyar Tengah 8/35B

II. Riwayat Antenatal


Ibu mengatakan hamil anak ke : 2 (G2P1A0)
Usia kehamilan : 37-38 Minggu
ANC sejak umur kehamilan : 4 minggu
ANC : TM I : Frekuensi : 2x
35

Keluhan : Mual dan muntah pada pagi hari


Terapi : diberi obat anti muntah dan vitamin
TM II : Frekuensi : 1x
Keluhan : Tidak ada
Terapi : Pil vitamin dan penambah darah
TM III : Frekuensi : 2x
Keluhan : Nyeri punggung
Terapi : Pil vitamin, penambah darah dan
minum air mineral yang cukup
Imunisasi : Belum sama sekali
Kenaikan BB selama hamil : 15 kg
Komplikasi selama hamil : DM tapi ibu bayi tidak pernah
minum obat untuk DMnya.
Kebiasaan waktu hamil (makan, obat – obatan/jamu, merokok) : Tidak
ada

III. Riwayat Intranatal


Lahir tanggal / jam : 27 Februari 2023 jam 08.52 wib
Jenis persalinan : SC
Penolong : Dokter Obsgyn
Warna Ketuban : Jernih
KPD : Tidak
Lama persalinan : Kala I : Tidak terkaji
Kala II : Tidak terkaji
Komplikasi persalinan : Ibu dengan DM+PE+Obesitas gr 1

IV. Keadaan Bayi Baru Lahir


Berat badan lahir : 4700 gram
Panjang badan : 49 cm
Nilai APGAR : 8-9

.
B. DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
 Keadaan Umum : Lemah  Nadi : 170 x/menit
36

 Kesadaran : Bayi Merintih  Suhu : 36,8 °C


99% dgn CPAP, 90%
 SpO2 :  RR : 65 x/menit
dgn O2 nasal

Pemeriksaan Antropometri
 PB : 49 cm
 BB : 4700 gram
 Lingkar kepala : 38 cm

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Bayi datang tanggal 28 Februari 2023 jam 09.38 wib kiriman RSIA Pura
Raharja dengan diagnose NA+RDS dengan keluhan sesak, sesak
bertambah sejak kemarin sore, terdapat retraksi dada, tidak ada cyanosis.
Di IRD dilakukan pemeriksaan didapatkan hasil menangis aktif, sesak,
terdapat retraksi dada suara nafas bronchiale, tonus otot baik. Serta
dilakukan observasi TTV dengan hasil HR 144 x/mnt, suhu 36,7 c, RR 65
x/mnt, BB 4700 gram.
3. Riwayat Persalinan
Bayi lahir secara SC dengan usia kehamilan 37-38 minggu langsung
menangis, tonus otot cukup, AS 8-9, tidak ada lilitan tali pusat, ketuban
jernih. Setelah lahir bayi dirawat di ruang perawatan ( ruang neonatus )
dengan GDA 59mg/dl, suhu 36,7 c, CRT < 2 detik,.
-Ibu tidak ada demam, tidak ada keputihan, ada preeklamsi
-Ibu ada Riwayat penyakit DM namun tidak pernah mengkonsumsi obat.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala : berbentuk mesocepal, memiliki rambut tipis, ubun-ubun
datar, tidak terdapat edema/lesi, tidak mengalami hydrocephalus
b. Mata : bentuk simetris, tidak terdapat sekret, sclera berwarna agak
kekuningan, pupil isokor
c. Hidung : bentuk simetris, terdapat pernafasan cuping hidung, tidak
ada sekret,terpasang Continous Positive Airway Pressure(CPAP)
d. Mulut : bentuk simetris, bibir tampak kering, reflek hisap baik,
mukosa mulut lembab.
37

