Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

DEPARTEMEN Kesehatan (Depkes) mengungkapkan rata-rata per tahun terdapat


401 bayi baru lahir di Indonesia meninggal dunia sebelum umurnya genap 1 tahun.Data
bersumber dari survey terakhir pemerintah, yaitu dari Survei Demografi Kesehatan
Indonesia 2007 (SDKI).
Berdasarkan survei lainnya, yaitu Riset Kesehatan Dasar Depkes 2007, kematian
bayi baru lahir (neonatus) merupakan penyumbang kematian terbesar pada tingginya
angka kematian balita (AKB).Setiap tahun sekitar 20 bayi per 1.000 kelahiran hidup
terenggut nyawanya dalam rentang waktu 0-12 hari pasca kelahirannya.Parahnya, dalam
rentang 2002-2007 (data terakhir), angka neonatus tidak pernah mengalami
penurunan.Penyebab kematian terbanyak pada periode ini, menurut Depkes, disebabkan
oleh sepsis (infeksi sistemik), kelainan bawaan, dan infeksi saluran pemapasan atas.
Selaras dengan target pencapaian Millenium Development Goals (MDGs), Depkes
telah mematok target penurunan AKB di Indonesia dari rata-rata 36 meninggal per 1.000
kelahiranhidup menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. AKB di indonesia
termasuk salah satu yang paling tinggi di dunia. Hal itu tecermin dari perbandingan
dengan jumlah AKB di negara tetangga seperti Malaysia yang telah mencapai 10per 1.000
kelahiran hidup dan Singapura dengan 5 per 1.000 kelahiran hidup.
Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Badriul Hegar
mengatakan banyak faktor yang menyebabkan angka kematian bayi tinggi. Antara lain,
faktor kesehatan anak, lingkungan seperti keadaan geografis, dan faktor nutrisi.Bisa
dicegah Menurut Kirana, peran puskesmas dan posyandu sejatinya menjadi kunci
untuk menekan kejadian AKB.
Antara lain menurunkan angka kematian anak balita sebesar 2/3 dalam kurun
waktu 1990-2015. Pada tahun 2015 diharapkanangka kematian bayi sebesar 23 bayi per
1.000 kelahiran hidup dan 32 anak balita per 1.000kelahiran hidup
Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia Badriul Hegar mengatakan,
penyebabkematian bayi berusia di bawah satu bulan, adalah sekitar 29 % disebabkan berat

1
badan rendah, 30 % gangguan pernapasan, dan sekitar 10 % masalah nutrisi. Dia
berpandangan, guna menekan angka kematian bayi dan anak balita, yang terpenting ialah
upaya preventif dan promotif.
Usaha promotif antara lain melalui promosi penggunaan air susu ibu, nutrisi
adekuat, kebersihan diri, dan lingkungan. Upaya preventif antara lain melalui imunisasi
dasar. Selain itu, perlu pula fasilitas pengobatan tingkat komunitas melalui fasilitas seperti
puskesmas.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Sentra Laktasi Indonesia Pola pernafasan
normal adalah teratur dengan waktu ekspirasi lebih panjang daripada waktu inspirasi,
karena pada inspirasi otot pernafasan bekerja aktif, sedangkan pada waktu ekspirasi otot
pernapasan bekerja secara pasif. Pada keadaan sakit dapat terjadi beberapa kelainan pola
pernapasan yang paling sering adalah takipneu.Ganguan pernafasan pada bayi dan anak
dapat disebabkan oleh berbagai kelainan organic, trauma, alargi, insfeksi dan lain-
lain.Gangguan dapat terjadi sejak bayi baru lahir.
RDS (Respiratory Distress Syndrome) atau disebut juga Hyaline membrane
disease merupakan hasil dari ketidak maturan dari paru-paru dimana terjadi gangguan
pertukaran gas.Berdasarkan perkiraan 30 % dari kematian neonatus diakibatkan oleh RDS
atau komplikasi yang dihasilkannya (Behrman, 2004 didalam Leifer 2007).
Secara tinjauan kasus, di negara-negara Eropa sebelum pemberian rutin antenatal
steroid dan postnatal surfaktan, terdapat angka kejadian RDS 2-3%, di USA 1,72% dari
kelahiran bayi hidup periode 1986-1987. Sedangkan jaman modern sekarang ini dari
pelayanan NICU turun menjadi 1%.Di Negara berkembang termasuk Indonesia belum ada
laporan tentang kejadian RDS.
Sedangkan angka kematian kematian bayi (infant mortality rate), yakni angka
kematian bayi sampai umur satu tahun, di Negara-negara maju telah turun dengan cepat
dan sekarang mencapai angka di bawah 20 pada 1000 kelahiran.Penurunan angka
kematian prenatal berlangsung lebih lambat, sebabnya ialah karena kesehatan serta
keselamatan janin dalam uterussangat tegantung dari keadaan dan kesempurnaan
bekerjanya system dalam tubuh ibu yang mempunyai fungsi untuk menumbuhkan hasil
konsepsi dari mudhigah menjadi janin cukup bulan.

