Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KONSEP KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA LANSIA

Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Komunikasi Keperawatan II

Dosen Pembingbing : Rizki Muliani, S. Kep., Ners., MM

Disusun oleh:

Faradila Putri Nirmala (191FK03102)


Puji Nabila (191FK03112)
Sinta Fauziah Astuti (191FK03113)
Tia Priliantini (191FK03114)
Yeni Sumiyati (191FK03104)
Tingkat 1/C
Kelompok H(3)

PRORAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya
dengan limpahan rahmat-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah Keperawatan
dengan judul “ Konsep Komunikasi Terapeutik Pada Lansia”.
Dengan terselesaikannnya makalah ini kami berharap, agar setelah membaca
dan mempelajari makalah ini bisa mendapatkan pengetahuan yang lebih baik dan
sebagaimana tertera dalam tujuan pembuatan makalah ini.
kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini dan kami mengharapkan segala masukan baik berupa
kritik maupun saran demi tersempurnanya makalah ini.
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman tentang konsep
Komunikasi Terapeutik pada Lansia yang sangat diperlukan bagi mahasiswa untuk
mendapatkan wawasan dalam melanjutkan proses pembelajaran yang lebih efektif.
Dalam proses pembuatan makalah ini, tentunya kami mendapatkan
bimbingan, arahan, koreksi dan saran, untuk itu kami menyampaikan terima kasih
kepada :
1. Dosen mata kuliah Komunikasi Keperawatan II
2. Kelompok kami yang telah berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.
Demikian makalah ini kami susun semoga bermanfaat bagi kita semua.

Bandung, 19 April 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
BAB I ............................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................. 2
BAB II .......................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN .......................................................................................................... 4
2.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik ................................................................ 4
2.2 Manfaat Komunikasi Terapeutik .................................................................... 4
2.3 Komunikasi Terapeutik pada lansia ............................................................... 4
2.4 Keterampilan Komunikasi Terapeutik Pada Lansia ....................................... 5
2.5 Prinsip Gerontologis Untuk Komunikasi ....................................................... 6
2.6 Karakteristik komunikasi terapeutik pada lansia ............................................ 8
2.7 Pendekatan Perawatan Lansia Dalam Konteks Komunikasi .......................... 9
2.8 Teknik Komunikasi Pada Lansia .................................................................. 10
2.9 Teknik Komunikasi Lansia Pada Reaksi Penolakan .................................... 12
2.10 Hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi pada lansia ..................... 13
2.11 Hambatan Komunikasi Terapeutik pada Lansia........................................... 13
BAB III ....................................................................................................................... 19
PENUTUP .................................................................................................................. 19
3.1 Kesimpulan ................................................................................................... 19
3.2 Saran ............................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan
seseorang untuk menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontrak
dengan oran lain karena komunikasi dilakukan oleh seseorang, setiap hari orang
seringkali salah berpikir bawa komunikasi adalah sesuatu yang mudah. Namun
sebenarnya adalah proses yang kompleks yang melibatkan tingkah laku dan
hubungan serta memungkinkan individu berasosiasi dengan orang lain dan
dengan lingkungan sekitarnya. Hal itu merupakan peristiwa yang terus
berlangsung secara dinamis yang maknanya dipacu dan ditransmisikan. Untuk
memperbaiki interpretasi pasien terhadap pesan, perawat harus tidak terburu-buru
dan mengurangi kebisingan dan distraksi. Kalimat yang jelas dan mudah
dimengerti dipakai untuk menyampaikan pesan karena arti suatu kata sering kali
telah lupa atau ada kesulitan dalam mengorganisasi dan mengekspresikan pikiran.
Instruksi yang berurutan dan sederhana dapat dipakai untuk mengingatkan pasien
dan sering sangat membantu. (Bruner & Suddart, 2001: 188).
Mengingat usia individu tidak dapat dielakkan terus bertambah dan
berlangsung konstan dari lahir sampai mati, sedangkan penuaan dalam
masyarakat tidak seperti itu, proporsi populasi lansia relatif meningat di banding
populasi usia muda. Pertumbuhan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) di
Indonesia tercatat sebagai paling pesat di dunia. Jumlah lansia yang kini sekitar
16 juta orang, akan menjadi 25,5 juta pada tahun 2020, atau sebesar 11,37 persen
dari jumlah penduduk. Itu berarti jumlah lansia di Indonesia akan berada di
peringkat empat dunia, di bawah Cina, India, dan Amerika Serikat. Terdapat
banyak bukti bahwa kesehatan yang optimal pada pasien lanjut usia tidak hanya
bergantung pada kebutuhan biomedis akan tetapi juga tergantung dari perhatian
terhadap keadaan sosial, ekonomi, kultural dan psikologis pasien tersebut.
Walaupun pelayanan kesehatan secara medis pada pasien lanjut usia telah cukup

