Anda di halaman 1dari 14

PERUBAHAN FISIOLOGI DAN PSIKOLOGI MASA NIFAS

1) Perubahan Fisiologi Masa Nifas


Sistem tubuh ibu akan kembali beradaptasi untuk menyesuaikan dengan kondisi post
partump. Organ-organ tubuh ibu yang mengalami perubahan setelah melahirkan
antara lain (Anggraeni, 2010) :
a) Perubahan Sistem Reproduksi

1) Uterus
Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada kondisi sebelum
hamil. Perubahan ini dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan
palpasi untuk meraba dimana Tinggi Fundus Uterinya (TFU).

2) Lokhea
Lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lokhea berbau
amis atau anyir dengan volume yang berbeda-beda pada setiap wanita.
Lokhea yang berbau tidak sedap menandakan adanya infeksi. Lokhea
mempunyai perubahan warna dan volume karena adanya proses involusi.
Lokhea dibedakan menjadi 4 jenis berdasarkan warna dan waktu
keluarnya :

 Lokhea rubra

Lokhea ini keluar pada hari pertama sampai hari ke-4 masa post
partum. Cairan yang keluar berwarna merah karena terisi darah segar,
jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo (rambut
bayi), dan mekonium.

 Lokhea sanguinolenta

Lokhea ini berwarna merah kecokelatan dan berlendir, serta


berlangsung dari hari ke-4 sampai hari ke-7 post partum.

 Lokhea serosa

Lokhea ini berwarna kuning kecokelatan karena mengandung serum,


leukosit, dan robekan atau laserasi plasenta. Keluar pada hari ke-7
sampai hari ke-14.

 Lokhea alba
Lokhea ini mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lendir
serviks, dan serabut jaringan yang mati. Lokhea alba ini dapat
berlangsung selama 2-6 minggu post partum.
Lokhea yang menetap pada awal periode post partum menunjukkan
adanya tanda-tanda perdarahan sekunder yang mungkin disebabkan
oleh tertinggalnya sisa atau selaput plasenta. Lokhea alba atau serosa
yang berlanjut dapat menandakan adanya endometritis, terutama bila
disertai dengan nyeri pada abdomen dan demam. Bila terjadi infeksi,
akan keluar cairan nanah berbau busuk yang disebut dengan “lokhea
purulenta”. Pengeluaran lokhea yang tidak lancar disebut “lokhea
statis”.

3) Perubahan Vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan, serta peregangan yang sangat
besar selama proses melahirkan bayi. Dalam beberapa hari pertama sesudah
proses tersebut, kedua organ ini tetap dalam keadaan kendur. Setelah 3
minggu, vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae
dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali, sementara
labia menjadi lebih menonjol.

4) Perubahan Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya
teregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju. Pada post partum hari ke-
5, perinium sudah mendapatkan kembali sebagian tonusnya, sekalipun tetap
lebih kendur daripada keadaan sebelum hamil
b) Perubahan Sistem Pencernaan
Biasanya ibu mengalami konstipasi setelah persalinan. Hal ini disebabkan
karena pada waktu melahirkan alat pencernaan mendapat tekanan yang
menyebabkan kolon menjadi kosong, pengeluaran cairan yang berlebihan pada
waktu persalinan, kurangnya asupan makan, hemoroid dan kurangnya aktivitas
tubuh.
c) Perubahan Sistem Perkemihan
Setelah proses persalinan berlangsung, biasanya ibu akan sulit untuk buang air
kecil dalam 24 jam pertama. Penyebab dari keadaan ini adalah terdapat spasme
sfinkter dan edema leher kandung kemih setelah mengalami kompresi (tekanan)
antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan berlangsung. Kadar
hormon estrogen yang besifat menahan air akan mengalami penurunan yang
mencolok. Keadaan tersebut disebut “diuresis”.
d) Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus, pembuluh darah yang
berada di antara anyaman otot-otot uterus akan terjepit, sehingga akan
menghentikan perdarahan. Ligamen-ligamen, diafragma pelvis, serta fasia yang
meregang pada waktu persalinan, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan
pulih kembali. Stabilisasi secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah
persalinan.
e) Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Setelah persalinan, shunt akan hilang tiba-tiba. Volume darah bertambah,
sehingga akan menimbulkan dekompensasi kordis pada penderita vitum cordia.
Hal ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya
hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sediakala. Pada
umumnya, hal ini terjadi pada hari ketiga sampai kelima postpartum.
f) Perubahan Tanda-tanda Vital
Pada masa nifas, tanda – tanda vital yang harus dikaji antara lain :

