Anda di halaman 1dari 13

A.

Definisi
Persalinan adalah akhir kehamilan dan titik dimulainya kehidupan di luar
rahim bayi baru lahir. Dengan faktor- faktor insensial persalinan, proses
persalinan itu sendiri, kemauan persalinan, adaptasi ibu dan bayi, proses
keperawatan baik pada wanita maupun pada keluarga (Alden, 2004).
Post partum adalah waktu dimana proses penyembuhan dan perubahan,
waktu sesudah melahirkan sampai sebelum hamil, serta penyesuaian terhadap
hadirnya anggota keluarga baru (mitayani, 2009).
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berahir
ketika alat–alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
atau puerpenium dimulai 2 jam setelah melahirkan plasenta sampai dengan 6
minggu (42 hari) setelah itu. Dalam bahasa latin, waktu mulai tertentu setelah
melahirkan anak ini disebut puerperium yaitu dari kata ‘puer’ yang artinya bayi
dan ‘parous’ melahirkan. Jadi puerperium berarti masa setelah melahirkan
bayi. Puerperium adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai
sampai alat–alat kandungan kembali seperti sebelum hamil, sekitar 50%
kematian ibu terjadi dalam 24 jam pertama postpartum sehingga pertolongan
pasca persalinan yang berkualitas harus terselenggara pada masa itu untuk
memenuhi kebutuhan ibu dan bayi (Vivian, 2011).
Jadi, post partum atau masa nifas atau puerperium adalah masa pulih
kembali mulai dari persalinan sampai alat-alat kandungan kembali seperti
sebelum hamil dan dimulai setelah 2 jam melahirkan plasenta dan 6 minggu
setelahnya.

B. Masalah dalam Post Partum


1) Masalah Traktus Urinarius
Pada 24 jam pertama pasca persalinan, pasien umumnya menderita
keluhan miksi akibat defresi pada refleks aktivitas detrusor yang disebabkan
oleh tekanan dasar vesika urinaria saat persalinan, keluhan ini bertambah berat
oleh karena adanya fase dieresis pasca persalinan, bila perlu retensio urine dapat
diatasi dengan melakukan kateterisasi.
Rortveit, dkk (2003) menyatakan bahwa resiko inkontinensia urine pada
pasien dengan persalinan pervaginam sekitar 70% lebih tinggi dibandingkan
section Caesar. 10% pasien pasca persalinan menderita inkkontinensia
(biasanya stress inkontinensia) yang kadang–kadang menetap sampai beberapa
minggu pasca persalinan.Untuk mempercepat penyembuhan keadaan ini dapat
dilakukan latihan otot dasar panggul (Serri, 2009).
2) Nyeri punggung
Nyeri punggung sering dirasakan pada trimester ketiga kehamilan dan
menetap setelah persalinan pada anak masa nifas. kejadian ini terjadi pada 25%
wanita dalam masa post partum namun keluhan ini dirasakan oleh 50% dari
mereka sejak sebelum kehamilan. Keluhan ini menjadi semakin hebat bila
mereka harus merawat anaknya sendiri (Serri, 2009).
3) Anemia
Resiko anemia ini dapat terjadi bila ibu mengalami poendarahan yang
banyak,apalagi bila sudah sejak masa kehamilan ada riwayat kekurangan
darah. Di masa nifas, anemia bisa menyebabkan rahim susah berkontraksi. Ini
karena darah tidak cukup memberikan oksigen kedalam rahim. Ibu yang
mengidap anemia dengan kondisi membahayakan, apalagi mengalami
perdarahan post partum, maka segera haris diberi transfusi darah. Jika
kondisinya tidak berbahaya maka cukup ditolong dengan pemberian obat–
obatan penambah darah yang mengandung zat besi (Serri,2009).
4) Masalah Psikologi: defresi masa nifas
Depresi yang terjadi pada masa nifas biasanya dapat dilihat di minggu–
minggu pertama setelah melahirkan, dimana kadar hormone masih tinggi.
Gejalanya adalah gelisah, sedih, dan ingin menangis tanpa sebab yang jelas.
Tingkatannya pun bermacam–macam, mulai dari neurologis, atau gelisah saja
yang disertai kelainan tingkah laku. Situasi depresi ini akan sembuh bila ibu
bisa beradaptasi dengan situaasi yang nyatanya. Defresi masa nifas seharusnya
dikenali oleh suami dan juga keluarga. Gejalanya sama dengan depresi prahaid.
Hal ini dikarenanakan pengaruh perubahan hormonal, adanya proses involusi,
dan ibu kurang tidur serta lelah karena mengurus bayi, dan sebagainya. Depresi
juga bisa timbul jika ibu dan keluarganya mengalami konflik rumah tangga,
anak yang lahir tak diharapkan, keadaan sosial ekonominya lemah, atau trauma
karenamengalami cacat Keberadaan bayi tidak jarang justru menimbulkan
“stress” bagi beberapa ibu yang baru melahirkan. Ibu merasa bertanggung
jawab untuk merawat bayi, melanjutkan mengurus suami, setiap malam merasa
terganggu dan sering merasakan adanya ketidak mampuan dalam mengatasi
semua beban tersebut (Serri, 2009).