1
baik tetapi mereka tetap memerlukan komunikasi yang baik serta empati sebagai
bagian penting dalam penanganan persoalan kesehatan mereka. Komunikasi yang
baik ini akan sangat membantu dalam keterbatasan kapasitas fungsional, sosial,
ekonomi, perilaku emosi yang labil pada pasien lanjut usia (William et al., 2007).
Seseorang yang mengalami kepikunan, mungkin mengalami kesulitan untuk
mengerti apa yang dikatakan orang lain atau untuk mengatakan apa yang pasien
pikirkan dan inginkan. Hal ini sangat mengecewakan dan membingungkan pasien
dan pemberi asuhan. oleh karena itu, perawat perlu menciptakan komunikasi yang
mudah. (Wahjudi Nugroho, 2008)
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.2.1 Apa Pengertian Komunikasi Terapeutik?
1.2.2 Apa saja Manfaat Komunikasi Terapeutik ?
1.2.3 Bagaimana Komunikasi Terapeutik Pada Lansia ?
1.2.4 Apa saja Keterampilan Komunikasi terapeutik ?
1.2.5 Apa sajaPrinsip Gerontologi Untuk Komunikasi ?
1.2.6 Baiamana Karakteristik Komunikasi Terapeutik Pada Lansia?
1.2.7 Bagiamana Pendekatan Perawatan Lansia Dalam Konteks Komunikasi ?
1.2.8 Apa sajaTeknik Komunikasi Terapeutik Pada Lansia ?
1.2.9 Bagaimana Teknik Komunikasi Lansia Pada Reaksi Penolakan ?
1.2.10 Apa saja Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Saat Berinteraksi Pada
Lansia ?
1.2.11 Apa saja Hambatan Komunikasi Terapeutik Pada Lansia ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.3.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik
1.3.2 Manfaat Komunikasi Terapeutik
1.3.3 Komunikasi Terapeutik Pada Lansia
1.3.4 Keterampilan Komunikasi terapeutik

2
1.3.5 Prinsip Gerontologi Untuk Komunikasi
1.3.6 Karakteristik Komunikasi Terapeutik Pada Lansia
1.3.7 Pendekatan Perawatan Lansia Dalam Konteks Komunikasi
1.3.8 Teknik Komunikasi Terapeutik Pada Lansia
1.3.9 Teknik Komunikasi Lansia Pada Reaksi Penolakan
1.3.10 Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Saat Berinteraksi Pada Lansia
1.3.11 Hambatan Komunikasi Terapeutik Pada Lansia

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik
Indrawati (2003) mengemukakan bahwa komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya
dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik adalah hubungan
kerja sama yang ditandai dengan tukar menukar perilaku, perasaan, fikiran dan
pengalaman dalam membina hubungan intim terapeutik. Komunikasi dengan
lansia harus memperhatikan faktor fisik, psikologi, lingkungan dalam situasi
individu harus mengaplikasikan ketrampilan komunikasi yang tepat. disamping
itu juga memerlukan pemikiran penuh serta memperhatikan waktu yang tepat.
(Stuart dan Sundeen, 2013)
2.2 Manfaat Komunikasi Terapeutik
Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan
kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien.
Mengidentifikasi. mengungkap perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi
tindakan yang dilakukan oleh perawat (Indrawati, 2003 : 50).
2.3 Komunikasi Terapeutik pada lansia
Menurut Wahjudi Nugroho (2008) Komunikasi dengan lansia adalah proses
penyampaian pesan atau gagasan dari petugas atau perawat kepada lanjut usia dan
diperoleh tanggapan dari lanjut usia sehingga diperoleh kesepakatan tentang isi
pesan komukasi.
Komunikasi yang baik pesannya singkat, jelas, lengkap dan sederhana. Sarana
komunikasi meliputi panca indra manusia (mata, mulut, tangandan jari) dan
buatan manusia (TV, Radio, surat kabar). Sikap penyampaian pesan harus dalam
jarak dekat, suara jelas, tidak terlalu cepat, menggunakan kalimat pendek, wajah
berseri-seri, sambil menatap lansia, sabar, telaten, tidak terburu-buru, dada sedikit
membungkuk dan jempol tangan bersikap mempersilahkan. Hal-hal yang perlu
diperhatikan agar komunikasi berjalan lancar adalah menguasai bahan atau pesan

