Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN SEMINAR KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN R DENGAN DIAGNOSA BBLR + RDS


DIRUANG PERINATOLOGI RSUD DR.ACHMAD MOCHTAR
BUKITTINGGI TAHUN 2021

Disusun oleh

Rahmat Besly Permata S.Kep 2109149011185

Rahmi Hasanah S.Kep 2109149011194

Ririn Sovia S.Kep 2109149011188

Wenti Endika Utama S.Kep 2109149011193

STIKes YARSI SUMBAR BUKITTINGGI


PROFESI NERS KEPERAWATAN
T.A 2021/2022

HALAMAN PERSETUJUAN
LAPORAN SEMINAR KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN R DENGAN
DIAGNOSA BBLR + RDS DIRUANG PERINATOLOGI RSUD DR.ACHMAD
MOCHTAR BUKITTINGGI TAHUN 2021
Telah mendapat persetujuan pada
Tanggal :

Menyetujui

Nama pembimbing Tanda tangan


Pembimbing klinik

Ns. Febrianty,S.Kep.M.Kep. SP.Kep.An

Pembimbing akademik

Ns. Pera Putra Bungsu, M.kep,Sp.Kom

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur peneliti ucapkan kepada pemilik alam semesta Allah SWT
atas berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan seminar kasus
praktik keperawatan anak di ruangan perinatologi dengan masalah keperawatan pada By Ny
R dengan diagnose RDS. Laporan ini diharapkan dapat menambah wawasan mahasiswa dan
juga pembaca dalam pemberian asuhan keperawatan dengan RDS. Shalawat beriring salam
diberikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjuk Allah SWT
untuk keselamatan umat di dunia dan di akhirat.
Laporan seminar kasus ini dilakukan dalam rangka memenuhi syarat untuk
mencapai kompetensi praktek profesi Ners. Kami menyadari bahwa, tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, dari masa praktek sampai pada penyusunan laporan seminar
ini. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Ns. Pera Putra Bungsu, M.kep,Sp.Kom selaku pembimbing akademik yang
telah menyediakan waktu, tenaga, dan pemikiran untuk mengarahkan kami dalam
penyusunan laporan seminar kasus.
2. Ibu Ns. Febrianty,S.Kep.M.Kep. SP.Kep.An selaku pembimbing Klinik yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pemikiran untuk mengarahkan kami dalam
penyusunan laporan seminar kasus.
3. Uni uni di ruangan perinatologi RSUD Dr Achmad Mochtar bukittinggi yang telah
menyediakan, waktu, tenaga dan pemikiran untuk memberikan kami pengetahuan
dalam memberikan asuhan keperawatan pada bayi.
Akhirnya peneliti mengaharapkan agar laporan ini bermanfaat bagi kita semua,
khususnya dibidang kesehatan. Atas segala bantuan yang telah diberikan peneliti
mendo’akan budi baik Bapak/Ibu dibalas oleh Allah SWT Amin Ya Rabbal Alamin.

Bukittinggi, November 2021


Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Penyebab utama kematian pada neonatus adalah komplikasi kehamilan dan

persalinan, seperti asfiksia, sepsis, dan komplikasi berat lahir rendah (Depkes RI,

2008). Komplikasi yang menyerang bayi berat lahir rendah banyak macamnya,

diantaranya gangguan pada sistem pernafasan, susunan saraf pusat, kardiovasskuler,

hematologi, gastrointestinal, ginjal dan termogulasi. Hal ini dikarenakan bayi yang lahir

dengan berat badan < 2500 gram tubuhnya belum mampu beradaptasi dengan baik
terhadap lingkungan diluar rahim. Salah satu komplikasi berat lahir rendah yang

merupakan gangguan sistem pernafasan adalah respiratoty distress sindrom (RDS) /

hyalin membrane disease (HMD) / sindrom gawat nafas. Hal ini sesuai dengan hasil

Ramdani dkk., (2014), yang menyatakan bahwa faktor penyulit tersering pada BBLSR

salah satunya adalah RDS/HMD sebanyak 38,1%.

Respiratory Distress Syndrome merupakan suatu kondisi yang terdiri dari satu

gejala atau lebih seperti berikut: takipnea atau laju pernapasan lebih dari 60x/menit,

retraksi dinding dada (subcostal, intercostal, sternal, suprasternal), dan adanya bising

pernapasan dalam bentuk merintih, stridor atau mengi (Mathai et al.,2012).

Kegawatan pernafasan dapat terjadi pada bayi aterm mau pun pada bayi preterm,

yaitu bayi dengan berat lahir cukup maupun dengan berat badan lahir rendah (BBLR).

Bayi dengan BBLR yang preterm mempunyai potensi kegawatan lebih besar karena

belum maturnya fungsi organ organ tubuh. Kegawatan sistem pernafasan dapat terjadi

pada bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram dalam bentuk

sindroma gagal nafas dan asfiksia neonatorum yang terjadi pada bayi cukup bulan

paru(Marmi & Rahardjo, 2012)

Angka kematian bayi merupakan indikator yang digunakan untuk melihat status

kesehatan anak, dan kondisi ekonomi penduduk secara keseluruhan. Kematian bayi

adalah kematian yang terjadi pada periode sejak bayi lahir sampai bayi belum berusia

tepat satu tahun. Kematian bayi dipengaruhi oleh jumlah kematian neonatal

Pada neonatus kurang bulan sehingga menimbulkan dampak yang cukup berat

bagi bayi. Gangguan pada sistem pernafasan mengakibatkan terjadinya kekurangan

oksigen (hipoksia) pada tubuh. Bayi akan beradaptasi terhadap kondisi hipoksia dengan

mengaktifkan metabolisme anaerob. Apabila keadaan hipoksia semakin berat dan lama,

metabolisme anaerob akan meningkatkan kadar asam laktat. Saat terjadi kerusakan
otak dan organ lain karena hipoksia dan iskemia, hal ini akan menyebabkan kematian

neonatus (Sweet et al.,2010).

Gangguan dan kelainan pernapasan menjadi penyebab utama kematian neonatal

(35,9%), lalu prematuritas (42,4%) dan sepsis (12%). Gagal nafas dapat terjadi pada

bayi dengan gangguan pernafasan yang dapat menimbulkan dampak yang cukup berat

bagi bayi berupa kerusakan otak atau bahkan kematian. Akibat dari gangguan

pernafasan adalah terjadinya kekurangan oksigen (hipoksia) pada bayi. Bayi akan

beradaptasi terhadap kekurangan oksigen dengan mengaktifkan metabolisme anaerob

yang akan menghasilkan asam Laktat. Dengan memburuknya keadaan asidosis dan

penurunan aliran darah ke otak maka akan terjadi kerusakan otak dan organ lain karena

hipoksia dan iskemia. Hal ini dapat menyebabkan kematian pada neonatus (Ainsworth,

2011).

Bayi baru lahir dengan gejala kegawatan pernafasan memerlukan perawatan

khusus seperti pemberian alat bantu pernafasan. Neonatal Intensive Care Unit (NICU)

adalah ruang perawatan intensif untuk bayi usia 0-28 hari yang membutuhkan

pengobatan dan perawatan khusus untuk mencegah dan mengobati terjadinya

kegagalan organ-organ vital (Intermountain Healtcare, 2016).

Kasus RDS pada bayi BBLR di NICU RS Ahmad Muchtar ada dan kejadian

mortalitas bayi baru lahir akibat dari RDS, TTN, pneumonia, infeksi (sepsis), asfiksia

lahir, MAS, dan malformasi kongenital.

Padahal, pemeriksaan ANC merupakan salah satu upaya untuk mendeteksi dini

kemungkinan komplikasi kehamilan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, yaitu

dokter (dokter umum atau dokter kandungan), bidan dan perawat (Kemenkes RI,

2018b). Sehingga peneliti tertarik mengetahui lebih lanjut faktor risiko kejadian RDS

pada bayi BBLR.