 Suhu badan
Dalam 1 hari (24 jam) post partum, suhu badan akan naik sedikit (37,50 –
38◦ C) akibat dari kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan dan
kelelahan. Apabila dalam keadaan normal, suhu badan akan menjadi biasa.
Biasanya pada hari ketiga suhu badan naik lagi karena ada pembentukan
Air Susu Ibu (ASI). Bila suhu tidak turun, kemungkinan adanya infeksi
pada endometrium.

 Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali per menit. Denyut nadi
sehabis melahirkan biasanya akan lebih cepat. Denyut nadi yang melebihi
100x/ menit, harus waspada kemungkinan dehidrasi, infeksi atau
perdarahan post partum.

 Tekanan darah
Tekanan darah biasanya tidak berubah. Kemungkinan tekanan darah akan
lebih rendah setelah ibu melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah
tinggi pada saat post partum menandakan terjadinya preeklampsi post
partum.

 Pernafasan
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut
nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernafasan juga akan mengikutinya,
kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran nafas. Bila pernafasan
pada masa post partum menjadi lebih cepat, kemungkinan ada tanda-tanda
syok.
2) Perubahan Sistem Reproduksi pada wanita (Masa Nifas)
1. Uterus

a.  Pengerutan rahim (involusi)

Involusi merupakan suatu proses kembalinya uters pada kondisi


sebelum hamil. Dengan involusi uterus ini, lapisan luar dari
desidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi
neurotic(layu/mati)
Perubahan ini dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan
palpasi untuk meraba dimana TFU-nya (tinggi fundus uteri).
1)   Pada saat bayi lahir, fundus uteri setinggi pusat dengan berat
1000gr.

2)   Pada akhir kala III, TFU teraba 2 jari di bawahpusat.

3)   Pada 1 minggu post partum, TFU teraba pertengahan pusat


simpisis dengan berat 500gr
4)   Pada 2 minggu post partum, TFU teraba diatas simpisis
dengan berat 350 gr
5)   Pada 6 minggu post partum, fundus uteri mengecil (tak
teraba)dengan

 berat 50 gr

Involusi uterus terjadi melalui 3 proses yang


bersamaan, antar lain: 1)  Autolysis

Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di


dalam otot uteri. Enzim proteolitik akan memendekan
jaringan otot yang telah sempat mengendur hingga 10 kali
panjangnya dari semula dan lima kali lebarnyadari sebelum
hamil. Sitoplasma sel yang berlebih akan tercerna sendiri
sehingga tertinggal jaringan fibro elastic dalam jumlah renik
sebagai bukti kehamilan.
2)   Atrofijaringan

Jaringan yang berproliferasi dengan adanya estrogen dalam


jumlah besar,kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi
terhadap penghentian produksi estrogen yang disertai dengan
pelepasan plasenta. Selain perubahan atrofi  pada otot-otot
uterus, lapisan desidua akan mengalami atrofi dan terlepas
dengan meninggalkannya lapisan basal  yang akan
beregenerasi menjadi endometrium yang baru
3)   Efek oksitosin(kontraksi)

Intensitas kontraksi uterus meningkat secar bermakna segera


setelah bayilahir. Hal tersebut diduga terjadi sebagai respon
terhadap penurunanvolume intrauterine  yang sangat besar.
Hormon oksitosin yang dilepas dari kelenjar
hypofisismemperkuat dan mengatur kontraksi uterus,
mengompresi pembuluh darah, dan membantu
proseshomeostatis. Kontraksi dan retraksi otot uteri akan
mengurangi suplai darah ke uterus. Proses ini akan
membantu mengurangi suplai darah ke uterus.Proses ini akan
membantu mengurangi bekas luka tempat implantasi
plasenta dan mengurangi perdarahan. Luka bekas perlekatan
plasenta memerlukanwaktu 8 minggu untuk sembuh total.
Selama 1-2 jam pertama  post partum, intensitas
kontraksi uterus dapat berkurang menjadi teratur. Oleh
karena itu, penting sekali untuk menjaga dan
mempertahankan kontraksi uterus pada masa ini.
Suntikanoksitosin biasanya diberikan secara intravena
atau intramuskuler, segerasetalah kepala bayi lahir.
Pemberian ASI segera setelah bayi lahir akna merangsang
pelepasan oksitosin karenaisapan bayi padapayudara.
 b. Lokhea

Lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lokhea


mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang neurotik dari
dalam uterus. Lokhea mempunyai reaksi basa/alkalis yang dapat
membuat organisme berkembang lebih cepat daripada kondisi
asam yang ada pada vagina normal. Lokhea berbau amis atau
anyir dengan volume yang berbeda-beda pada setiap wanita.
Lokhea yang berbau tidak sedap menandakan adanya infeksi.
Lokhea mempunyai perubahan warna dan volume karena adanya
proses involusi. Lokhea dibedakan menjadi 3 jenias berdasarkan
warna dan waktu keluarnya :

1)  Lokhea rubra/ merah

Lokhea ini keluar pada hari pertama hingga hari ke-4 masa
postpartum. Cairan yang keluar berwarna merah karen terisi
darah segar, jaringansisa- sisa plasenta, dinding rahim,
lemak bayi, lanugo (rambut bayi), danmekonium.
2)   Lokheasanguinolenta
lokhea ini berwarna merah kecoklatan dan berlendir, serta
berlangsung dari hari ke-4 sampai hari ke-7 postpartum.
3) Lokheaserosa
Lokhea ini berwarna kuning kecoklatan karena mengandung
serum, leukosit, dan robekan atau laserasi plasenta. Keluar pada
hari ke-7 sampai harike-14
4) Lokhea alba/putih
Lokhea ini mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput
lendir serviks, dan serabut jaringan yang mati. Lokhea alba ini
dapat berlangsung selama 2-6 minggu post partum.
Lokhea yang menetap pada awal periode post partum
menunjukkan adanya tanda-tanda perdarahan sekunder yang
mungkin disebabkan oleh tertinggalnya sisa atau selaput plasenta.
Lokhea alba atau serosa yang berlanjut dapatmenandakan adanya
endometritis, terutama bila sertai dengan nyeri pada abdomen dan
demam. Bila terjadi infeksi, akan keluar cairan nanah berbau
busuk yang disebut dengan “lokhea purulenta”. Pengeluaran
lokhea yang tidak lancar disebut dengan “lokhea statis”
c. Perubahan pada serviks
Perubahan yang terjadi pada serviks ialah bentuk serviks agak menganga
seperti corong, segera setelah bayi lahir. Bentuk ini disebabkan oleh corpus
uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi
sehingga seolah-olah pada perbatassan antara korpus dan serviks berbentuk
semacam cincin. Serviks berwarna merah kehitam-hitaman karena penuh
dengan pembuluh darah. Konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat
laserasi atau perlukaan kecil. Karena robekan kecil yang terjadi selama
berdilatasi maka serviks tidak akan pernah kembali lagi ke keadaan seperti
sebelum hamil. Muara serviks yang berdilatasi sampai 10 cm sewaktu
persalinan akan menutup secara perlahan dan bertahap. Setelah 2 jam, hanya
dapat dimasuki 2- 3 jari. Pada minggu ke-6 post partum, serviks sudah
menutup kembali.
2. Vulva danVagina

Vulva dan vagina mengalami penekanan, serta peregangan yang sangat besar selama
proses melahirkan bayi. Dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut,
kedua organ ini tetap dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu,vulva dan
vagina kembali pada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-
angsur akan muncul kembali sementara labia menjadi lebih menonjol. Pada masa
nifas, biasanya terdapat luka-luka jalan lahir. Luka pada vaginaumumnya
tidak seberapa luas dan akan sembuh secara perpriman (sembuh dengan
sendirinya), kecuali apabila terdapat infeksi. Infeksi
mungkinmenyebabkan sellulitis yang dapat menjalar sampai terjadi sepsis.
3. Perinium

Segera setelah melahirkan, perinium menjadi kendur karena sebelumnya


teregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju. Pada  post natal hari ke-5,
perinum sudah mendapatkan kembali sebagian tonus-nya, sekalipun tetap
lebih kendur daripada keadaan sebelum hamil.