2
Di Negara-negara maju kematian prenatal ini mencapai angka dibawah 25 per
1000 seperti telah dijelaskan, prematuritas memegang peran penting dalam hal
ini.Selanjutny tidak jarang bersama-sama dengan prematuritas terjadi factor-faktor lain
seperti, kelainan congenital, asfiksia neonatorum, insufisiensi plasenta, pelukaan
kelahiran, dan lain-lain.Dua hal yang banyak menentukan penurunan kematian prenatal
ialah tingkat kesehatan serta gizi wanita dan mutu pelayanan kebidanan yang tinggi di
seluruh Negara.
Berdasarkan uraian diatas ,kelompok tertarik untuk membuat laporan kasus mengenai
“Asuhan Kebidanan Pada By.Ny.M dengan Respiratory Distress Syndrome di Ruang
Perinatologi (NICU) RS.Bhayangkara Padang.”

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mampu menerapkan asuhan kebidanan pada kasus respiratory distress syndrome
melalui pendekatan manajemen SOAP.

1.2.2 Tujuan khusus


1. Mampu melakukan pengkajian pada By.Ny.M dengan respiratory distress
syndrome
2. Mampu menggambarkan hasil pemeriksaan fisik pada By.Ny.M dengan
respiratory distress syndrome
3. Mampu menentukan diagnosa, masalah potensial kebidanan pada By.Ny.M
dengan respiratory distress syndrome
4. Mampu melakukan pelaksanaan dan mengevaluasi masalah pada By.Ny.M
dengan respiratory distress syndrome

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan data yang telah ditemukan pada latar belakang diatas, maka
rumusan masalah dengan laporan kasus ini adalah “ Bagaimana Penatalaksanaaan

3
Asuhan Kebidanan Pada By.Ny.M dengan Respiratory Distress Syndrome di Ruang
Perinatologi (NICU) RS.Bhayangkara Padang.”

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Kelompok
Menambah dan meningkatkan wawasan pengetahuan, keterampilan dalam
pegumpulan, mengelola, menganalisa, serta menginformasikan data temuan
berkaitan dengan respiratory distress syndrome.

1.4.2 Bagi institisi Rumah Sakit


Dapat menjadi data masukan informasi bagi petugas kesehatan khususnya di
RS.Bhayangkara

1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan Kebidanan


Diharapkan laporan kasus ini dapat menambah pengetahuan dalam ilmu
kebidanan khususnya ilmu keperawatan anak.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Respiratory Distress of the Newborn (RDN) atau biasa juga disebut
Respiratory Distress Syndrome (RDS) biasa juga disebut Hyaline Membrane Disease
(HMD) Adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan
tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar yang
menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang
spesifik, sekitar 60% bayi yang lahir sebelum gestasi 29 minggu mengalami RDS.
RDS menurut Bernard et.al (2009) apabila onset akut, ada infiltrat bilateral
pada foto thorak, tekanan arteri pulmonal =18mmHg dan tidak ada bukti secara klinik
adanya hipertensi atrium kiri, adanya kerusakan paru akut dengan PaO2 : FiO2 kurang
atau sama dengan 300, adanya sindrom gawat napas akut yang ditandai PaO2 : FiO2
kurang atau sama dengan 200,disebut sebagai RDS Respiratory Distress Syndrome
Adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan
tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang
menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang
spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya
infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA (Stark 2011).
Menurut Petty dan Asbaugh (2010), definisi dan kriteria RDS bila didapatkan
sesak nafas berat (dyspnea ), frekuensi nafas meningkat (tachypnea ), sianosis yang
menetap dengan terapi oksigen, penurunan daya pengembangan paru,adanya
gambaran infiltrat alveolar yang merata pada foto thorak dan adanya atelektasis,
kongesti vascular, perdarahan, edema paru, dan adanya hyaline membran pada saat
otopsi.
Sindrom gawat napas (RDS) (juga dikenal sebagai idiopathic respiratory
distress syndrome) adalah sekumpulan temuan klinis, radiologis, dan histologis yang
terjadi terutama akibat ketidakmaturan paru dengan unit pernapasan yang kecil dan
sulit mengembang dan tidak menyisakan udara diantara usaha napas. Istilah-istilah

