Anda di halaman 1dari 14

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA LANSIA

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah
Keperawatan Gerontik

Disusun Oleh:
DARMAYANTI
NPM. 18010578

Dosen Pengajar:
Ns. ISMAILINAR, M.Kep

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKes BUMI PERSADA
LHOKSEUMAWE
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang dengan limpahan
rahmat dan anugerah dari-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat
beserta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, Nabi
Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita semua jalan yang lurus
berupa ajaran yang sempurna dan menjadi anugerah terbesar bagi seluruh alam
semesta.
Saya sangat bersyukur dapat menyelesaikan Makalah Komunikasi
Terapeutik Pada Lansia ini. Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ns.
Ismailinar, M. Kep selaku dosen pengajar Mata Kuliah Keperawatan Gerontik dan
juga kepada semua pihak yang telah membantu saya selama penyusunan laporan
ini berlangsung sehingga dapat selesai tepat waktu.
Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca. Kritik dan saran terhadap makalah ini sangat
diperlukan agar kedepannya dapat saya perbaiki. Sekian, terima kasih.

Lhokseumawe, 17 Maret 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2

1.3 Tujuan ........................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 3

2.1 Definisi Lansia .............................................................................................. 3

2.2 Klasifikasi Lansia .......................................................................................... 3

2.3 Perubahan Pada Lansia ................................................................................. 3

2.4 Definisi Komunikasi Terapeutik ................................................................... 4

2.5 Tujuan Komunikasi Terapeutik..................................................................... 5

2.6 Jenis Komuikasi Terapeutik .......................................................................... 5

2.7 Prinsip Komunikasi Terapeutik..................................................................... 6

2.8 Tahap-Tahap Komunikasi Terapeutik........................................................... 6

2.9 Teknik Komunikasi Dengan Lansia .............................................................. 7

2.10 Hambatan Berkomunikasi Dengan Lansia .................................................. 9

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 10

3.1 Kesimpulan ................................................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Yap dkk. (2016) mengatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang
yang berusia diatas 65 tahun. Menurut Pudjiastusti (2003) menyatakan bahwa
lanjut usia bukan penyakit, namun lanjut usia merupakan tahap lanjut dari suatu
proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk
beradaptasi dengan stres lingkungan dan umumnya memiliki tanda – tanda
terjadinya penurunan fungsi – fungsi biologis, psikologis (Muhith, 2016).
Menurut WHO (Word Health Organization) (2004), mengatakan bahwa
batasan umur lanjut usia (Elderly) adalah antara 60 – 70 tahun keatas. Presentase
penduduk lanjut usia pada tahun 2010 berjumlah 9, 77% dari total penduduk pada
tahun 2010 dan akan mengalami peningkatan pada tahun 2020 sebesar 11,34%.
WHO (Word Health Organization) (2010) menyatakan bahwa penduduk lanjut
usia di Indonesia pada tahun 2020 diperkirakan akan mencapai angka 11,34% atau
28,8 juta orang (Muhith, 2016).
Komunikasi adalah aspek fundamental dari semua hubungan manusia.
Bagi kebanyakan individu yang sehat, berbagai pertukaran verbal dan nonverbal
terjadi secara spontan saat mereka melakukan aktivitas sehari-hari. Bila
kemampuan bahasa terganggu, kemampuan komunikatif yang menurun
menciptakan hambatan fisik dan emosional yang dapat mempengaruhi kualitas
hidup individu-individu ini dan menghadirkan tantangan unik bagi keluarga dan
pengasuh formal mereka (Richter dkk, 1995).
Komunikasi pada lansia membutuhkan perhatian khusus. Perubahan fisik,
psikologi, emosi, dan sosial pada lansia akan memperngaruhi pola komunikasi.
Perubahan yang berhubungan dengan umur dalam sistem auditoris dapat
mengakibatkan kerusakan pada pendengaran. Perubahan pada telinga bagian
dalam dan telinga mengalangi proses pendengaran pada lansia sehingga dapat
menghambat proses komunikasi. Oleh karena itu saya tertarik untuk membahas
mengenai “Komunikasi Terapeutik Pada Lansia”.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka dirumuskan masalah sebagai berikut:
a. Apakah yang dimaksud dengan lansia?
b. Apakah yang dimaksud dengan komunikasi?
c. Bagaimanakah komunikasi terapeutik terhadap lansia?

