Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN PADA By.Ny.

N DENGAN RESPIRATORY
DISTRESS SYNDROME (RDS) DI RUANG NICU
RUMAH SAKIT UMUM CUT MEUTIA
KABUPATEN ACEH UTARA

Disusun Oleh:
Annisa Sri Rezeki 20010107

Dosen Pembimbing:
Ns. Marhamah, S.Kep

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN TEKNOLOGI DAN SAINS
UNIVERSITAS BUMI PERSADA
2022
LEMBAR PERSETUJUAN

ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA By.Ny.N DENGAN RESPIRATORY


DISTRESS SYNDROME (RDS) DI RUANG NICU
RUMAH SAKIT UMUM CUT MEUTIA
KABUPATEN ACEH UTARA

Aceh Utara, 24 Agustus 2022


Telah Disetujui,

Clinical Instruktur Akademik Clinical Instruktur Klinik

Ns. Marhamah, S.Kep Ns. Azizah, S.Kep


NIP. 19780502 200801 2 002
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang dengan limpahan
rahmat dan anugrah dari-Nya saya dapat menyelesaikan laporan ini. Sholawat dan
salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, Nabi
Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita semua jalan yang lurus
berupa ajaran yang sempurna dan menjadi anugrah terbesar bagi seluruh alam
semesta.
Saya sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan laporan dengan judul
“Asuhan Keperawatan Pada By.Ny.N Dengan Respiratory Distress Syndrome
(RDS) Di Ruang NICU Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara”.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ns. Marhamah, S.Kep selaku dosen
pembimbing, dan juga kepada semua pihak yang telah membantu saya selama
pembuatan laporan ini berlangsung sehingga dapat selesai tepat waktu.
Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga laporan ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca. Kritik dan saran terhadap laporan ini sangat diperlukan agar
kedepannya dapat saya perbaiki. Sekian, terima kasih.

Aceh Utara, 24 Agustus 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 3
2.1 Definisi .......................................................................................................... 3
2.2 Etiologi .......................................................................................................... 3
2.3 Tanda dan Gejala........................................................................................... 4
2.4 Komplikasi .................................................................................................... 5
2.5 Patofisiologi .................................................................................................. 6
2.6 Pemeriksaan Penunjang ................................................................................ 7
2.7 Penatalaksanaan ............................................................................................ 8
BAB III TINJAUAN KASUS ............................................................................. 11
3.1 Pengkajian ................................................................................................... 11
3.2 Analisa Data ................................................................................................ 16
3.3 Diagnosa Keperawatan................................................................................ 16
3.4 Intervensi ..................................................................................................... 16
3.5 Implementasi ............................................................................................... 17
3.6 Evaluasi ....................................................................................................... 17
BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 20
4.1 Kesimpulan.................................................................................................. 20
4.2 Saran ............................................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Respiratory distress syndrome (RDS) sering ditemukan pada bayi yang
kurang bulan atau juga komplikasi dari BBLR. RDS disebut juga penyakit
membran hialin (hyalin membrane disease, (HMD) atau penyakit paru akibat
defisiensi surfaktan, gangguan pernapasan paling umum yangbmengenai bayi yang
kurang bulan, serta penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada bayi preterm
(Agrina et all, 2016)
Gagal nafas pada neonatus merupakan masalah klinis yang sangat serius,
yang berhubungan dengan tingginya morbiditas, mortalitas, dan biaya perawatan.
Sindroma gagal nafas (respiratory distress sindrom, RDS) adalah istilah yang
digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan
penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru
atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru (Marmi & Rahardjo di dalam
Moi, 2019).
Berdasarkan data dari WHO (2012), prevalensi penyakit system pernapasan
pada bayi baru lahir mencapai 29,5% pada tahun 2010. Sebagian besar dari
gangguan\pernapasan tersebut disebabkan oleh afiksia nenonatrium atau
Respiratory Distress Syndrome (RDS) (Nurlatifah, 2020). Hasil Survei Demografi
dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017 menunjukkan angka kematian
neonatal (AKN) adalah 15 kematian per 1000 kelahiran hidup (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2018). Angka terjadinya RDS pada bayi lahir masa
gestasi 28 minggu sebanyak 60%-80%, pada usia 30 minggu sebanyak 25%, dan
pada usia 32-36 minggu sebanyak 15%-30%
Masalah RDS ini dapat diatasi dengan peran aktif perawat sebagai tenaga
kesehatan dalam upaya berupa promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Namun
melihat tingginya angka kejadian RDS, pennulis tertarik untuk melakukan Asuhan
Keperawatan Pada By.Ny.N Dengan Respiratory Distress Syndrome (RDS) Di
Ruang NICU Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara.