5
Hyaline Membrane Disease (HMD) sering kali digunakan saling bertukar dengan RDS
(Bobak, 2007).
Sindrom Distres Pernapasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem
pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan
sebagai hyalin membrane diseaser (Suriadi dan Yulianni, 2006).

2.2 Anatomi Dan Fisiologi

Paru-paru merupakan alat pernapasan utama. Paru-paru terletak sedemikian


rupa sehingga setiap paru-paru berada di samping mediastinum. Oleh karenanya,
masing-masing paru-paru dipisahkan satu sama lain oleh jantung dan pembuluh-
pembuluh besar serta struktur-struktur lain dalam mediastinum. Masing-masing paru-
paru berbentuk konus dan diliputi oleh pleura viseralis. Paru-paru terbenam bebas
dalam rongga pleuranya sendiri, dan hanya dilekatkan ke mediastinum oleh radiks
pulmonalis. Masing-masing paru-paru mempunyai apeks yang tumpul, menjorok ke
atas dan masuk ke leher sekitar 2,5 cm di atas klavikula. Di pertengahan permukaan
medial, terdapat hilus pu]\lmonalis, suatu lekukan tempat masuknya bronkus,
pembuluh darah dan saraf ke paru-paru untuk membentuk radiks pulmonalis. Paru-
paru kanan sedikit lebih besar dari paru-paru kiri dan dibagi oleh fisura oblikua dan
fisura horisontalis menjadi 3 lobus, yaitu lobus superior, medius dan inferior.

6
Sedangkan paru-paru kiri dibagi oleh fisura oblikua menjadi 2 lobus, yaitu lobus
superior dan inferior.
Paru –paru berasal dari titik tumbuh yang muncul dari pharynx, yang
bercabang dan kemudian bercabang kembali membentuk struktur percabangan
bronkus. Proses ini terus berlanjut terus berlanjut setelah kelahiran hingga sekitar usia
8 tahun sampai jumlah bronkiolus dan alveolus akan sepenuhnya berkembang,
walaupun janin memperlihatkan adanya bukti gerakan nafas sepanjang trimester kedua
dan ketiga. Ketidak matangan paru –paru akan mengurangi peluang kelangsungan
hidup bayi baru lahir sebelum usia24 minggu yang disebabkan oleh keterbatasan
permukaan alveolus, ketidakmatangan sistem kapiler paru –paru dan tidak
mencukupinya jumlah surfaktan.
Upaya pernapasan pertama seorang bayi berfungsi untuk:
1. Mengeluarkan cairan dalam paru.
2. Mengembangkan jaringan alveolus paru –paru untuk pertama kali.
Agar alveolus dapat berfungsi, harus terdapat surfaktan yang cukup dan aliran
darah ke paru- paru. Produksi surfaktan dimulai pada 20 minggu kehamilan dan
jumlahnya akan meningkat sampai paru- paru matang sekitar 30 -34 minggu
kehamilan. Surfaktan ini mengurangi tekanan permukaan paru dan membantu untuk
menstabilkan dinding alveolus sehingga tidak kolaps pada akhir pernapasan. Tanpa
surfaktan alveoli akan kolaps setiap saat setelah akhir setiap pernapasan, yang
menyebabkan sulit bernapas. Peningkatan kebutuhan energi ini memerlukan
penggunaan lebih banyak oksigen dan glukosa. Berbagai peningkatan ini
menyebabkan steress pada bayi yang sebelumnya sudah terganggu.
Pada bayi cukup bulan, mempunyai cairan di dalam paru –parunya. Pada saat
bayi melalui jalan lahir selama persalinan, sekitar sepertiga cairan ini diperas keluar
dari paru –paru. Pada bayi yang dilahirkan melalui seksio sesaria kehilangan
keuntungan dari kompresi rongga dada dapat menderita paru- paru basah dalam jangka
waktu lebih lama. Dengan sisa cairan di dalam paru –paru dikeluarkan dari paru dan
diserap oleh pembulu limfe dan darah. Semua alveolus paru –paru akan berkembang
terisi udara sesuai dengan perjalanan waktu.

