DISUSUN OLEH :
2) Nyeri punggung
Nyeri punggung sering dirasakan pada trimester ketiga kehamilan dan menetap
setelah persalinan pada anak masa nifas. kejadian ini terjadi pada 25% wanita dalam masa
post partum namun keluhan ini dirasakan oleh 50% dari mereka sejak sebelum
kehamilan. Keluhan ini menjadi semakin hebat bila mereka harus merawat anaknya
sendiri (Serri, 2009).
3) Anemia
Resiko anemia ini dapat terjadi bila ibu mengalami poendarahan yang banyak,apalagi
bila sudah sejak masa kehamilan ada riwayat kekurangan darah. Di masa nifas, anemia
bisa menyebabkan rahim susah berkontraksi. Ini karena darah tidak cukup memberikan
oksigen kedalam rahim. Ibu yang mengidap anemia dengan kondisi membahayakan,
apalagi mengalami perdarahan post partum, maka segera haris diberi transfusi darah. Jika
kondisinya tidak berbahaya maka cukup ditolong dengan pemberian obat–obatan
penambah darah yang mengandung zat besi (Serri,2009).
4) Masalah Psikologi: defresi masa nifas
Depresi yang terjadi pada masa nifas biasanya dapat dilihat di minggu–minggu
pertama setelah melahirkan, dimana kadar hormone masih tinggi. Gejalanya adalah
gelisah, sedih, dan ingin menangis tanpa sebab yang jelas. Tingkatannya pun bermacam–
macam, mulai dari neurologis, atau gelisah saja yang disertai kelainan tingkah laku.
Situasi depresi ini akan sembuh bila ibu bisa beradaptasi dengan situaasi yang nyatanya.
Defresi masa nifas seharusnya dikenali oleh suami dan juga keluarga. Gejalanya sama
dengan depresi prahaid. Hal ini dikarenanakan pengaruh perubahan hormonal, adanya
proses involusi, dan ibu kurang tidur serta lelah karena mengurus bayi, dan sebagainya.
Depresi juga bisa timbul jika ibu dan keluarganya mengalami konflik rumah tangga, anak
yang lahir tak diharapkan, keadaan sosial ekonominya lemah, atau trauma
karenamengalami cacat Keberadaan bayi tidak jarang justru menimbulkan “stress” bagi
beberapa ibu yang baru melahirkan. Ibu merasa bertanggung jawab untuk merawat bayi,
melanjutkan mengurus suami, setiap malam merasa terganggu dan sering merasakan
adanya ketidak mampuan dalam mengatasi semua beban tersebut (Serri, 2009).
C. Patofisiologi
Dalam masa post partum atau masa nifas, alat-alat genetalia interna maupun eksterna
akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaaan sebelum hamil. Perubahan-perubahan
alat genetalia ini dalam keseluruhan disebut “involusi”. Di samping involusi terjadi
perubahan-perubahan penting lain yakni memokonsetrasi dan timbilnya laktasi yang terakhir
ini karena pengaruh laktogenik hormon dari kelenjar hipofisis terhadapkelenjar-kelenjar
mamae.
Otot-otot uterus berkontraksi segera post partum, pembuluh-pembuluh darah yang ada
antara anyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan perdarahan
setelah plasenta lahir. Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks ialah segera post
partum bentuk serviks ialah segera post partum bentuk serviks agak menganga seperti
corong, bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri terbentul semacam cincin. Perubahan-
perubahan yang terdapat pada endometrium ialah timbulnya trombosis, degerasi dan
nekrosis ditempat implantasi plasenta pada hari pertama endometrium yang kira-kira setebal
2-5 mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin
regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua basalis yang memakai waktu 2
sampai 3 minggu. Ligamen-ligamen dan diafragma palvis serta fasia yang merenggang
sewaktu kehamilan dan setelah janin lahir berangsur-angsur kembali seperti sedia kala.
Ada beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi
tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis,
panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri, partus lama, partus tidak maju,
pre-eklamsia, distorsia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan
perlu adanya suatu tindakan pembedahan, yaitu Sectio Caesarea.
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan pasien
mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya
kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu
melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit
perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post
operasi akan menimbulkan ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga
akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya
inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf-saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan
merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri
(nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan
menimbulkan luka post operasi yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan
masalah resiko infeksi.