C. Patofisiologi
Dalam masa post partum atau masa nifas, alat-alat genetalia interna maupun
eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaaan sebelum hamil.
Perubahan-perubahan alat genetalia ini dalam keseluruhan disebut “involusi”. Di
samping involusi terjadi perubahan-perubahan penting lain yakni memokonsetrasi
dan timbilnya laktasi yang terakhir ini karena pengaruh laktogenik hormon dari
kelenjar hipofisis terhadapkelenjar-kelenjar mamae.
Otot-otot uterus berkontraksi segera post partum, pembuluh-pembuluh darah
yang ada antara anyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini akan
menghentikan perdarahan setelah plasenta lahir. Perubahan-perubahan yang
terdapat pada serviks ialah segera post partum bentuk serviks ialah segera post
partum bentuk serviks agak menganga seperti corong, bentuk ini disebabkan oleh
korpus uteri terbentul semacam cincin. Perubahan-perubahan yang terdapat pada
endometrium ialah timbulnya trombosis, degerasi dan nekrosis ditempat implantasi
plasenta pada hari pertama endometrium yang kira-kira setebal 2-5 mm itu
mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin
regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua basalis yang memakai
waktu 2 sampai 3 minggu. Ligamen-ligamen dan diafragma palvis serta fasia yang
merenggang sewaktu kehamilan dan setelah janin lahir berangsur-angsur kembali
seperti sedia kala.
Ada beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya plasenta
previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture
uteri, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distorsia serviks, dan
malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan
pembedahan, yaitu Sectio Caesarea.
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah
intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan
menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien
secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan ansietas pada pasien. Selain itu, dalam
proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen
sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan
saraf-saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin
dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses
pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post
operasi yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah resiko
infeksi.

D. Fisiologi Post Partum


1) Perubahan Fisik pada Post Partum
Pada masa nifas dapat dijumpai tiga kejadian penting, yaitu: involusi
uterus, lochea, dan laktasi.
a. Involusi Uterus
Setelah bayi dilahirkan, uterus yang selama persalinan
mengalami kontraksi dan retraksi akan menjadi keras, sehingga dapat
menutup pembuluh darah besar yang bermuara pada bekas implantasi
plasenta. Otot rahim terdiri dari 3 lapis otot yang membentuk anyaman
sehingga pembuluh darah dapat tertutup sempurna, dengan demikian
terhindari dari perdarahan post partum. Pada involusi uteri, jaringan ikat
dan jaringan otot mengalami proses proteolitik, berangsur-angsur akan
mengecil sehingga pada akhir kala nifas besarnya seperti semula
dengan berat 30 gram. Proses proteolitik adalah pemecahan protein yang
akan dikeluarkan melalui urine. Dengan penimbunan air saat hamil akan
terjadi pengeluaran urine setelah persalinan, sehingga hasil pemecahan
protein dapat dikeluarkan.
PROSES INVOLUSI UTERI
Involusi Tinggi Fundus Berat uterus
1 2 3
Plasenta lahir Sepusat 1000 gram
7 hari (1 Minggu) Pertengahan pusat simfisis 500 gram
14 hari (2 Minggu) Tak teraba 350 gram
42 hari (6 Minggu) Sebesar hamil 2 minggu 50 gram
56 hari (8 Minggu) Normal 20 gram
(Manuaba, 1999).
b. Lochea
Lochea adalah cairan sisa lapisan endometrium dan sisa dari
tempat implantasi plasenta (Manuaba, 1998).
Pengeluaran lochea dapat dibagi berdasarkan jumlah dan warna
sebagai berikut:
• Lochea rubra (kruenta): 1 sampai 3 hari, berwarna merah dan
hitam, terdiri dari sel desidua, vernik kaseosa, rambut Lanugo, sisa
mekonium, sisa darah.
• Lochea sanguinolenta: 3 sampai 7 hari, berwarna putih bercampur
darah.
• Lochea serosa: 7 sampai 14 hari, berwarna kekuningan.
• Lochea alba: Setelah hari ke-14, berwarna putih.
• Lochea purulenta: Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah
berbau busuk.
c. Laktasi
Perubahan-perubahan pada kelenjar mamae sudah terjadi sejak
dari kehamilan yaitu proliferasi jaringan pada kelenjar-kelenjar alveoli
dan jaringan lemak bertambah keluaran cairan susu jolong dari duktus
laktiferus disebut colostrums berwarna kuning putih susu,
hipervaskularisasi pada permukaan dan bagian dalam dimana vena
berdilatasi sehingga tampak jelas. Setelah persalinan pengaruh sekresi
estrogen dan progesterone hilang, maka timbul pengaruh hormone
laktogenik (LH) atau prolaktin yang akan merangsang air susu.
Pengaruh oksitosin menyebabkan mioefitel kelenjar susu berkontraksi
sehingga air susu keluar. Pada hari pertama sampai hari ketiga setelah
bayi lahir disebut kolostrum warna kekuningan dan agak kental.
Kolostrum kaya akan protein immunoglobulin yang mengandung
antibodi sehingga menambah kekebalan anak terhadap penyakit dan
laktoferin, ASI masa transisi dihasilkan mulai hari keempat sampai hari
kesepuluh, dan ASI matur dihasilkan mulai hari kesepuluh.