1
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana pengelolaan asuhan keperawatan RDS pada By.Ny.N di Ruang
NICU Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara?

1.3 Tujuan Penulisan


a. Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran nyata dalam pelayanan Asuhan Keperawatan pada
By.Ny.N yang mengalami RDS di Ruang NICU RSUCM
b. Tujuan Khusus
Memperoleh pengalaman nyata dalam pelaksanaan asuhan keperawatan
pada By.Ny.N dalam proses keperawatan yang diambil mulai dari
pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi
sekaligus dokumentasi keperawatan

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Bayi yang mengalami BBLR harus diperhatikan pada fungsi pernapasan,
karena pengatur pernapasan pada bayi BBLR masih belum sempurna seperti
kekurangan surfaktan dan dapat menyebabkan RDS pada bayi. RDS adalah istilah
yang biasanya digunakan untuk masalah penyakit disfungsi pernapasan pada
neonatus atau bayi. Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan
imaturitas paru sehingga tidak berkembang dengan baik atau tidak adekuatnya
jumlah surfaktan dalam paru (Marmi & Rahardjo, 2012). Hal ini dapat
menyebabkan bayi mengalami pola napas tidak efektif. Pola napas tidak efektif
adalah insprirasi dan ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi yang adekuat (Tim
Pokja SDKI, 2016).
Pola napas tidak efektif pada bayi dengan RDS merupakan kumpulan gejala
yang terdiri dari dispnea dan hiperpnea dengan frekuensi pernapasan lebih dari 60
kali per menit dengan sianosis, rintihan, dan ekspirasi serta kelainan otot – otot
pernapasan pada saat inspirasi (Keliat et al., 2018). Pola napas tidak efektif adalah
pernapasan yang sangat cepat pada bayi dengan RDS yang mengalami sianosis
perioral, merintih waktu saat ekspirasi, dan terjadi retraksi substrernal serta
intercostal. Ketidak efektifan pola napas pada bayi dengan RDS yaitu terjadinya
inspirasi dan ekspirasi yang tidak memberi ventilasi secara adekuat.
Respiratory Distress Syndrome (RDS) adalah penyakit yang disebabkan
oleh ketidakmaturan atau ketidakmampuan sel untuk menghasilkan surfaktan
(Nurlatifah, 2020).

2.2 Etiologi
RDS dapat terjadi pada bayi prematur atau bayi yang kurang bulan, karena
kurangnya produksi surfaktan, berikut adalah etiologi RDS (Respiratory Distress
Syndrome)
a. Prematur

3
Kelahiran yang berlangsung pada umur kehamilan 20 minggu hingga 37
minggu, di hitung dari hari pertama haid terakhir. Terdapat 3 kategori usia
kelahiran prematur: extremely pretern (<28 minggu), very pretern (28-<32
minggu), moderate to late pretern (32-<37 minggu).
b. Asfiksia perinatal
Kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa
saat setelah lahir.
c. Maternal diabetes
Pada saat kehamilan terjadi perubahan hormonal, dan metabolik. Perubahan
metabolik ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah, akibat
pemenuhan kebutuhan energi untuk ibu dan janin, perubahan hormon ini
ditandai dengan peningkatan hormon estrogen dan progestin, dengan
adanya peningkatan hormon ini maka akan terjadi resistensi isulin pada ibu
dan akan berdampak pada janin.
d. Secsio caesaria
Secsio caesaria dapat meningkatkan risiko untuk mengembangkan
gangguan pernapasan, bayi memiliki volume residu yang lebih besar dengan
cairan paru sehingga kurang mengeluarkan surfaktan pada permukaan
alveolar, dan dapat terjadinya RDS. (Nurlatifah, 2020)