1.2 TUJUAN PENULISAN
A. Tujuan umum

Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif terhadap

bayi dengan BBLR +RDS

B. Tujuan khusus

1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian asuhan keperawatan pada bayi

BBLR+RDS di ruangan perinatologi RSUD DR.Achmad mochtar bukittinggi.

2. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa asuhan keperawatan pada bayi

BBLR+RDS di ruangan perinatologi RSUD DR.Achmad mochtar bukittinggi.

3. Mahasiswa mampu melakukan intervensi asuhan keperawatan pada bayi

BBLR+RDS di ruangan perinatologi RSUD DR.Achmad mochtar bukittinggi.

4. Mahasiswa mampu melakukan implementasi asuhan keperawatan pada bayi

BBLR+RDS di ruangan perinatologi RSUD DR.Achmad mochtar bukittinggi.

5. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada bayi

BBLR+RDS di ruangan perinatologi RSUD DR.Achmad mochtar bukittinggi

1.3 MAMFAAT PENULISAN


A. Bagi penulis

Mengasah kemampuan terutama dalam penerapan memberikan asuhan keperawatan

yang professional di bidang keperawatan pada bayi berat lahir rendah dan RDS

diruangan perinatologi RSUD DR.Achmad mochtar bukittinggi

B. Bagi instansi pendidikan

Sebagai bahan masukan kepada institusi pendidikan yang dapat dimanfaatkan sebagai

bahan ajar dan referensi tambahan untuk perbandingan dalam pemberian konsep

asuhan keperawatan secara teori dan praktik.


C. Bagi RSUD DR.Achmad mochtar bukittinggi

Sebagai bahan masukan kepada tenaga kesehatan RSUD Dr. Achmad Mochtar

Bukittinggi dalam memberikan pelayanan yang lebih baik terhadap bayi berat lahir

rendah dan RDS

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR BERAT BADAN LAHIR RENDAH

1. DEFENISI BBLR

Berat bayi lahir rendah merupakan bayi yang memiliki berat badan yang kurang dari

2500 gram saat lahir (Williamson & Kenda, 2013). BBLR merupakan bayi yang lahir dengan

kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gastasi berat lahir (Hanifah, 2010). Bayi

BBLR merupaka bayi baru lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram tanpa

memandang usia kehamilannya (Proverawati, 2010). Menurut World Health Organization

mengubah istilah bayi prematur (premature baby) menjadi berat bayi lahir rendah dan

lansung mengubah kriteria BBLR yang sebelumnya ≤2500 gram menjadi <2500 gram

(Saputra, 2014).

Berdasarkan teori di atas dapat di tarik kesimpulkan bahwa BBLR merupakan bayi

dengan berat badan kurang dari 2500 gram - 1500 gram dan umur kehamilannya di atas 37

minggu atau kurang dari 37 minggu.

2. ANATOMI FISIOLOGI
a. Sistem pernafasan

Pada bayi dengan berat 900 g alveoli cenderung kecil dengan adanya sedikit pembuluh

darah yang mengelilingi stoma seluler. Semakin matur dan bayi lebih besar berat badannya,

maka akan semakin besar alveoli, pada hakekatnya dindingnya dibentuk oleh kapiler. Pusat

pernafasan kurang berkembang dan otot pernafasan bayi ini lemah. Terdapat kekurangan

lipoprotein paruparu,yaitu suatu surfaktan yang dapat mengurangi tegangan permukaan pada

paru-paru.

Pada bayi tidak ada preterm yang terkecil relaks batuk. Hal ini dapat mengarah yang

akan timbulnya inhalasi cairan yang dimuntahkan dengan timbulnya akibat yang serius.

Saluran hidung sangat sempit dan cidera terhadap mukosa nasal mudah terjadi. Hal ini

penting untuk diingat ketika dimasukkan tabung endotrakeal atau tabung nasogastrik melalui

hidung. Percepatan pernafasan dapat bervariasi pada semua bayi yang baru lahir dan bayi

preterm.

Pada bayi baru lahir sewaktu istirahat, maka kecepatan pernafasan dapat mencapai 60

sampai 80 per menit, dan akan menurun dendekati kecepatan yang biasa yaitu 34 sampai 36

per menit

b. Sistem sirkulasi

Jantung saat lahir secara relatif kecil, pada beberapa bayi pre-term akan bekerja lemah dan

lambat. Dinding pembuluh darah juga lemah dan sirkulasi perifer seringkali buruk. Hal ini

disebabkan akibat timbulnya kecenderungan perdarahan intrakanial yang terlihat pada


bayi pre-term. Tekanan darah lebih rendah dbandingkan dengan bayi aterm, terjadinya

penurunan berat dan juga tingginya menurun. Tekanan sistolik pada bayi aterm sekitar 80

mmhg dan pada bayi pre- term 45 sampai 60 mmhg. Tekanan diastolik secara proporsional

rendah, bervariasi dari 30 sampai 45 mmhg dan nadi juga bervariasi antara 100 dan

160/menit.

c. Sistem pencernaan

Semakin rendah usia kehamilan, maka semakin lemah reflek menelan dan menghisap, bayi

yang paling kecil cenderung tidak mampu untuk minum secara efektif. Regurgitasi adalah

hal yang mungkin sering terjadi. Hal ini disebabkan karena spingter pilorus yang secara

relatif kuat dan mekanisme penutupan spingter jantung yang kurang berkembang.

Pencernaan bergantung pada perkembangan dari alat pencernaan itu sendiri. Lambung dari

bayi dengan berat 900 gram akan memperlihatkan adanya sedikit lipatan mukosa, glandula

sekretoris, demikian otot kurang berkembang.

d. Sistem urinarius

Pada saat lahir perubahan lingkungan harus disesuaikan oleh fungsi ginjal, dengan adanya

angka filtrasi glumerolus yang menurun maka fungsi ginjal akan kurang efisien, dan bahan

terlarut yang juga rendah. Hal ini akan terjadinya penurunan kemampuan untuk

mengkonsentrasi urin sehingga menyebabkan urin akan sedikit. Gangguan elektrolit dan

keseimbangan air mudah terjadi.

e. Sistem persarafan

Perkembangan saraf sebagian besar tergantung pada derajat maturitas. Hal ini akan

menyebabkan kurang berkembangnya pusat pengendali fungsi vital, suhu tubuh, pernafasan,

dan pusat reflek. Pada bayi prematur yang ditemukan reflek leher tonik dan reflek moro di,
tetapi reflek tandon bervariasi. Bayi kecil lebih lemah dibangunkan dan mempunyai tangisan

yang lemah yang disebabkan karena buruknya perkembangan saraf (Price, 2006 ; Syaifudin,

2006).

KLASIFIKASI

Klasifikasi BBLR dibagi berdasarkan masa gestasi dan derajatnya Berdasarkan derajatnya

BBLR dibagi menjadi tiga kelompok antara lain, yaitu :

a. Berat bayi lahir rendah dengan berat lahir 1500–2499 gram.

b. Berat bayi lahir sangat rendah dengan berat badan lahir 1000–1499 gram.

c. Berat bayi lahir ekstrem rendah dengan berat badan lahir < 1000 gram (Meadow & Newell,

2005).

Berdasarkan masa usianya, BBLR di bagi lagi menjadi dua bagian yaitu sebagai berikut :

a. Prematuritas murni

Bayi dengan usia gestasi kurang dari 37 minggu dan berat badan sesuai dengan berat badan

untuk usia kehamilan. Kulit tipis, kepala

relatif lebih besar dari badannya, lemak subkutan kurang, transparan, tangisnya jarang dan

lemah

b. Dismaturitas/Kecil Masa Kehamilan (KMK)

Bayi akan mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin apabila bayi dengan berat badan

kurang dari berat badan yang seharusnya untuk usia kehamilan.