2) Perubahan Psikososial pada Post Partum


a) Periode Taking In
Pada masa ini ibu pasif dan tergantung, energi difokuskan pada
perubahan tubuh, ibu sering mengulang kembali pengalaman
persalinan. Nutrisi tambahan mungkin diperlukan karena selera makan
ibu meningkat. Periode ini berlangsung 1-2 hari setelah melahirkan.
b) Periode Taking Hold
Pada masa ini ibu menaruh perhatiannya pada kemampuannya
untuk menjadi orang tua yang berhasil dan menerima peningkatan
tanggung jawab terhadap bayinya, ibu berusaha untuk terampil dalam
perawatan bayi baru lahir. Periode ini berlangsung 2-4 hari setelah
melahirkan.
c) Periode Letting Go
Umumnya terjadi setelah ibu baru kembali ke rumah, ibu
menerima tanggung jawab untuk merawat bayi baru lahir, ibu harus
beradaptasi terhadap otonomi, kemandirian dan interaksi sosial.

E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Darah Lengkap
Memberikan informasi tentang jumlah dari sel-sel darah merah
(RBC), sel-sel darah putih (WBC), nilai hematokrit (Ht) dan haemoglobin
(Hb).
2. Pemeriksaan Pap Smear
Mencari kemungkinan kelainan sitologi sel serviks atau sel
endometrium.
3. Pemeriksaan Urine: Urine lengkap (UL)
Pemeriksaan ini mencari kemungkinan terdapatnya bakteri dalam
urine seperti streptokokus.
F. Penatalaksanaan Medis
1. Tes Diagnostik
a. Jumlah darah lengkap, hemoglobin/hematokrit (Hb/Ht)
b. Urinalisis: Kadar Urin
2. Terapi
a. Memberikan tablet zat besi untuk mengatasi anemia\
b. Memberikan antibiotik bila ada indikasi