4
yang akan disampaikan, menguasai bahasa setempat, tidak terburu-buru, memiliki
keyakinan, bersuara lembut, percaya diri, ramah, dan sopan. Lingkungan yang
mendukung komunikasi adalah suasana terbuka, akrab, santai, menjaga tetap
ramah, posisi menghormati, dan memahai keadaan lanjut usia. (Wahjudi
Nugroho, 2008)
2.4 Keterampilan Komunikasi Terapeutik Pada Lansia
Menurut Lilik Ma‟arifatul Azizah (2011) Keterampilan komunikasi terapeutik
pada lanjut usia dapat meliputi :
1. Perawat membuka wawancara dengan memerkenalkan diri dan menjelaskan
tujuan dan lama wawancara.
2. Berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk menjawab berkaitan dengan
pemunduran kemampuan untuk merespon verbal.
3. Gunakan kata-kata yang tidak asing bagi klien sesuai dengan latar belakang
sosikulturalnya.
4. Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas karena pasien lansia kesulitan
dalam berfikir abstrak.
5. Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan memberikan
respon nonverbal seperti kontak mata secara langsung, duduk dan
menyentuh pasien.
6. Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda kepribadian
pasien dan distres yang ada.
7. Perawat tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami tujuan dari
komunikasi dan tindakan.
8. Perawat harus memperhatikan respon pasien dengan mendengarkan dengan
cermat dan tetap mengobservasi.
9. Tempat mewawancarai diharuskan tidak pada tempat yang baru dan asing
bagi pasien.
10. Lingkungan harus dibuat nyaman, kursi harus dibuat senyaman mungkin.

5
11. Lingkungan harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia yang sensitive,
suara berfrekuensi tinggi atau perubahan kemampuan penglihatan.
12. Perawat harus mengkonsultasi hasil wawancara kepada keluarga pasien.
13. Memperhatikan kondisi fisik pasien pada waktu wawancara.
Respon perilaku juga harus diperhatikan, karena perilaku merupakan dasar
yang paling penting dalam perencanaan keperawatan pada lansia. Perubahan
perilaku merupakan gejala pertama dalam beberapa gangguan fisik dan mental.
Jika mungkin, pengkajian harus dilengkapi dengan kondisi lingkungan rumah,
ini menjadi modal pada faktor lingkungan yang dapat mengurangi kecemasan
pada lansia. Pengkajian tingkah laku termasuk mendefinisikan tingkah laku,
frekuensinya, durasi dan factor presipitasi. Ketika terjadi perubahan perilaku ini
sangat penting untuk dianalisis.
2.5 Prinsip Gerontologis Untuk Komunikasi
Menurut Wahjudi Nugroho (2008) Lanjut usia yang mengalami penurunan
daya ingat mengalami kesulitan untuk mengerti apa yang dikatakan orang lain.
Hal ini sangat mengecewakan dan membingungkan lansia dan perawat oleh karen
itu, perlu diciptakan komunikasi yang mudah antara lain :
1. Buat percakapan yang akrab.
a. Sebutkan nama orang tersebut untuk menarik perhatiannya
b. Bicara langsung pada orang tersebut dan bertatap muka langsung.
c. Sentuh lengannya agar ia terfokus pepada pembicaraan
2. Pakailah kalimat yang pendek dan sederhana
a. Gunakan kalimat yang singkat dan mudah dimengerti
b. Bicara dengan singkat dan jelas
3. Ulangi kalimat secara tepat.
a. Apabila orang tersebut tidak mengerti suatu kata, ganti dengan
kata lain yang mempunyai arti sama.
b. Ulangi apa yang telah dikatakan dan gunakan kata-kata yang
sama, gerak, nada yang sama pula.

