Anda di halaman 1dari 25

1

LAPORAN TUTORIAL
SKENARIO I

BLOK KOMUNIKASI DALAM KEPERAWATAN II

Dosen Pengampu :

Ns. Kamariyah, S. Kep., M. Kep

Disusun Oleh : Kelompok 1


1. Chantika Septidianti G1B118010
2. Nur Ayu Hijratun Nikmah G1B118011
3. Rani Alfiyyah Az-Zahra G1B118012
4. Tori Lianti G1B118025
5. Sofia Rizki Wahyuni G1B118026
6. Melati Oktaviany S G1B118037
7. Anita Sari G1B118038
8. M. Hidayat Tamila G1B118049
9. Putri Yani Pasaribu G1B118050
10. Angel Devania Diwarman G1B118062
11. Gendis Klaraputri G1B118063

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya
Makalah dengan judul Komunikasi Terapeutik pada Pasien Lansia. Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas kuliah Komunikasi Keperawatan II serta membantu mengembangkan
kemampuan pemahaman pembaca terhadap Komunikasi Terapeutik pada pasien Lansia.
Pemahaman tersebut dapat di pahami melalui pendahuluan, pembahasan masalah, serta
penarikkan garis kesimpulan dalam makalah ini.
Makalah ini disajikan dalam konsep dan bahasa yang sederhana sehingga dapat
membantu pembaca dalam memahami makalah ini. Dalam menyusun makalah ini, kami
banyak mendapatkan bantuan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu melalui kesempatan
ini kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dosen pengampu tutor kami ibu Ns. Kamariyah S,kep,. M,kep
2. Rekan-rekan yang telah banyak membantu serta yang telah memberikan masukan-
masukan dalam penyusunan makalah ini.
Didalam makalah ini dapat kami temukan informasi yang berguna untuk mengetahui dan
menambah wawasan masyarakat tentang Komunikasi Terapeutik pada Pasien Lansia.
Makalah ini jauh dari kata sempurna, maka dari itu penulis membutuhkan kritik dan saran
yang membangun.

Jambi, November 2019

Kelompok
3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................2
DAFTAR ISI.......................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................5
1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................5
1.4 Manfaat Penulisan......................................................................... 5
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Definisi Kmunikasi Terapeutik.........................................................6
2.2 Hambatan Kmunikasi Terapeutik.....................................................6
2.3 Dasar – dasar Kmunikasi Terapeutik................................................8
2.4 Teknik Kmunikasi Terapeutik...........................................................9
2.5 Jenis – jenis Kmunikasi Terapeutik.................................................10
2.6 Pendekatan Kmunikasi Terapeutik.................................................12
2.7 Strategi Kmunikasi Terapeutik.......................................................15
2.8 Unsur – unsur Kmunikasi Terapeutik.…………............................16
2.9 Prinsip Kmunikasi Terapeutik........................................................17
2.10 Karakteristik Kmunikasi Terapeutik...............................................18
2.11 Dasar Kmunikasi Terapeutik Pada Lansia......................................19
2.12 Penilaian Keberhasilan Kmunikasi Terapeutik...............................19
2.13 Cara Meningkatkan Komunikasi Terapeutik..................................20
BAB 3 TINJAUAN KASUS
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan..........................................................................................24
4.2 Saran....................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA
4

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan
seseorang untuk menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontrak dengan oran
lain karena komunikasi dilakukan oleh seseorang, setiap hari orang seringkali salah
berpikir bawa komunikasi adalah sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya adalah proses
yang kompleks yang melibatkan tingkah laku dan hubungan serta memungkinkan
individu berasosiasi dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya. Hal itu
merupakan peristiwa yang terus berlangsung secara dinamis yang maknanya dipacu dan
ditransmisikan. Untuk memperbaiki interpretasi pasien terhadap pesan, perawat harus
tidak terburu-buru dan mengurangi kebisingan dan distraksi. Kalimat yang jelas dan
mudah dimengerti dipakai untuk menyampaikan pesan karena arti suatu kata sering kali
telah lupa atau ada kesulitan dalam mengorganisasi dan mengekspresikan pikiran.
Instruksi yang berurutan dan sederhana dapat dipakai untuk mengingatkan pasien dan
sering sangat membantu. (Bruner & Suddart, 2001: 188).
Mengingat usia individu tidak dapat dielakkan terus bertambah dan berlangsung
konstan dari lahir sampai mati, sedangkan penuaan dalam masyarakat tidak seperti itu,
proporsi populasi lansia relatif meningat di banding populasi usia muda. Pertumbuhan
jumlah penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia tercatat sebagai paling pesat di dunia.
Jumlah lansia yang kini sekitar 16 juta orang, akan menjadi 25,5 juta pada tahun 2020,
atau sebesar 11,37 persen dari jumlah penduduk. Itu berarti jumlah lansia di Indonesia
akan berada di peringkat empat dunia, di bawah Cina, India, dan Amerika Serikat.
Terdapat banyak bukti bahwa kesehatan yang optimal pada pasien lanjut usia tidak hanya
bergantung pada kebutuhan biomedis akan tetapi juga tergantung dari perhatian terhadap
keadaan sosial, ekonomi, kultural dan psikologis pasien tersebut. Walaupun pelayanan
kesehatan secara medis pada pasien lanjut usia telah cukup baik tetapi mereka tetap
memerlukan komunikasi yang baik serta empati sebagai bagian penting dalam
penanganan persoalan kesehatan mereka. Komunikasi yang baik ini akan sangat
membantu dalam keterbatasan kapasitas fungsional, sosial, ekonomi, perilaku emosi yang
labil pada pasien lanjut usia (William et al., 2007).
5