e. Telinga : bentuk simetris antara kanan dan kiri, terdapat reflek


terkejut jika terdapat suara
f. Leher : tidak terdapat pembesaran kelenjar tyrod, tidak terdapat
pembengkakan tonsil.
g. Jantung
Inspeksi : tidak terdapat pembengkakan pada area jantung, dada
simetris
Palpasi : Ictus cordis terlihat
Perkusi : batas-batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1 dan S2 terdengar regular dan tunggal
h. Paru-Paru
Inspeksi : bentuk dada simetris, terdapat bantuan otot saat
bernafas, terdapat retraksi dada, pola nafas takipnea, frekuensi
65x/menit, terpasang CPAP dengan FIO2 80% , PEEP 8 dan Flow
10 l/menit.
Palpasi : tidak terkaji
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan (
seperti ronchi dan wheezing )
i. Abdomen :
Inspeksi : bentuk simetris, tidak terdapat pembesaran pada hati,
kulit disekitar dada dan perut terlihat agak kuning.
Auskultasi : bising usus terdengar
Palpasi : perut supel
Perkusi : terdapat bunyi timpani, turgor baik
j. Punggung : tidak ada kelainan tulang belakang
k. Genetalia : tidak terpasang kateter, bayi berjenis kelamin
perempuan, vagina bersih.
l. Ekstremitas : bentuk simetris, jumlah jari lengkap, akral hangat
m. Kulit : tesktur kulit lembut, terdapat bulu halus, kulit berwarna
kemerahan.
n. Refleks :
 Reflek Moro : ada respon
 Reflek Graspy : ada reflek
38

 Reflek Rooting dikaji dengan cara menyentuh bagian ujung


bibir dan menggerakkannya ke arah telinga reflek tersebut
ada dan kuat
 Reflek hisap ada tapi lemah
5. Terapi
1) Oksigenasi
CPAP dengan PEEP 8, FIO2 30%
2) Cairan 80 ml/kgBB/hari
3) Infus D10% 375 ml/24 jam
- Injeksi Ampisilin 240 mg/12 jam
- Injeksi Gentamisin 24 mg / 24 jam
4) Nutrisi : Puasa
5) Suportif : thermoregulasi
6. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium :
Hasil Laboratorium tgl 28-2-2023 :
 Hb : 19,2 mg/dl
 HCT : 56,6 mg/dl
 Plt : 312.000 mg/dl
 WBC : 21.900 mg/dl
 GDA : 59 mg/dl
 Bilirubin Total : 9,30 mg/dl
 Bilirubin Direk : 0,50 mg/dl
 CRP : 0,10 mg/dl
b. Rontgen :
Foto Thoraks AP (asimetris ) :
Cor : Besar dan bentuk kesan normal
Pulmo : tampak infiltrat diparahiliar paracardial kanan
Trachea kesan ditengah
Sinus Phrenicocostalis kanan kiri tajam
Hemidiafragma kanan kiri tampak baik
Tulang-tulang tampak baik
Soft tissue tak tampak kelainan
Kesan : RDS – Cor tak tampak kelainan

Foto BOF :
39

Bayangan gas usus bercampur fecal material di cavum abdomen yang


terdistribusi normal sampai cavum pelvis
Bayangan hepar dan lien tak tampak jelas
Contour ginjal kanan kiri tak tampak jelas
Tak tampak bayangan radiopaque disepanjang tractus urinarius
Psoas shadow kanan kiri tak tampak jelas
Corpus, pedicle, spatium intervertebralis tampak baik
Tampak terpasang NGT dengan tip distal terproyeksi setinggi VL 1-2
sisi kiri
Kesimpulan :
 Bayangan gas usus bercampur fecal material di cavum abdomen
yang terdistribusi normal sampai cavum pelvis
 Tak tampak batu disepanjang tractus urinarius
 Terpasang NGT dengan tip distal terproyeksi setinggi VL 1-2
sisi kiri.
40

ANALISA DATA

Nama Pasien : By. Ny. R


No. RM : 12992398
Tanggal/ Data Masalah
Kemungkinan
jam Penyebab
28/02/23 S : tidak dikaji Surfaktan menurun Pola Nafas
Jam 10.00 O :  Tidak Efektif
wib a) k/u lemah Janin tidak dapat menjaga rongga
b) terdapat retraksi dada paru tetap Mengembang
c) terdapat bantuan otot saat

bernafas
d) Pernafasan Cuping Gangguan ventilasi pulmo
Hidung 
e) TTV : HR 170 x/m, RR Retensi abnormal karbon dioksida
65 x/m 
f) SpO2 99 % dgn Sindrom Hipoventilasi
memakai CPAP dan 90%
jika memakai nasal
g) Terpasang CPAP dengan
PEEP 8, FIO2 30%
h) Suara nafas vesikuler dan
tidak ada suara nafas
tambahan (spt ronchi dan
wheezing)
i) Pola nafas takipnea