7
2.3 Etiologi
Penyebab utama terjadinya RDN atau RDS adalah defesiensi atau kerusakan
surfaktan. Faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu:
1. Premature (Usia gestasi dibawah 32 minggu)
2. Asfiksia perinatal
3. Maternal diabetes,
4. Bayi prematur yang lahir dengan operasi caesar
Menurut Suriadi dan Yulianni (2006) etiologi dari RDS yaitu:
1. Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka.
2. Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan pengembangan
kurang sempurna. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap
berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih
belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan
mengalami sesak nafas.
3. Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap dalam
proteinaceous filtrat serum (saringan serum protein), di fagosit oleh makrofag.
4. Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram.
5. Adanya kelainan di dalam dan di luar paru
Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah
pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH).
6. Bayi prematur atau kurang bulan
Diakibatkan oleh kurangnya produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai
sejak kehamilan minggu ke-22, semakin muda usia kehamilan, maka semakin besar
pula kemungkinan terjadi RDS.

2.4 Manifestasi Klinis


Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi
oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin
berat gejala klinis yang ditujukan. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis
alveoli, edema, dan kerosakan sel dan selanjutnya menyebabkan kebocoran serum
protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Gejala klinikal yang

8
timbul yaitu : adanya sesak nafas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang
ditandai dengan takipnea (> 60 x/menit), pernafasan cuping hidung, grunting, retraksi
dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir.
Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu:
1. Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara.
2. Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran udara
terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan
penurunan aerasi paru.
3. Alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opaque
dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas. keempat,
seluruh thorax sangat opaque (white lung) sehingga jantung tak dapat dilihat.
Tanda dan gejala yang muncul dari RDS adalah:
1. Pernapasan cepat
2. Pernapasan terlihat parodaks
3. Cuping hidung
4. Apnea
5. Murmur
6. Sianosis pusat

2.5. Patofoisiologi
Berbagai teori telah ditemukan sebagai penyebab kelainan ini.Pembentukan
substansi surtaktan paru yang tidak sempurna dalam paru, merupakan salah satu
teori yang banyak dianut.Surfaktan ialah zat yang memegang peranan dalam
pengembangan paru dan merupakan suatu kompleks yang terdiri dari protein,
karbohidrat dan lemak.Senyawa utama zat tersebut ialah lesitin.Zat ini mulai
dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai maksimum pada minggu
ke35.Peranan surfaktan ialah untuk merendahkan tegangan permukaan alveolus
sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu untuk menahan sisa udara fungsionil pada
akhir ekspirasi.Defisiensi substansi surfaktan yang ditemukan pada penyakit
membran hialin menyebabkan kemanapun paru untuk mempertahankan
stabilitasnya terganggu. Alveolus akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi,

9
sehingga untuk pernafasan berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks
yanglebih besar yang disertai usaha inspirasi yang lebih kuat. Kolaps paru ini akan
menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan
asidosis. Hipoksia akan menimbulkan :

 oksigenasi jaringan menurun, sehingga akan terjadi metabolisme anaerobik dengan


penimbunan asam laktat dan asam organik lainnya yang menyebabkan terjadinya
asidosis metabolic pada bayi.
 kerusakan endotel kapiler dan apitel duktus dan alveolaris yang akan menyebabkan
terjadinya transudasi ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin dan selanjutnya
fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan
yang disebut membran hialin. Asidosis dan atelektasis juga menyebabkan
terganggunya sirkulasi darah dari dan ke jantung. Demikian pula aliran darah paru
akan menurun dan hal ini akan mengakibatkan berkurangnya pembentukan subtansi
surfaktan.
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur
disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang,
pengembangan kurang sempurna kerana dinding thorax masih lemah, produksi
surfaktan kurang sempurna.Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada
alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan
fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari
normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi
hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah
diketahui bahAwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein ,
lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar
alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi
udara dan berwarna kemerahan seperti hati.Oleh sebab itu paru-paru memerlukan
tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya
atelektasis yang luas dari rongga udara bahagian distal menyebabkan edema
interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari
epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik

10
karena adanya defisiensi surfaktan ini.Dengan adanya atelektasis yang progresif
dengan barotrauma atau volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan
kerosakan pada endothelial dan epithelial sel jalan pernafasan bagian distal
sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran
hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir.
Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah
lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur dan
mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan
chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).

