Anda di halaman 1dari 19

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA

(STIKes PERTAMEDIKA)
Nindi Ayu Putri /11181033/ 2022
Program Profesi S1 Keperawatan

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS PADA


POSR PARTUM

A. Definisi
Persalinan adalah akhir kehamilan dan titik dimulainya kehidupan di luar rahim
bayi baru lahir. Dengan faktor- faktor insensial persalinan, proses persalinan itu
sendiri, kemauan persalinan, adaptasi ibu dan bayi, proses keperawatan baik pada
wanita maupun pada keluarga (Alden, 2014).

Post partum adalah waktu dimana proses penyembuhan dan perubahan, waktu
sesudah melahirkan sampai sebelum hamil, serta penyesuaian terhadap hadirnya
anggota keluarga baru (Mitayani, 2016).

Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berahir ketika
alat–alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas atau
puerpenium dimulai 2 jam setelah melahirkan plasenta sampai dengan 6 minggu
(42 hari) setelah itu. Dalam bahasa latin, waktu mulai tertentu setelah melahirkan
anak ini disebut puerperium yaitu dari kata ‘puer’ yang artinya bayi dan ‘parous’
melahirkan. Jadi puerperium berarti masa setelah melahirkan bayi. Puerperium
adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat–alat
kandungan kembali seperti sebelum hamil, sekitar 50% kematian ibu terjadi
dalam 24 jam pertama postpartum sehingga pertolongan pasca persalinan yang
berkualitas harus terselenggara pada masa itu untuk memenuhi kebutuhan ibu
dan bayi (Vivian, 2011).
Jadi, post partum atau masa nifas atau puerperium adalah masa pulih kembali
mulai dari persalinan sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil
dan dimulai setelah 2 jam melahirkan plasenta dan 6 minggu setelahnya.

B. Masalah dalam Post Partum


1. Masalah Traktus Urinarius
Pada 24 jam pertama pasca persalinan, pasien umumnya menderita keluhan
miksi akibat defresi pada refleks aktivitas detrusor yang disebabkan oleh
tekanan dasar vesika urinaria saat persalinan, keluhan ini bertambah berat
oleh karena adanya fase dieresis pasca persalinan, bila perlu retensio urine
dapat diatasi dengan melakukan kateterisasi.

Rortveit, dkk (2013) menyatakan bahwa resiko inkontinensia urine pada


pasien dengan persalinan pervaginam sekitar 70% lebih tinggi dibandingkan
section Caesar. 10% pasien pasca persalinan menderita inkkontinensia
(biasanya stress inkontinensia) yang kadang–kadang menetap sampai
beberapa minggu pasca persalinan.Untuk mempercepat penyembuhan
keadaan ini dapat dilakukan latihan otot dasar panggul (Serri, 2014).

2. Nyeri punggung
Nyeri punggung sering dirasakan pada trimester ketiga kehamilan dan
menetap setelah persalinan pada anak masa nifas. kejadian ini terjadi pada
25% wanita dalam masa post partum namun keluhan ini dirasakan oleh 50%
dari mereka sejak sebelum kehamilan. Keluhan ini menjadi semakin hebat
bila mereka harus merawat anaknya sendiri (Serri, 2014).
3. Anemia
Resiko anemia ini dapat terjadi bila ibu mengalami poendarahan yang
banyak,apalagi bila sudah sejak masa kehamilan ada riwayat kekurangan
darah. Di masa nifas, anemia bisa menyebabkan rahim susah berkontraksi.
Ini karena darah tidak cukup memberikan oksigen kedalam rahim. Ibu yang
mengidap anemia dengan kondisi membahayakan, apalagi mengalami
perdarahan post partum, maka segera haris diberi transfusi darah. Jika
kondisinya tidak berbahaya maka cukup ditolong dengan pemberian obat–
obatan penambah darah yang mengandung zat besi (Serri,2014).