ETIOLOGI

BBLR banyak disebabkan oleh kelahiran prematur. Faktor lain dari ibu adalah umur, paritas,

dan lain-lain. Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler, kehamilan kembar/ganda, serta
faktor janin juga merupakan penyebab terjadinya BBLR :

a. Faktor ibu

1) Penyakit

Penyakit yang disebabkan dari faktor ibu seperti malaria, anemia, sipilis, infeksi TORCH,

dan lain-lain.

2) Komplikasi pada kehamilan.

Komplikasi yang tejadi dari faktor kehamilan ibu seperti eklamsia, perdarahan antepartum,

kelahiran preterm, pre-eklamsia berat,

3) Usia Ibu dan paritas

Bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu dengan usia < 15 Tahun atau > 40 tahun mengalami

kejadian BBLR tertinggi.

4) Faktor kebiasaan ibu

Faktor kebiasaan ibu juga dapat mempengaruhi kejadian BBLR seperti ibu pecandu alkohol,

ibu perokok, dan pengguna narkotika.

5) Abortus spontan sebelumnya

b. Faktor Janin

Prematur, kelainan kromosom (genetik) hidramion, kehamilan

kembar/ganda (gemeli).

c. Faktor Lingkungan

Tempat tinggal yang berada di daratan tinggi, radiasi, sosio-ekonomi dan paparan zat-zat

racun

MANIFESTASI KLINIS

a. Prematuriktas Murni

1) Berat badan yang tidak mencapai 2500 gram, lingkar kepala kurang dari 33 cm, panjang
badan kurang 45 cm, dan lingkar dada tidak cukup dari 30 cm.

2) Masa gestrasi tidak cukup 37 minggu

3) Kulit transparan dan tipis, tampak mengkilat dan licin

4) Badan lebih kecil dari kepala

5) Pada dahi, pelipis, telinga, dan lengan terdapat lanugo yang banyak

6) Kurangnya lemak subkutan

7) Melebarnya ubun-ubun dan sutura

8) Rambut tipis dan halus

9) Tulang rawan dan daun telinga immature

10) Banyaknya terlihat pembuluh darah di kulit, dan peristaltik usus

11) Genetalia belum sempurna, belum tertutupnya labia minora oleh labia mayora (perempuan)

12) Bayi masih lemah, Otot masih hipotonik

13) Banyak tidur, tangis lemah, pernapasan tidak teratur dan sering mengalami apnue

14) Reflek tonick neck lemah

15) Belum sempurnanya reflek menghisap dan menelan

b. Dismastur

Preterm sama dengan bayi prematur murni Posterm:

1) Kulit terlihat pucat atau bernoda mekonium, kering keriput, tipis

2) Verniks caseaosa tipis

3) Jaringan lemak dibawah kulit tipis

4) Banyak tampak agresif, kuat dan aktif

5) Tali pusat memiliki warna kuning kehijauan (Pantiawati, 2010).

Gambaran klinis atau ciri-ciri BBLR, yaitu:

a. Berat yang belum cukup dari 2500 gram


b. Panjang badan belum cukup dari 45 cm

c. Lingkar dada kecil dari 30 cm

d. Jaringan lemak subkutan tipis/ kurang

e. Umur gestasi belum mencapai 37 minggu

f. Kepala lebih besar

g. Banyaknya rambut lanugo dan kulit tipis

h. Belum sempurnya pertumbuhan tulang rawan daun telinga

i. Lemahnya otot hipotonik yang merupakan otot yang tidak ada gerakan aktif pada lengan atau

sikunya

j. Pernafasan tidak teratur dapat menyebabkan apnea

k. Ekstremitas: paha abduksi, tumit mengkilap, sendi lutut/ kaki fleksi lurus, telapak kaki halus

l. Kepala tidak mampu tegak, fungsi saraf belum/ tidak efektif dan tangisan lemah

m. Pernafasan 40 - 50 kali/ menit

n. Nadi 100 - 400 kali/ menit.

PATOFISIOLOGI

Akibat berbagai dari berat badan lahir rendah yaitu faktor yaitu, faktor ibu, faktor janin dan

faktor lingkungan. Faktor ibu seperti penyakit yang diderita ibu, usia ibu saat hamil lebih

dari 35 tahun atau kurang dari 16 tahun, keadaan sosial ekonomi. Adapun dari berbagai

Faktor janin seperti kelainan kromosom, hidramnion, kehamilan ganda. Tempat tinggal,

radiasi, dan zat- zat beracun merupakan faktor dari lingkungan. Dari faktor-faktor tersebut

akan mengalami gangguan dan suplai makanan ke bayi jadi berkurang yang akan

menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim


terganggu. Maka terjadilah bayi lahir prematur atau dismatur dengan berat badan lahir yang

belum cukup dari 2500 gram. Jika hal tersebut terjadi, maka bayi diharuskan untuk

beradaptasi terhadap kehidupan ekstrauterin sebelum organ dalam tubuhnya berkembang

secara optimal.

Pernafasan Termoregulasi
Penyebab dari BBLR juga oleh hamil dengan infeksi dalam rahim, hidramnion, perdarahan,

hamil ganda,
Deff. surfaktanOtot cacat lemah
pernafasan Cadangan
bawaan,. lemakPusat
subkutan,
Hal tersebut juga lemakn coklat
menyebabkan
pengatura <<bayi
suhu SSP lahir
Aktivi
blm sempurnadengan berat 2500
tas otot↓

gram dengan panjang tidak mencapai 45 cm, besarnya kepala, kulit tipis, transparan , lingkar
Daya kembang paru↓
dada kurang dari 30 cm, banyaknya rambut lanugo, lemak kurang, pernapasan tak teratur
Apnea,asfiksia,SGN MK:Pola
P↑ kehilangan panas tbh
Napaspernafasan.
dapat terjadinya penurunan Refleks menggigil (-)
Hipoksia,hipertensi, Tdk
hiperkapnia Efektif
BBLR pada bayi berkemungkinan akan terjadi sindrom distres respirasi , sindrom aspirasi Ggn.Daya
Aliran darah ke otak↑ Fc pembekuan tahan
<< Hipoterm Masuk Pencernaan&
mekonium, asfiksia neonatorum, penyakit membran hialin, dismatur preterm terutama bila tubuh
spt:protrombin, fc. VII, fc. Inkubator Penyerapan
thd
Christmas MK:Termo infeksi↓
Perdarahan intraventrikuler
masa kehamilannya belum mencapai 35 minggu, hiperbilirubinemia, hipoglikemia,
regulasi MK:Kurang
Kurung sentuhan nutrisi tubuh
tidak efektif
hipokalsemia, patent ductus arteriosus,
Pemb. dari ibukekuerangan MK:Resiko
Drh rapuhperdarahan ventrikel otak, hipotermia, infeksi
Peningkatan intra kranial
MK:Resiko
darah
Cideramerah, gangguan pembekuan darah, infeksi, retrolental fibroplasia, necrotizing
pada bayi
MK: Bounding
enterocolitis (NEC), bronchopulmonary dysplasia, dan malformasi konginetal. (Bobak, Irene
Hiperbilirubin Attachment
M. 2005).

WOC BBLR
ibu:malnutrisi, kelainan
:cacatuterus,...
bawaan, kehamilan ganda, hidramnion,Kebiasaan
KPD
Sosek↓ merokok, kerja terlalu
ibu:hipertensi,
lelah GGK, merokok,:hemangioma,
DM, gizi↓

Prematur Dis

BBLR

Pencernaan

Motili tas usus↓


Volume lambung
Enzim
<<

Wktu pengoso ngan


Lmbg↑
Sumber :Mitayani (2009), Wong (2008): Nelson
MK: Resiko
(2010): Proverawati & Ismawati (2010)
Injuri Cerebral

PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Radiologi

1) Pada umur 8 jam dapat dimulai foto thoraks pada bayi baru lahir dengan usia gestasi yang

belum cukup bulan. Terdapatnya retikulogranular pada parenkim dan bronkogram udara

pada gambaran foto thoraks pada bayi dengan penyakit membran hyalin yang disebabkan

oleh kekurangan surfaktan. Gambaran white lung hanya tampak pada kondisi berat.