G. Konsep Pengkajian Post Partum


1. Pengkajian
A. Data Umum Klien meliputi: nama klien, usia, agama, status perkawinan,
pekerjaan, pendidikan terakhir, nama suami, umur suami, agama, pekerjaan
suami, pendidikan terakhir suami, dan alamat
B. Anamnesa meliputi: keluhan utama, keluhan saat pengkajian, riwayat
penyakit sekarang, riwayat menstruasi (menarchea, siklus, jumlah, lamanya,
keteraturan, dan apakah mengalami dismenorhea), riwayat perkawinan,
riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu, riwayat kehamilan sekarang
(ANC).
C. Riwayat persalinan sekarang meliputi:
a. Jenis persalinan apakah spontan atau operasi SC
b. Tanggal/jam persalinan
c. Jenis kelamin bayi
d. Jumlah perdarahan
e. Penyulit dalam persalinan baik dari ibu maupun bayi
f. Keadaan air ketuban meliputi warna dan jumlah
D. Riwayat genekologi kesehatan masa lalu apakah ibu pernah mengalami
operasi atau tidak
E. Riwayat KB baik jenis maupun lama penggunaan
F. Riwayat kesehatan keluarga apakah ada penyakit menurun atau menular
dari keluarga
G. Pola aktivitas sehari-hari meliputi Eliminasi, nutrisi, istirahat. Kebersihan
H. Riwayat psikososial
Adaptasi psikologis post partum menurut teori rubin dibagi dalam 3 periode
yaitu sebagai berikut:
1. Periode Taking In
• Berlangsung 1-2 hari setelah melahirkan
• Ibu pasif terhadap lingkungan. Oleh karena itu, perlu menjaga
komunikasi yang baik.
• Ibu menjadi sangat tergantung pada orang lain, mengharapkan
segala sesuatru kebutuhan dapat dipenuhi orang lain.
• Perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan perubahan tubuhnya
• Ibu mungkin akan bercerita tentang pengalamannya ketika
melahirkan secara berulang-ulang
• Diperlukan lingkungan yang kondusif agar ibu dapat tidur dengan
tenang untuk memulihkan keadaan tubuhnya seperti sediakala.
• Nafsu makan bertambah sehingga dibutuhkan peningkatan nutrisi,
dan kurangnya nafsu makan menandakan ketidaknormalan proses
pemulihan.
2. Periode Taking Hold
• Berlangsung 3-10 hari setelah melahirkan
• Pada fase ini ibu merasa khawatir akan ketidakmampuannya dalam
merawat bayi
• Ibu menjadi sangat sensitive, sehingga mudah tersinggung. Oleh
karena itu, ibu membutuhkan sekali dukungan dari orang-orang
terdekat
• Saat ini merupakan saat yang baik bagi ibu untuk menerima
berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya. Dengan
begitu ibu dapat menumbuhkan rasa percaya dirinya
• Pada periode ini ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi
tubuhnya, misalkan buang air kecil atau buang air besar, mulai
belajar untuk mengubah posisi seperti duduk atau jalan, serta belajar
tentang perawatan bagi diri dan bayinya
3. Periode Letting Go
• Berlangsung 10 hari setelah melahirkan.
• Secara umum fase ini terjadi ketika ibu kembali ke rumah
• Ibu menerima tanggung jawab sebagai ibu dan mulai menyesuaikan
diri dengan ketergantungan bayinya
• Keinginan untuk merawat bayi meningkat
• Ada kalanya ibu mengalami perasaan sedih yang berkaitan dengan
bayinya, keadaan ini disebut baby blues
I. Pemeriksaan Fisik meliputi:
a. Status Obstetri
b. TTV: nadi, suhu, tekanan darah, dan pernapasan
c. Pemeriksaan mata: konjungtiva, sclera pucat atau tidak.
d. Pemeriksaan mulut: mukosa bibir kering atau tidak.
e. Pemeriksaan thorax: retraksi otot dada, bunyi nafas, bunyi jantung.
f. Pemeriksaan abdomen: luka jaritan operasi, keadaan luka, bising usus.
g. Pemeriksaan ekstremitas: pergerakan, edema, sianosis, terpasang infus
IVFD atau tidak, akral dingin.
h. Pemeriksaan genetalia: pengeluaran lochea, kebersihan.
i. Obat-obatan yang dikonsumsi
j. Pemeriksaan penunjang seperti darah lengakap: WBC, HCT, HGB.
2. Diagnosa yang Mungkin Muncul
a. Aktual
• Nyeri akut berhubungan dengan bekas luka post op sc atau robekan
jalan lahir
• Gangguan eliminasi BAK berhubungan dengan sensasi pada
kandung kemih
• Kurang perawatan diri berhubungan dengan efek-efek anestesi,
penurunan kekuatan dan ketahanan, ketidaknyamana fisik
b. Resiko
• Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh
terhadap bakteri pembedahan