1.3 Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan
mahasiswa mengenai komunikasi terapeutik pada lansia.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Lansia


Lansia merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai
dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan.
Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk
mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis (Effendi, 2009).
Lansia adalah seseorang yang telah berusia >60 tahun dan tidak berdaya
mencari nafkah sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari
(Ratnawati, 2017).
Maka dapat disimpulkan bahwa lansia adalah seseorang yang telah berusia
diatas 60 tahun, mengalami penurunan kemampuan beradaptasi, dan tidak mampu
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seorang diri.

2.2 Klasifikasi Lansia


Dikutip dari Nugroho (2012), menurut Burnside, klasifikasi lansia adalah
sebagai berikut:
a. Young old (usia 60-69 tahun)
b. Middle age old (usia 70-79 tahun)
c. Old-old (usia 80-89 tahun)
d. Very old-old (usia 90 tahun ke atas)

2.3 Perubahan Pada Lansia


Dikutip dalam Khalifah (2016), menurut Azizah dan Lilik M semakin
bertambahnya umur manusia terjadi proses penuaan secara degeneratif yang akan
berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia antara lain:
a. Perubahan Fisik
Perubahan fisik lansia meliputi perubahan sistem indera, integumen,
muskuloskeletal, kardiovaskuler, respirasi, pencernaan, perkemihan, dan
saraf.
b. Perubahan Kognitif

3
Perubahan kognitif meliputi daya ingat (memory), IQ (Intellegent
Quotient), kemampuan belajar (Learning), kemampuan pemahaman
(Comprehension), pemecahan masalah (Problem Solving), pengambilan
keputusan (Decision Making), kebijaksanaan (Wisdom), kinerja
(Performance), dan motivasi (Motivation).
c. Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah perubahan
fisik, khususnya organ perasa, kesehatan umum, tingkat pendidikan,
keturunan (hereditas), lingkungan, gangguan saraf panca indra, gangguan
konsep diri, rangkaian dari kehilangan, hilangnya kekuatan dan ketegapan
fisik, perubahan terhadap gambaran diri, dan perubahan konsep diri.
d. Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya. Lansia
semakin matang (mature) dalam kehidupan keagamaan, hal ini terlihat
dalam berfikir dan bertindak sehari-hari.
e. Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial diantaranya ialah kesepian, duka cita
(Bereavement), depresi, gangguan cemas, parafrenia (suatu bentuk
skizofrenia pada lansia), dan sindroma diogenes yang merupakan suatu
kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan perilaku sangat
mengganggu.

2.4 Definisi Komunikasi Terapeutik


Komunikasi terapeutik merupakan salah satu bentuk dari berbagai macam
komunikasi yang dilakukan secara terencana dan dilakukan untuk membantu
proses penyembuhan pasien (Damayanti, 2008).
Komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan perawat
untuk membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis
dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain. Komunikasi dalam profesi
keperawatan sangatlah penting sebab tanpa komunikasi pelayanan keperawatan
sulit untuk diaplikasikan (Priyanto, 2009).

4
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan secara
sadar, tujuan dan kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan klien (Ina dan
Wahyu, 2010).

2.5 Tujuan Komunikasi Terapeutik


Menurut Suryani (2015) tujuan dari komunikasi terapeutik adalah sebagai
berikut:
a. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan terhadap
diri
b. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan
saling bergantung dengan orang lain
c. Meningkatkan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan
pasien serta mencapai tujuan yang realistic
d. Menjaga harga diri
e. Hubungan saling percaya.

2.6 Jenis Komuikasi Terapeutik


Jenis komunikasi terdiri dari verbal dan non verbal yang dimanifestasikan
secara terapeutik (Mubarak, 2009) adalah sebagai berikut:
a. Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata – kata
mencakup komunikasi bahasa terbanyak dan terpenting yang digunakan
dalam berkomunikasi. Hal ini disebabkan karena bahan dapat mewakili
kenyataan kongkrit. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka
yaitu memungkinkan tiap individu untuk berbicara secara langsung.
Komunikasi verbal yang efektif harus :
1) Jelas dan ringkas.
2) Perbendaharaan kata (mudah dipahami).
3) Denotatif dan konotatif.
4) Selaan dan kesempatan berbicara.
5) Waktu dan relevensi.
6) Humor.

5
b. Komunikasi non verbal
Komunikasi non verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan
kata-kata. Cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan
kepada orang lain adalah dengan melakukan komunikasi verbal dan non-
verbal secara bersamaan Komunikasi nonverbal teramati pada:
1) Metakomunikasi.
2) Penampilan personal.
3) Intonasi (nada suara).
4) Ekspresi wajah.
5) Sikap tubuh dan langkah.
6) Sentuhan.