6
4. Berkata yang tepat
a. Katakan, “ini buburmu”, bukan “sekarang waktu untuk sarapan”
b. Katakan, “kakek, ini kacamatamu?”, bukan “kakek butuh ini?”
c. Hilangkan kata-kata “kamu masih ingat?”
5. Beri pilihan yang sederhana.
a. Ajukan pertanyaan yang memerlukan jawaban “iya” atau “tidak”.
b. Batasi pilihan dalam pertanyaan seperti “ apakah kakek mau
minum teh?”, bukan “apakah kakek mau minum sesuatu?”
6. Pakailah etiket, Tempelkan etiket pada barang-barang yang sering
dipakai, misalnya :
a. Gambar toilet pad pintu WC
b. Gambar kepala diguyur air gayung yang ditempel dipintu kamar
mandi
c. Gambar mangkuk sayur yang ditempel pada pintu lemari makan.
7. Pakai isayarat, bukan kata-kata
a. Lambaikan tangan atau sentuh lengannya dengan lemah lembut
untuk memberi salam.
b. Senyum dan menganggukan kepala untuk menyatakan bahwa
anda mengerti maksudnya
c. Memberi isyarat dengan lengan untuk mengajak ikut serta dalam
suatau kegiatan
d. Gunakan sentuhan apabila ia bingung.
e. Lihat dan dengarkan apakah ada “gelagat” dalam ingkah lakunya
karena ia sering mondar-mandir, berarti ia perlu ketoilet.
f. Sadari bahasa tubuh atau ekspresi wajah, nada suara, dan sikap
badan anda karena klien mungkin tidak mengerti apa yang anda
katakan, tetapi ia akan mengerti tanda nonverbal.
8. Buat keputusan yang tepat

7
a. Berhenti berbicara dan dengarkan apa yang dikatakan klien
tersebut.
b. Ulangi apa yang anda dengar, misalnya “kamu sekarang lapar,
bukan ?”
c. Pikirkan apa yang sebenarnya dimaksud oleh orang tersebut “saya
ingin pulang kerumah” mungkin hal tersebut berarti ia cemas dan
butuh ketentraman hati.
d. Kenali nada dan kata-katanya.
e. Beri waktu pada untuk berfikir
f. Tawarkan bantuan walaupun anda tidak mengerti maksudnya.
9. Kurangi gangguan
a. Bercakap-cakap dalam suasana yang sepi, tenang, tanpa gangguan
kegiatan yang lain.
b. Dorong lansia untuk memakai kacamata dan alat pendengar
c. Berbincang-bincang sambil bertatap muka.
d. Dekati klien dari depan, jangan membuatnya kaget.
2.6 Karakteristik komunikasi terapeutik pada lansia
Ada 3 hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi terapeutik yaiu sebagi
berikut (Arwani, 2003 : 54) :
1. Ikhlas (genuiness)
Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien harus bisa diterima
dan pendekatan individu dengan verbal maupun non verbal akan
memberikan bantuan kepada pasien untuk mengkonsumsikan kondisi
secara tepat
2. Empati (Emphaty)
Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi klien. Objektif dalam
memberikan penilaian terhadap kondisi pasien dan tidak berlebihan
3. Hangat (warmth)

8
Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan pasien
dapat memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut, sehingga
pasien bisa mengekspresikan persaannya lebih mendalam.
2.7 Pendekatan Perawatan Lansia Dalam Konteks Komunikasi
Menurut Lilik Ma‟rifatul Azizah (2011) pendekatan perawatan lanjut usia
antara lain:
a. Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan,
kejadian, yang dialami, peruban fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang
masih bisa di capai dan dikembangkan serta penyakit yang dapat dicegah
progresifitasnya. Pendekatan ini relative lebih mudah di laksanakan dan di
carikan solusinya karena riil dan mudah di observasi.
b. Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya absrak dan mengarah pada
perubahan prilaku, maka umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama.
Untuk melaksanakan pendekatan ini perawat berperan sebagai konselor,
advokat, supporter, interpreter terhadap sesuatu yang asing atau sebagai
penampung masalah-masalah yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab
bagi klien.
c. Pendekatan social
Pendekatan ini di lakukan untuk meningkatkan keterampilan
berinteraksi dalam lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran,
bercerita, bermain, atau mengadakan kegiatan-kegiatan kelompok
merupakan implementasi dari pendekatan ini agar klien dapat berinteraksi
dengan sesama klien maupun dengan petugas kesehatan.
d. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa membeikan kepuasan batin dalam hubunganya
dengan Tuhan atau agama yang dianutnya terutama ketika klien dalam
keadaan sakit.