5) Perubahan sistem pencernaan pada masa nifas


Sistem gastrointestinal selama kehamilan dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya
tingginya kadar progesteron yang dapat mengganggu keseimbangan cairan tubuh,
meningkatkan kolestrol darah, dan melambatkan kontraksi otot-otot polos. Pasca
melahirkan, kadar progesteron juga mulai menurun. Namun demikian, faal usus
memerlukan waktu 3-4 hari untuk kembali normal. Beberapa hal yang berkaitan dengan
perubahan pada sistem pencernaan, antara lain:
1. Nafsu Makan
Pasca melahirkan, biasanya ibu merasa lapar sehingga diperbolehkan untuk
mengkonsumsi makanan. Pemulihan nafsu makan diperlukan waktu 3–4 hari sebelum
faal usus kembali normal. Meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan,
asupan makanan juga mengalami penurunan selama satu atau dua hari.
2. Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu
yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anastesia bisa memperlambat
pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal.
3. Pengosongan Usus
Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini disebabkan tonus otot
usus menurun selama proses persalinan dan awal masa pascapartum, diare sebelum
persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan, dehidrasi, hemoroid ataupun
laserasi jalan lahir. Sistem pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu untuk
kembali normal.
Beberapa cara agar ibu dapat buang air besar kembali teratur, antara lain:
 Pemberian diet / makanan yang mengandung serat.
 Pemberian cairan yang cukup.
 Pengetahuan tentang pola eliminasi pasca melahirkan.
 Pengetahuan tentang perawatan luka jalan lahir.
 Bila usaha di atas tidak berhasil dapat dilakukan pemberian huknah atau obat
yang lain
4. Perubahan sistem perkemihan
a. Perubahan sistem perkemihan
Setelah proses persalinan berlangsung, ibu nifas akan kesulitan untuk berkemih dalam
24 jam pertama. Kemungkinan dari penyebab ini adalah terdapar spasme sfinkter dan
edema leher kandung kemih yang telah mengalami kompresi (tekanan) antara kepala
janin dan tulang pubis selama persalinan berlangsung. Urin dalam jumlah besar akan
dihasilkan dalam 12-36 jam post partum. Kadar hormon estrogen yang bersifat
menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok (diuresis). Ureter yang
berdilatasi akan kembali normal dalam 6 minggu. Dinding kandung kemih
memperlihatkan odem dan hyperemia, kadang-kadang odem trigonum yang dapat
menimbulkan alostaksi dari uretra sehingga dapat menjadi retensio urine. Kandung
kemih dalam masa nifas menjadi kurang sensitive dan kapasitas bertambah sehingga
setiap kali kencing masih tertinggal urin residual (normal kurang lebih 15 cc). dalam
hal ini, sisa urin dan trauma pada kandung kemih sewaktu persalinan dapat beresiko
terjadinya infeksi.
Fungsi dan sistem perkemihan
a. Mencapai hemostasis internal
- Keseimbangan cairan elektrolit
Cairan yang terdapat dalam tubuh terdiri atas air, dan unsur-unsur yang terlarut
didalamnya. Sebanyak 70% dari air tubuh terletak didalam sel-sel yang dikenal
dalam cairan intraselular. Kandungan air sisanya disebut cairan ekstraseluler.
Cairan ekstraselular dibagi antara plasma darah dan cairan yang langsung
memberikan lingkungan segera untuk sel-sel yang disebut cairan interstisial