2.3 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala RDS dibagi menjadi tanda mayor dan minor seperti
berikut ini:
a. Tanda Mayor
1) Subjektif
a) Dispnea
2) Objektif
a) Penggunaan otot bantu pernpasan
b) Fase ekspirasi memanjang
c) Pola napas abnormal (mis. Takipnea, bradipnea, hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-stokes)

4
b. Tanda Minor
1) Subjektif
a) Ortopnea
2) Objektif
a) Pernapasan pursed-lip
b) Pernapasan cuping hidung
c) Diameter thorak anterior-posteriormeningkat
d) Ventilasi semenit menurun
e) Kapasitas vital menurun
f) Tekanan ekspirasi menurun
g) Tekanan inspirasi menurun
h) Ekskursi dada berubah (Tim Pokja SDKI, 2016)

2.4 Komplikasi
Berdasarkan pernyataan Pramanik (2015), komplikasi RDS terbagi menjadi
dua yaitu komplikasi jangka pendek dan jangka Panjang:
a. Ruptur alveoli
Apabila terjadi kebocoran udara pada bayi dengan RDS karena kurangnya
surfaktan pada dinding alveolus, ketika keadaannya memburuk, dengan gejala
klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi.
b. Infeksi
Infeksi dapat memperburuk pada bayi dengan RDS dan dapat bermanifestasi
dalam berbagai cara, termasuk perubahan sel darah putih (WBC) atau
trombositopenia, prosedur invasif (misalnya, kateter, penggunaan peralatan
pemapasan) dan penggunaan steroid postnatal yang dapat menyerang
imunologis .
c. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular
Perdarahan intraventrikuler (perdarahan yang terjadi dalam system ventrikel
otak) dapat terjadi pada 20-40% pada bayi prematur, dengan frekuensi
terbanyak pada bayi RDS. Maka dilakukan ultrasonografi kranial pada minggu

5
pertama neonatus prematur tujuan untuk mengetahui apakah ada komplikasi
akibat kelahiran prematur.
d. PDA (Patent Ductus Arteriosus)
Kelainan jantung bawaan yang biasanya dialami pada bayi yang lahir prematur,
PDA juga merupakan komplikasi bayi dengan RDS, terutama pada bayi yang
dihentikan terapi surfaktannya.

Komplikasi jangka Panjang yang sering terjadi adalah sebagai berikut:


a. Broncho Pulmonary Dysplasia (BPD): Merupakan penyakit paru kronik pada
bayi dengan masa usia 36 minggu. Komplikasi ini berkaitan dengan tingginya
volume dan tekanan ventilasi yang digunakan, karena adanya infeksi, inflamasi,
dan defisiensi vitaminA.
b. Retinopathy Premature: Merupakan kegagalan fungsi neurologi (saraf), yang
terjadi 10-70% bayi yang berhubungan dengan masa gestasi, karena adanya
hipoksia (oksigen dalam tubuh rendah), komplikasi intrakranial, dan adanya
infeksi.
c. Perdarahan Paru: Terjadinya peningkatan perdarahan paru pada bayi prematur,
terutama setelah terapi surfaktan.
d. Apnea Prematuritas adalah keadaan pernapasan (paru) pada bayi yang belum
matang, dan insiden meningkat dengan terapi surfaktan, mungkin karena
ekstubasi awal. Salah satu cara untuk menangani apnea prematuritas dengan
obat perangsang pernapasan methylxanthines (kafein) atau dengan (CPAP)
yaitu memasukan udara atau oksigen dengan tekanan melalui selang kecil, yang
dimasukkan kedalam hidung bayi.