2.7 Prinsip Komunikasi Terapeutik


Menurut Lalongkoe (2013), prinsip-prinsip komunikasi terapeutik yang
harus diterapkan agar mendapatkan atau mencapai hasil yang memuaskan yaitu
dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Menjadikan klien sebagai fokus utama dalam interaksi
b. Mengkaji kualitas intelektual untuk menentukan pemahaman
c. Mempergunakan sikap membuka diri hanya untuk tujuan terapeutik
d. Menerapkan profesional dalam mengatur hubungan terapeutik
e. Menghindari hubungan sosial dengan klien.

2.8 Tahap-Tahap Komunikasi Terapeutik


Menurut Damayanti (2008) ada beberapa tahap dalam melakukan
komunikasi terapeutik yaitu sebagai berikut:
a. Fase preinteraksi.
Pre interaksi dimulai sebelum kontak pertama dengan klien. Perawat
mengumpulkan data tentang klien, mengeksplorasi perasaan, kekuatan diri
dan membuat rencana pertemuan dengan klien
b. Fase orientasi.
Pada tahap orientasi, perawat dapat mengucapkan salam saat menemui
pasien, memperkenalkan dirinya, membuat kontak awal dengan pasien,

6
menanyakan kabar pasien sebelum operasi, menunjukkan sikap siap
membantu dan tidak memaksa pasien untuk bercerita keadaannya pada
perawat
c. Kerja.
Pada fase kerja perawat menggunakan komunikasi dua arah, menanggapi
keluhan pasien dengan serius, bersikap jujur kepada pasien, menepati janji
yang telah diberikan, menciptakan suasana lingkungan yang nyaman
sehingga mendukung terjadinya komunikasi yang efektif, mengulang
pertanyaan dengan lebih jelas jika pasien belum mengerti tentang
pertanyaan yang disampaikan perawat, jangan mendesak pasien untuk
segera menjawab pertanyaan yang diajukan, jangan memotong di tengah-
tengah pembicaraan pasien, dan jangan membandingkan dengan pasien
lain
d. Fase terminasi.
Perawat dapat mengucapkan salam perpisahan, membuat kontrak untuk
pertemuan berikutnya, memberikan pendidikan kesehatan post operasi,
mengevaluasi respon pasien terhadap komunikasi yang telah disampaikan
dan meninggalakan petunjuk cara menghubungi pasien.

2.9 Teknik Komunikasi Dengan Lansia


Menurut Aspiani (2014), karakteristik lansia berbeda-beda sehingga kita
harus memahami lansia tersebut. Dalam berkomunikasi dengan lansia ada teknik-
teknik khusus agar komunikasi yang dilakukan berlangsung lancar dan sesuai
tujuan yang diinginkan, yaitu:
a. Teknik Asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima dan memahami lansia dengan
menunjukkan sikap peduli dan sabar untuk mendengarkan dan
memerhatikan ketika lansia berbicara agar maksud komunikasi dapat
dimengerti. Asetif merupakan pelaksanaan dan etika berkomunikasi.
b. Responsif
Reaksi terhadap fenomena yang terjadi pada lansia merupakan suatu
bentuk perhatian yang dapat diberikan. Ketika terdapat perubahan sikap

7
terhadap lansia sekecil apapun hendaknya mengklarifikasi tentang
perubahan tersebut.
c. Fokus
Sikap ini merupakan upaya untuk tetap konsisten terhadap komunikasi
yang diinginkan. Hal ini perlu diperhatikan karena umumnya lansia senang
menceritakan hal yang tidak relevan.
d. Suportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik aspek fisik maupun psikis secara
bertahap menyebabkan emosi lansia menjadi labil. Perubahan ini dapat
disikapi dengan menjaga kestabilan emosi lansia, misalnya dengan
mengiyakan, senyum, dan mengaggukkan kepala ketika lansia berbicara.
e. Klarifikasi
Perubahan yang terjadi pada lansia menyebabkan proses komunikasi tidak
berjalan dengan lancar. Klarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan
ulang dan memberi penjelasan lebih dari satu kali perlu dilakukan agar
maksud pembicaraan dapat dimengerti.
f. Sabar dan Ikhlas
Perubahan pada lansia yang terkadang merepotkan dan kekanakkanakan.
Apabila tidak disikapi dengan sabar dan ikhlas akan menimbulkan
perasaan jengkel sehingga komunikasi tidak berjalan dengan baik. Hal
tersebut menimbulkan kerusakan hubungan komunikasi.