2.6. Pemeriksaan diagnostik


 Pemeriksaan diagnostik
 Pemeriksaan diagnostik meliputi pemeriksaan darah, urine, dan glukosa darah (untuk
mengetahui hipoglikemia). Kalsium serum (untuk mementukan hipokalsemia),
analisis gas darah arteri dengan PaO2 kurang dari 50 mmHg dan PCO2 diatas 60
mmHg , peningkatan kadar kalium darah, pemeriksaan sinar-X menunjukan adanya
atelektasis, lesitin/spingomielin rasio 2:1 mengindikasikan bahwa paru sudah matur,
pemeriksaan dekstrostik dan fosfatidigliserol meningkat pada usia kehamolan 33
minggu.
 Sinar X dada
 Tes fungsi paru
 Kadar asam laktad

 Pemeriksaan fisik
 Pada pemeriksaan fisik ditemukan takhipneu (> 60 x/i ), pernafasan
mendengkur,retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung, sianosis dan
pucat, hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu.
Pada awalnya suara nafas mungkin normal kemudian dengan menurunnya pertukaran
udara, nafas menjadi parau dan pernafasan dalam.

11
 Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan nafas dapat dilihat dari
penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler. Penilaian fungsi
respirasi meliputi:

1. frekwensi nafas
 Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu
tanpa tanda lain berupa distress pernafasan merupakan usaha kompensasi terhadap
terjadinya asidosis metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis,
diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik. Frekuensi nafas
yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada hipotermi, kelelahan dan
depresi SSP yang merupakan tanda memburuknya keadaan klinik.

2. mekanika usaha pernafasan


Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi
dinding dada, yang sering dijumpai pada obstruksi jalan nafas dan penyakit
alveolar. Anggukan kepala keatas, merintih, stridor dan akspansi memanjang
menandakan terjadi gangguan mekanik usaha pernafasan

3. warna kulit/membran mukosa


 Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat berbecak
(mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin.
 Penilaian fungsi kardiovaskuler meliputi:
1) Frekuensi jantung dan tekanan darah
Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya stress, ansietes,
nyeri, demam, hiperkapnia, dan atau kelainan fungsi jantung.
2) Kualitas nadi
Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui volume dan
aliran sirkulasi perifer nadi yang tidak adekuat dan tidak teraba pada satu
sisi menandakan berkurangnya aliran darah atau tersumbatnya aliran darah
pada daerah tersebut. Perfusi kulit yang memburuk dapat dilihat dengan
adanya bercak, pucat dan sianosis. Pemeriksaan kapiler dapar dilakukan
dengan cara:
• Nail bed pressure (Tekan pada kuku)

12
• Blancing skin test, caranya dengan meninggikan sedikit ekstremitas
dibandingkan jantung kemudian tekan telapak tangan atau kaki tersebut
selama 5 detik, biasanya tampak kepucatan. Selanjutnya tekanan dilepaskan
pucat akan menghilang 2-3 detik.
3) Perfusi pada otak dan respirasi
Gangguan fungsi serebral awalnay adalah gaduh, gelisah diselingi agitasi
dan latergi. Pada iskemia otak mendadak selain terjadi penurunan kesadaran
juga terjadi kelemahan otot, kejang dan dilatasi pupil.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


1. Seri rontqen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diaphragma
dengan overdistensi duktus alveolar.
2. Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
3. Data laboratorium
4. Profil paru,
a. Untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan amnion (untuk janin yang
mempunyai predisposisi RDS) Lecitin/Sphingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau lebih
mengindikasikan maturitas paru Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35
minggu Tingkat phosphatydylinosito
b. Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60 mmHg,
saturasi oksigen 92% – 94%, pH 7,31 – 7,45
c. Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium dari sel alveolar
yang rusak.

2.8 Komplikasi Penyakit


1. Komplikasi jangka pendek dapat terjadi :
a. kebocoran alveoli : Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi
dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea,
atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.