Seseorang yang mengalami kepikunan, mungkin mengalami kesulitan untuk mengerti


apa yang dikatakan orang lain atau untuk mengatakan apa yang pasien pikirkan dan
inginkan. Hal ini sangat mengecewakan dan membingungkan pasien dan pemberi asuhan.
oleh karena itu, perawat perlu menciptakan komunikasi yang mudah. (Wahjudi Nugroho,
2008)

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Jelaskan konsep komunikasi terapeUtik pada lansia ?
1.2.2 Jelaskan strategi komunikasi pada kasus ?
1.2.3 Jelaskan hambatan komunikasi pada kasus ?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Untuk mengetahui konsep dari komunikasi terapeutik pada lansia
1.3.2 Untuk mengetahui strategi komunikasi teraupetik pada lansia
1.3.3 Untuk mengetahui hambatan komunikasi terapeutik pada lansia
1.3.4 Untuk menambah ilmu mengenai paparan dimakalah

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat penulisan makalah ini adalah:
1.4.1 Agar para mahasiswa keperawatan dan pembaca mengetahui serta memahami
konsep dari komunikasi terapeutik.
1.4.2 Membekali kami agar nantinya dapat menerapkan komunikasi terapeutik yang
baik pada pasien.
6

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Komunikasi Terapeutik

Indrawati (2003) mengemukakan bahwa komunikasi terapeutik adalah


komunikasiyang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk
kesembuhan pasien.Komunikasi terapeutik adalah hubungan kerja sama yang ditandai dengan
tukarmenukar perilaku, perasaan, fikiran dan pengalaman dalam membina hubungan
intimterapeutik (Stuart dan Sundeen).Komunikasi dengan lansia harus memperhatikan faktor
fisik, psikologi, (lingkungandalam situasi individu harus mengaplikasikan ketrampilan
komunikasi yang tepat. disampingitu juga memerlukan pemikiran penuh serta memperhatikan
waktu yang tepat.

2.2 Hambatan Berkomunikasi Dengan Lansia


Proses komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien lansia akan terganggu
apabila ada sikap agresif dan sikan nonasertif.
a. Agresif
Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya di tandai dengan prilaku-prilaku di bawah ini:
1. Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawan bicara)
2. Meremehkan orang lain
3. Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
4. Menonjolkan diri sendiri
5. Pempermalukan orang lain di depan umum, baik dalam perkataan maupun
tindakan.
b. Non Asertif
Tanda tanda dari non asertif ini antara lain :
1. Menarik diri bila di ajak berbicara
2. Merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)
3. Merasa tidak berdaya
4. Tidak berani mengungkap keyakinaan
5. Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
6. Tampil diam (pasif)
7. Mengikuti kehendak orang lain
7

8. Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik dengan orang


lain.
Adanya hambatan komunikasi kepada lansia merupkan hal yang wajar seiring dengan
menurunya fisik dan pskis klien namun sebagai tenaga kesehatan yang professional perawat
di tuntut mampu mengatasi hambatan tersebut untuk itu perlu adanya teknik atau tips-tips
tertentu yang perlu di perhatikan agar komunikasi berjalan gengan efektif antara lain :
1. Selalu mulai komunikasi dengan mengecek pendengaran klien
2. Keraskan suara anda jika perlu
3. Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah dia agar dia dapat melihat
mulut anda.
4. Atur lingkungan sehinggga menjadi kondusif untuk komunikasi yang baik. Kurangi
gangguan visual dan auditory. Pastikan adanya pencahayaan yang cukup.
5. Ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi, ingat kelemahannya. Jangan
menganggap kemacetan komunikasi merupakan hasil bahwa klien tidak kooperatif.
6. Jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara yang sama dengan orang yang
tidak mengalami gangguan. Sebaliknya bertindaklah sebagai partner yang tugasnya
memfasilitasi klien untuk mengungkapkan perasaan dan pemahamannya.
7. Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya gunakan kalimat pendek
dengan bahasa yang sederhana.
8. Bantulah kata-kata anda dengan isyarat visual.
9. Serasikan bahasa tubuh anda denagn pembicaraan anda, misalnya ketika melaporkan
hasil tes yang di inginkan, pesan yang menyatakan bahwa berita tersebut adalah bagus
seharusnya di buktikan dengan ekspresi, postur dan nada suara anda yang
menggembirakan (misalnya denagn senyum, ceria atau tertawa secukupnya).
10. Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari pembicaraan tersebut.
11. Berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan menjawab pertanyaan anda.
12. Biarkan ia membuat kesalahan jangan menegurnya secara langsung, tahan keinginan
anda menyelesaikan kalimat.
13. Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan sulit mendengarkanya.