- Edema adalah tertimbunnya cairan dalam jaringan akibat gangguan


keseimbangan cairan dalam tubuh
- Dehidrasi adalah kekurangan cairan atau volume air yang terjadi pada tubuh
karena pengeluaran yang berlebihan dan tidak diganti
b. Keseimbangan asam basa tubuh
Batas normal ph cairan tubuh adalah 7,35-7,40. Bila ph>,4 disebut alaktosis dan
jika ph <7,35 disebut asidosis.
c. Mengeluarkan sisa metabolism tubuh, racun, dan zat toksin.
Ginjal mengekskresi hasil akhir metabolisme protein yang mengandung nitrogen
terutama : urea, asam urat dan kreatinin
b. Sistem urinarius
Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi) turut menyebabkan
peningkatan fungsi ginjal, sedangkan penurunan kadar steroid setelah wanita
melahirkan sebagian menjelaskan penyebab penurunan fungsi ginjal selama masa
postpartum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita
melahirkan. Diperlukan kira-kira 2-8 minggu supaya hipotonia pada kehamilan serta
dilatasi ureter dan pelvis ginjal kembali ke keadaan sebelum hamil. Pada sebagian
kecil wanita, dilatasi traktus urinarius bisa menetap selama tiga bulan.
c. Komponen urin
Glikosuria ginjal diinduksikan oleh kehamilan menghilang. Laktosuria positif pada
ibu manyusui merupakan hal yang normal. Blood Urea Nitrogen (BUN) yang
meningkat selama pasca partum, merupakan akibat autolisis uterus yang berinvolusi.
Pemecahan kelebihan protein di dalam sel otot uterus juga menyebabkan proteinuria
ringan (+1) salema satu sampai dua hari setelah wanita melahirkan. Hal ini terjadi
pada sekitar 50% wanita. Asetonuria dapat terjadi pada wanita yang tidak mengalami
komplikasi persalinan atau setelah suatu persalinan yang lama dan disertai dehidrasi.
d. Diuresis postpartum
Dalam 12 jam pasca melahirkan, ibu mulai membuang kelebihan cairan yang
tertimbun di jaringan selama ia hamil. Salah satu mekanisme untuk mengurangi cairan
teretensi selama masa hamil ialah diaphoresis luas, terutama pada malam hari, selama
2-3 hari pertama setelah melahirkan. Diuresis pascapartum, yang disebabkan oleh
penurunan kadar estrogen, hilangnya peningkatan tekanan vena pada tingkat bawah,
dan hilangnya peningkatan voume darah akibat kehamilan, merupakan mekanisme
tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan. Kehilangan cairan melalui keringat dan
peningkatan jumlah urine menyebabkan penurunan berat badan sekitar 2,5 kg selama
masa postpartum. Pengeluaran kelebihan cairan yang tertimbun selama hamil kadang-
kadagan disebut kebalikan metabolisme air pada masa hamil (reversal of the water
metabolism of pregnancy).
e. Uretra dan kandung kemih
Trauma dapat terjadi pada uretra dan kandung kemih selama proses melahirkan, yakni
sewatku bayi melewati jalan lahir. Dinding kandung kemih dapat mengalami
hyperemia dan edem. Kandung kemih yang edema, terisi penuh, dan hipotonik dapat
mengakibatkan over distensi, pengosongan yang tak sempurna, dan urine residual.
Hal ini dapat dihindari jika dilakukan asuhan untuk mendorong terjadinya
pengosongan kandung kemih bahkan saat tidak merasa untuk berkemih. Pengambilan
urine dengan cara bersih atau melalui kateter sering menunjukkan adanya trauma pada
kandung kemih. Uretra dan meatus urinarius bisa juga mengalami edema. Kombinasi
trauma akibat kelahiran, peningkatan kapasitas kandung kemih setelah bayi lahir, dan
efek konduksi anestesi menyebabkan keinginan untuk berkemih menurun. Selain
itu,rasa nyeri pada panggul yang timbul akibat dorongan untuk saat melahirkan,
laserasi vagina, atau episiotomy menurunkan atau mengubah reflex berkemih.
Penurunan berkemih terjadi seiring diuresis postpartum dapat menyebabkan distensi
kandung kemih. Distensi kandung kemih yang muncul segera setelah wanita
melahirkan dapat menyebabkan perdarahan berlebih karena keadaan ini bisa
menghambat uterus berkontraksi dengan baik. Pada masa pasca partum tahap lanjut,
distensi yang berlebihan ini dapat menyebabkan kandung kemih lebih peka terhadap
infeksi sehingga mengganggu proses berkemih normal. Apabila terjadi distensi
berlebih pada kandung kemih dapat mengalami kerusakan lebih lanjut (atoni). Dengan
mengosongkan kandung kemih secara adekuat, tonus kandung kemih biasanya akan
pulih kembali dalam lima sampai tujuh hari setelah bayi lahir. Pada masa hamil,
perubahan hormonal yaitu kadar steroid tinggi yang berperan meningkatkan fungsi
ginjal. Begitu sebaliknya, pada pasca melahirkan kadar steroid menurun sehingga
menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu
satu bulan setelah wanita melahirkan. Urin dalam jumlah yang besar akan dihasilkan
dalam waktu 12 – 36 jam sesudah melahirkan