4. Masalah Psikologi: defresi masa nifas


Depresi yang terjadi pada masa nifas biasanya dapat dilihat di minggu–
minggu pertama setelah melahirkan, dimana kadar hormone masih tinggi.
Gejalanya adalah gelisah, sedih, dan ingin menangis tanpa sebab yang jelas.
Tingkatannya pun bermacam–macam, mulai dari neurologis, atau gelisah
saja yang disertai kelainan tingkah laku. Situasi depresi ini akan sembuh
bila ibu bisa beradaptasi dengan situaasi yang nyatanya. Defresi masa nifas
seharusnya dikenali oleh suami dan juga keluarga. Gejalanya sama dengan
depresi prahaid. Hal ini dikarenanakan pengaruh perubahan hormonal,
adanya proses involusi, dan ibu kurang tidur serta lelah karena mengurus
bayi, dan sebagainya. Depresi juga bisa timbul jika ibu dan keluarganya
mengalami konflik rumah tangga, anak yang lahir tak diharapkan, keadaan
sosial ekonominya lemah, atau trauma karenamengalami cacat Keberadaan
bayi tidak jarang justru menimbulkan “stress” bagi beberapa ibu yang baru
melahirkan. Ibu merasa bertanggung jawab untuk merawat bayi,
melanjutkan mengurus suami, setiap malam merasa terganggu dan sering
merasakan adanya ketidak mampuan dalam mengatasi semua beban
tersebut (Serri, 2014).
C. Patofisiologi
Dalam masa post partum atau masa nifas, alat-alat genetalia interna maupun
eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaaan sebelum hamil.
Perubahan-perubahan alat genetalia ini dalam keseluruhan disebut “involusi”. Di
samping involusi terjadi perubahan-perubahan penting lain yakni
memokonsetrasi dan timbilnya laktasi yang terakhir ini karena pengaruh
laktogenik hormon dari kelenjar hipofisis terhadapkelenjar-kelenjar mamae.

Otot-otot uterus berkontraksi segera post partum, pembuluh-pembuluh darah


yang ada antara anyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini akan
menghentikan perdarahan setelah plasenta lahir. Perubahan-perubahan yang
terdapat pada serviks ialah segera post partum bentuk serviks ialah segera post
partum bentuk serviks agak menganga seperti corong, bentuk ini disebabkan oleh
korpus uteri terbentul semacam cincin. Perubahan-perubahan yang terdapat pada
endometrium ialah timbulnya trombosis, degerasi dan nekrosis ditempat
implantasi plasenta pada hari pertama endometrium yang kira-kira setebal 2-5
mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput
janin regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua basalis yang
memakai waktu 2 sampai 3 minggu. Ligamen-ligamen dan diafragma palvis serta
fasia yang merenggang sewaktu kehamilan dan setelah janin lahir berangsur-
angsur kembali seperti sedia kala.

Ada beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan
bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya plasenta previa sentralis
dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri, partus
lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distorsia serviks, dan malpresentasi janin.
Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan, yaitu
Sectio Caesarea.
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan
pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi
aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan
menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien
secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.

Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan


perawatan post operasi akan menimbulkan ansietas pada pasien. Selain itu, dalam
proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen
sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan
saraf-saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran
histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut).
Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan
menimbulkan luka post operasi yang bila tidak dirawat dengan baik akan
menimbulkan masalah resiko infeksi.
D. Fisiologi Post Partum
1. Perubahan Fisik pada Post Partum
Pada masa nifas dapat dijumpai tiga kejadian penting,
yaitu: involusi uterus, lochea, dan laktasi.

a. Involusi Uterus
Setelah bayi dilahirkan, uterus yang selama persalinan mengalami
kontraksi dan retraksi akan menjadi keras, sehingga dapat menutup
pembuluh darah besar yang bermuara pada bekas implantasi plasenta.
Otot rahim terdiri dari 3 lapis otot yang membentuk anyaman sehingga
pembuluh darah dapat tertutup sempurna, dengan demikian terhindari
dari perdarahan post partum. Pada involusi uteri, jaringan ikat dan
jaringan otot mengalami proses proteolitik, berangsur-angsur akan
mengecil sehingga pada akhir kala nifas besarnya seperti semula
dengan berat 30 gram. Proses proteolitik adalah pemecahan protein
yang akan dikeluarkan melalui urine. Dengan penimbunan air saat
hamil akan terjadi pengeluaran urine setelah persalinan, sehingga hasil
pemecahan protein dapat dikeluarkan.