14. Arahkan ke suatu topic pada suatu saat.


15. Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat ruangan bersama anda. Orang
ini biasanya paling akrab dengan pola komunikasi klien dan dapat membantu proses
komunikasi.
8

2.3 Dasar-dasar komunikasi Terapeutik


Karakteristik komunikasi terapeutik yaitu keikhlasan (genuineness), empati (emphaty),
dan kehangatan (warmth) (Rogers dalam Sugito, 2012):

a. Keikhlasan (genuineness)

Untuk membantu klien, perawat harus menyadari tentang nilai, sikap, dan
perasaan yang dimiliki klien. Apa yang dipikirkan dan dirasakan perawat tentang
individu dan dengan siapa dia berinteraksi perlu selalu dikomunikasikan baik secara
verbal maupun non verbal. Perawat yang mampu menunjukkan rasa ikhlasnya
mempunyai kesadaran mengenai sikap yang dipunyai klien sehingga mampu belajar
untuk mengkomunikasikannya secara tepat. Perawat tidak akan menolak bentuk
perasaat negatif yang dipunyai klien, bahkan ia akan berusaha berinteraksi dengan
klien, hasilnya, perawat akan mampu mengeluarkan segala perasaan yang dimiliki
dengan cara yang tepat, bukan dengan cara menyalahkan atau menghukum klien.
Tidak selalu untuk melakukan keikhlasan.

b. Empati (emphaty).

Empati merupakan perasaan “pemahaman” dan “penerimaan perawat


terhadap perasaan yang dialami klien, dan kemampuan merasakan “dunia pribadi
klien”. Empati merupakan sesuatu yang jujur, sensitif, dan tidak dibuat-buat
(obyektif) yang didasarkan atas apa yang dialami orang lain. Empati cenderung
bergantung pada pengalaman diantara orang yang terlibat dalam komunikasi.
Perawat akan lebih mudah mengatasi nyeri klien, jika perawat mempunyai
pengalaman yang sama tentang nyeri. Hal ini sulit dilaksanakan kecuali bila ada
kesamaan dan keseragaman pengalaman atau situasi yang relevan, meskipun
terkadang perawat sulit untuk berperilaku empati pada semua situasi. Namun
demikian, empati bisa dikatakan sebagai kunci sukses dalam berkomunikasi dan ikut
memberikan dukungan tentang apa yang dirasakan klien. Perawat yang berempati
dengan orang lain dapat menghindarkan penilaian berdasarkan kata hati (impulsive
judgement) tentang seseorang dan pada umumnya dengan empati dia akan menjadi
lebih sensitif dan ikhlas.
9

c. Kehangatan (warmth)

Hubungan yang saling membantu (helping relationship) dilakukan untuk


memberikan kesempatan klien mengeluarkan “uneg-uneg” (perasaan dan nilai-nilai)
secara bebas. Dengan kehangatan, perawat akan mendorong klien untuk
mengekspresikan ide-ide dan menuangkannya dalam bentuk perbuatan tanpa rasa
takut dimaki atau dikonfrontasi. Suasana yang hangat, permisif, dan tanpa adanya
ancaman menunjukkan adanya rasa penerimaan perawat terhadap klien.

2.4 Teknik Komunikasi Pada Lansia

a. Teknik Asertif

Asertif adalah sikap dapat menerima, memahami pasangan bicara dengan menunjukkan
sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan memperhatikan ketika pasangan bicara agar
maksud komunikasi atau pembicaraan dapat dimengerti.

b. Responsif

Berespon artinya bersikap aktif, tidak menunggu permintaan bantuan dari klien. Sikap
aktif dari petugas kesehatan ini akan menimbulkan perasaan tenang bagi pasien.

c. Fokus

Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi komunikasi
yang diinginkan.

d. Supportif

Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien lansia sehingga lansia tidak
merasa menjadi beban bagi keluarganya, dengan demikian diharapkan klien menjadi
termotivasi untuk mandiri dan dapat berkarya sesuai kemampuannya. Dukungan diberikan
baik secara materiil maupun moril.
10

e. Klarifikasi

Klarifikasi dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan ulang dan memberi


penjelasan lebih dari satu kali agar pembicaraan kita dapat diterima dan dipersepsikan sama
dengan klien.

f. Sabar dan Ikhlas

Terkadang klien lansia mengalami perubahan yang merepotkan dan kekanak – kanakan.
Perubahan ini perlu disikapi dengan sabar dan ikhlas agar perawat tidak menjadi jengkel dan
tetap tercipta komunikasi yang terapeutik dan juga tidak menimbulkan kerusakan hubungan
antara klien dengan perawat.