2.5 Patofisiologi
Kegawatan pernafasan dapat terjadi pada bayi dengan gangguan pernafasan
yang dapat menimbulkan dampak yang cukup berat bagi bayiberupa kerusakan
otak atau bahkan kematian. Akibat dari gangguan padasistem pernafasan adalah
terjadinya kekurangan oksigen (hipoksia) pada tubuh bayi akan beradaptasi
terhadap kekurangan oksigen dengan mengaktifkan metabolisme anaerob. Apabila

6
keadaan hipoksia semakin berat dan lama,metabolisme anaerob akan menghasilkan
asam laktat.
Dengan memburukya keadaan asidosis dan penurunan aliran darah ke otak
maka akan terjadi kerusakan otak dan organ lain karena hipoksia dan iskemia. Pada
stadium awal terjadi hiperventilasi diikuti stadium apneu primer. Pada keadaan ini
bayi tampak sianosis,tetapi sirkulasi darah relative masih baik. Curah jantung yang
meningkat dan adanya vasokontriksi perifer ringan menimbulkan peninggkatan
tekanan darah dan reflek bradikardi ringan. Depresi pernafasan pada saat ini dapat
diatasi dengaan meningkatkan implus aferen seperti perangsangan pada
kulit.Apneu normal berlangsung sekitar 1-2 menit.Apnea primer dapat memanjang
dan diikuti dengan memburuknya sistem sirkulasi. Hipoksia miokardium dan
asidosis akan memperberat bradikardi,vasokontraksi dan hipotensi. Keadaan ini
dapat terjadi sampai 5menit dan kemudian terjadi apneu sekunder. Selama apneu
sekunder denyut jantung,tekanan darah dan kadar oksigen dalam darah terus
menurun. Bayi tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak menunjukkan upaya
pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadikecuali pernafasan buatan dan
pemberian oksigen segera dimulai (Moi, 2019).

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang pada Respiratory Distress Syndrome menurut
(Wasikto, dkk, 2012) antara lain:
a. Tes kematangan paru
1) Tes Biokimia
Paru janin yang berhubungan dengan cairan amnion atau air ketuban,
dengan jumlah fosfolipid dalam air ketuban dapat digunakan untuk menilai
produksi surfaktan, sebagai tolak ukur kematangan paru.
2) Tes Biofisika
Dilakukan dengan shaketest atau dengan cara mengocok cairan amnion 1ml
atau air ketuban yang dicampur 1ml ethanol 95%, akan terjadi hambatan
pembentukan gelembung oleh unsur lain dari cairan amnion seperti protein,
garam empedu, dan asam lemak bebas. Bila didapatkan ring yang utuh maka

7
dilakukan dengan pengenceran 2x (asam amnion dan ethanol), yang
merupakan indikasi maturitas paru janin.
c. Analisa Gas Darah
Analisa gas darah berguna untuk menilai derajat hipoksemia dan
keseimbangan asam basa. Apabila menunjukkan asidosis metabolic atau
respiratorik bersama dengan hipoksia. Asidosis muncul karena atelektasis
alveolus.
d. Radiography Thoraks
Pada bayi dengan RDS menunjukkan retikular granula atau gambaran
ground glass bilateral, difusi, air bronchogram yang seperti lonceng, dan
ekspansi paru yang jelek. Gambaran air bronchogram yang tampak jelas
menunjukkan bronkiolus terisi udara di alveoli yang kolaps (mengempis).
Bayangan jantung bisa normal/membesar. Kardiomegali mungkin
dihasilkan oleh asfiksia prenatal, diabetes maternal, patent ductus arteriosus
(PDA), kemungkinan kelainan jantung bawaan.
e. CT-Scan
Terdapat difus (luka) dan sering tidak spesifik konsolidasi yang
digambarkan pada radiography dada pada pasien dengan RDS, CT- Scan
juga menunjukkan bahwa konsolidasi parenkim pada RDS adalah di daerah
tergantung gravitasi dari paru-paru.

2.7 Penatalaksanaan
Menurut Nurlatifah (2020) tindakan untuk mengatasi masalah kegawatan
pernapasan meliputi:
a. Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik merupakan prosedur bantuan hidup yang akan berdampak
adanya infeksi dan bertujuan untuk memperbaiki kondisi pasien, serta
memenuhi kebutuhan metabolik pasien, memperbaiki hipoksemia, dan
memaksimalkan transport oksigen pada pasien.
b. Terapi Surfaktan

8
Terapi surfaktan diberikan pada 6 sampai 24 jam pada saat bayi lahir, apabila
bayi mengalami RDS yang berat, maka surfaktan diberikan 2 jam (umumnya 4-
6 jam) setelah dosis awal, apabila masih tampak sesak dan bayi memerlukan
tambahan oksigen 30% atau lebih. Maka surfaktan juga dapat diberikan melalui
selang ETT atau menggunakan nebulizer disertai dengan ventilasi mekanis (2-
3menit), dilanjutkan dengan postural drainage (pasien diposisikan sedemikian
rupa sehingga trakea condong ke bawah dan dibawah area dada yang terkena).
Pemberian surfaktan melalui selang ETT dapat mendistribusi surfaktan lebih
cepat sampai ke bagian perifer paru-paru.
c. CPAP (Continuos Positive Airway Pressure)
CPAP (Continuos Positive Airway Pressure) adalah pengobatan non bedah,
dalam bentuk ventilator dengan tekanan positif yang diberikan pada saluran
napas neonatus selama pernapasan spontan sehingga meningkatkan oksigenasi
pada bayi dengan RDS. CPAP merupakan alat yang efektif untuk pengobatan
respiratory distress pada neonatus. (Ambarwati, 2014)
d. ECMO (Extracorporeal Membrane Oxygenation)
ECMO (Extracorporeal Membrane Oxygenation) merupakan alat medis yang
berfungsi sebagai pengganti fungsi jantung dan paru-paru (membrane
oxygenator), dimana oksigen masuk dan CO2 dikeluarkan, kemudian darah
dipompa balik ke tubuh pasien melalui membrane oxygenator. Prosedur ini
membuat paru-paru dapat beristirahat dan menghindari tekanan tinggi
ventilator.
Secara umum penatalaksanaan pada pasien yang mengalami Respiratory
Distress Syndrome antara lain :
a. Memantau laju jantung dan paru, dilakukan dengan pemantauan mulai dari
kedalaman, kesimetrisan dan irama pernapasan, kecepatan, sampai
mempertahankan kepatenan jalan napas, lalu kolaborasi dalam pemberian
surfaktan sesuai indikasi.
b. Memantau status cairan klien, mengkaji status hidrasi seperti turgor kulit,
membran mukosa, dan status fontanel anterior. berikan cairan melalui intravena
sesuai indikasi.

9
c. Mempertahankan intake kalori secara intravena, total parenteral nutrisi dengan
memberikan 80-120 Kkal/Kg BB setiap 24 jam, mempertahankan gula darah
dengan memantau gejala komplikasi adanya hipoglikemia, dan memantau
gejala komplikasi gastrointestinal, seperti adanya diare, mual, dan lain-lain.
d. Mengoptimalkan oksigen, oksigenasi yang optimal dilakukan dengan
mempertahankan pemberian oksigen, melakukan penghisapan lendir (suction),
dan mempertahankan suhu tubuh.

10
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian
I. Biodata
A. Identitas Klien (Anak)
1. Nama/Nama panggilan : By.Ny.N
2. Tempat tanggal lahir/Usia : Lhokseumawe, 16 Agustus 2022
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Pendidikan :-
6. Alamat : Mns. Beunot
7. No. RM : 02.05.19
8. Tanggal masuk : 17 Agustus 2022
9. Tanggal pengkajian : 22 Agustus 2022
10. Diagnosa medik : RDS + BBLR

B. Identitas Orang Tua


Ayah Ibu
Nama : Tn.R Nama : Ny.N
Usia : 47 tahun Usia : 43 Tahun
Pendidikan : - Pendidikan : -
Pekerjaan : Petani Pekerjaan : IRT
Agama : Islam Agama : Islam
Alamat : Mns. Beunot Alamat : Mns. Beunot