28/02/23 S : tidak dikaji Gangguan ventilasi pulmo Ikterik


Jam 12.00 O :  Neonatus
wib a) k/u lemah Retensi abnormal CO2
b)Sklera berwarna agak 
kekuningan Asidosis Respiratorik
c) Kulit disekitar dada dan 
perut berwarna agak Penurunan aliran darah ke
kekuningan hepar
d) Bilirubin Total 9,30 mg/dl 
e) Bilirubin Direk 0,50 mg /dl Bilirubin tidak terkonjugasi
f) Bayi lahir tgl 27-2-2023 
(usia 1 hari) Hiperbilirubin
41

PRIORITAS MASALAH

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sindrom hipoventilasi yang


ditandai dengan Takipnea dan adanya retraksi dada
2. Ikterik neonatus berhubungan dengan usia kurang dari 7 hari ditandai dengan
sklera berwarna agak kekuningan dan kulit sekitar dada dan perut berwarna
agak kekuningan
42

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Nama Pasien : By Ny. R
No. Reg : 12992398
Tangg Diagnosa Tujuan dan Kriteria Rencana Tindakan
al Keperawa Hasil
tan 43
28 Pola nafas Tujuan : setelah 1. Observasi
Februa tidak dilakukan tindakan a) Identifikasi kesiapan dan
ri efektif keperawatan selama kemampuan orang tua
2023 berhubung 1x2 jam diharapkan
menerima informasi
Pukul an dengan pola nafas membaik
10.00 sindrom dengan kriteria hasil: b) Identifikasi adanya
wib hipoventila a. Retraksi kelelahan otot bantu
si ditandai dada pernafasan
dengan menurun c) Monitor status respirasi
takipnea b. Terdapat dan oksigenasi (mis :
dan bantuan otot frekuensi, kedalaman,
retraksi saat
usaha nafas, penggunaan
dada bernafas
berkurang otot bantu nafas, bunyi
c. Pernafasan nafas tambahan, saturasi
cuping oksigen)
hidung yang d) Monitor tanda vital dan
berkurang nilai laboratorium sebelum
d. RR kurang pemberian obat.
dari 60
2. Terapeutik
x/mnt
e. Setting a. Pertahankan
CPAP kepatenan jalan
menurun nafas
b. Atur posisi kepala
45-60 derajat
c. Lakukan
perawatan mulut
secara rutin
d. Berikan
oksigenasi sesuai
kebutuhan yaitu
CPAP
e. Lakukan prinsip 7
benar dalam
memberikan obat
f. Dokumentasikan
pemberian obat
dan respon
terhadap obat.

3. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur yang akan
dilakukan
- Jelaskan kepada orang tua
faktor yang dapat
meningkatkan dan
menurunkan efektifitas obat.
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, jika perlu dan
pemberian anti biotik
44

TINDAKAN KEPERAWATAN DAN EVALUASI


Nama Pasien : By. Ny. R
No. Reg : 12992398
TANGGAL NO Tindakan Keperawatan Evaluasi
DX
28 Febuari 1 Observasi 452023
Tanggal 28 Februari
2023 1. Mencuci tangan procedural Pukul 14.00 wib
2. Identifikasi kesiapan dan S : tidak dikaji
kemampuan orang tua O:
menerima informasi a) k/u lemah
R/ orang tua siap menerima b) masih terdapat retraksi
informasi dibuktikan tanda dada
tangan diinformed consent c) terdapat bantuan otot saat
bernafas berkurang/ringan
3. Identifikasi adanya
d) Pernafasan Cuping Hidung
kelelahan otot bantu berkurang
pernafasan e) TTV : HR 152 x/m, RR 65
R/ bayi tidak mengalami x/m
kelelahan f) SpO2 99 %
4. Monitor status respirasi dan g) masih terpasang CPAP
oksigenasi (mis : frekuensi, dengan PEEP 8, FIO2 30%
kedalaman, usaha nafas, h) Suara nafas vesikuler dan
penggunaan otot bantu tidak ada suara nafas
nafas, bunyi nafas tambahan (spt ronchi dan
tambahan, saturasi oksigen) wheezing)
R/ HR 152 x/mnt, RR 65 i) Pola nafas masih
x/mnt, SPO2 98%-99% takipnea
5. Monitor tanda vital dan A : masalah teratasi
nilai laboratorium sebelum sebagian
pemberian obat. P : Lanjutkan
R/ Hasil Laboratorium tgl 28-2- Intervensi
 Observasi :
2023 :
1,3,4 dan 5
 Hb : 19,2  Terapeutik :
mg/dl a,b,c,d,e dan f
 Kolaborasi :1
 HCT : 56,6
mg/dl
 Plt : 312.000
mg/dl
 WBC :
21.900 mg/dl
 GDA : 59
mg/dl
 Bilirubin
Total : 9,30
mg/dl
 Bilirubin
Direk : 0,50
mg/dl
 CRP : 0,10
mg/dl
 Terapeutik
a. Pertahankan kepatenan
jalan nafas
R/ jalan nafas efektif
dibuktikan dengan
tidak terdengarnya
46