PROSES INVOLUSI UTERI

Involusi Tinggi Fundus Berat Uterus


1 2 3
Plasenta lahir Sepusat 1000 gram
7 hati (1 minggu) Pertengahan pusat 500 gram
simfisis
14 hari (2 Tak teraba 350 gram
minggu)
42 hari (6 Sebesar hamil 2 50 gram
minggu) minggu
56 hari (8 Normal 20 gram
minggu)

(Manuaba,2017).
b. Lochea
Lochea adalah cairan sisa lapisan endometrium dan sisa dari tempat
implantasi plasenta (Manuaba, 1998).
Pengeluaran lochea dapat dibagi berdasarkan jumlah dan warna sebagai
berikut:

 Lochea rubra (kruenta): 1 sampai 3 hari, berwarna merah dan


hitam, terdiri dari sel desidua, vernik kaseosa, rambut Lanugo,
sisa mekonium, sisa darah.
 Lochea sanguinolenta: 3 sampai 7 hari, berwarna putih
bercampur darah.
 Lochea serosa: 7 sampai 14 hari, berwarna kekuningan.
 Lochea alba: Setelah hari ke-14, berwarna putih.
 Lochea purulenta: Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah
berbau busuk.

c. Laktasi
Perubahan-perubahan pada kelenjar mamae sudah terjadi sejak dari
kehamilan yaitu proliferasi jaringan pada kelenjar-kelenjar alveoli dan
jaringan lemak bertambah keluaran cairan susu jolong dari duktus
laktiferus disebut colostrums berwarna kuning putih susu,
hipervaskularisasi pada permukaan dan bagian dalam dimana vena
berdilatasi sehingga tampak jelas. Setelah persalinan pengaruh sekresi
estrogen dan progesterone hilang, maka timbul pengaruh hormone
laktogenik (LH) atau prolaktin yang akan merangsang air susu.
Pengaruh oksitosin menyebabkan mioefitel kelenjar susu berkontraksi
sehingga air susu keluar. Pada hari pertama sampai hari ketiga setelah
bayi lahir disebut kolostrum warna kekuningan dan agak kental.
Kolostrum kaya akan protein immunoglobulin yang mengandung
antibodi sehingga menambah kekebalan anak terhadap penyakit dan
laktoferin, ASI masa transisi dihasilkan mulai hari keempat sampai hari
kesepuluh, dan ASI matur dihasilkan mulai hari kesepuluh.
2. Perubahan Psikososial pada Post Partum
a. Periode Taking In
Pada masa ini ibu pasif dan tergantung, energi difokuskan pada
perubahan tubuh, ibu sering mengulang kembali pengalaman
persalinan. Nutrisi tambahan mungkin diperlukan karena selera makan
ibu meningkat. Periode ini berlangsung 1-2 hari setelah melahirkan.

b. Periode Taking Hold


Pada masa ini ibu menaruh perhatiannya pada kemampuannya untuk
menjadi orang tua yang berhasil dan menerima peningkatan tanggung
jawab terhadap bayinya, ibu berusaha untuk terampil dalam perawatan
bayi baru lahir. Periode ini berlangsung 2-4 hari setelah melahirkan.

c. Periode Letting Go
Umumnya terjadi setelah ibu baru kembali ke rumah, ibu menerima
tanggung jawab untuk merawat bayi baru lahir, ibu harus beradaptasi
terhadap otonomi, kemandirian dan interaksi sosial.

E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Darah Lengkap
Memberikan informasi tentang jumlah dari sel-sel darah merah (RBC), sel-
sel darah putih (WBC), nilai hematokrit (Ht) dan haemoglobin (Hb).
2. Pemeriksaan Pap Smear
Mencari kemungkinan kelainan sitologi sel serviks atau sel endometrium.
3. Pemeriksaan Urine: Urine lengkap (UL)
Pemeriksaan ini mencari kemungkinan terdapatnya bakteri dalam urine
seperti streptokokus.
F. Penatalaksanaan Medis
1. Tes Diagnostik
a. Jumlah darah lengkap, hemoglobin/hematokrit (Hb/Ht)
b. Urinalisis: Kadar Urin
2. Terapi
a. Memberikan tablet zat besi untuk mengatasi anemia
b. Memberikan antibiotik bila ada indikasi
Konsep Pengkajian Post Partum

A. Pengkajian
1. Data Umum Klien meliputi: nama klien, usia, agama, status perkawinan,
pekerjaan, pendidikan terakhir, nama suami, umur suami, agama,
pekerjaan suami, pendidikan terakhir suami, dan alamat

2. Anamnesa meliputi: keluhan utama, keluhan saat pengkajian, riwayat


penyakit sekarang, riwayat menstruasi (menarchea, siklus, jumlah,
lamanya, keteraturan, dan apakah mengalami dismenorhea), riwayat
perkawinan, riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu, riwayat
kehamilan sekarang (ANC).

3. Riwayat persalinan sekarang meliputi:


a. Jenis persalinan apakah spontan atau operasi SC
b. Tanggal/jam persalinan
c. Jenis kelamin bayi
d. Jumlah perdarahan
e. Penyulit dalam persalinan baik dari ibu maupun bayi
f. Keadaan air ketuban meliputi warna dan jumlah

4. Riwayat genekologi kesehatan masa lalu apakah ibu pernah mengalami


operasi atau tidak
5. Riwayat KB baik jenis maupun lama penggunaan
6. Riwayat kesehatan keluarga apakah ada penyakit menurun atau menular
dari keluarga
7. Pola aktivitas sehari-hari meliputi Eliminasi, nutrisi, istirahat. Kebersihan
8. Riwayat psikososial
Adaptasi psikologis post partum menurut teori rubin dibagi dalam 3
periode yaitu sebagai berikut :
a. Periode Taking In
 Berlangsung 1-2 hari setelah melahirkan.
 Ibu pasif terhadap lingkungan. Oleh karena itu, perlu menjaga
komunikasi yang baik.
 Ibu menjadi sangat tergantung pada orang lain, mengharapkan
segala sesuatru kebutuhan dapat dipenuhi orang lain.
 Perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan perubahan
tubuhnya.
 Ibu mungkin akan bercerita tentang pengalamannya ketika
melahirkan secara berulang-ulang
 Diperlukan lingkungan yang kondusif agar ibu dapat tidur
dengan tenang untuk memulihkan keadaan tubuhnya seperti
sediakala.
 Nafsu makan bertambah sehingga dibutuhkan peningkatan
nutrisi, dan kurangnya nafsu makan menandakan
ketidaknormalan proses pemulihan.

b. Periode Taking Hold


 Berlangsung 3-10 hari setelah melahirkan.
 Pada fase ini ibu merasa khawatir akan ketidakmampuannya
dalam merawat bayi.
 Ibu menjadi sangat sensitive, sehingga mudah tersinggung.
Oleh karena itu, ibu membutuhkan sekali dukungan dari orang-
orang terdekat.
 Saat ini merupakan saat yang baik bagi ibu untuk menerima
berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya. Dengan
begitu ibu dapat menumbuhkan rasa percaya dirinya.
 Pada periode ini ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi
tubuhnya, misalkan buang air kecil atau buang air besar, mulai
belajar untuk mengubah posisi seperti duduk atau jalan, serta
belajar tentang perawatan bagi diri dan bayinya.

c. Periode Letting Go
 Berlangsung 10 hari setelah melahirkan.
 Secara umum fase ini terjadi ketika ibu kembali ke rumah.
 Ibu menerima tanggung jawab sebagai ibu dan mulai
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya.
 Keinginan untuk merawat bayi meningkat.
 Ada kalanya ibu mengalami perasaan sedih yang berkaitan
dengan bayinya, keadaan ini disebut baby blues.

9. Pemeriksaan Fisik meliputi:


a. Status Obstetri
b. TTV: nadi, suhu, tekanan darah, dan pernapasan
c. Pemeriksaan mata: konjungtiva, sclera pucat atau tidak.
d. Pemeriksaan mulut: mukosa bibir kering atau tidak.
e. Pemeriksaan thorax: retraksi otot dada, bunyi nafas, bunyi jantung.
f. Pemeriksaan abdomen: luka jaritan operasi, keadaan luka, bising usus.
g. Pemeriksaan ekstremitas: pergerakan, edema, sianosis, terpasang
infus IVFD atau tidak, akral dingin.
h. Pemeriksaan genetalia: pengeluaran lochea, kebersihan.
i. Obat-obatan yang dikonsumsi
j. Pemeriksaan penunjang seperti darah lengakap: WBC, HCT, HGB
B. Diagnosa yang Mungkin Muncul
1. Aktual
 Nyeri akut berhubungan dengan bekas luka post op sc atau robekan jalan
lahir
 Gangguan eliminasi BAK berhubungan dengan sensasi pada kandung
kemih
 Kurang perawatan diri berhubungan dengan efek-efek anestesi,
penurunan kekuatan dan ketahanan, ketidaknyamana fisik

2. Resiko
 Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh
terhadap bakteri pembedahan
C. Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan bekas luka
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, nyeri
hilang, berkurang.
Kriteria hasil:
 Klien mengungkapkan nyeri berkurang
 Klien tampak tenang

Intervensi Rasional

1. Kaji karakteristik, skala nyeri 1. untuk mengetahui skala nyeri

2. Motivasi untuk mobilisasi dan memberikan tindakan

sesuai indikasi Selanjutnya

3. Anjurkan penggunaaan teknik 2. memperlancar pengeluaran

relaksasi. lochea, mempercepat involusi

4. Kolaborasi pemberian dan mengurangi nyeri secara

Analgetik bertahap.