2.5 Jenis Komunikasi Pada Lansia

a. Komunikasi dengan sifat asertif

Teknik komunikasi asertif merupakan bentuk dari komunikasi yang bisa diterapkan pada
lansia. Istilah asertif memang merujuk pada sikap “no hurt feeling”, dimana kita bisa
menerima dan memahami apa yang disampaikan oleh lansia kepada kita. Sikap asertif juga
memberikan gambaran, tentang bagaiman kita bisa mengkomunikasikan apa yang menjadi
keinginan kita tanpa harus menyakiti lawan komunikasi.

b. Komunikasi yang responsif

Komunikasi yang responsif merupakan komunikasi yang bersifat aktif, tidak menunggu,
bersifat segera dan penuh inisiatif. Bentuk komunikasi ini tepat dilakukan kepada lansia
karena bagaimana pun juga mereka para lansia seringkali kesulitan dalam mengungkapkan
apa yang menjadi keinginannya. Dengan sikap kita yang responsif, maka kita bisa segera
menangkap apa yang menjadi pesan dari lansia.

c. Komunikasi yang fokus

Bentuk komunikasi pada lansia selanjutnya yaitu komunikasi yang fokus. Sebagaimana
telah disebutkan pada paragraf sebelumnya, bahwa lansia biasanya cenderung suka untuk
berbagi cerita terutama mengenai masa lalunya, lansia seringkali berbicara di luar konteks
11

pembicaraan saat ini. Kemampuan untuk memfokuskan kembali lansia pada topik
pembicaraan adalah bentuk teknik yang tepat untuk diterapkan di sini.

d. Komunikasi dengan sifat suportif

Sifat suportif memiliki sifat mendukung. Mendukung dalam berkomunikasi dengan lansia
tidak serta merta berarti menyetujui apa saja yang menjadi pendapat atau keyakinan mereka.
Kembali, sikap asertif harus digunakan manakala kita menyatakan ketidaksetujuan. Namun
demikian, bentuk dukungan bisa ditunjukkan dalam sikap empati kepada lansia.

e. Komunikasi dengan sifat klarifikasi

Komunikasi yang memiliki sifat klarifikasi juga perlu diberikan kepada lansia supaya
mereka bisa mendapatkan dukungan dengan baik. Ada banyak kasus ketika lansia memiliki
persepsi mereka sendiri sehingga cenderung tertutup dan tidak mau bercerita apa-apa tentang
masalahnya. Dengan adanya bentuk komunikasi ini, setidaknya kita bisa berkomunikasi
dengan lansia secara lebih baik. Lansia juga bisa menggunakan fungsi komunikasi ekspresif
dengan lebih optimal

f. Komunikasi dengan kesabaran dan keikhlasan

Menghadapi lansia belum tentu berjalan dengan mulus-mulus saja. Kesabaran dan
keikhlasan merupakan salah satu komponen penting dari bentuk komunikasi yang akan
disampaikan kepada lansia. Mereka sebagai “senior”, sering menganggap bahwa apa yang
disampaikan para “junior” (mereka yang usianya lebih muda) sebagai celoteh yang tidak
penting. Lansia tidak memerlukan nasihat, kadang mereka hanya perlu didengarkan saja.

g. Komunikasi terapeutik

Komunikasi terapeutik adalah salah satu bentuk komunikasi yang paling sering digunakan
oleh perawat untuk berkomunikasi dengan lansia. Pendekatan dari komunikasi terapeutik
dalam keperawatan ini memang sangat luas dan menjelaskan strategi komunikasi yang tepat
untuk diberikan. Sifatnya adalah memperbaiki kualitas kesehatan dari lansia. Bentuk
sentuhan muncul pula di dalam komunikasi terapeutik.
12

h. Komunikasi nonverbal

Komunikasi nonverbal di sini sebenarnya sudah disinggung pula dalam poin sebelumnya.
Sentuhan adalah salah satu bentuk dari komunikasi pada lansia yang sifatnya sangat
menenangkan. Lansia akan merasa aman dan nyaman ketika seseorang mampu memahami
mereka. Bahasa tubuh yang positif juga merupakan salah satu kunci keberhasilan komunikasi
ini.

2.6 Pendekatan dalam komunikasi

Pendekatan dalam komunikasi berfungsi untuk memberikan komunikasi yang efektif


saat berbicara dengan lansia. Adapun pendekatan komunikasi pada lansia adalah
sebagai berikut:

a. Pendekatan psikologis

Pendekatan psikologis merupakan suatu pendekatan komunikasi yang dilakukan kepada


lansia dengan cara mengubah perilaku seorang komunikator. Peran seorang perawat atau
dokter sebagai komunikator adalah mengubah perilakunya dengan cara menyesuaikan dengan
komunikannya, yaitu lansia.

Seorang komunikator mampu memiliki waktu yang lama untuk melakukan komunikasi
efektif dengan lansia. Pendekatan ini mengharuskan komunikator memiliki status sebagai
motivator, konsultan, pendukung, penasihat, dan lainnya. Seorang lansia akan mengalami
penurunan rasa bahagia atau perasaan yang lain dan sebagainya yang berhubungan dengan
psikologis. (Baca juga: Strategi Komunikasi pada Lansia Berkebutuhan Khusus)

b. Pendekatan fisik

Pendekatan fisik dalam komunikasi pada lansia ini merupakan lawan dari pendekatan
psikologis. Jika pendekatan psikologis berhubungan dengan psikis lansia maka pendekatan
fisik ini berhubungan dengan fungsi organ tubuh pada lansia. Seorang lansia akan kehilangan
fungsi organ tubuhnya dan permasalahan tentang kesehatan lainnya.