9
2.8 Teknik Komunikasi Pada Lansia
Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia, selain
pemahaman yang memadai tentang karakteristik lansia, petugas kesehatan
atau perawat juga harus mempunyai teknik-teknik khusus agar komunikasi yang
di lakukan dapat berlangsung secara lancar dan sesuai dengan tujuan yang
diinginkan.
Beberapa teknik komunikasi yang dapat di terapkan antara lain:
a. Teknik asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan
bicara dengan menunjukan sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan
memperhatikan ketika pasangan bicara agar maksud komunikasi atau
pembicaraan dapat di mengerti. Asertif merupakan pelaksanaan dan etika
berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas kesehatan untuk
menjaga hubungan yang terapeutik dengan klien lansia.
b. Responsif
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada
klien merupakana bentuk perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat
mengetahui adanya perubahan sikap atau kebiasaan klien sekecil apapun
hendaknya menanyakan atau klarifikasi tentang perubahan tersebut
misalnya dengan mengajukan pertanyaan „apa yang sedang bapak/ibu
fikirkan saat ini, „apa yang bisa bantu…? berespon berarti bersikap aktif
tidak menunggu permintaan bantuan dari klien. Sikap aktif dari petugas
kesehatan ini akan menciptakan perasaan tenang bagi klien.
c. Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap
materi komunikasi yang di inginkan. Ketika klien mengungkapkan
pertanyaan-pertanyaan di luar materi yang di inginkan, maka perawat
hendaknya mengarahkan maksud pembicaraan. Upaya ini perlu di

10
perhatikan karena umumnya klien lansia senang menceritakan hal-hal
yang mungkin tidak relevan untuk kepentingan petugas kesehatan.
d. Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik maupun
psikis secara bertahap menyebabkan emosi klien relative menjadi labil
perubahan ini perlu di sikapi dengan menjaga kesetabilan emosi klien
lansia, misalnya dengan mengiyakan, senyum dan mengagukan kepala
ketika lansia mengungkapkan perasaannya sebagai sikap hormat
menghargai selama lansia berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan
kepercayaan diri klien lansia sehingga lansia tidak menjadi beban bagi
keluarganya. Dengan demikaian di harapkan klien termotivasi untuk
menjadi dan berkarya sesuai dengan kemampuannya. Selama memberi
dukungan baik secara materiil maupun moril, petugas kesehatan jangan
terkesan menggurui atau mangajari klien karena ini dapat merendahan
kepercayaan klien kepada perawat atau petugas kesehatan lainnya.
Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi motivasi, meningkatkan
kepercayaan diri klien tanpa terkesan menggurui atau mengajari misalnya:
„saya yakin bapak/ibu lebih berpengalaman dari saya, untuk itu bapak/ibu
dapat melaksanakanya dan bila diperlukan kami dapat membantu‟.
e. Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses
komunikasi tidak berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dengan cara
mengajukan pertanyaan ulang dan memberi penjelasan lebih dari satu kali
perlu di lakukan oleh perawat agar maksud pembicaraan kita dapat di
terima dan di persepsikan sama oleh klien „bapak/ibu bisa menerima apa
yang saya sampaikan tadi? bisa minta tolong bapak/ibu untuk menjelaskan
kembali apa yang saya sampaikan tadi?.
f. Sabar dan Ikhlas

11
Seperti diketahui sebelumnya klien lansia umumnya mengalami
perubahan-perubahan yang terkadang merepotkan dan kekanak-kanakan
perubahan ini bila tidak di sikapai dengan sabar dan ikhlas dapat
menimbulkan perasaan jengkel bagi perawat sehingga komunikasi yang di
lakukan tidak terapeutik, namun dapat berakibat komunikasi berlangsung
emosional dan menimbulkan kerusakan hubungan antara klien dengan
petugas kesehatan.
2.9 Teknik Komunikasi Lansia Pada Reaksi Penolakan
Menurut Wahjudi Nugroho (2008), Penolakan adalah ungkapan
ketidakmampuan seseorang untuk mengakui secara sadar terhadap pikiran,
keinginan, perasaan atau kebutuhan pada kejadiaan-kejadian nyata atau sesuatu
yang merupakan ancaman. Penolakan merupakan reaksi ketidaksiapan lansia
menerima perubahan yang terjadi pada dirinya. Perawat dalam menjamin
komunikasi perlu memahami kondisi ini sehingga dapat menjalin komunikasi
yang efektif, tidak menyinggung perasaan lansia yang relatif sensitif.Ada
beberapa langkah yang bisa di laksanakan untuk menghadapi klien lansia dengan
reaksi penolakan, antara lain :
1) Kenali segera reaksi penolakan klien
2) Membiarkan klien lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu tertentu.
Hal ini merupakan mekanisme penyesuaian diri sejauh tidak
membahayakan klien, orang lain serta lingkunganya.
3) Orientasikan klien lansia pada pelaksanan perawatan diri sendiri
4) Langkah tersebut bertujuan untuk mempermudah proses penerimaan klien
terhadap perawatan yang akan di lakukan serta upaya untuk memandirikan
klien.
5) Libatkan keluarga atau pihak keluarga terdekat dengan tepat
6) Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau petugas kesehatan
memperoleh sumber informasi atau data klien dan mengefektifkan rencana
/ tindakan dapat terealisasi dengan baik dan tepat.