Hal yang berkaitan dengan fungsi sistem perkemihan, antara lain:


1. Hemostatis internal.
Tubuh, terdiri dari air dan unsur-unsur yang larut di dalamnya, dan 70% dari cairan
tubuh terletak di dalam sel-sel, yang disebut dengan cairan intraselular. Cairan
ekstraselular terbagi dalam plasma darah, dan langsung diberikan untuk sel-sel
yang disebut cairan interstisial. Beberapa hal yang berkaitan dengan cairan tubuh
antara lain edema dan dehidrasi. Edema adalah tertimbunnya cairan dalam jaringan
akibat gangguan keseimbangan cairan dalam tubuh. Dehidrasi adalah kekurangan
cairan atau volume air yang terjadi pada tubuh karena pengeluaran berlebihan dan
tidak diganti.
2. Keseimbangan asam basa tubuh.
Keasaman dalam tubuh disebut PH. Batas normal PH cairan tubuh adalah 7,35-
7,40. Bila PH >7,4 disebut alkalosis dan jika PH < 7,35 disebut asidosis.
3. Pengeluaran sisa metabolisme.
Pengeluaran Sisa Metabolisme, Racun dan Zat Toksin Ginjal
Zat toksin ginjal mengekskresi hasil akhir dari metabolisme protein yang mengandung
nitrogen terutama urea, asam urat dan kreatinin.Ibu post partum dianjurkan segera
buang air kecil, agar tidak mengganggu proses involusi uteri dan ibu merasa nyaman.
Namun demikian, pasca melahirkan ibu merasa sulit buang air kecil.
Hal yang menyebabkan kesulitan buang air kecil pada ibu post partum, antara lain:
 Adanya odema trigonium yang menimbulkan obstruksi sehingga terjadi retensi
urin.
 Diaforesis yaitu mekanisme tubuh untuk mengurangi cairan yang teretansi dalam
tubuh, terjadi selama 2 hari setelah melahirkan.
 Depresi dari sfingter uretra oleh karena penekanan kepala janin dan spasme oleh
iritasi muskulus sfingter ani selama persalinan, sehingga menyebabkan miksi.
Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon estrogen akan menurun, hilangnya
peningkatan tekanan vena pada tingkat bawah, dan hilangnya peningkatan volume
darah akibat kehamilan, hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk mengatasi
kelebihan cairan. Keadaan ini disebut dengan diuresis pasca partum. Ureter yang
berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu. Kehilangan cairan melalui
keringat dan peningkatan jumlah urin menyebabkan penurunan berat badan sekitar 2,5
kg selama masa pasca partum. Pengeluaran kelebihan cairan yang tertimbun selama
hamil kadang-kadang disebut kebalikan metabolisme air pada masa hamil (reversal of
the water metabolisme of pregnancy). Rortveit dkk (2003) menyatakan bahwa resiko
inkontinensia urine pada pasien dengan persalinan pervaginam sekitar 70% lebih
tinggi dibandingkan resiko
5. Perubahan Sistem Muskuloskeletal/Diatasis Rectie Abdominis
Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah persalinan. Pembuluh darah yang
berada di myometrium uterus akan
menjepit, pada proses ini akan menghentikan perdarahan setelah plasenta
dilahirkan. Ligamen, diafragma pelvis, serta fasia yang meregang pada waktu
persalinan, secara berangsur angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga
kadang membuat uterus jatuh kebelakang dan menjadi retrofleksi karena
ligamentum rotundum menjadi kendor. Hal ini akan kembali normal pada 6-8
minggu setelah persalinan. Pada proses persalinan juga dapat menyebabkan
putusnya serat-serat elestik kulit dan distensi yang berlangsung lama akibat
besarnya uterus pada waktu hamil, dinding abdomen mengendur. Untuk
memulihkan kembali jaringan penunjang genetalia, serta otot dinding perut dan
dasar panggul, dianjurkan untuk melakukan latihan tertentu, pada 2 hari post
partum sudah dapat dilakukan latihan atau fisioterapi. System musculoskeletal
pada masa nifas.
 Sistem Muskuloskeletal/Diatasis Rectie Abdominis
Adaptasi sistem muskuloskeletal ibu yang terjadi selama hamil berlangsung
secara terbalik pada masa pasca partum. Adaptasi ini mencakup hal-hal yang
membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat gravitasi
ibu akibat pembesaran rahim.
a. Dinding perut dan peritoneum
Setelah persalinan, dinding perut longgar karena diregang begitu lama,
tetapi biasanya pulih kembali dalam 6 minggu. Kadang pada wanita yang
asthenis terjadi diastasis dari otot-otot rectus abdominis sehingga sebagian
dari dinding perut di garis tengah hanya terdiri dari peritoneum, fascia
tipis dan kulit. Tempat yang lemah ini menonjol kalau berdiri atau
mengejan.
b. Kulit abdomen
Kulit abdomen yang melebar selama masa kehamilan tampak melonggar
dan mengendur sampai berminggu-minggu atau berbulan-bulan (striae).
Melalui latihan postnatal, otot-otot dari dinding abdomen dapat kembali
dalam beberapa minggu.
c. Striae
Striae pada dinding abdomen tidak dapat menghilang sempurna melainkan
membentuk garis lurus yang smar. Ibu post partum memiliki diastasis
sehingga terjadi pemisahan muskulus rektus abdominal dapat dilihat pada
pengkajian umum, aktivitas, paritas, jarak kehamilan yang dapat
menentukan berapa lama tonus otot kembali normal.
d. Perubahan ligament
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fascia yang meragang
sewaktu kehamilan dan persalinan, setelah persalianan akan berangsur
menciut dan kembali seperti sediakala. Ligamentum rotundum sering
menjadi kendor yang dapat mengakibatkan letak usus menjadi retroflexi
dan alat genetalia menjadi agak kendor.