Lansia memiliki keadaan fisik yang berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu,
pendekatan fisik ini mempengaruhi efektivitas komunikasi pada lansia.
13

Pendekatan ini lebih mudah dilakukan karena dapat terlihat oleh mata dan mudah untuk
diteliti. Misalnya, lansia yang kurang mendengar maka ada penurunan daya dengar dari
telinga lansia tersebut. (Baca juga: Komunikasi Terapeutik dalam Keperawatan)

c. Pendekatan sosial

Pendekatan sosial merupakan salah satu pendekatan komunikasi pada lansia. Pendekatan
sosial ini ditujukan agar lansia dapat dengan bebas berinteraksi dengan lingkungan
sekitarnya. Selain itu, lansia juga diminta untuk berinteraksi dengan pasien lansia lainnya.

Adanya pendekatan ini membuat lansia tidak bosan berdiam diri di kamar saja, sehingga
pemikiran lansia tersebut akan terbuka dengan berbicara kepada lansia lainnya seperti
berdiskusi, bercerita, bermain, dan kegiatan lainnya yang membuat lansia tersebut dapat
bersosialisasi. (Baca juga: Penggunaan Komunikasi dalam Keperawatan)

d. Pendekatan spiritual

Pendekatan spiritual ini merupakan salah satu pendekatan komunikasi pada lansia yang
berhubungan dengan nilai keagamaan. Lansia yang sedang sakit akan memanfaatkan nilai
spiritual tersebut untuk meminta kesembuhan kepada Yang Maha Kuasa. Manusia yang
diciptakan oleh Yang Maha Pencipta akan meminta kesembuhan kepada yang
menciptakannya juga.

Pendekatan spiritual saat ini sudah mulai dikembangan oleh berbagai rumah sakit di
Indonesia tergantung dari latar belakang agama yang dianut rumah sakit tersebut. Misalnya,
rumah sakit muslim akan mendatangkan seorang kiyai atau ustadz, rumah sakit Kristen akan
mendatangkan pastur, dan lain sebagainya. (Baca juga: Penerapan Komunikasi dalam
Manajemen Keperawatan)

e. Pendekatan instruksi kembali

Pendekatan ini sebenarnya kelanjutan dari pendekatan fisik dimana seorang lansia akan
membutuhkan pendekatan instruksi kembali. Pendekatan instruksi kembali adalah
pendekatan komunikasi lansia yang bertujuan agar lansia mengerti terhadap pembicaraan
yang dilakukan oleh perawat terutama pada lansia yang kurang mendengar.
14

Cara yang dilakukan seorang perawat untuk mendapatkan komunikasi yang efektif adalah
dengan menatap lansia, sehingga lansia dapat membaca gerakan bibir dan ekspresi
wajah. (Baca juga: Fungsi Komunikasi dalam Manajemen Keperawatan)

f. Pendekatan melalui warna

Pendekatan selanjutnya adalah pendekatan melalui warna. Pendekatan ini berguna untuk
meningkatkan daya ingat dan penglihatan lansia. Terkadang lansia sering lupa dengan fungsi
obat-obatnya sendiri maka perawat memberikan obat dengan berbagai warna agar mudah
diingat.

Selain itu, warna dan bentuk yang besar juga mempengaruhi daya penglihatan lansia. Lansia
kehilangan daya penglihatannya akan dimudahkan dengan tulisan dengan huruf yang besar
dan berwarna kontras atau terang. (Baca juga: Contoh Komunikasi Massa dalam
Keperawatan)

g. Pendekatan melalui cerita

Pendekatan melalui cerita ini merupakan bagian dari pendekatan sosial. Salah satu cara yang
dilakukan dalam komunikasi pada lansia adalah menggunakan cerita.

Seorang komunikator akan diminta menceritakan pengalamannya dan kemudian bertanya


kepada lansia yang berhubungan dengan pengalaman si lansia.

Cara tersebut berfungsi untuk meningkatkan daya ingat pasien lansia. Selain itu, pendekatan
ini juga dapat membuat perasaan pasien lansia menjadi senang karena ada teman untuk
berkomunikasi. (Baca juga: Manfaat Komunikasi Massa dalam Pelayanan Keperawatan)

h. Pendekatan dengan cahaya

Pendekatan komunikasi dengan cahaya juga dilakukan untuk pasien yang memiliki gangguan
penglihatan. Pencahayaan yang baik akan memberikan fokus pada penglihatan mata, yang
dimana titik cahaya akan menerangkan bagian yang tidak fokus. Hal ini sangat bermanfaat
untuk melakukan komunikasi secara efektif pada lansia.
15

2.7 Strategi Komunikasi pada Lansia


a. Menunjukkan Sikap Penerimaan

Sikap penerimaan bisa ditunjukkan kepada lansia sebagai bagian dari bentuk komunikasi
pada lansia. Lansia akan merasa lebih percaya pada saat kita mampu menunjukkan sikap ini.
Sebagai contoh, seseorang bisa mengenalkan dirinya terlebih dahulu setiap sebelum
berkomunikasi dengan lansia. Cara ini efektif terutama dalam menunjang bina hubungan
saling percaya di awal pertemuan dengan lansia.

b. Menggunakan Teknik Komunikasi Asertif

Komunikasi asertif mengandung pengertian bahwa apa yang akan kita sampaikan bisa
diterima dengan baik kepada lansia tanpa harus menyakiti perasaannya. Tentu saja, strategi
komunikasi ini sangat berguna terutama dalam membangun ketenangan bersama dengan
lansia. Seseorang bisa menggunakan cara ini dengan terbiasa mendengarkan pendapat lansia.