C. Identitas Saudara Kandung


No Nama Usia Hubungan Ket
1. Tn.A 20 tahun Kandung
2. An.U 16 tahun Kandung
3. An.R 15 Tahun Kandung

11
4. An.F 12 Tahun Kandung
5. An.M 4 Tahun Kandung
6. An.E 1 Minggu Kandung

II. Keluhan Utama


1. Keluhan utama :
K/U sangat lemah, hanya merengek bila dirangsang, reflek hisap sangat
lemah, pucat, sianosis, gerak sangat lemah.

2. Riwayat penyakit sekarang :


Os pada tanggal 22 Agustus sudah berada di NICU selama 5 hari dan
saat ini keadaan umum Os sangat lemah, merengek bila dirangsang,
reflek hisap sangat lemah, pucat, sianosis, gerak sangat lemah.

3. Riwayat penyakit pada keluarga yang diturunkan:


-

4. Riwayat kesehatan keluarga:

5. Genogram

Keterangan:
: Laki-laki

: Perempuan

: Pasien

12
: Hidup serumah

III. Riwayat Pribadi


1. Riwayat kehamilan dan persalinan ibu
Hamil preterm, plasenta previa, gemelli, kehamilan anak ke 9, usia
kehamilan 34 minggu, lahir secara SC, warna ketuban jernih.

2. Riwayat makanan/minuman
Diet ASI 5cc/jam.

3. Perkembangan dan kepandaian


Motorik Kasar Motorik Halus Bicara Sosial
- - - -

4. Riwayat vaksinasi
A. Dasar B. Ulangan
BCG :- +/- Umur :- Scar : - mm Umur : -
DPT :- x Umur :- Di :- Umur : -
POLIO :- x Umur :- Di :- Umur : -
CAMPAK :- Umur :- Di :-

5. Riwayat penyakit dahulu:


Os masuk ke RS dengan diagnosa medis asfiksia, BBLSR, dan sianosis.

6. Riwayat sosial, ekonomi, dan lingkungan


Sejak lahir, Os berada di RS, diasuh oleh orang tua, hubungan dengan
adik beradik baik. Orang tua Os merupakan seorang petani.
a. Yang mengasuh : Orang tua
b. Pola hubungan : Kandung

7. Pemeriksaan fisik khusus


a. Keadaan Umum : Sangat lemah

13
b. Tanda Vital Utama
Nadi : 134 x/menit
Suhu : 36,6oC
Tekanan darah :-
Pernafasan : 60 x/menit SPO2 : 80%
c. Status gizi
Berat badan : 1 kg
Tinggi badan : 45 cm
Lingkar kepala :-
Kesimpulan :-
d. Kulit/integument : Kulit pucat
e. Otot : Lemah
f. Tulang : Tidak ada fraktur
g. Sendi : Normal
h. Thorax : Retraksi dinding dada
i. Jantung
Batas jantung :-
Suara jantung :-
j. Paru-paru :
Terdengar suara ronchi saat bernafas.
Bagian Kanan Kiri
Depan - -
Belakang - -

k. Perut :
Didapatkan tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, suara
timpani.
l. Anogenital : Menggunakan popok
m. Ekstremitas : Sianosis
- +
+ +

14
n. Sensibilitas : Normal
o. Kepala
1) Bentuk, rambut, kulit: Normal
2) Mata : Mata kiri bersecret
3) Hidung : Terpasang nasal kanul
4) Telinga : Normal
5) Mulut : Terpasang OGT
6) Pharynx :-

IV. Pengkajian Pola Kesehatan Saat Ini


1. Aktivitas dan istirahat : Didapatkan Os lebih banyak tertidur.
2. Eliminasi : Menggunakan popok
3. Koping dan dampak hospitalisasi pada anak dan orang tua: -