 Diastasis Recti Abdominis Perubahan sistem muskuloskelatal akan kembali


secara bertahap seperti pada keaadaan sebelum hamil dalam periode waktu
selama 3 bulan setelah persalinan. Kembalinya tonus otot dasar panggung dan
abdomen pulih secara bersamaan. Pemulihan pada masa nifas ini dapat
berlangsung normal atau atau cepat dengan melakukan latihan fisik ringan,
sepeti senam nifas. Otot rectus abdominis kemungkinan akan tergang (>2,5
cm) pada garis tengah/umbilikus, pada kondisi ini dikenal dengan Diastasis
Recti Abdominis (DRA), karena pada kondisi tersebut linea alba terjadi
peregangan mekanis pada dinding abdomen yang berlebihan, hal ini juga
dikarenakan adanya pengaruh hormone ibu. Diaktasis Rekti Abdominal sering
muncul pada
grandemultipara, kehamilan ganda, polihidramnion, dan bayi dengan
makrosomia, kelemahan abdomen dan postur yang salah. Peregangan
yang berlebihan dan berlangsung
lama ini menyebabkan serat-serat elastis kulit yang putus sehingga pada masa
nifas dinding abdomen cenderung lunak dan kendur. Senam nifas dapat
membantu memulihkan ligament, dasar panggung, otot-otot dinding perut dan
jaringan penunjang lainnya. Dampak dari diaktasis rekti ini dapat
menyebabkan hernia epigastric dan umbilikalis. Oleh karena itu pemeriksaan
terhadap rektus abdominal perlu dilakukan pada ibu nifas, sehingga dapat
diberikan penanganan secara cepat dan tepat.

Anda mungkin juga menyukai