Menurut Zen (2013), dalam berkomunikasi dengan lansia ada beberapa


teknik yang dapat dilakukan yaitu:
a. Pendekatan perawatan terhadap lansia baik secara fisik, psikologis, sosial,
dan spiritual serta menunjukkan rasa hormat dan keprihatinan
b. Berkomunikasi menggunakan bahasa yang baik dengan menggunakan
kalimat sederhana dan pendek, kecepatan dan tekanan suara tepat, berikan
kesempatan lansia untuk bicara, hindari pertanyaan yang mengakibatkan
lansia menjawab “ya” dan “tidak” dan ubah topik pembicaraan jika lansia
sudah tidak tertarik

8
c. Komunikasi nonverbal yang meliputi perilaku, kontak mata, ekspresi
wajah, postur dan tubuh, dan sentuhan
d. Meningkatkan komunikasi dengan lansia yaitu dengan memulai kontak
e. Suasana komunikasi harus diciptakan senyaman mungkin saat
berkomunikasi dengan lansia, misalnya posisi duduk berhadapan, jaga
privasi, penerangan yang cukup, dan kurangi kebisingan.

2.10 Hambatan Berkomunikasi Dengan Lansia


Menurut Aspiani (2014), proses komunikasi dengan lansia akan terganggu
apabila ada sikap agresif dan sikap non asertif. Sikap agresif ditandai dengan
beberapa perilaku, diantaranya berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain,
meremehkan orang lain, mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain,
menonjolkan diri sendiri, dan mempermalukan orang lain di depan umum.
Sedangkan tanda sikap non asertif diantaranya ialah menarik diri bila diajak
berbicara, merasa tidak sebaik orang lain, merasa tidak berdaya, tidak berani
mengungkap keyakinan, membiarkan orang lain membuat keputusan untuk
dirinya, tampil pasif (diam), mengkuti kehendak orang lain, mengorbankan
kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik dengan orang lain. Selain itu,
kendala lain dalam berkomunikasi dengan lansia ialah gangguan neurologi yang
menyebebkan gangguan bicara, penurunan daya pikir, mudah tersinggung, sulit
menjalin hubungan mudah percaya, gangguan pendengaran, gangguan
penglihatan, gangguan fisik, dan hambatan lingkungan.

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Lansia adalah seseorang yang telah berusia diatas 60 tahun, mengalami
penurunan kemampuan beradaptasi, dan tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari seorang diri.
Komunikasi terapeutik merupakan salah satu bentuk dari berbagai macam
komunikasi yang dilakukan secara terencana dan dilakukan untuk membantu
proses penyembuhan pasien.
Fase komunikasi terapeutik terbagi menjadi fase preinteraksi, orientasi,
kerja, dan fase terminasi.
Berkomunikasi dengan lansia diperlukan teknik khusus yang terdiri dari
teknik asertif, responsif, fokus, suportif, klarifikasi, sabar dan ikhlas. Jika terdapat
sikat agresif dan non asertif ketika berkomunikasi dengan lansia maka akan timbul
hambatan-hambatan yang tidak diinginkan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, R. Y. 2014. Buku ajar asuhan keperawatan gerontik Jilid 2. Jakarta: CV.
Trans Info Media.

Damayanti, M. (2008). Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi. Jakarta: Salemba


Humanika.

Effendi, F. 2009. Keperawatan kesehatan komunitas : teori dan praktik dalam


keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Ina, W.. (2010). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogyakarta: Naha Medika.

Khalifah, Siti Nur. 2016. Modul bahan ajar cetak keperawatan: keperawatan
gerontik. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan.

Lolangkoe, M. R.. (2013). Komunikasi Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Mubarak, W.I., Sajidin, M., Muhith, A., & Nasir, A.. (2009). Komunikasi dalam
Keperawatan dan Aplikasi. Jakarta: Salmba Medika.

Muhith, A., & Siyoto, S. (2016). Pendidikan keperawatan gerontik. Penerbit Andi.

Nugroho, W. 2012. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC.

Pudjiastuti, S. S. (2003). Fisioterapi Pada Lansia: Sri Surini Pudjiastuti; editor:


Monica Ester.

Priyanto, A. (2009). Komunikasi dan konseling.

Ratnawati, E. 2017. Asuhan keperawatan gerontik.Yogyakarta: Pustaka Baru


Press.

Suryani. (2015). Komunikasi Terapeutik Teori dan Praktik. Ed 2, ECG, Jakarta.

Yap, A. F., Thirumoorthy, T., & Kwan, Y. H. (2016). Medication adherence in the
elderly. Journal of Clinical Gerontology and Geriatrics.

Zen, Pribadi. 2013. Panduan komunikasi efektif untuk bekal keperawatan


profesional. Yogyakarta: D-Medika

Anda mungkin juga menyukai