TANGGAL NO Tindakan Keperawatan Evaluasi


DX
02 Maret 1 Observasi : Tanggal 02 Maret 2023
2023 1. Mencuci tangan procedural Pukul 10.00 wib
2. Monitor status respirasi dan S : tidak dikaji
oksigenasi (mis : frekuensi, O:
kedalaman, usaha nafas, a) k/u lemah
penggunaan otot bantu nafas, b) tidak ada retraksi dada
bunyi nafas tambahan, saturasi c) tidak ada bantuan otot saat
oksigen) bernafas
R/ HR 146 x/mnt, RR 50 x/mnt, d) tidak ada pernafasan
SPO2 98%-99% Cuping Hidung
Terapeutik : e) TTV : HR 146 x/m, RR 50
x/m
a. Pertahankan kepatenan f) SpO2 99 %
jalan nafas g) terpasang oksigen nasal
R/ jalan nafas efektif 0,5 l/mnt
dibuktikan dengan tidak A: Masalah teratasi
terdengarnya suara nafas Sebagian
tambahan P : Lanjutkan tindakan
b. Atur posisi kepala 45- keperawatan
60 derajat  Observasi no 1,2
R/ bayi diberi posisi 30  Terapeutik no
derajat a,b,c,e,f
c. Lakukan perawatan  Kolaborasi
mulut secara rutin
R/ perawat mulut
dilakukan 3x dalam sehari
d. Berikan oksigenasi
sesuai kebutuhan yaitu
CPAP
R/ CPAP diganti nasal
0,5 l/mnt
a. Lakukan prinsip 7
benar dalam
pemberian obat
R/ setiap inkjeksi
selalu diterapkan
b. Dokumentasikan
pemberian obat dan
respon terhadap obat.
R/ bayi memperoleh
injeksi ampisilin 240
mg/12 jam dan injeksi
gentamisin 24 mg/24
jam. Bayi tidak
47

TANGGAL NO Tindakan Keperawatan Evaluasi


DX
mengalami alergi obat.
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan
prosedur yang akan
dilakukan
R/ orang tua mengerti
tujuan dari Tindakan
yang diberikan
- Jelaskan kepada
orang tua faktor yang
dapat meningkatkan
dan menurunkan
efektifitas obat.
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator, jika
perlu dan pemberian
anti biotik

02 Maret 1  Observasi : Tanggal 02 Maret 2023 jam


2023 a. Monitor ikterik pada 10.00 wib
S : tidak dikaji
sklera dan kulit bayi O:
a) k/u cukup
R/ sklera bayi b) Sklera tidak berwarna
berwarna kuning dan kuning
c) Kulit disekitar dada dan
kulit disekitar dada perut tidak berwarna kuning
A: Masalah teratasi
dan perut berwarna P : Pertahankan kondisi
kuning pasien

b. Identifikasi kebutuhan
cairan sesuai dengan
usia gestasi dan berat
badan
R/ kebutuhan cairan
bayi 80
ml/kg BB/hari
c. Monitor suhu dan
tanda vital setiap 4 jam
48

TANGGAL NO Tindakan Keperawatan Evaluasi


DX
sekali
R/ HR 150 x/mnt, RR
60 x/mnt, SPO2 99%
d. Monitor efek samping
foto terapi (mis:
hipertermi, diare, rush
pada kulit , penurunan
berat badan lebih dari
8-10%)
R/ selama foto terapi
bayi tidak mengalami
efek samping
 Terapeutik
a. Siapkan lampu foto
terapi dan incubator
atau kotak bayi
Foto terapi
b. Lepaskan pakaian bayi
kecuali popok
c. Berikan penutup mata
(eye
protector/biliband)
pada bayi
d. Ukur jarak lampu dan
permukaan kulit
e. bayi (30 cm atau
tergantung spesifikasi
f. lampu foto terapi
g. Biarkan tubuh bayi
terpapar sinar foto
terapi secara
49