12
2.10 Hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi pada lansia
a. Menunjukkan rasa hormat, seperti “bapak” “ibu” kecuali apabila
sebelumnya pasien telah meminta anda untuk memanggil panggilan
kesukaannya.
b. Hindari menggunakan istilah yang merendahkan pasien
c. Pertahankan kontak mata dengan pasien
d. Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan adalah
kunci komunikasi efektif
e. Beri kesempatan pasien untuk menyampaikan perasaannya
f. Berbicara dengan pelan, jelas, tidak harus berteriak, menggunakan
bahasa dan kalimat yang sederhana.
g. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti pasien
h. Hindari kata-kata medis yang tidak dimengerti pasien
i. Menyederhanakan atau menuliskan instruksi
j. Mengenal dahulu kultur dan latar belakang budaya pasien
k. Mengurangi kebisingan saat berinteraksi, beri kenyamanan, dan beri
penerangan yang cukup saat berinteraksi.
l. Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan. Lengan,
atau bahu.
m. Jangan mengabaikan pasien saat berinteraksi.
2.11 Hambatan Komunikasi Terapeutik pada Lansia
1) Pasien dengan Defisit Sensorik
Beberapa pasien menunjukkan defisit pendengaran dan penglihatan
yang terkait dengan usia, keduanya memerlukan adaptasi dalam
berkomunikasi. Penelitian mengindikasikan bahwa 16% - 24%
individu berusia lebih dari 65 tahun mengalami pengurangan
pendengaran yang mempengaruhi komunikasi (Crews & Campbell,
2004 ; Mitchell, 2006). Bagi mereka yang berusia diatas 80 tahun,

13
jumlah gangguan sensorik meningkat menjadi lebih dari 60% (Chia et
al., 2006). Aging/penuaan mengakibatkan penurunan fungsi
pendengaran yang dikenal sebagai presbyacussis, yang terutama
berkenaan dengan suara berfrekuensi tinggi. Suara berfrekuensi tinggi
adalah suara konsonan yang berdampak pada pemahaman pasien
diawal dan akhir kata. Sebagai contoh, jika anda berkata “Take the pill
in the morning (Minumlah pil dipagi hari)”, pasien akan mendengar
vokal dalam kata tetapi pasien dapat berpikir anda berkata “Rake the
hill in the morning (Dakilah bukit dipagi hari)” (Fook & Morgan, 2000
; Ross et al., 2007). Gangguan visual yang berhubungan dengan usia
meliputi reduksi diameter pupil; lensa mata menguning, yang
mempersulit untuk membedakan warna dengan panjang gelombang
pendek seperti lavender, biru, dan hijau; dan menurunkan elastisitas
ciliary muscles, yang mengakibatkan penurunan akomodasi ketika
bahan cetakan dipegang diberbagai jarak. Kebanyakan pasien lanjut
usia mengalami penyakit mata yang menurunkan ketajaman
penglihatan (mis. katarak, degenerasi macular, glaucoma, komplikasi
ocular pada diabetes). Lebih dari 15% orang tua berusia lebih dari 70
tahun melaporkan penglihatannya yang buruk, dan 22% lagi
melaporkan penglihatannya hanya cukup untuk jarak tertentu (Crews
& Campbell, 2004). Bagi mereka yang berusia diatas 80 tahun, 30%
melaporkan penglihatannya yang terganggu (Chia et al., 2006).
2) Pasien dengan Demensia
Amerika Serikat pada tahun 2008 diprediksi memiliki lebih
kurang 5,2 juta penduduk berusia lanjut yang diantaranya menderita
beberapa bentuk demensia, dan jumlahnya diprediksi akan
meningkat dua kali lipat pada 30 tahun yang akan datang (Hingle &
Sherry, 2009). Sebagai akibatnya, dokter dapat berharap untuk
menemui lebih banyak pasien demensia dan pasien tersebut datang