3. Intervensi
a) Nyeri berhubungan dengan bekas luka
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, nyeri
hilang, berkurang.
Kriteria hasil:
• Klien mengungkapkan nyeri berkurang
• Klien tampak tenang
Intervensi Rasional
1. Kaji karakteristik, skala nyeri 1. untuk mengetahui skala nyeri
2. Motivasi untuk mobilisasi dan memberikan tindakan
sesuai indikasi selanjutnya
3. Anjurkan penggunaaan 2. memperlancar pengeluaran
teknik relaksasi. lochea, mempercepat involusi
4. Kolaborasi pemberian dan mengurangi nyeri secara
analgetik bertahap.
3. Untuk mengatur rasa nyeri
luka post op
4. Obat analgetik di berikan
untuk menghilangkan rasa
nyer

b) Gangguan eliminasi urine


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, ibu
tidak mengalami gangguan eliminasi (BAK)
Kriteria Hasil: ibu dapat berkemih sendiri dalam 6-8 jam post partum tidak
merasa sakit saat BAK, jumlah urine 1,5-2 liter/hari.
Intervensi Rasional
1. Kaji dan catat cairan masuk 1. Mengetahui balance cairan
dan keluar tiap 24 jam pasien sehingga diintervensi
2. Anjurkan berkemih 6-8 dengan tepat.
jam post partum 2. Melatih otot-otot perkemihan.
3. Berikan teknik merangsang 3. Agar kencing yang tidak dapat
berkemih keluar, bisa dikeluarkan
4. Kolaborasi pemasangan sehingga tidak ada retensi.
kateter 4. Mengurangi distensi kandung
kemih.

c) Kurang perawatan diri berhubungan dengan efek-efek anestesi,


penurunan kekuatan dan ketahanan, ketidaknyamana fisik
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam
diharapkan ibu dapat memenuhi ADLnya dengan mandiri.
Kriteria hasil:
• Ibu dapat melakukan perawatan terhadap dirinya
• Kebutuhan ADL terpenuhi
Intervensi Rasional
1. Bimbing dan demonstrasikan 1. Bimbingan dan demonstrasi
pada ibu tentang bagaimana cara yang benar dapat memberi
melakukan perawatan diri contoh bagi ibu untuk dapat
2. Beri bantuan sesuai dengan melakukannya dengan baik bila
kebutuhan (misalnya : telah pulang dari rumah sakit
perawatan mulut, mandi dan 2. Bantuan tindakan dapat
vulva hygiene) membantu ibu dalam memenuhi
3. Jelaskan kepada ibu tentang perawatan dirinya yang tidak
pentingnya menjaga kondisi mampu dilakukan secara
tubuh dengan mempertahankan mandiri
nutrisi dan kebersihan ibu
3. Untuk mempercepat proses
penyembuhan dan mencegah
terjadinya komplikasi

d) Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh


terhadap bakteri pembedahan
Tujuan: untuk mencegah terjadinya infeksi yang tidak diharapkan dan
dapat berdampak buruk bagi klien.
Kriteria hasil:
• Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
• Menunjukan perilaku hidup sehat
Intervensi Rasional
1. Bersihkan lingkungan setelah 1. Mencegah terjadi penularan
dipakai pasien lain penyakit dari pasien satu ke
2. Cuci tangan setiap sebelum pasien lainnya
dan sesudah tindakan 2. Dengan cuci tangan dapat
keperawatan memutuskan rantai penularan
3. Menganjurkan ibu menganti penyakit
softek setiap 3-4 jam sekali 3. Menganti softek secara rutin
4. Melakukan rawat luka pada dan sering menjaga daerah
waktunya reproduksi dari kelembaban
5. Ajarkan pasien dan keluarga dimana bakteri dan jamur sering
tanda dan gejala infeksi berkembang biak
4. Rawat luka dapat
memp[ercepat penyembuhan
sehingga resiko infeksi kecil
5. Dengan pasien dan keluarga
mengetahui tanda dan gejala,
mereka akan segera melapor
kepada pelayan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Alden K.R, 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Dialihbahasakan oleh Maria
A. Jakarta: EGC.
Dewi V.N, 2011. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Jakarta: Salemba Medika.
Herdman, T. Hether. 2012. Dignosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014. Jakarta. EGC
Hutahean, Serri. 2009. Asuhan Keperawatan dalam Maternitas dan Ginekologi.
Jakarta. TIM
Mitayani, 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika.
Nuraruf, Huda Amin, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan nanda Nic-Noc Eisi Revisi Jilid 1. Yogyakarta.
MediAction
http://anysimplethings.blogspot.co.id/2015/04/laporan-pendahuluan-post-partum-
a.html diakses pada 05-04-2017
https://gexmirah27.wordpress.com/2013/10/08/laporan-pendahuluan-post-partum/
diakses pada 05-04-2017
https://www.scribd.com/doc/135028734/LAPORAN-PENDAHULUAN-POST-
PARTUM-NORMAL-2-docx diakses pada 05-04-2017

Anda mungkin juga menyukai