TANGGAL NO Tindakan Keperawatan Evaluasi


DX
berkelanjutan
h. Ganti segera alas dan
popok bayi jika
BAB/BAK
i. Gunakan linen
berwarn putih agar
memantulkan cahaya
sebanyak mungkin .
 Edukasi
- Anjurkan ibu
menyusui sekitar 20-
30 menit
50

BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini diuraikan tentang kesenjangan yang terjadi antara


tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus yang ada dalam asuhan keperawatan
pada bayi Ny. R dengan diagnosis medis RDS di ruang NICU IRD RSUD dr.
Soetomo Surabaya yang meliputi pengkajian, diagnosa Keperawatan,
Intervensi, Implementasi dan Evaluasi.
4.1 Pengkajian
a. Tahap pengkajian diawali dengan pengumpulan data melalui anamnese
yang meliputi identitas bayi dan ibu, data biologis/fisiologis riwayat
kehamilan prenatal/natal/post natal, persalinan sekarang
b. pemeriksaan fisik yang berpedoman pada format pengkajian yang
tersedia, namun tidak menutup kemungkinan untuk menambahkan data-
data lain yang ditemukan jika dibutuhkan.
(RDS)/ sindrom gawat nafas merupakan suatu sindrom yang sering
ditemukan pada neonatus. RDS disebut juga sebagai penyakit membran
hialin ((Hyalin Membrane Disease (HMD)) atau penyakit paru akibat
difisiensi surfaktan (surfactant deficient lung disease (SDLD)), gangguan
pernapasan paling umum yang mengenai bayi preterm (kurang bulan), serta
penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada bayi preterm (Lissauer,
2008).
51

RDS sering ditemukan pada bayi prematur. Insidens berbanding


terbalik dengan usia kehamilan dan berat badan. Artinya semakin muda usia
kehamilan ibu. Semakin tinggi kejadian RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya
semakin tua usia kehamilan, semakin rendah kejadian RDS (Asrining
Surasmi, dkk, 2003).
Bayi Ny. R lahir secara sc karena indikasi DM+PE+Obesitas gr 1
dengan usia kehamilan 37-38 minggu dengan BBL 4700 gram. Dalam
tinjauan teori bayi dengan RDS sering ditemukan pada bayi premature. Pada
kasus Bayi Ny. R terdapat kesenjangan antara teori dangan kasus lapangan.
Karena tidak ada kesamaan antara teori dan kasus dimana bayi Ny. R lahir
di usia gestasi 37-38 minggu.

4.2 Diagnosa Keperawatan


Analisa data terdiri dari penentuan diagnosa keperawatan, menentukan
masalah dan menentukan penyebab. Diagnosa keperawatan adalah penilaian
klinik tentang respon individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah-
masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial.
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada RDS antara lain :
7. Gangguan pertukaran gas.
8. Pola napas tidak efektif
9. Termoregulasi tidak efektif
10. Defisit nutrisi
11. Risiko penurunan curah jantung
12. Resiko cidera
Diagnosis yang dikemukakan pada tinjauan pustaka tidak semua
muncul pada tinjauan kasus bahkan terdapat diagnosa keperawatan diluar
tinjauan pustaka yang muncul pada kasus bayi Ny. R yaitu pola nafas tidak
efektif. Diagnosa tersebut diangkat berdasarkan hasil dari pengkajian yang
dirumuskan pada analisa data dan juga pengkajian pada bayi Ny. R
dilakukan saat bayi usia 1 hari. Alasan dari pengambilan diagnosa
keperawatan pola nafas tidak efektif berdasarkan hasil analisa data pada
bayi Ny. R ditemukan terdapat takipnea, retraksi dada, SPO2 90% dengan
52

oksigen nasal. Pada bayi Ny. R saat lahir tidak ada masalah pada
pernafasannya tetapi setelah beberapa saat setelah kelahiran, bayi
mengalami sesak.
4.3 Intervensi
Pada tinjauan pustaka dijelaskan bahwa suatu rencana tindakan yang
termasuk indikasi dan yang dapat ditimbulkan berdasarkan kondisi pasien,
serta hubungannya dengan masalah yang dialami pasien, meliputi antisipasi
dengan bimbingan terhadap keluarga pasien dan rencana tindakan harus
disetujui oleh keluarga pasien, semua tindakan harus berdasarkan rasional
yang relevan dan diakui kebenarannya serta situasi dan kondisi harus secara
otomatis.
Pada By. Ny. R dengan RDS penulis merencanakan asuhan
keperawatan berdasarkan diagnosa/masalah aktual dan potensial. Dalam hal
ini penulis menggunakan referensi yaitu buku terbitan DPP PPNI dengan
judul SDKI, SIKI, SLKI.
Dalam kasus by ny R tidak didapatkan kesenjangan antara teori dan
kasus, karena rencana tindakan keperawatan sesuai dengan kasus di
lapangan.