3. Untuk mengatur rasa nyeri luka

4. Obat analgetik di berikan untuk

menghilangkan rasa nyeri


2. Gangguan eliminasi urine
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, ibu tidak
mengalami gangguan eliminasi (BAK).
Kriteria Hasil: ibu dapat berkemih sendiri dalam 6-8 jam post partum tidak
merasa sakit saat BAK, jumlah urine 1,5-2 liter/hari.

Intervensi Rasional

1. Kaji dan catat cairan masuk 1. Mengetahui balance cairan pasien

dan keluar tiap 24 jam sehingga diintervensi dengan

2. Anjurkan berkemih 6-8 jam tepat.

post partum 2. Melatih otot-otot perkemihan.

3. Berikan teknik merangsang 3. Agar kencing yang tidak dapat

berkemih keluar, bisa dikeluarkan sehingga

4. Kolaborasi pemasangan tidak ada retensi.

kateter 4. Mengurangi distensi Kandung

kemih.
3. Kurang perawatan diri berhubungan dengan efek-efek anestesi, penurunan
kekuatan dan ketahanan, ketidaknyamana fisik.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam
diharapkan ibu dapat memenuhi ADLnya dengan mandiri.
Kriteria hasil:
 Ibu dapat melakukan perawatan terhadap dirinya
 Kebutuhan ADL terpenuhi

Intervensi Rasional
1. Bimbing dan demonstrasikan 1. Bimbing dan demonstrasi
pada ibu tentang bagaimana yang benar dapat memberi
cara melakukan perawatan contoh bagi ibu untuk dapat
diri. melakukan nya dengan baik
2. Beri bantuan sesuai denan bila telah pulan dari RS.
kebutuhan (misalnya : 2. Bantuan tindakan dapat
perawatan mulut, mandi, dan membantu ibu dalam
vulva hygiene) memenuhi perawatan
3. Jelaskan kepada ibu tentan dirinya yang tidak mampu
pentingnya menjaga kondisi di lakukan secara mandiri.
tubuh dengan 3. Untuk mempercepat proses
mempertahankan nutrisi dan penyembuhan dan
kebersihan ibu. mencegah terjadi nya
komplikasi.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh terhadap
bakteri pembedahan.
Tujuan: untuk mencegah terjadinya infeksi yang tidak diharapkan dan dapat
berdampak buruk bagi klien.
Kriteria hasil:
 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
 Menunjukan perilaku hidup sehat

Intervensi Rasional
1. Bersihkan lingkungan setelah 1. Mencegah terjadi penularan
dipakai pasien lain penyakit dari pasien satu ke
2. Cusi tangan setiap sebelum dan pasien lainnya.
sesudah tindakan keperawatan. 2. Dengan mencuci tangan dapat
3. Menganjurkan ibu menganti memutuskan rantai penularan
softek setiap 3-4 jam sekali. penyakit.
4. Melakukan rawat luka pada 3. Mengganti softek menjaga
waktunya. daerah area reproduksi dari
5. Ajarkan pasien dan keluarga kelembaban dimana bakteri
tanda dan gejala infeksi. dan jamur sering berkembang
biak.
4. Rawat luka dapat
mempercepat penyembuhan
sehingga resiko infeksi
berkurang.
5. Dengan pasien dan keluarga
mengetahui tanda dan gejala
infeksi, mereka akan segera
melapor kepada pelayanan
kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Alden K.R, 2014. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Dialihbahasakan


oleh Maria A. Jakarta: EGC.

Dewi V.N, 2011. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Jakarta: Salemba
Medika.

Herdman, T. Hether. 2012. Dignosa Keperawatan: Definisi dan


Klasifikasi 2012-2014. Jakarta. EGC

Hutahean, Serri. 2015. Asuhan Keperawatan dalam Maternitas dan


Ginekologi. Jakarta. TIM

Mitayani, 2016. Asuhan Kepera

Nuraruf, Huda Amin, dkk. 2015 Keperawatan Maternitas. Jakarta:


Salemba Medika..

Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan nanda


Nic-Noc Eisi Revisi Jilid 1. Yogyakarta. MediAction

Anda mungkin juga menyukai