c. Menyesuaikan dengan Kebutuhan Lansia

Mengingat lansia berkebutuhan khusus bisa saja memiliki penurunan fungsi dari organ tubuh
disertai dengan kekurangan lain yang memang sudah ia miliki, maka kita juga bisa
menyesuaikan dengan apa yang menjadi kebutuhan lansia. Seperti misalnya, lansia dengan
gangguan penglihatan mungkin akan lebih banyak membutuhkan panduan melalui
komunikasi yang sifatnya audible. Faktor penghambat komunikasi dan contohnya juga perlu
diidentifikasi supaya komunikasi bisa berjalan dengan baik.

d. Mendengarkan secara Aktif

Mendengarkan secara aktif juga bisa menjadi sebuah strategi untuk menunjukkan kehadiran
kita kepada lansia baik secara fisik maupun emosional. Kita tidak hanya menganggap apa
yang disampaikan lansia sebagai angin lalu saja, melainkan juga memberikan umpan balik
dari setiap apa yang disampaikan lansia. Interaksi sosial bisa terjalin dengan baik saat kita
memakai teknik ini.
16

e. Menggunakan Suara yang Jelas

Strategi komunikasi pada lansia berkebutuhan khusus selanjutnya adalah dengan


menggunakan suara yang jelas. Ini terutama bisa digunakan pada lansia yang mengalami
penurunan fungsi pendengaran. Mereka mungkin akan kesulitan untuk mendengar dari
biasanya sehingga ada baiknya kita menggunakan suara yang lantang dan jelas.

f. Tidak Menggurui

Sikap yang mendengarkan secara aktif serta menunjukkan keasertifan merupakan salah satu
cara supaya kita tidak terlihat menggurui pada lansia. Lansia pada umumnya ingin lebih
dihargai. Membebaskan mereka dengan pendapatnya dan mendengarkan cerita-ceritanya
merupakan bagian dari sikap yang tidak menggurui.

g. Menciptakan Kehangatan

Suasana hangat selama proses komunikasi bisa diwujudkan dengan beragam cara yang sudah
disebutkan di atas. Suasana yang hangat mampu memberikan kenyamanan dan kebebasan
pada lansia untuk tetap berekspresi dan mengungkapkan perasaannya dengan baik. Suasana
hangat merupakan bagian dari strategi komunikasi efektif empatik dan santun.

h. Menunjukkan Sikap Altruistik

Sikap altruistik merupakan sikap yang puas untuk menolong orang lain. Sikap ini ada baiknya
dipupuk dalam diri kita sehingga saat merawat lansia dengan kebutuhan khusus juga akan
memberikan kesenangan tersendiri. Ini adalah strategi komunikasi pada lansia berkebutuhan
khusus yang juga bisa meningkatkan kualitas hidup lansia.

2.8 Unsur-unsur komunikasi terapeutik

Menurut Kariyoso (1994) bahwa unsur-unsur komunikasi meliputi :

a. Komunikator (pembawa berita)

Komunikator adalah individu, keluarga maupun kelompok yang mempunyai inisiatif


dalam menyelenggarakan komunikasi dengan individu atau kelompok lain yang menjadi
sasaran. Komunikator bisa juga berarti tempat berasalnya sumber pengertian yang
dikomunikasikan.
17

b. Message (pesan / berita)

Message a dalah berita yang disampaikan oleh komunikator melalui lambang-


lambang pembicaraan, gerakan-gerakan dan sebagainya. Message bisa berupa gerakan,
sinar, suara, lambaian tangan dan sebagainya. Sedangkan di rumah sakit message bisa berupa
nasehat dokter, hasil konsultasi pada status klien, laporan dan sebagainya.

c. Channel (saluran)

Channel adalah sarana tempat berlakunya lambang-lambang, Hubungan Komunikasi


Terapeutik meliputi pendengaran, penglihatan penciuman dan perabaan.

d. Komunikan

Komunikan adalah objek-objek sasaran dari kegiatan komunikasi atau orang yang
menerima berita atau lambang, bisa berupa klien, keluarga maupun masyarakat.

e. Feed back

Feed back adalah arus umpan balik dalam rangka proses berlangsungnya komunikasi.
Hal ini bisa juga dijadikan patokan sejauh mana pencapaian dari pesan yang telah
disampaikan.

2.9 Prinsip-prinsip Komunikasi Terapeutik

Menurut Suryani (2005) ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami dalam membangun
dan mempertahankan hubungan yang terapeutik, yaitu:

a. Hubungan perawat dengan klien adalah hubungan terapeutik yang saling


menguntungkan. hubungan ini didasarkan pada prinsip ”humanity of nurse and
clients”. Kualitas hubungan perawat-klien ditentukan oleh bagaimana perawat
mendefenisikan dirinya sebagai manusia. Hubungan perawat dengan klien tidak
hanya sekedar hubungan seorang penolong dengan kliennya tapi lebih dari itu, yaitu
hubungan antar manusia yang bermartabat.
b. Perawat harus menghargai keunikan klien. Tiap individu mempunyai karakter yang
berbeda-beda. Karena itu perawat perlu memahami perasaan dan prilaku klien dengan
melihat perbedaan Hubungan Komunikasi Terapeutik13 latar belakang keluarga,
budaya, dan keunikan setiap individu.
18

c. Komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun
penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan
harga diri klien.
d. Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya harus dicapai
terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternatif
pemecahan masalah. hubungan saling percaya antara perawat dan klien adalah kunci
dari komunikasi terapeutik