2) Pada umur 2 hari USG kepala terutama pada bayi dengan usia kehamilan 35 minggu akan

dimulai untuk mengetahui adanya hidrosefalus atau perdarahan intrakranial dengan

memvisualisasi ventrikel dan struktur otak garis tengah dengan fontanel anterior yang

terbuka.

b. Laboratorium
1) Pada hari pertama setelah lahir (menurun bila ada sepsis ) terdapat jumlah sel darah putih :

18.000/mm3, netrofil meningkat sampai 23.000-24.000/mm3,

2) Hematokrit ( Ht ) : 43%- 61 % ( peningkatan sampai 65 % atau lebih menandakan

polisitemia, penurunan kadar menunjukkan anemia atau hemoragic prenatal/perinatal).

3) Hemoglobin (Hb) : 15-20 gr/dl (kadar lebih rendah berhubungan dengan anemia atau

hemolisis berlebihan).

4) Nilai bilirubun normal total adalah : 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/dl 1-2 hari,

dan 12 mg/dl pada 3-5 hari.

5) Eloktrolit harus dipantau ( Na, K, Cl ) : biasanya dalam batas normal pada awalnya.

6) Pemeriksaan AGD

PENATALAKSANAAN

a. Penatalaksanaan Keperawatan :

1) Penanganan bayi

Perawatan akan semaki besar diperlukan jika semakin kecilnya bayi, hal ini akan

menyebabkan lebih besarnya serangan sianosis. Semua perawatan bayi harus dilakukan

didalam incubator.

2) Mempertahankan suhu tubuh

Suhu tubuh sangatlah sulit dipertahankan oleh bayi dengan berat lahir rendah. Jika suhu

rectal dipertahankan antara 35,50 C s/d 370 C maka bayi akan berkembang secara

memuaskan. Suhu normal bayi harus dipertahankan dengan usaha metabolic yang minimal

dan bayi berat rendah juga harus diasuh dalam suatu suhu lingkungan. Pengendalian

lingkungan secara seksama juga diperlukan jika bayi berat rendah dirawat dalam suatu

tempat tidur yang terbuka. Untuk bayi yang berat sekitar 2000 gram maka suhu perawatan

diatas 25 0 C, dan dengan berat kurang dari 2000 gram maka suhu sampai 300C.
3) Inkubator

Bayi dengan berat badan lahir rendah, dirawat didalam incubator. Prosedur perawatan dapat

dilakukan melalui “jendela“ atau “lengan baju“. Incubator terlebih dahulu dihangatkan
0
Sebelum bayi dimasukkan, sampai sekitar 29,4 C, untuk bayi dengan berat 1,7 kg dan

32,20C untuk bayi yang lebih kecil. Untuk pernafasan yang adekuat pada bayi maka bayi

dirawat dalam keadaan telanjang, hal ini agar bayi dapat bergerak tanpa dibatasi pakaian,

observasi terhadap pernafasan lebih mudah.

4) Pemberian oksigen

Masalah serius bagi bayi preterm yaitu BBLR,Ekspansi paru yang buruk terjadi akibat tidak

adanya alveolo dan surfaktan. Konsentrasi o2 yang tinggi dalam masa yang panjangakan

menyebabkan kerusakan pada jaringan retina bayi yang dapat menimbulkan kebutaan.

Konsentrasi O2 dapat diberikan sekitar 30- 35 % dengan menggunakan head box.

5) Pencegahan infeksi

System imunologi yang kurang berkembang dapat ditemui pada bayi lahir dengan berat

rendah, ia tidak mempunyai ketahanan terhadap infeksi. Untuk perawatan maka perawat

harus menggunakan gaun khusus, cuci tangan sebelum dan sesudah merawat bayi hal

tersebut dapat mengurangi terjadinya infeksi.

6) Pemberian makanan

Untuk membantu mencegah terjadinya hipoglikemia dan hiperbillirubin maka dianjurkan

memberikan makanan secara dini . pilihan pertama harus diberikan ASI yang dapat diberikan

melalui kateter ( sonde ), terutama pada bayi yang reflek hisap dan menelannya lemah.

Kalori lebih banyak diperlukan oleh bayi berat lahir rendah dibandingkan dengan bayi

preterm.
b. Medis

1) Terapi oksigen, resusitasi yang adekuat, dan pengaturan suhu

2) PDA harus diawasi

3) Pemberian nutrisi yang cukup, keseimbangan cairan dan elektrolit.

4) Penanganan infeksi dengan antibiotik yang tepat dan engelolaan hiperbilirubinemia.

KOMPLIKASI

a. Kesulitan bernafas pada bayi yang disebakan oleh sindrom aspirasi mekonium

b. Terutama pada laki-laki : hipoglikemia simptomatik,

c. Penyakit membran hialin: disebabkan karena surfaktan paru belum sempurna/ cukup,

sehingga olveoli kolaps.

d. Asfiksia neonetorum.

e. Hiperbilirubinemia. Gangguan pertumbuhan hati akan menyebabkan hiperbilirubinemia yang

sering didapatkan oleh bayi dismatur

C. Konsep Gangguan Pertukaran Gas Pada Respiratory Distress Syndrom (RDS)

a. Pengertian

Sindrom gawat napas atau RDS adalah istilah yang digunakan untuk disfungsi

pernapasan pada neonatus. Sindrom ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan

keterlambatan perkembangan maturitas paru (Asrining Surasmi, Siti Handayani, 2003).

RDS disebut juga sebagai penyakit membran hialin (hyalin membrane disease, (HMD))

atau penyakit paru akibat difisiensi surfaktan (surfactant deficient lung disease

(SDLD)) (Meta Febri Agrina, Afnani Toyibah, 2016).

Gangguan pertukaran gas adalah kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan atau

eliminasi karbondioksida pada membran alveolus-kapiler (Tim Pokja DPP PPNI SDKI,

2017). Gangguan pertukaran gas merupakan keadaan individu mengalami penurunan


gas baik oksigen maupun karbon dioksida antara alveoli paru dengan sistem vascular,

dapat dipicu oleh sekresi yang kental atau imobilisasi akibat adanya penyakit pada

sistem neurologis, terjadi depresi pada susunan saraf pusat, atau terjadi penyakit

radang pada paru (Mubarak, 2015).

b. Etiologi

RDS sering ditemukan pada bayi prematur dan sangat berkaitan erat dengan usia

kehamilan. Dengan ungkapan lain semakin muda usia kehamilan ibu, semakin tinggi

kejadian RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya semakin tua usia kehamilan, semakin

rendah kejadian RDS (Asrining Surasmi, Siti Handayani, 2003).

Penyebab SGNN adalah penyakit membran hialin (PMH) yang terjadi akibat

kekurangan surfaktan. Surfaktan adalah suatu kompleks lipoprotein yang merupakan

bagian dari permukaan mirip film yang ada di alveoli, untuk mencegah kolapsnya

paru. Ketidakadekuatan surfaktan menimbulkan kolaps paru, sehingga menyebabkan

hipoksia, retensi CO2 dan asidosis (Maya, 2012). Sedangkan penyebab dari gangguan

pertukaran gas adalah ketidakseimbangan ventilasi perfusi dan perubahan membran

alveolus kapiler (Tim Pokja DPP PPNI SDKI, 2017)

c. Patofisiologi

Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk

berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor utama

terjadinya RDS. Ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut terutama

disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan. Kekurangan atau

ketidakmatangan fungsi sufaktan menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat

inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi. Tanpa surfaktan, janin tidak dapat menjaga

parunya tetap mengembang. Setiap kali bernafas menjadi sukar dan memerlukan usaha

yang keras untuk mengembangkan parunya pada setiap hembusan napas (ekspirasi).
Hal ini mengakibatkan bayi lebih banyak menghabiskan oksigen untuk menghasilkan

energi daripada menerima sehingga menyebabkan bayi kelelahan. Dengan

meningkatnya kekelahan, bayi akan semakin sedikit membuka alveolinya.