13
b. Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya
perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana
tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat
respirasi.
c. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak
pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
2. Komplikasi jangka panjang
Dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru,
memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke otak dan
organ lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
a. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang
disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu.
BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan
pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan
defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa
gestasi.
b. Retinopathy prematur Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70%
bayi yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi

2.9 Penatalaksanaan
 Terapi RDS
 Tujuan terapi
 Tidak ada terapi yang dapat menyembuhkanumumnya bersifat suportif
 Terapi berfokus untuk memelihara oksigenasi dan perfusi jaringan yang
adekuat
 mencegah komplikasi nosokomial (kaitannyadengan infeksi)

14
 Non Farmakologi
 ventilasi mekanis dgn berbagai teknik pemberianmenggunakan ventilator,
mengaturPEEP (positive-endexpiratory pressure)
 pembatasan cairan
 pemberian surfaktan tidak dianjurkan secara rutinberfokus untuk memelihara
oksigenasi danperfusan yang adekuatencegah komplikasi nosokomial
(kaitannya)
o Farmakologi
 Inhalasi NO2 dan vasodilator lain
 kortikosteroid (masih kontroversial : no benefit, kecuali bagi yang inflamasi
eosinofilik)
 Ketoconazole : inhibitor poten untuk sintesis tromboksandan menghambat
biosintesis leukotrienes mungkinbisa digunakan untuk mencegah ARDS
 Inotropik agent (Dopamine ) untuk meningkatkan curah jantung& tekanan
darah.
 Antibiotik untuk mengatasi infeksi

Menurut Suriadi dan Yuliani (2007) dan Surasmi,dkk (2009) tindakan untuk
mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi :
1. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
2. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
4. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
5. Mencegah hipotermia.
6. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.

Penatalaksanaan secara umum :


1. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan bila
bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %
2. Pantau selalu tanda vital
3. Jaga kepatenan jalan nafas

15
4. Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal) Jika bayi mengalami apneu
5. Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
6. Bila terjadi kejang segera periksa kadar gula darah
7. Pemberian nutrisi adekuat Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen
lanjut sesuai dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas.
Menajemen spesifik atau menajemen lanjut :
a. Gangguan nafas ringan
beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada waktu
lahir tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient Tacypnea of the Newborn”
(TTN). Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan
membaik dan sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada
beberapa kasus. Gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi
sistemik.
b. Gangguan nafas sedang
1) Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih sesak
dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup
2) Bayi jangan diberi minum
3) Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk
terapi kemungkinan besar sepsis.
 Suhu aksiler <> 39˚C
 Air ketuban bercampur mekonium
4) Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah
dini (> 18 jam) .
5) Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C tangani untuk masalah suhu
abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam:
 Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada
perbaikan, berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar seposis
 Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal
ulangi tahapan tersebut diatas.

16
6) Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam
Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah
2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis
7) Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi o2secara
bertahap . Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak
dapat menyusu, berikan ASI peras dengan memakai salah satu cara pemberian
minum
8) Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi
kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minumbaik dan
tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan .

c. Gangguan nafas berat


1) Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
2) Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala sepsis
lainnya. Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis dan tangani gangguan nafas
sedang dan dan segera dirujuk di rumah sakit rujukan.
3) Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras dengan
menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman.
4) Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas.
Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30-60 kali/menit.

Penatalaksanaan medis:
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
a. Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
b. Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran paru
c. Fenobarbital
d. Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
e. Metilksantin (teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk pemberhentian
dari pemakaian ventilasi mekanik.
Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam
pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen ( derifat dari sumber alami

17
misalnya manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga
berbentuk surfaktan buatan .

2.10 Manajemen Kebidanan


Manajemen kebidanan adalah suatu metode proses berfikir logis sistematis
dalam member asuhan kebidanan, agar menguntungkan kedua belah pihak baik klien
maupun pemberi asuhan. Oleh karena itu, manajemen kebidanan merupakan alur
fikir bagi seorang bidan dalam memberikan arah/kerangka dalam menangani kasus
yang menjadi tanggung jawabnya.
Manajemen kebidanan merupakan proses pemecahan masalah yang digunakan
sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori
ilmiah, temuan-temuan, keterampilan suatu keputusan yang berfokus pada klien.

a. Manajemen kebidanan menurut Varney


Proses manajemen kebidanan sesuai dengan standar yang dikeluarkan oleh American
College Nurse Midwife (ACNM) terdiri dari :