4.4 Implementasi
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana tindakan
disusun dan ditunjukan pada nursing orders untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari implementasi adalah
membantu pasien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang
mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dan memfasilitasi
koping (Nursalam, 2001).
Sesuai tinjauan teori bahwa melaksanakan rencana tindakan
keperawatan harus efisien dan menjamin rasa aman bagi klien.
Implementasi dapat dikerjakan secara keseluruhan oleh perawat serta
bekerjasama dengan tim kesehatan lainnya sesuai dengan tindakan yang
53

telah direncanakan. Pada studi kasus bayi “R” dengan RDS, semua tindakan
yang telah direncanakan sudah dilaksanakan seluruhnya.

4.5 Evaluasi
Berdasarkan hasil asuhan yang diberikan pada bayi R dengan RDS
tidak ditemukan hambatan dan masalah yang terjadi. Setelah asuhan
tersebut di berikan.
Pasien bernafas menggunakan CPAP dengan settingan Fio2 30%
PEEP 8 cmH2O flow meter 8 lpm untuk meringankan beban usaha nafas
pada pasien.
Pada kasus By Ny R penulis tidak menemukan suatu kesenjangan
antara teori dan kasus.
54

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada
sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS
dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disesae. Penyebab terjadinya RDS
yaitu kurang/tidak adanya surfaktan dalam paru-paru. Namun terdapat
beberapa faktor predisposisi, yaitu bayi dari ibu diabetes, persalinan
sebelum umur kehamilan 37 minggu, kehamilan multijanin, persalinan SC,
persalinan cepat, asfiksia, stress dingin, dan riwayat bayi sebelumnya
terkena RDS.
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya
untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini
merupakan faktor kritis dalam terjadi RDS, ketidaksiapan paru menjalankan
fungsinya tersebut disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan.
Manifestasi klinis pada bayi yang menderita RDS dantaranya yaitu kesulitan
dalam memulai respirasi normal, dengkingan (grunting) pada saat ekspirasi,
refraksi sternum dan interkosta, nafas cuping hidung, dan sianosis pada
udara kamar. Komplikasi yang timbul akibat RDS yaitu antara lain ruptur
alveoli, dapat timbul infeksi, perdarahan intrakranial dan leukomalasia
periventrikular. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi yaitu
Bronchopulmonary Dysplasia (BPD) dan retinopathy prematur.
Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan pada
praktik keperawatan secara langsung kepada klien/pasien di berbagai
tatanan pelayanan kesehatan. Dengan tahapan sebagai berikut : pengkajian,
diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, implementasi dan evaluasi.
Dalam kasus RDS setelah diberikan asuhan keperawatan tidak ditemukan
kesenjangan antara teori dan kasus dilapangan.
55

5.2 Saran
Penilaian kegawatan pernafasan sangat menentukan dalam suatu
penanganan. Oleh karena itu, perawat harus memahami konsep kebutuhan
oksigen dan perawat juga harus terampil dalam melakukan intervensi
keperawatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan oksigen pada pasien
dengan kegawatan pernafasan.
56

DAFTAR PUSTAKA

Muna,L. Pamungkas Putri, MR. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Neonatus


Dengan RDS. https://www.academia.edu/35381409/ASUHAN
KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN RDS. Diunduh pada
tanggal 7 Agustus 2019, jam 21.30
NANDA. 2017. Buku diagnose keperawatan definisi dan klasifikasi 2017-2020.
Jakarta : EGC
Nelson. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Volume I. Edisi 15. Jakarta : EGC.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Buku Kuliah 3. Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI.
Surasmi, A, dkk. 2003. Perawatan Bayi Risiko Tinggi. Jakarta : EGC.
Suriadi & Yuliani. 2006. Buku Pegangan Praktik Klinik. Asuhan keperawatan
pada Anak Edisi 2. Jakarta : Sagung Seto.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI
Wong L. Donna. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta :
EGC.

Anda mungkin juga menyukai