Ketidakmampuan mempertahankan pengembangan paru ini dapat menyebabkan

atelektasis (Asrining Surasmi, Siti Handayani, 2003).

Kolaps paru (atelektasis) akan menyebabkan terganggunya ventilasi pulmonal

sehingga terjadi hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah kontraksi vaskularisasi pulmonal

yang menimbulkan penurunan oksigenasi jaringan dan selanjutnya menyebabkan

metabolisme anaerobik. Metabolisme anaerobik menghasilkan timbunan asam laktat

sehingga terjadi asidosis metabolik pada bayi dan penurunan curah jantung yang

menurunkan perfusi ke organ vital. Asidosis dan atelektasis juga menyebabkan aliran

darah paru menurun dan mengakibatkan berkurangnya pembentukan zat surfaktan

(Ngastiyah, 2005). Atelektasis menyebabkan paru tidak mampu mengeluarkan karbon

dioksida dari sisa pernapasan sehingga terjadi asidosis respiratorik. Penurunan pH

menyebabkan vasokonstriksi yang semakin berat. Dengan penurunan sirkulasi paru dan

perfusi alveolar, PaO2 akan menurun tajam, pH juga akan menurun tajam, serta materi

yang diperlukan untuk produksi surfaktan tidak mengalir ke dalam alveoli (Asrining

Surasmi, Siti Handayani, 2003).

Sintesis surfaktan dipengaruhi sebagian oleh pH, suhu dan perfusi normal,

asfiksia, hipoksemia dan iskemia paru terutama dalam hubungannya dengan

hipovolemia, hipotensi dan stress dingin dapat menekan sintesis surfaktan. Lapisan

epitel paru dapat juga terkena trauma akibat kadar oksigen yang tinggi dan pengaruh

penatalaksanaan pernapasan yang mengakibatkan penurunan surfaktan lebih lanjut

(Asrining Surasmi, Siti Handayani, 2003). Akibat lain adalah kerusakan endotel

kapiler dan epitel duktus alveolus yang menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam
alveoli dan terbentuknya fibrin, selanjutnya fibrin bersama-sama dengan jaringan

epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin.

Membran hialin ini melapisi alveoli dan menghambat pertukaran gas sehingga timbul

masalah gangguan pertukaran gas (Ngastiyah, 2005).

d. Manifestasi klinis

Umumnya terjadi pada bayi prematur dengan berat badan 1000-2000 gram atau

masa gestasi 30-36 minggu. Jarang pada bayi cukup bulan, dan sering disertai dengan

riwayat asfiksia pada waktu lahir atau tanda gawat janin pada akhir kehamilan.

Gangguan pernafasan mulai tampak dalam 6-8 jam pertama setelah lahir dan gejala

karakteristik mulai terlihat dalam umur 24-72 jam (Ngastiyah, 2005).

Menurut ZR and Sari (2009) tanda dan gejala yang timbul pada RDS yaitu :

a. Pernafasan cepat/hiperpnea atau dispnea dengan frekuensi pernafasan lebih

dari 60x/menit

b. Retraksi interkostal, epigastrium atau suprasternal pada inspirasi

c. Sianosis

d. Grunting (terdengar seperti suara rintihan) saat ekspirasi

e. Takikardia (170x/menit)

Sedangkan manifestasi klinis dari gangguan pertukaran gas menurut Tim Pokja

DPP PPNI (2017) data mayor untuk gangguan pertukaran gas yaitu

1) Kadar PCO2 meningkat/menurun

Kadar PCO2 dapat menunjukkan tekanan parsial karbon dioksida dalam darah

arteri, kadar ini dimonitor oleh kemoreseptor perifer dan kemoreseptor sentral. Nilai

normal PCO2 yaitu 4,6-6,0 kPa atau 35-45mmHg, apabila terjadi peningkatan PCO2

maka akan menimbulkan kondisi asidosis respiratorik atau keadaan dimana kadar asam
di dalam darah yang lebih tinggi dari normal karena terjadi peradangan pada paru-paru,

sebaliknya jika terjadi penurunan PCO2 maka akan terjadi kondisi alkalosis respiratori

dimana keadaan ini merupakan suatu keadaan saat darah menjadi basa karena

pernapasan yang cepat dan dalam (James, Baker, & Swain, 2008).

2) PO2 menurun

PO2 merupakan tekanan gas O2 dalam darah, faktor yang paling menentukan

banyaknya O2 yang terikat dengan Hb adalah PO2, molekul oksigen berikatan secara

ringan dan reversible bersama Hb semakin tinggi PO2 semakin banyak O2 yang terikat

Hb (Saminan, 2012). Kadar PO2 yang rendah 10 menggambarkan hipoksemia dan

klien tidak bernafas dengan adekuat. PO2 dibawah 60 mmHg mengindikasikan

perlunya pemberian oksigen tambahan. Kadar normal PO2 adalah 80-100 mmHg

(James et al., 2008).

3) Takikardia

Takikardia adalah kondisi dimana denyut jantung lebih cepat dari Normal dalam

kondisi istirahat, kecepatan jantung lebih besat dari 100 denyut/ menit (Kozier, B., Erb,

G., Berman, A., & Snyder, 2010).

4) Kadar pH arteri meningkat/menurun

Derajat keasaman merupakan suatu sifat kimia yang penting dari darah dan juga

cairan tubuh lainnya dengan satuanya yaitu pH. Nilai pH normal yaitu7,0 apabila pH

dibawah 7,0 adalah asam dan bila di atas 7,0 adalah basa (alkali) (Mubarak et al.,

2015). Pada darah nilai pH yang normal yaitu berkisar antara 7,35-7,45, apabila nilai

pH dalam darah lebih rendah atau menurun < 7,35 maka keadaan itu disebut

asidosis, sedangkan bila pH darah meningkat atau >7,45 maka keadan ini disebut

dengan alkalosis (James et al., 2008).

5) Bunyi nafas tambahan


Menurut Kusuma & Nurarif (2012) terdapat tiga bunyi nafas normal yaitu

vesicular, trakeal, brokial, vesikuler yaitu bunyi nafas yang terdengar jernih dan tidak

terputus-putus dengan inspirasi lebih keras dibandingkan ekspirasi, trakeal yaitu suara

napas yang terdengar pada sisi leher /region tiroid suara nafas terdengan keras dan

kasar dengan fase ekspirasi lebih panjang dibandingkan inspirasi, brokial yaitu suara

nafas yang menyerupai suara nafas trakeal meski tidak sekeras suara nafas trakeal

dengan inspirasi lebih panjang dari ekspirasi. Selain ketiga suara nafas normal tersebut

terdapat suara napas tambahan atau suara nafas yang abnormal. Hal ini biasanya

disebabkan karena adanya penyempitan atau sumbatan pada jalan nafas. Terdapat

empat suara nafas tambahan diantaranya (Djojodibroto, 2016) :

a) Stridor

Suara nafas tambahan yang terdengar kontinu (tidak terputus-putus), memiliki

nada tinggi yang dapat terjadi baik pada saat inspirasi maupun pada saat ekspirasi,

disebabkan karena adanya penyempitan pada saluran nafas ini.

b) Ronkhi Basah

Suara nafas tambahan ini merupakan suara nafas tambahan yang bernada renda

sehingga memiliki sifat sonor, terdengar tidak enak (raspy). Hal ini disebabkan oleh

udara melewati penyempitan dan dapat terjadi pada inspirasi maupun ekspirasi. Mengi

(wheezing)

Suara nafas ini merupakan suara nafas tambahan yang terdengar kontinyu dan

memiliki nada lebih tinggi dibandingkan dengan suara nafas lainnya, bersifat musical

disebabkan karena terjadinya penyempitan pada saluran pernafasan kecil (bronkus

perifer dan bronkiolus).