14
berkunjung ke dokter ditemani oleh anggota keluarga atau perawat
nonformal lain (Vieder et al.,2002). (istilah caregiver digunakan dari
point ini untuk merujuk pada setiap orang yang menemani
kunjungan yang merupakan informal caregiver). Penilaian dan
pengobatan pasien lanjut usia dengan demensia juga akan sangat
membantu bila melibatkan caregiver (Roter, 2000). Ada banyak
tingkatan demensia, yang memiliki berbagai kesulitan komunikasi.
Pasien pada stadium awal sering mengalami masalah untuk
menemukan kata yang ingin disampaikan, pasien banyak
menggunakan kata-kata yang tidak memiliki makna, seperti “hal
ini”, “sesuatu”, dan “anda tahu”. Pada demensia parah, pasien dapat
menggunakan jargon yang tidak dapat dipahami atau bisa hanya
berdiam diri (Orange & Ryan, 2000). Demensia memiliki efek yang
merugikan pada penerimaan dan ekspresi komunikasi pasien.
Sebagian besar pasien mengalami kehilangan memori dan
mengalami kesulitan mengingat kejadian yang baru terjadi. Sebagian
pasien demensia memiliki rentang konsentrasi yang sangat singkat
dan sulit untuk tetap berada dalam satu topik tertentu (Miller, 2008).
3) Pasien yang Ditemani oleh Caregiver
Karakteristik utama kunjungan poliklinik geriatri adalah
adanya orang ketiga, dengan seorang anggota keluarga atau
caregiver informal lainnya yang hadir sedikitnya pada sepertiga
kunjungan geriatrik (Roter, 2000). Meskipun caregiver dapat
mengasumsikan berbagai peran, termasuk pendukung, peserta pasif,
atau antagonis, pada sebagian besar kasus, caregiver menempatkan
kesehatan orang yang mereka cintai sebagai prioritasnya. Caregiver
sangat penting untuk sistem perawatan kesehatan lanjut usia. Mereka
tidak hanya membantu dengan nutrisi, aktivitas kehidupan sehari-
hari, tugas rumah tangga, pemberian obat, transportasi, dan

15
perawatan lain untuk pasien lanjut usia, caregiver membantu
memudahkan komunikasi antara dokter dan pasien serta
mempertinggi keterlibatan pasien dalam perawatan mereka sendiri
(Clayman et al., 2005 ; Wolff & Roter, 2008). Juga merupakan hal
penting untuk memperlakukan pasien lanjut usia dalam konteks atau
sudut pandang caregiver-nya agar didapatkan hasil terbaik bagi
keduanya (Griffith et al., 2004).
Hambatan Berkomunikasi Dengan Lansia :
Proses komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien
lansia akan terganggu apabila ada sikap agresif dan sikap nonasertif.
1. Agresif
Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya di tandai dengan
prilaku-prilaku di bawah ini:
1) Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawan
bicara)
2) Meremehkan orang lain
3) Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
4) Menonjolkan diri sendiri
5) Pempermalukan orang lain di depan umum, baik dalam
perkataan maupun tindakan.
2. Non asertif
Tanda-tanda dari non asertif ini antara lain :
1) Menarik diri bila di ajak berbicara
2) Merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)
3) Merasa tidak berdaya
4) Tidak berani mengungkap keyakinaan
5) Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
6) Tampil diam (pasif)
7) Mengikuti kehendak orang lain