V. Data Dasar Laboratorium.


Test Hasil Satuan Nilai Normal
Darah Lengkap
HGB 16.31 g/dl 13.0-18.0
RBC 4.46 Juta/uL 4.5-6.5
HCT 41.55 % 37.0-47.0
MCV 93.12 fL 79-99
MCH 36.55 pg
MCHC 39.25 g/dL 33.0-37.0
WBC 8.44 ribu/uL 4.0-11.0
PLT 199 ribu/uL 150-450
RDW-CV 12.78 %
Glukosa Darah
Gula Stik 87 Mg/dL 70-125

15
VI. Riwayat Pengobatan
Terpasang O2 0,5L/i, terpasang IVFD Dex 10% 4tts/i, inj cefotaxime
50mg/12j, injeksi dexamethasone 1/5 a/12 jam, terpasang OGT pada tanggal
21 Agustus 2022

3.2 Analisa Data


No Data Fokus Etiologi Problem
1. DS: - Imaturitas Pola nafas tidak
DO: neurologis efektif
K/U sangat lemah
RR : 60x/menit
Suhu : 36,6oC
Nadi : 134x/menit
Terpasang nasal kanul
Retraksi dinding dada (+)
Bayi usia 7 hari
Bayi lahir prematur

3.3 Diagnosa Keperawatan


a. Pola nafas tidak efektif b.d imaturitas neurologis.

3.4 Intervensi
No Dx Keperawatan NOC NIC
1. Pola nafas tidak Setelah dilakukan • Berikan oksigen sesuai
efektif b.d imaturitas tindakan keperawatan arahan dokter

neurologis d.d selama 3x24 jam, • Berikan terapi sesuai

DS: - diharapkan pola nafas arahan dokter Monitor

DO: efektif dengan KH: pola nafas (frekuensi,

K/U sangat lemah Penggunaan otot bantu kedalaman, usaha)

RR : 60x/menit pernapasan berkurang. • Monitor saturasi


SPO2 : 80% oksigen
Suhu : 36,6oC • Monitor TTV

16
Nadi : 134x/menit
Terpasang nasal kanul
Retraksi dinding dada
(+)
Bayi usia 7 hari
Bayi lahir prematur

3.5 Implementasi
No Diagnosa Implementasi
1. Pola nafas tidak efektif b.d • Memonitor pola nafas (frekuensi,
imaturitas neurologis kedalaman, usaha)
• Memonitor saturasi oksigen
• Memberikan oksigen 0,5 L/menit

3.6 Evaluasi
Penulis mengevaluasi dengan melihat catatan perkembangan klien selama 3
hari berturut-turut dari tanggal 22 hingga 24 Agustus 2022.
Tanggal Diagnosa Tindakan
22/08 Pola nafas tidak efektif b.d S: -
imaturitas neurologis O:
• K/U sangat lemah
• RR : 68x/menit
• SPO2 : 99%
• Suhu : 36,1oC
• Nadi : 127x/menit
• Terpasang nasal kanul
• Retraksi dinding dada (+)
• Bayi usia 7 hari
• Bayi lahir prematur
A: Pola nafas tidak efektif
P:

17
• Memberikan Terapi O2 sesuai
arahan dokter (0,5 L)
• Memberikan terapi sesuai
arahan dokter (inf Dex 10%
4tts/I, injeksi cefotaxime
25mg, dexamethasone 1/5
amp) Memonitor pola nafas
(frekuensi, kedalaman, usaha)
• Memonitor saturasi oksigen
• Memonitor TTV
23/08 Pola nafas tidak efektif b.d S: -
imaturitas neurologis O:
• K/U lemah
• RR : 62x/menit
• SPO2 : 98%
• Suhu : 36,8oC
• Nadi : 130x/menit
• Terpasang nasal kanul
• Retraksi dinding dada (+)
• Bayi usia 8 hari
• Bayi lahir prematur
A: Pola nafas tidak efektif
P: Intervensi dilanjutkan
• Memberikan Terapi O2 sesuai
arahan dokter (0,5 L)
• Memberikan terapi sesuai
arahan dokter (inf Dex 10%
4tts/I, injeksi cefotaxime
25mg, dexamethasone 1/5
amp) Memonitor pola nafas
(frekuensi, kedalaman, usaha)
• Memonitor saturasi oksigen