c) Ronkhi Kering (Rales atau crackles)


Suara nafas terakhir ini adalah suara nafas yang terdengan diskontinu (terputus-

putus), disebabkan oleh adanya cairan di dalam saluran nafas dan terjadi kolaps pada

saluran nafas bagian distal dan alveoli.

e.Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita RDS dengan gangguan

pertukaran gas (Ngastiyah, 2005):

i. Memberikan lingkungan yang optimal

Suhu tubuh bayi harus selalu diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5o-

37oc) dengan cara meletakkan bayi dalam inkubator. Kelembaban ruangan juga harus

adekuat (70-80%).

ii. Pemberian oksigen

Pemberian oksigen harus dilakukan dengan hati-hati karena berpengaruh

kompleks terhadap bayi prematur. Pemberian O2 yang terlalu banyak dapat

menimbulkan komplikasi seperti : fibrosis paru, kerusakan retina (fibroplasias

retrolental) dan lain-lain. Untuk mencegah terjadinya komplikasi, pemberian O2

sebaiknya diikuti dengan pemeriksaan analisa gas darah arteri. Bila fasilitas untuk

pemeriksaan analisa gas darah arteri tidak ada, maka O2 diberikan dengan konsentrasi

O2 tidak lebih dari 40% sampai gejala sianosis menghilang. Pemberian cairan dan

elektrolit

Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan homeostasis

dan menghindarkan dehidrasi. Pada permulaan diberikan glukosa 5- 10% dengan

jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat badan ialah 60-125 ml/kg BB/hari.

Asidosis metabolik yang selalu dijumpai harus segera dikoreksi dengan memberikan

NaHCO3 secara intravena.


iii. Pemberian antibiotik

Bayi dengan PMH perlu mendapatkan antibiotik untuk mencegah infeksi

sekunder. Dapat diberikan penisilin dengan dosis 50.000-100.000 u/kg BB/hari atau

ampisilin 100 mg/kg BB/hari, dengan atau tanpa gentamisin 3-5 mg/kg BB/hari.

D. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Bayi Respiratory Distress Syndrome


(RDS) Dengan Gangguan Pertukaran Gas

a. Pengkajian

Pengkajian adalah proses pengumpulan data untuk mendapatkan berbagai

informasi yang berkaitan dengan masalah yang dialami klien (Asrining Surasmi, Siti

Handayani, 2003). Pengkajian yang dilakukan pada bayi RDS sebagai berikut:

i. Identitas klien

Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, dan alamat klien.

ii. Keluhan utama

Keluhan utama yang sering dirasakan pada bayi RDS adalah takipnea. Riwayat
kesehatan

Riwayat kesehatan dapat mempengaruhi terjadinya RDS seperti kelahiran

preterm, riwayat kehamilan ibu menderita perdarahan, ibu menderita hipertensi,

riwayat neonatus dengan asfiksia akibat hipoksia akut, hipotermia, dan nilai APGAR

skor rendah (Asrining Surasmi, Siti Handayani, 2003).

iii. Pemeriksaan Fisik

Pengkajian fisik dilakukan secara sistematik dengan penekanan khusus pada

pengkajian pernafasan. RDS dapat dikaji dengan mengobservasi takipnea, retraksi

substernal, kreleks inspirasi, mengorok ekspiratori, pernafasan cuping hidung dan

adanya sianosis (Wong, 2003).

b. Diagnosis
Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon individu,

keluarga dan komunitas yang dapat berkaitan dengan kondisi kesehatan (Tim Pokja

DPP PPNI SDKI, 2017). Diagnosis dibagi menjadi dua yaitu diagnosis positif dan

diagnosisi negative. Diagnosis positif yaitu menunjukkan klien dalam keadaan sehat

dan dapat mencapai keadaan yang lebih sehat diagnosis ini dapat disebut dengan

diagnosis promosi kesehatan, sedangkan diagnosis negative yaitu menunjukkan klien

dalam kondisi sakit atau berisiko mengalami sakit, diagnosis negative dapat dibagi dua

yaitu actual dan potensial (Tim Pokja DPP PPNI SDKI, 2017). Pada penelitian ini

mengambil diagnosis keperawatan gangguan pertukaran gas. Gangguan pertukaran gas

merupakan kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan atau eleminasi karbondioksida

pada membrane alveolus-kapiler (Tim Pokja DPP PPNI SDKI, 2017).

Gangguan pertukaran gas termasuk ke dalam kategori fisiologis dengan

subkategori respirasi. Diagnosis actual menggambarkan respons klien terhadap kondisi

kesehtaan yang dapat menyebabkan klien mengalami masalah kesehatan. Perumusan

diagnosis actual menggunakan penulisan tiga bagian yaitu masalah (P) berhubungan

dengan penyebab (E) dibuktikan dengan tanda gejala (S), jadi perumusan diagnosis

dalam penelitian ini menjadi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan

membran alveolus kapiler dibuktikan dengan dipsnea, PCO2 meningkat/menurun, PO2

menurun, takikardia, ph arteri abnormal, bunyi napas tambahan. Gejala dan tanda

mayor dari gangguan pertukaran gas adalah sebagai berikut :

i. Subjektif yaitu : dispnea

ii. Objektif yaitu : PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun, takikardia, Ph

arteri meningkat/menurun, terdapat bunyi napas tambahan.

Gejala dan tanda minor dari gangguan pertukaran gas adalah sebagai berikut :

a. Subjektif yaitu : pusing dan penglihatan kabur


b. Objektif yaitu : Sianosis, embranesi, gelisah, nafas cuping hidung, pola nafas

abnormal, warna kulit abnormal, kesadaran menurun.

Kondisi klinis yang terkait pada gangguan pertukaran gas yaitu : PPOK, Gagal

jantung kongestif, asma, pneumonia, embranesis paru, penyakit membrane hialin,

asfiksia, Persistent Pulmonary Hypertension Of New Born (PPHN), prematuritas,

infeksi saluran nafas (Tim Pokja DPP PPNI SDKI, 2017).

c. Intervensi

Intervensi merupakan fase proses keperawatan yang penuh dengan

pertimbangan yang sangat sistematis,mencangkup pembuatan keputusan dan

penyelesaian masalah (Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, 2010). Berikut

intervensi yang diberikan pada pasien dengan masalah gangguan pertukaran gas.

d. Implementasi

Implementasi keperawatan terdiri dari melakukan dan mendokumentasikan

tindakan yaitu tindakan keperawatan khusus yang diperlukan untuk melaksanakan

intervensi (Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, 2010). Pelaksanaan

implementasi yang dilakukan pada masalah gangguan pertukaran gas yaitu, memonitor

frekuensi irama, kedalaman dan upaya napas, memonitor pola napas, memonitor

saturasi oksigen, memonitor nilai analisa gas darah (AGD), mengatur interval

pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien, mendokumentasikan hasil pemantauan,

menjelaskan tujuan dan prosedur pemantauan, menginformasikan hasil pemantauan,

memonitor bunyi napas tambahan, memberikan posisi fowler atau semi-fowler untuk

memaksimalkan ventilasi, memberikan oksigen (Tim Pokja DPP PPNI SIKI, 2018).

e. Evaluasi
Dalam proses keperawatan evaluasi merupakan tahap kelima yang merupakan

tahap yang tidak kalah penting dalam proses keperawatan karena kesimpulan yang

didapatkan dari evaluasi menentukan apakah intervensi keperawatan harus dilanjutkan,

diakhiri atau diubah (Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, 2010). Evaluasi

keperawatan dengan masalah gangguan pertukaran gas menurut (Tim Pokja DPP PPNI

SlKI, 2018) :