Adapun pendapat lain yaitu dalam buku Panduan Lab UMP (2010) bahwa prinsip-prinsip
komunikasi terapeutik terdiri dari 10 yaitu sebagai berikut ini:

a. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati, memahami dirinya
sendiri serta nilai yang dianut.
b. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan saling
menghargai.
c. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh klien.
d. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan klien baik fisik maupun mental.
e. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan klien memiliki motivasi
untuk merubah dirinya baik sikap, tingkah lakunya sehingga tumbuh makin
matang dan dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Hubungan
Komunikasi Terapeutik.
f. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui
dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan maupun frustasi.
a. g.Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan
konsistensinya.
g. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik.
b. i.Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukan dan meyakinkan orang
lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu mempertahankan suatu keadaan
sehat fisik, mental, spiritual dan gaya hidup.
i. Altruisme mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi.
2.10 Karakteristik keberhasilan komunikasi:
Keberhasilan komunikasi verbal dipengaruhi oleh kecepatan berbicara saat
berkomunikasi, terlebih pasien lanjut usia yang memiliki gangguan pendengaran, apabila
berbicara terlalu cepat, mereka tidak dapat membaca gerak bibir dan menangkap suara.
berbicara kepada lanjut usia yang pendengarannya kurang baik secara pelan-pelan agar ia
19

dapat membaca gerak bibir. Intonasi suara perawat lembut untuk berkomunikasi dengan
pasien lanjut usia, namun terkadang tergantung pula apabila berbicara dengan pasien yang
memiliki gangguan pendengaran terkadang nada suara agak ditinggikan agar pasien dapat
mendengar lebih jelas
Komunikasi non verbal ekspresi wajah yang positif, menggunakan sentuhan, posisi duduk
berhadapan, menggunakan bahasa isyarat untuk mendukung penyampaian pesan. Wajah
merupakan bagian tubuh yang paling ekspresif dan sering digunakan sebagai dasar penting
komunikasin antar pribadi.
2.11 Dasar komunikasi pada lansia
Komunikasi terapeutik perawat dimaksudkan untuk membantu pasien. Komunikasi
terapeutik berfokus pada emosional dari pasien. Dengan memiliki keterampilan
berkomunikasi terapeutik, perawat akan lebih mudah menjalin hubungan saling percaya
dengan klien, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan ke perawatan dan akan
meningkatkan profesi. (Sherko, Sotiri, dan Lika, 2013).
Komunikasi terapeutik telah menjadi syarat kompetensi bagi perawat di berbagai panti
atau sasana orang lanjut usia yang dikelola secara profesional di berbagai belahan dunia
(Hammer etal., 2014).
2.12 Penilaian Keberhasilan Komunikasi Terapeutik

Menurut standar asuhan keperawatan / SAK dari Depkes 1994


pelaksanaan komunikasi terapeutik dapat dinilai dengan cara observasi. Item-item yang
terdapat dalam instrumen observasi pelaksanaan komunikasi terapeutik menurut SAK antara
lain:

a. Kriteria persiapan : menciptakan situasi lingkungan yang nyaman.


b. Kriteria pelaksanaan :
1. Perawat menampilkan sikap yang ramah dan sopan.
2. Memperkenalkan diri.
3. Menyampaikan secara lengkap dengan bahasa yang mudah dipahami pasien.
4. Menyapa klien dengan ramah.
5. Mengamati respon klien.
6. Mencatat hasil komunikasi.
20

2.13 Cara meningkatkan Komunikasi Pada Lansia

1. Selalu mulai komunikasi dengan mengecek fungsi pendengaran klien


2. Keraskan suara anda jika perlu
3. Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah dia sehingga dia dapat
melihat mulut anda
4. Atur lingkungan sehingga menjadi kondusi untuk komunikasi yang baik. Kurangi
gangguan fisual dan auditori. Pastikan adanya pencahayaan yang cukup.
5. Ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi, ingat kelemahannya. Jangan
menganggap kemacetan komunikasi merupakan hasil bahwa klien tidak kooperatif.

6. Jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara yang sama dengan orang
yangtidak mengalami gangguan. Sebaliknya bertindaklah sebagai partner yang
tugasnya memfasilitasi klien untuk mengungkapkan perasaan dan pemahamannya.
7. Bericara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya, gunakan kalimat pendek
dengan bahasa yang sederhana.
8. Bantulah kata-kata anda dengan isyarat Fisual
9. Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari pembicaraan tersebut
10. Berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan menjawab pertanyaan anda.
11. Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan sulit mendengarkannya
21

BAB 3
TINJAUAN KASUS

SKENARIO

Seorang pasien laki-laki 75 tahun dirawat dibangsal dalam sebuah rumah sakit dengan
diagnisa stroke. Pasien sering marah kepada keluarganya dan perawat karena merasa tidak
diperhatikan pasien mengalami penurunan fungsi pendengaran. Perawat mengajak pasien
berkomunikasidengan bahsa sederhana dan jela. Perawat juga menggunakan sentuhan untuk
memperjelas komunikasi yang disampaikan.