18
Memonitor TTV
24/08 Pola nafas tidak efektif b.d S: -
imaturitas neurologis O:
• K/U lemah
• RR : 60x/menit
• SPO2 : 95%
• Suhu : 36,8oC
• Nadi : 121x/menit
• Terpasang nasal kanul
• Retraksi dinding dada (+)
• Bayi usia 9 hari
• Bayi lahir prematur
A: Pola nafas tidak efektif
P: Intervensi dilanjutkan
• Memberikan Terapi O2 sesuai
arahan dokter (0,5 L)
• Memberikan terapi sesuai
arahan dokter (inf Dex 10%
4tts/I, injeksi cefotaxime
25mg, dexamethasone 1/5
amp) Memonitor pola nafas
(frekuensi, kedalaman, usaha)
• Memonitor saturasi oksigen
Memonitor TTV

19
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Selama masa pengkajian berlangsung, diketahui bahwa By.Ny.N penulis
mengangkat diagnosa keperawatan ketidakefektifan pola napas b.d imaturitas
neurologis.
Setelah menerapkan asuhan keperawatan selama 3 hari, intervensi masih
harus dilanjutkan karena masalah belum teratasi.

4.2 Saran
Adapun saran-saran sebagai berikut:
a. Institusi Pendidikan
Perbanyak sumber referensi baik pada perpustakaan online maupun oflfline
untuk mempermudah penulis dalam menyusun laporan dan karya-karya
ilmiah lainnya khususnya di bidang keperawatan anak.
b. Lahan Rumah Sakit
Hasil penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar
pengembangan manajemen asuhan keperawatan dan membantu perawat di
ruang perawatan dalam menjaga kepuasan klien terhadap pelayanan asuhan
keperawatan yang diberikan.
c. Penulis selanjutnya
Asuhan keperawatan ini dapat menjadi referensi saat melakukan asuhan
keperawatan selanjutnya dengan kasus yang sama namun dengan objek
yang berbeda dan lebih bervariasi.

20
DAFTAR PUSTAKA

Agrina, T. K. R. D. S. R., Toyibah, A., & Jupriyono, J. (2018). Tingkat Kejadian


Respiratory Distress Syndrome (RDS) Antara BBLR Preterm Dan BBLR
Dismatur.

Keliat, B., Mediani, H. suzana, & Tahli, T. (2018). NANDA - I (11th ed.; T.
H.Herdman & S. Kamitsuru, eds.). jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Moi, M. Y. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Bayi Ny. T Dengan Rds


(Respiratory Distress Syndrom) Di Ruangan NHCU RSUD Prof. Dr. WZ
Johanes Kupang (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Kupang).
http://repository.poltekeskupang.ac.id/id/eprint/564 diakses pada 24 Agustus
2022

Nurlatifah. (2020). Asuhan Keperawatan Pada By Ny. E Yang Mengalami


Respiratory Distress Syndrome Di Ruang Perinatologi Bougenville Rumah
Sakit Umum Pendidikan Fatmawati Jakarta Selatan. Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Jakarta I : Jakarta.
http://library.poltekkesjakarta1.ac.id/repository/index.php?p=show_detail&i
d=1406&keywords= diakses pada 24 Agustus 2022.

Pramanik, A. K., Rangaswamy, N., & Gates, T. (2015). Neonatal respiratory


distress: a practical approach to its diagnosis and management. Pediatric
Clinics, 62(2), 453-469. https://doi.org/10.1016/j.pcl.2014.11.008 diakses
pada 24 Agustus 2022

Rahardjo dan Marmi,2012, Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Prasekolah. Jakarta:
Pustaka Belajar

Tim Pokja, S. D. K. I., & DPP, P. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.

Wasikto, Warman, S,. & Romadhon, M. (2012). ‘Respiratory Distress Syndrome’.


http://.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/07.pdf ril 2020] diakses pada 24
Agustus 2022

Anda mungkin juga menyukai