D. Fisiologi Post Partum
1) Perubahan Fisik pada Post Partum
Pada masa nifas dapat dijumpai tiga kejadian penting, yaitu: involusi uterus,
lochea, dan laktasi.
a. Involusi Uterus
Setelah bayi dilahirkan, uterus yang selama persalinan mengalami kontraksi
dan retraksi akan menjadi keras, sehingga dapat menutup pembuluh darah besar yang
bermuara pada bekas implantasi plasenta. Otot rahim terdiri dari 3 lapis otot yang
membentuk anyaman sehingga pembuluh darah dapat tertutup sempurna, dengan
demikian terhindari dari perdarahan post partum. Pada involusi uteri, jaringan ikat
dan jaringan otot mengalami proses proteolitik, berangsur-angsur akan mengecil
sehingga pada akhir kala nifas besarnya seperti semula dengan berat 30 gram. Proses
proteolitik adalah pemecahan protein yang akan dikeluarkan melalui urine. Dengan
penimbunan air saat hamil akan terjadi pengeluaran urine setelah persalinan, sehingga
hasil pemecahan protein dapat dikeluarkan.
1 2 3
b. Lochea
Lochea adalah cairan sisa lapisan endometrium dan sisa dari tempat implantasi
plasenta (Manuaba, 1998).
Pengeluaran lochea dapat dibagi berdasarkan jumlah dan warna sebagai berikut:
Lochea rubra (kruenta): 1 sampai 3 hari, berwarna merah dan hitam, terdiri dari
sel desidua, vernik kaseosa, rambut Lanugo, sisa mekonium, sisa darah.
Lochea sanguinolenta: 3 sampai 7 hari, berwarna putih bercampur darah.
Lochea serosa: 7 sampai 14 hari, berwarna kekuningan.
Lochea alba: Setelah hari ke-14, berwarna putih.
Lochea purulenta: Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.
c. Laktasi
Perubahan-perubahan pada kelenjar mamae sudah terjadi sejak dari kehamilan
yaitu proliferasi jaringan pada kelenjar-kelenjar alveoli dan jaringan lemak bertambah
keluaran cairan susu jolong dari duktus laktiferus disebut colostrums berwarna kuning
putih susu, hipervaskularisasi pada permukaan dan bagian dalam dimana vena
berdilatasi sehingga tampak jelas. Setelah persalinan pengaruh sekresi estrogen dan
progesterone hilang, maka timbul pengaruh hormone laktogenik (LH) atau prolaktin
yang akan merangsang air susu. Pengaruh oksitosin menyebabkan mioefitel kelenjar
susu berkontraksi sehingga air susu keluar. Pada hari pertama sampai hari ketiga
setelah bayi lahir disebut kolostrum warna kekuningan dan agak kental. Kolostrum
kaya akan protein immunoglobulin yang mengandung antibodi sehingga menambah
kekebalan anak terhadap penyakit dan laktoferin, ASI masa transisi dihasilkan mulai
hari keempat sampai hari kesepuluh, dan ASI matur dihasilkan mulai hari kesepuluh.
c) Periode Letting Go
Umumnya terjadi setelah ibu baru kembali ke rumah, ibu menerima tanggung
jawab untuk merawat bayi baru lahir, ibu harus beradaptasi terhadap otonomi,
kemandirian dan interaksi sosial.
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Darah Lengkap
Memberikan informasi tentang jumlah dari sel-sel darah merah (RBC), sel-sel darah
putih (WBC), nilai hematokrit (Ht) dan haemoglobin (Hb).
2. Pemeriksaan Pap Smear
Mencari kemungkinan kelainan sitologi sel serviks atau sel endometrium.
3. Pemeriksaan Urine: Urine lengkap (UL)
Pemeriksaan ini mencari kemungkinan terdapatnya bakteri dalam urine seperti
streptokokus.
F. Penatalaksanaan Medis
1. Tes Diagnostik
a. Jumlah darah lengkap, hemoglobin/hematokrit (Hb/Ht)
b. Urinalisis: Kadar Urin
2. Terapi
a. Memberikan tablet zat besi untuk mengatasi anemia\
b. Memberikan antibiotik bila ada indikasi
DAFTAR PUSTAKA
Alden K.R, 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Dialihbahasakan oleh Maria A. Jakarta:
EGC.
Dewi V.N, 2011. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Jakarta: Salemba Medika.
Herdman, T. Hether. 2012. Dignosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta.
EGC
Hutahean, Serri. 2009. Asuhan Keperawatan dalam Maternitas dan Ginekologi. Jakarta. TIM
Mitayani, 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika.
Nuraruf, Huda Amin, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan nanda Nic-Noc Eisi Revisi Jilid 1. Yogyakarta. MediAction
http://anysimplethings.blogspot.co.id/2015/04/laporan-pendahuluan-post-partum-a.html diakses
pada 05-04-2017
https://gexmirah27.wordpress.com/2013/10/08/laporan-pendahuluan-post-partum/ diakses pada
05-04-2017
https://www.scribd.com/doc/135028734/LAPORAN-PENDAHULUAN-POST-PARTUM-
NORMAL-2-docx diakses pada 05-04-2017