1. Secara sistematis mengumpulkan data dan memperbaharui data yang lengkap dan
relevan dengan melakukan pengajian yang komprehensif terhadap kesehatan
setiap klien,termasuk mengupulkan riwayat kesehatan dan pemeriksa fisik.
2. Mengidentifikasi masalah dan membuat diagnosa berdasarkan interprestasi data
dasar.
3. Mengindentifikasi kebutuhan terhadap asuhan kesehatan dalam menyelesaikan
masalah dan merumuskan tujuan asuhan kesehatan bersama klen.
4. Memberi informasi dan support sehingga klien dapat membuat keputusan dan
bertanggungjawab terhadap kesehatannya.
5. Membuat rencana asuhan yang komprehensif bersama klien.
6. Secara pribadi bertanggungjawab terthadap implementasi rencana individual.
7. Melakukan konsultasi,perencanaan dan melaksanakan manajemen dengan
berkolaborasi dan merujuk klien untuk mendapatkan asuhan selanjutnya.

18
8. Merencanakan manajemen terhadap komplikasi tertentu,dalam situasi darurat
dan bila ada penyimpangan dari keadaan normal.
9. Melakukan evaluasi bersama klien terhadap pencapaian asuhan kesehatan dan
merevisi rencana asuhan sesuai dengan kebutuhan.

b. Metode Pendokumentasian SOAP


1. Subjective (S)
Menggambarkan dokumentasi hasil pengumpulan data klien melalui anamnesis
sebagai langkah i varney seperti identitas klien, keluhan (wawancara langsung)
2.Objektive (O)
Objektif menggambarkan dokumentasi hasil pemeriksaan fisik klien, hasil
laboratorium dan uji diagnostic lain yang dirumuskan dalam data focus untuk
mendukung asuhan sebagai langkah i varney.
3. Assesment (A)
Assesment menggambarkan dokumentasi hasil analisis dan interprestasi data
subjektif dan objektif dalam suatu indetifikasi.
a. Diagnosis/masalah
b. Antisipasi diagnosis/ kemungkinan masalah
c. Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultasi/kolaborasi, dan
atau perujukan sebagai langkah 2,3 dan 4 Varney.
4. Planning (P)
Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan dan evaluasi berdasarkan
assesment.

19
BAB III
TINJAUAN KASUS
(TERLAMPIR)

20
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Respiratory Distress Syndrome merupakan suatu sindrom yang sering ditemukan
pada neonatus dan menjadi penyebab morbiditas utama pada bayi berat lahir rendah
(BBLR); sehingga disebut SGNN disebut juga sebagai penyakit membran hialin
(PMH) karena PMH merukan bagian terbersar dari sindrom gawat nafas pada masa
neonatus.
1. Bayi Ny. M pada kasus ini mengalami Respiratory Distress Syndrome karena bayi
mengalami gangguanpernapasan terjadi karena pematangan paru yang belum
sempurna akibat kekurangan surfaktan.

2. Bayi Ny. M diberikan perawatan dan pemantauan untuk RDS dengan pemasangan
CPAP dan monitoring tanda-tanda vital, saturasi, dan FiO2.

3. Setelah dilakukan perawatan selama 4 hari, pernapasan bayi normal dengan


respirasi 52x/i, tidak ada retraksi dinding dada, bayi sudah dikeluarkan dari
ingkubator 1 hari sebelumnya. Bayi dipulangkan dan diberikan edukasi kepada
orang tua untuk merawat bayi di rumah dan mengenali tanda bahaya.

4.2 Saran
Disarankan laporan kasus ini dapat menambah wawasan pembaca dan dapat
menjadi referensi untuk kasus Respiratori Distress Syndrome (RDS). Diharapkan
untuk orang tua dapat mengambil keputusan yang cepat dan tepat untuk kasus RDS
ini. Laporan kasus ini dapat dijadikan tolak ukur dalam pembuatan laporan kasus
selanjutnya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika

Medical Record Rumah Sakit Muhammadiyah. 2014.

NANDA International. Nanda International: Nursing Diagnoses 2009-2011.

Nughoro. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah dan Dalam.Yogyakarta :


Nuha Medika

Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika

Wilkinsom dkk.2013. Buku Saku Diagnosis Keperawata.Jakarta : EGC

USA:Willey Blackwell Publication, 2009

22

Anda mungkin juga menyukai