 Dispnea menurun

 Bunyi nafas tambahan menurun

 PCO2 membaik

 PO2 membaik

 Takikardia membaik

BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Identitas bayi / keluaraga
 Nama bayi :-
 Tanggal masuk : 18-10-2021
 Jenis kelamin : perempuan
 BB / PB : 2400 gr/48 cm
 Tanggal lahir : 18-10-2021
 APGAR score :3
 Anak ke :1
 Nama ayah : frans darius
 Pekerjaan ayah : sopir
 Pendidikan ayah : SMA
 Nama ibu : Rika nofilma
 Pekerjaan ibu : IRT
 Pendidikan ibu : SMA
 Alamat : jl ngarai binuang kayu kubu
 Diagnose medis : BBLR + RDS
B. Pengkajian neonates
 Reflex
 Moro : reflek memeluk pada saat bayi dikejutkan dengan tangan. Pada by R
reflek moro (+) ditandai dengan ketika dikejutkan dengan bunyi yang keras
dan tiba tiba bayi bereaksi dengan mengulurkan tangan dan tungkai serta
memanjangkan leher
 Menggemgam : reflek menggemgam pada bayi Ny R (+) ditandai dengan
merasakan tangan kita ke telapak tangan bayi, lalu bayi menggenggam.
 Menghisap : reflek menghisap (+) ditandai dengan meletakkan tangan pada
mulut bayi, lalu bayi menghisapnya.
 Tonus / aktivitas
Gerakan bayi sangat aktif ditandai dengan bayi sering menggerakkan
tangan dan kaki.
Menangis : bayi menangis dengan keras
 Kepala / leher
- Inspeksi :
1. Bentuk kepala simetris
2. tidak ada ketombe
3. Tidak ada kotoran pada kulit kepala
4. pertumbuhan rambut merata
5. Lesi tidak ada
6. Ubun ubun tidak cekung dan tidak menonjol,sutura tepat, wajah
simetris
7. Rambut bewarna hitam kecoklatan dan rambut jarang-jarang
8. Rambut tidak mudah rontok
- Palpasi
1. Tidak ada benjolan dan cekung di kepala
 Mata
- Inspeksi:
1. Bola mata simetris
2. Pergerakan bola mata normal
3. Sclera tidak ikterik,
4. konjungtiva tidak anemis
5. mata terlihat bersih
6. Tidak ada gerakan abnormal dimata
7. Bola mata hitam, tidak juling
- Palpasi
1. Tidak ada nyeri tekan di area mata
 Mulut
- Inspeksi
1. Mulut
 Bibir berwarna agak pink
 Mulut tampak kering,
 tidak sianosis,
 tidak ada kelainan,
 terpasang OGT pada mulut bayi untuk memberi ASI
 Mukosa mulut ada
2. Gigi
 Gigi bayi belum ada yang tumbuh, tidak memakai gigi palsi,
tidak ada karies
3. Lidah
 Lidah tanpak tidak kotor
 Leher
- Inspeksi
1. Tidak ada benjolan
2. Tidak ada kekakuan
-Palpasi
1. Tidak ada nyeri
 THT
- Inspeksi
1. Telinga
a. Bentuk telinga simetris,
b. Bentuk daun telinga bulat
c. letak telinga simetris
d. kortilago tampak belum sempurna
e. Ada cairan abnormal
2. Hidung
a. Lubang hidung simetris,
b. Bentuk hidung simetris
c. Pola pernafasan cuping hidung teratasi
d. Lubang hidung 2
3. Tenggorokan :
a. tidak ada secret,
b. tidak ada nyeri tekan,
c. terdapat selang OTG di tenggorokan ,
d. Tidak ada nyeri menelan
e. Letak trankea normal
 Abdomen
- Inspeksi :
Bentuk perut simetris
Tali pusat sudh kering ,
perut datar,
tidak ada luka
Tidak ada udem
- Aulkultasi
Tidak ada peningkatan peristaltik usus
- Palpasi:
Tidak teraba pembesaran limpa dan hepar,
tidak ada nyeri tekan
 Thorak
- Inspeksi :
Bentuk dada simetris, tidak terdapat penggunaan otot otot bantu pernafasan
tambahan, terdapat retraksi dada, respirasi 45x/i
 Jantung
- Inspeksi :
 Bunyi jantung norma
 Tidak ada mur mur
 Kekuatan nadi 128 x/i
 Tidak ada ictus cordis
- Perkusi :
Tidak ada pembesaran jantung
- Auskultasi
 Tanda tanda vital
 Td : 75/47
 N : 128 X/I
 S : 38,2 o C
 RR : 45 X/I
 MAP :55
 Ekstremitas
- inspeksi
Atas :
-. Inspeksi
bentuk simetris,
pergerakan aktif,
jumlah jari lengkap,
kuku berwarna merah muda,
tangan kiri terpasang inject pump
Tidak ad pembatasan gerak
Tidak ada odem
Tidak ada varises
Tidak ada kemerahan
Tidak ada tanda-tanda infeksi
-. Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
Bawah :
-. Inpeksi
bentuk simetris,
jari lengkap,
akral terasa hangat,
pergerakan aktif,
kuku berwarna merah muda,
Tidak ad pembatasan gerak
Tidak ada odem
Tidak ada varises
Tidak ada kemerahan
Tidak ada tanda-tanda infeksi
-. Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
 Genitalia
 Laki laki normal
 Tidak ada kelainan
 Memiliki lubang rektum
 Memiliki scrutum
 Memiliki testis simetris
 Memiliki batang
 Kebersihan terjaga
 Tidak ada kemerahan dan iritas
 Kulit
- Inspeksi :
Kulit berwarna kemerahan
ada tanda lahir
tidak ikterik
tugor kulit <2 detik
Tidak ada lesi
Tidak ada edema
- Palpasi
Suhu kulit teraba normal
Kulit tubuh terasa lembut dan lunak
Tidak ada nyeri tekan di kulit
Suhu : Inkubator : 31.0 C
Suhu kulit :36.7 C
 Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum : sedang
 Kesadaran : compos mentis
 Tanda tanda vital
 Td : 75/47
 N : 128 X/I
 S : 38,2 o C
 RR : 45 X/I
 MAP :55
 Pemeriksaan laboratorium
 Kalsium 9.9 mg/dl
 Glukosa 125 mg/dl
 HGB 12.7 g/dl
 RBC 3.71
 HCT 35.5 %
 MCV 95.7 fL
 MCH 34.2 pg
 MCHC 35.8 g/dl

ANALISA DATA
N DATA FOKUS ETIOLOGI MASALAH
O
1 Do : Surfaktan menurun Pola nafas tidak
 KU : lemah efektif
 Suhu : 38,2 o C Janin tidak dapat

 HR :145 x/i menjaga rongga paru

 RR 66 x/i tetap mengembang

 Ada retraksi dada


Usaha respirasi untuk
Terpasang CPAP fio2 21% peep
lebih kuat
5 mmhg

takipneu
2 Do : Bayi premature Gangguan
 Berat bayi rendah / premature pertukaran gas
 Adanya cuping hidung Pembentukan

 Terlihat retraksi dinding dada surfaktan kurang

 Crt >2 detik


Expansi paru tidak
 Kulit kemerahan
normal
Bayi tampak gelisah

Pembentukan o2
tubuh terganggu

Kekurangan oksigen
dalam tubuh

3 Do : Termoregulasi
 Suhu tubuh di atas normal tidak efektif
 Kulit kemerahan
 Kulit teraba hangat
 Peningkatan frekuensi nafas
 HR : 145 x/i
 R : 66 x/i
 T :38,2
4 Do : Defisit nutrisi
 BB saat lahir 2400 gr
 BB saat ini 2400 gr
 Bayi tanpak muntah
 Bayi tanpak rewel
5 Do: Resiko infesi
 Efek prosedur infasif
 Peningkatan paparan organisme
pathogen lingkungan
 Suhu tubuh bayi tingkat
(38,2o C)
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
N Standar diagnose keperawatan Standar luaran keperawatan indonesia Standar in
O Indonesia ( SDKI ) (SLKI)
1 Gangguan pertukaran gas Diharapkan dalam 3x24 jam gangguan Pemantauan
pertukaran gas membaik dengan criteria Observasi
hasil  Moni
 Bunyi nafas tambahan menurun nafas
 Gelisah menurun  Moni
 Nafas cuping hidung menurun  Moni
 Pola nafas membaik  Moni
 Warna kulit membaik Teraupetik
 Atur
 Doku
2 Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 Manajemen
jam diharapkan pola nafas tidak efektif Observasi
dapat teratasi dengan criteria hasil:  Moni
 Penggunaan otot bantu nafas  Moni
menurun Teraupetik
 Pernafasan cuping hidung menurun  Perta
 Frekuensi nafas membaik  Berik
3 Termregulasi tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan Regulasi tem
selama 3x24 jam diharapkan termoregulasi Observasi
tidak efektif dapat teratasi dengan criteria  Moni
hasil :  Moni
 Takikardi menurun Teraupetik
 Suhu tubuh membaik  Pasan
 Menggigil menurun  Tingk
 Kulit merah menurun  Selim
 Perta
 Atur
4 Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Menajemen
selama 3x24 jam diharapkan termoregulasi Observasi
tidak efektif dapat teratasi dengan criteria  Ident
hasil :  Ident
 Frekuensi makan membaik maka
 Nafsu makan membaik  Ident
 Bising usus membaik intole
 Tebal lipatan kulit trisep membaik  Moni
 Membrane mukosa membaik  Moni
Teraupetik
 Laku
 Berik
Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Teraupetik
selama 3x24 jam diharapkan termoregulasi  Batas
tidak efektif dapat teratasi dengan criteria  Berik
hasil : edem
 Kebersihan badan meningkat  Cuci
 Nafsu makan meningkat mela
 Demam menurun asept
 Kemerahan menurun
 Bengkak menurun

CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN
N HARI / TANGGAL DIAGNOSA IMPLEMENTASI E
O
1 Selasa / 26-10-2021 a. Gangguan pertukaran  Monitor frekuensi, kedalaman S : -
gas nafas O:
 Monitor pola nafas -tidak
 Monitor adanya sumbatan jalan tambahan
nafas -terdapat r

 Monitor spo2 A : masala


P : interve

b. Pola nafas tidak efektif  Monitor pola nafas S:-


O:
 Monitor bunyi nafas tambahan

 Mempertahankan kepatenan jalan 
nafas

 Memberikan oksigen 

A : masala
P : interve

c. Termoregulasi tidak S:-


efektif  Monitor tekanan darah RR dan O :
nadi
 Suhu
 Monitor warna kulit dan suhu C

 Meningkatkan asupan cairan  RR 55


 HR 1
 Pertahankan suhu incubator
 Kulit
 Mengatur suhu incubator sesuai  Terab
incubator

A : masala
P : lanjut i

d. Defisit nutrisi O:
 Mengidentifikasi status - BB
- Mu
nutrisi - Ba
 Mengidentifikasi alergi dan - BC
intoleransi makanan - Diu
 Mengidentifikasi kebutuhan kg
kalori dan intoleransi A: Masala
makanan P: Interven
 Memonitor asupan makanan
 Memonitor BB
 Melakukan oral hygiene
 memberikan makanan yang
e. Resiko infeksi
dibutuhkan

 Membatasi jumlah
S:-
pengunjung
O:
 Memberikan perawatam kulit
- Efe
pada area edema
me
 mencuci tangan sebelum dan
- Pap
sesudah melakukan tindakan
dib
pertahankan teknik aseptic
- T:
pada pasien berisiko tinggi
A: masalah
P: interven

2 Rabu / 27-10-2021 a. Gangguan pertukaran  Monitor frekuensi, kedalaman S : -


gas nafas O:
 Monitor pola nafas -tidak
 Monitor adanya sumbatan jalan tambahan
nafas -terdapat r

 Monitor spo2 A : masala


P : interve

b. Pola nafas tidak efektif  Monitor pola nafas S:-


O:
 Monitor bunyi nafas tambahan


 Mempertahankan kepatenan jalan

nafas

 Memberikan oksigen

A : masala
P : interve

c. Termoregulasi S:-
tidak efektif  Monitor tekanan darah RR dan O :
nadi
 Suhu
 Monitor warna kulit dan suhu C
 RR 55
 Meningkatkan asupan cairan
 HR 1
 Pertahankan suhu incubator  Kulit
 Terab

A : masala
P : lanjut i

d. Defisit nutrisi S:
O:
 Mengidentifikasi status
- BB
nutrisi
- Mu
 Mengidentifikasi alergi dan
- Re
intoleransi makanan
- BC
 Mengidentifikasi kebutuhan
- Diu
kalori dan intoleransi
6ja
makanan
A: Masala
 Memonitor asupan makanan
P: Interven
 Memonitor BB
 Melakukan oral hygiene
 memberikan makanan yang
e. Resiko infeksi dibutuhkan

 Membatasi jumlah
pengunjung
 Memberikan perawatam kulit S:-
pada area edema O:
- Efe
mencuci tangan sebelum dan
me
sesudah melakukan tindakan
pertahankan teknik aseptic pada - Pap
pasien berisiko tinggi
terb
- T:
A: masalah
P: interven
3 a. Gangguan  Monitor frekuensi, kedalaman S : -
pertukaran gas nafas O:
 Monitor pola nafas -tidak
 Monitor adanya sumbatan jalan tambahan
nafas -terdapat r

 Monitor spo2 A : masala


P : interve

b. Pola nafas tidak  Monitor pola nafas S:-


efektif  Monitor bunyi nafas tambahan O:

 Mempertahankan kepatenan jalan
nafas 

 Memberikan oksigen

A : masala
P : interve
S:-
c. Termoregulasi  Monitor tekanan darah RR dan O :
tidak efektif nadi  Suhu
C
 Monitor warna kulit dan suhu
 RR 55
 Meningkatkan asupan cairan  HR 1
 Pertahankan suhu incubator  Kulit
 Terab

A : masala
P : lanjut i

S:
d. Defisit nutrisi  Mengidentifikasi status O:
nutrisi - BB

 Mengidentifikasi alergi dan - Mu

intoleransi makanan - Re

 Mengidentifikasi kebutuhan - BC

kalori dan intoleransi - Diu

makanan BB

 Memonitor asupan makanan A: Masala


P: Interven
 Memonitor BB
 Melakukan oral hygiene
 memberikan makanan yang
dibutuhkan
S:-
e. Resiko infeksi O:
 Membatasi jumlah
- Efe
pengunjung
me
 Memberikan perawatam kulit
- Pap
pada area edema
terb
mencuci tangan sebelum dan - T:
sesudah melakukan tindakan A: masalah
pertahankan teknik aseptic pada
P: interven
pasien berisiko tinggi

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Respiratory distress syndrome adalah keadaan abnormal pada saluran pernapasan bayi

yang diakibatkan oleh surfaktan yang belum terbentuk sempurna. dengan frekuensi

pernapasan > dari 60X/menit, sianosis, merintih waktu ekspirasi dan retraksi di daerah

epigastium, suprasternal intercostal pada saat inspirasi. Respiratory Distress Syndrome juga

biasa disebut Hyaline Membrane Disease.

Penyakit Respiratory Distress Syndrome bisa disembuhkan bila penanganannya cepat

dan tepat. Kita juga bisa mengatasi agar sang ibu tidak melahirkan secara prematur, yaitu:

ibu hamil dianjurkan untuk menjaga kesehatannya, tidak melakukan aktivitas yang berat.
DAFTAR PUSTAKA

Joyce. 2000. Pendekatan Proses Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC.


Jakarta.

Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Penerbit Medika Salemba. Jakarta

Muttaqin, arif. 2008. Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Penerbit
Medika. Salemba

Anda mungkin juga menyukai