16
8) Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan
baik dengan orang lain.
Adanya hambatan komunikasi kepada lansia merupkan hal yang
wajar seiring dengan menurunya fisik dan pskis klien namun
sebagai tenaga kesehatan yang professional perawat di tuntut
mampu mengatasi hambatan tersebut untuk itu perlu adanya
teknik atau tips-tips tertentu yang perlu di perhatikan agar
komunikasi berjalan dengan efektif antara lain :
1) Selalu mulai komunikasi dengan mengecek pendengaran
klien
2) Keraskan suara anda jika perlu
3) Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah
dia agar dia dapat melihat mulut anda.
4) Atur lingkungan sehinggga menjadi kondusif untuk
komunikasi yang baik. Kurangi gangguan visual dan
auditory. Pastikan adanya pencahayaan yang cukup.
5) Ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi,
ingat kelemahannya. Jangan menganggap kemacetan
komunikasi merupakan hasil bahwa klien tidak
kooperatif.
6) Jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara yang
sama dengan orang yang tidak mengalami gangguan.
Sebaliknya bertindaklah sebagai partner yang tugasnya
memfasilitasi klien untuk mengungkapkan perasaan dan
pemahamannya.
7) Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya
gunakan kalimat pendek dengan bahasa yang sederhana.
8) Bantulah kata-kata anda dengan isyarat visual.

17
9) Serasikan bahasa tubuh anda denagn pembicaraan anda,
misalnya ketika melaporkan hasil tes yang di inginkan,
pesan yang menyatakan bahwa berita tersebut adalah
bagus seharusnya di buktikan dengan ekspresi, postur
dan nada suara anda yang menggembirakan (misalnya
denagn senyum, ceria atau tertawa secukupnya).
10) Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari pembicaraan
tersebut.
11) Berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan
menjawab pertanyaan anda.
12) Biarkan ia membuat kesalahan jangan menegurnya
secara langsung, tahan keinginan anda menyelesaikan
kalimat.
13) Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan sulit
mendengarkanya.
14) Arahkan ke suatu topic pada suatu saat.
15) Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat
ruangan bersama anda. Orang ini biasanya paling akrab
dengan pola komunikasi klien dan dapat membantu
proses komunikasi.

18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kemampuan menerapkan teknik komunikasi terapeutik memerlukan latihan
dan kepekaan serta ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam
kemampuan tetapi dalam dimensi nilai, waktu, dan ruang yang turut
memengaruhi keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak
terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan bagi perawat. Komunikasi juga akan
memberikan dampak terapeutik bila dalam penggunaannya diperhatikan sikap dan
teknik komunikasi terapeutik. Hal lain yang cukup penting diperhatikan adalah
dimensi hubungan. Dimensi ini merupakan faktor penunjang yang sangat
berpengaruh dalam mengembangkan kemampuan berhubungan terapeutik
3.2 Saran
Lansia perlu diberi kesempatan untuk bersosialisasi atau berkumpul dengan
orang lain. Selain untuk mempertahankan keterampilan berkomunikasi juga untuk
menunda kepikunan. Dengan demikian, mereka juga dapat merasakan
kegembiraan bersama orang lain dan merasakan peredaan stress. Beberapa
kegiatan yang dapat diikuti oleh lansia adalah arisan, kegiatan rohani,
pemeriksaan di posyandu, melayat, menjenguk teman sakit, menghadiri
undangan, atau senam lansia bersama. Perawat atau pemberi asuhan harus mampu
melakukan teknik komunikasi secara baik dan efektif. Komunikasi yang dijalin
harus bersifat terapeutik.

19
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Rulam. (2014). Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.
Cangara, Hafied. (2012). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Cangara, Hafied. (2014). Perencanaan dan Strategi Komunikasi. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada. Central Intelligence Agency. (2010). www. cia.gov.
Crabtree, F. B., & Miller, L.W. (1998). Doing Qualitative Research. Beverly
Hills, CA: Sage
Creswell, John. W. (1998). Research design: Qualitative, Quantitative, and Mixed
Methods Approaches (2nd ed.). Thousand Oaks, CA: Sage.
Damaiyanti, Mukhripah. (2010). Komunikasi Terapeutik dalam Praktik
Keperawatan. Basndung: Refika Aditama
Nugroho, Wahjudi. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC.
Azizah, Lilik Ma‟arifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta : Graha
Ilmu
Stanley, Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Ed 2. Jakarta : EGC.
Adelman, R.D., Greene, M.G., Ory, M.G. 2000. Communication between older
patients and their physicians. Clin Geriatr Med
William, S.L., Haskard, K.B., Dimatteo, M.R. 2007. The therapeutic effects of the
physician-older patient relationship: effective communication with
vulnerable olderpatients. Clin Interv Aging
Kushariyadi. 2010. Asuhan keperawatan pada klien lanjut usia. Jakarta : Salemba
MedikaIndrawati. 2003. Komunikasi Untuk Perawat. Jakarta : EGC
Arwani. 2003. Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta : EGC

20

Anda mungkin juga menyukai