STEP I

1. Komunikasi?
2. Stroke?
3. Bangsal?

Jawab :

1. Komunikasi adalah proses interpersonal yang melibatkan perubahan verbal dan non
verbal dari informasi atau ide. Komunikasi mengacu pada isi, perasaan dan emosi
dimana individu menyampaikan hubungan (Potter & Perry,301)
2. Stroke adalah kerusakan jaringan otak yang disebabkan oleh kurangnya atau
terhentinya suplay darah secara tiba-tiba(Depkes RI,1996). Stroke juga bisa diartikan
sebagai gejala-gejala deficit fungsi susunan saraf yang diakibatkan penyakit
pembuluh darah otak dan bukan oleh lainnya (M. Adib, 2009)
3. Bangsal Sebuah ruangan inap untuk pasien dirumah sakit
22

STEP II

1. Bagaimana cara mengatasi hambatan komunikasi pada pasien?


2. Bagaimana cara perawat mengajarkan keluarga pasien untuk berkomunikasi dengan
pasien?
3. Apakah ada hubungan pasien stroke dengan gangguan fungsi pendengaran?
4. Apa komunikasi verbal yang dapat dilakukan untuk menunjang komunikasi verbal
yang telah dilakukan perawat?
5. Jenis-jenis komunikasi apa saja yang terdapat pada kasus?

STEP III

1. Menggunakan kalimat sederhana


Berdiri menghadap klien dengan jarak kurang dari 3 meter
Sedikit memperjelas suara secara wajar
Tepuk pundak klien sebagai isyarat
Bicara normal dan jelas
Menyatakan pembicaraan
Menanyakan apakah sudah mengerti
Mengurangi jika kurang jelas

2. Tidak ada masalah bagi perawat mengajarkan kepada keluarga tentang


komunikasi pada pasien ,perawat cukup mengatakan kepada keluarga pasien
seperti jawaban no 1 diatas.

3. Pada stroke biasanya terjadi pendarahan,meningkat sehigga menimbulkan plak


menumpuk dan sirkulasi darah menjadi terganggu

4. Dengan cara bahasa sehari hari dengan kontak mata atau komunikai terapeutik
yaitu bertanya.

5. Komunikasi verbal (perawat mengajak paien berkomunikasi dengan bahasa


sederhana dan jelas). Komunikasi non verbal (perawat menggunakan sentuhan
untuk memperjelas komunikasi yang disampaikan).
23

STEP IV

Laki-laki 75 tahun

STROKE

-Gangguan pendengaran

-Mudah emosi,karena mereka tidak


diperhatikan

verbal Non verbal

Komunikasi dengan
sentuhan
bahasa yang
sesderhana

Komunikasi terapeutik pada


lansia
24

BAB 4

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Teknik komunikasi yang baik akan memperbaiki outcome pasien lanjut usia dan caregiver-
nya. Bukti mengindikasikan bahwa outcome perawatan kesehatan untuk orang tuatidak hanya
tergantung pada perawatan kebutuhan biomedis tetapi juga tergantung pada hubungan
perawatan yang diciptakan melalui komunikasi yang efektif. Dengan komunikasi yang efektif
antara dokter – pasien lanjut usia :

 Pasien dan keluarganya dapat menceritakan gejala dan masalahnya, yang akan
memungkinkan dokter untuk membuat diagnosis yang lebih akurat.
 Instruksi dan saran dokter akan lebih mungkin untuk ditaati.
 Kemungkinkan untuk melewatkan dosis atau menghentikan obat karena efek samping,
merasakan non efikasi, atau biaya obat dapat diminimalisir.
 Lebih memungkinkan untuk edukasi dalam memanajemen diri sendiri seperti pada pasien
diabetes dengan diet, olah raga, monitoring gula darah, dan perawatan kaki.
 Penurunan biaya tes diagnostik juga dihubungkan dengan komunikasi yang lebih baik
antara dokter dan pasien lanjut usia.

4.2 SARAN

Bagi perawat harus memahami tentang aplikasi terapeutik pada lansia agar pemeriksaan
pasien lansia di rumah sakit berjalan dengan lancar dan Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini sangat banyak sekali kesahalan. besar harapan kami kepada para
pembaca untuk bisa memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun agar makalah ini
menjadi lebih sempurna.
25

DAFTAR PUSTAKA

William, S.L., Haskard, K.B., Dimatteo, M.R. 2007. The therapeutic effects of the
Nugroho, Wahjudi. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC.
Wachtel, P. L. (2011). Therapeutic Communication. New York: The Guildford Press

Sherko, E., Sotiri, E., and Lika, E. (2013). Therapeutic communication. JAHR- European Journal
of Bioethics, 4(7), 457-465.

Mundakir.2006. Komunikasi Keperawatan Aplikasi dalam Pelayanan.

Surabaya : Graha Ilmu.

Mundakir.2006. Komunikasi Keperawatan Aplikasi dalam Pelayanan.

Surabaya : Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai