Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

KOMUNIKASI DASAR KEPERAWATAN


(KOMUNIKASI EFEKTIF PADA KLIEN DI ICU)

DOSEN PENGAMPU:
Moh. Lutfi, S.kep.,Ns.,M.Tr.kep

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 6
MOHAMMAD SAIFULOH (2314201010061)
HENDRI DONI PRADANA (2314201010053)
CHOIRON NESA’ AFRI FASORI (2314201010046)
SEPTIANI DWI RAHMAWATI (2314201010072)
SITI FATIMATUS ZAHROH (2314201010074)
FARADILA (2314201010049)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NGUDIA HUSADA MADURA
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan
hidayahnya, inayahnya dan rahmat-nya, sehingga penyusunan makalah ini yang berjudul
"KOMUNIKASI EFEKTIF PADA KLIEN DI ICU" dapat selesai dengan baik dan tepat waktu,
karena tanpa pertolongan-nya kami selaku penyusun tidak akan mampu menyelesaikan makalah ini.
Adapun tujuan dan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari dosen pada bidang studi
"KOMUNIKASI DASAR KEPERAWATAN" selain itu, makalah ini juga mempunyai tujuan
menambah wawasan tentang konsep dasar keperawatan bagi para pembaca dan juga kami sebagai
penyusun makalah ini sendiri.
Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Moh. Кер., Lutfi, S. M. Ns..Tr.Kep selaku
dosen pengampu Mata Kuliah komunikasi dasar keperawatan yang telah memberikan tugas makalah
ini sehingga kami dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami
tekuni, kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian ilmu
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar makalah ini menjadi
lebih baik, kami juga mengharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bangkalan, 24 Nov. 23

Kelompok 6

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3
1.1 Latar Belakang...................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................3
1.3 Tujuan................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................4
2.1 Pengertian Komunikasi .....................................................................................4
2.2 Pengertian komunikasi terapeutik .....................................................................4
2.3 Komponen komunikasi .....................................................................................5
2.4 Factor-faktor yang mempengaruhi komunikasi ................................................5
2.5 Tipe komunikasi ................................................................................................7
2.6 Aplikasi komunikasi dalam keperawatan ..........................................................9
2.7 Komunikasi dalam hubungan terapeutik perawat-klien ..................................10
2.8 Karakteristik Pasien yang Tidak Sadar............................................................11
2.9 Komunikasi dengan Pasien Tidak Sadar..........................................................12
2.10 Fungsi Komunikasi dengan Pasien Tidak Sadar............................................12
2.11 Cara Berkomunikasi dengan Pasien Tidak Sadar..........................................14
2.12 Prinsip-Prinsip Berkomunikasi dengan Pasien Tidak Sadar..........................15
2.13 Tahap Komukasi dengan Pasien Tidak Sadar................................................15
2.14 Contoh Kasus dan Komunikasi Terapeutik pada Klien di ICU.....................17
BAB III PENUTUP................................................................................................20
3.1 Kesimpulan......................................................................................................20
3.2 Saran.................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................21

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien.
Dalam pengertian lain mengatakan bahwa komunikasi terapeutik adalah proses yang digunakan
oleh perawat memakai pendekatan yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya
dipusatkan pada klien.
Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar
manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan
metoda utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan. Pengalaman ilmu untuk
menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar (Abdalati,
1989).
Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang
mencakup ketrampilan intelektual, tehnical dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku
“caring” atau kasih sayang / cinta (Johnson, 1989) dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan
mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal,
memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi
keperawatan serta citra rumah sakit, tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya
untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia. Dalam tulisan ini akan dibahas
tentang pengertian komunikasi termasuk “therapeutic use of self” dan “helping relationship”
untuk praktek keperawatan, sikap dan tehnik serta dimensi hubungan dari komunikasi
terapeutik.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam makalah komunikasi antara perawat dengan pasien gangguan kesadaran ini kami

mengangkat masalah mengenai “Bagaimana berkomunikasi dengan pasien yang tidak sadar”.

1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah yang berhubungan dengan metode berkomunikasi dengan pasien
tidak sadar yaitu sebagai berikut:
1. Menyadari betapa pentingnya komunikasi dengan pasien yang tidak sadar.
2. Mengetahui teknik-teknik dalam berkomunikasi dengan pasien yang tidak sadar.
3. Mengetahui prinsip-prinsip dalam berkomunikasi dengan pasien yang tidak sadar.

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Komunikasi

Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin communicare – communicatio dan


communicatus yang berarti suatu alat yang berhubungan dengan sistem penyampaian dan
penerimaan berita, seperti telepon, telegraf, radio, dan sebagainya. Secara sederhana komunikasi
dapat diartikan sebagai suatu proses pertukaran, penyampaian, dan penerimaan berita, ide, atau
informasi dari seseorang ke orang lain. Dalam berkomunikasi, diperlukan ketulusan hati antara
pihak yang terlibat agar komunikasi yang dilakukan efektif. Pihak yang menyampaikan harus
ada kesungguhan atau keseriusan bahwa informasi yang disampaikan adalah penting,
sedangkan pihak penerima harus memiliki kesungguhan untuk memperhatikan dan memahami
makna informasi yang diterima serta memberikan respons yang sesuai.
Dalam kata communis terdapat makna ‘berbagi’ atau ‘menjadi milik bersama’ yaitu suatu
usaha yang memiliki tujuan untuk kebersamaan atau kesamaan makna. Jadi, Komunikasi adalah
suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain.
Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh
kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya,
komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan
sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini
disebut komunikasi nonverbal. Komunikasi dapat terjadi jika ada persamaan antara
penyampaian pesan dengan orang yang menerima pesan.

2.2 Komunikasi Terapeutik


Komunikasi telah dilakukan manusia, sejak bayi berada dalam kandungan sampai dengan
kematian, sehingga bisa dikatakan komunikasi mempunyai umur yang sama tuanya dengan
umur kehidupan manusia. Semua tingkah laku merupakan komunikasi (verbal maupun non
verbal) dan semua komunikasi akan mempengaruhi tingkah laku, sehingga komunikasi pada
dasarnya dapat menjadi suatu alat untuk memfasilitasi hubungan terapeutik atau malahan dapat
berfungsi sebagai penghalang terhadap tumbuhnya hubungan yang terapeutik. Fasilitas
komunikasi bertujuan untuk memulai, membangun dan membina keterlibatan dan hubungan
saling percaya (Wilson & Kneist,1983).
Hakekat komunikasi

a. Komunikasi merupakan alat untuk membangun hubungan terapeutik.

4
b. Komunikasi merupakan alat bagi perawat untuk mempengaruhi tingkah laku klien dan
kemudian untuk mendapatkan keberhasilan dalam intervensi keperawatan.
c. Komunikasi merupakan hubungan itu sendiri, dimana tanpa komunikasi tidak mungkin
terjadi hubungan terapeutik perawat-klien.

2.3 Komponen Komunikasi

Komunikasi mempunyai 6 komponen yaitu (Potter & Perry, 1993):

A. Komunikator : penyampai informasi atau sumber informasi.

B. Komunikan : penerima informasi, pemberi respon terhadap stimulus.

C. Pesan : gagasan, pendapat, stimulus, fakta, informasi.

D. Media : saluran yang dipakai untuk menyampaikan pesan.

E. Kegiatan “encoding” : perumusan pesan oleh komunikator.

F. Kegiatan “decoding” : penafsiran pesan oleh komunikan.


2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi

Proses komunikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor (Potter & Perry, 1993):

2.3.1 Perkembangan

Agar dapat berkomunikasi efektif dengan perawat harus mengerti pengaruh perkembangan
usia baik dari sisi bahasa, maupun proses berpikir dari orang tersebut. Cara berkomunikasi pada
usia remaja dengan usia balita tentunya berbeda, pada usia remaja, anda barangkali perlu belajar
bahasa “gaul” mereka sehingga remaja yang kita ajak bicara akan merasa kita mengerti mereka

5
dan komunikasi diharapkan akan lancar.
2.3.2 Persepsi

Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian atau peristiwa.
Persepsi ini. dibentuk oleh harapan atau pengalaman. Perbedaan persepsi dapat mengakibatkan
terhambatnya komunikasi.
2.3.3 Nilai

“Nilai adalah bandar yang mempengaruhi perilaku sehingga penting bagi perawat untuk
menyadari nilai seseorang. Perawat perlu berusaha untuk mengetahui dan mengklarifikasi nilai
sehingga dapat membuat keputusan dan interaksi yang tepat dengan klien. Dalam hubungan
profesionalnya diharapkan perawat tidak terpengaruh oleh nilai pribadinya.
2.3.4 Latar Belakang Sosial Budaya Bahasa dan gaya komunikasi akan sangat dipengaruhi
oleh faktor budaya. Budaya juga akan membatasi cara bertindak dan berkomunikasi seseorang.
2.3.5 Emosi

Emosi merupakan perasaan subyektif terhadap suatu kejadian, seperti marah dan sedih
akan dapat mempengaruhi perawat dalam berkomunikasi dengan orang lain. Perawat perlu
mengkaji emosi klien dan keluarganya sehingga perawat mampu memberikan asuhan
keperawatan dengan tepat. Selain itu perawat juga perlu mengevaluasi emosi pada dirinya
agar dalam memberikan asuhan keperawatan tidak terpengaruh oleh emosi dibawah
sadarnya.
2.3.6 Jenis Kelamin

Setiap jenis kelamin mempunyai gaya komunikasi yang berbeda-beda. Tanned (1990)
menyebutkan bahwa wanita dan laki-laki mempunyai perbedaan gaya komunikasi. Dari
usia 3 tahun wanita ketika bermain dalam kelompoknya menggunakan bahasa untuk
mencari kejelasan, meminimalkan perbedaan, serta membangun dan mendukung
keintiman, sedangkan laki-laki menggunakan bahasa untuk mendapat kemandirian diri
aktivitas bermainnya, di mana jika mereka ingin berteman maka mereka melakukannya
dengan bermain.
2.3.7 Pengetahuan

Tingkat pengetahuan akan mempengaruhi komunikasi yang dilakukan. Seseorang yang


tingkat pengetahuannya rendah akan sulit merespon pertanyaan yang mengandung bahasa
verbal dibanding dengan tingkat pengetahuan tinggi. Perawat perlu mengetahui tingkat
pengetahuan klien sehingga perawat dapat berinteraksi dengan baik dan akhirnya dapat

6
memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien.
2.3.8 Peran dan hubungan

Gaya komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan antar orang yang berkomunikasi.
Cara komunikasi seseorang perawat dengan koleganya, dengan cara komunikasi seorang
perawat pada klien akan berbeda tergantung perannya. Demikian juga antara guru dengan
murid.
2.3.9 Lingkungan

Lingkungan interaksi akan mempengaruhi komunikasi yang efektif. Suasana bising,


tidak ada privacy yang tepat akan menimbulkan kerancuan, ketegangan dan ketidak
nyamanan.
2.3.10 Jarak

Jarak dapat mempengaruhi komunikasi. Jarak tertentu menyediakan rasa aman dan
kontrol. Dapat dimisalkan dengan individu yang merasa terancam ketika seseorang tidak
dikenal tiba-tiba berada pada jarak yang sangat dekat dengan dirinya. Hal itu juga yang
dialami oleh klien pada saat pertama kali berinteraksi dengan perawat. Untuk itu perawat
perlu memperhitungkan jarak yang tepat pada saat melakukan hubungan dengan klien.

2.5 Tipe Komunikasi

Ada beberapa tipe komunikasi yang sering digunakan oleh seorang komunikator dalam
berkomunikasi.
Berdasarkan penggunaan kata, pesan yang disampaikan oleh pengirim kepada penerima
dapat dikemas secara verbal dengan kata-kata atau nonverbal tanpa kata-kata. Komunikasi yang
pesannya dikemas secara verbal disebut komunikasi verbal, sedangkan komunikasi yang
pesannya dikemas secara nonverbal disebut komunikasi nonverbal.
a. Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata, baik lisan maupun tulisan.
Komunikasi ini paling banyak dipakai dalam hubungan antar manusia. Melalui kata-kata,
komunikator mengungkapkan perasaan, emosi, pemikiran, gagasan, atau maksud mereka,
menyampaikan fakta, data, dan informasi serta menjelaskannya, saling bertukar perasaan dan
pemikiran, saling berdebat.
b. Komunikasi Non-verbal

Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang pesannya dikemas dalam bentuk nonverbal,

7
tanpa kata-kata. Dalam hidup nyata komunikasi nonverbal jauh lebih banyak dipakai daripada
komuniasi verbal. Dalam berkomunikasi hampir secara otomatis komunikasi nonverbal ikut terpakai.
Karena itu, komunikasi nonverbal bersifat tetap dan selalu ada. Komunikasi nonverbal biasanya
bersifat spontan dan lebih jujur mengungkapkan hal yang mau disampaikan. Termasuk pada
komunikasi non verbal seperti penampilan fisikm sikap tubuh, cara berjalan, ekspresi wajah, dan
sentuhan.

Berdasarkan media yang digunakan, komunikasi dapat berbentuk dua:

a. Komunikasi langsung

Komunikasi langsung merupakan komunikasi yang tidak menggunakan alat, komunikasi


berbentuk kata-kata, gerakan-gerakan yang berarti khusus dan penggunaan isyarat, misalnya saat
seseorang berbicara langsung pada orang lain di hadapannya.
b. Komunikasi tidak langsung

Biasanya menggunakan alat dan mekanisme untuk melipatgandakan jumlah penerima


pesan (sasaran) ataupun untuk menghadapi hambatan geografis dan waktu, misalnya
menggunakan radio, buku, dll. Contoh: Penggunaan poster ‘Buanglah Sampah pada
Tempatnya’.

Berdasarkan jumlah orang yang terlibat dalam komunikasi, terdapat empat tipe
komunikasi, yaitu:

a. Komunikasi Intrapersonal

Komunikasi intrapersonal merupakan komunikasi yang dilakukan pada diri sendiri yang
terdiri atas sensasi, persepsi, memori, dan proses berpikir (Rahmad J., 1996). Seorang individu
menjadi pengirim pesan sekaligus penerima pesan dan memberikan umpan balik bagi dirinya
sendiri dalam proses internal yang berkelanjutan.
b. Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal merupakan proses pengiriman dan penerimaan pesan di antara


dua orang atau di antara sekelompok kecil orang dengan berbagai efek dan umpan balik yang
bersifat langsung. Tipe komunikasi ini memiliki karakteristik seperti, bersifat dua arah yang berarti
melibatkan dua orang dalam situasi interaksi, ada unsur dialogis dan ditujukan kepada sasaran
terbatas dan dikenal.
c. Komunikasi Publik

Cangara, H. (2004) mengatakan bahwa komunikasi publik merupakan suatu prises


8
komunikasi di mana pesan-pesan yang disampaikan oleh pembicara dalam situasi tatap muka di
depan khalayak yang lebih besar dengan tujuan menumbuhkan semangat kebersamaan,
memberikan informasi, mendidik, serta mempengaruhi orang lain dalam upaya menumbuhkan
semangat. Pada tipe komunikasi ini jarang dijumpai feedback, karena komunikasi bersifat searah.
d. Komunikasi Massa

Komunikasi massa adalah komunikasi yang berlangsung di mana pesan yang dikirim dari
sumber yang melembaga kepada khalayak yang bersifat massal melalui alat-alat yang bersifat
mekanis. Komunikasi antara sumber dan penerima tidak terjadi dengan kontak langsung. Unsur
yang terkandung dalam komunikasi untuk menyiarkan informasi, mendidik, dan menghibur.
Pesan yang disampaikan berlangsung cepat, serempak, luas, mampu mengatasi jarak dan
waktu, serta tahan lama bila didokumentasikan.

Berdasarkan sikap dan perilaku pemberi pesan, komunikasi dapat berbentuk tiga tipe
seperti berikut:

a. Komunikasi Agresif

Tipe komunikasi ini dapat mengurangi hak orang lain dan cenderung merendahkan/
mengendalikan orang lain.
b. Komunikasi Pasif

Komunikasi ini merupakan lawan dari komunikasi agresif, di mana seseorang


cenderung untuk mengalah dan tidak mempertahankan kepentingannya sendiri. Bahkan
hak mereka cendrung dilanggar namun dibiarkan.
c. Komunikasi Asertif

Komunikasi asertif adalah komunikasi yang terbuka, menghargai diri sendiri, dan orang
lain. Komunikasi ini tidak menaruh perhatian hanya pada hasil akhir, tetapi juga hubungan
perasaan antarmanusia.

2.6 Aplikasi Komunikasi dalam Praktik Keperawatan


Komunikasi dalam Praktik keperawatan profesional merupakan unsur utama bagi perawat
dalam melaksanakan asuhan keperawatan untuk mencapai hasil yang optimal. Kegiatan
keperawatan yang memerlukan komunikasi meliputi :
2.3.11 Timbang terima/operan;

2.3.12 Interview/ anamnesa;

9
2.3.13 Komunikasi melalui komputer;

2.3.14 Komunikasi rahasia klien;

2.3.15 Komunikasi melalui sentuhan;

2.3.16 Komunikasi dalam pendokumentasian;

2.3.17 Komunikasi antara perawat dan profesi kesehatan lainnya;

2.3.18 Komunikasi antara perawat dan pasien, pada saat melakukan tindakan keperawatan
atau pendidikan kesehatan.
Prinsip yang harus diterapkan oleh perawat pada komunikasi ini adalah:

A. Hindari komunikasi yang terlalu formal atau tidak tepat. Ciptakan suasana yang hangat,
kekeluargaan.
B. Hindari interupsi, atau gangguan yang timbul akibat dari lingkungan yang gaduh.
C. Hindari respon dengan kata hanya “ya atau tidak”. Respon tersebut akan mengakibatkan
tidak berjalannya komunikasi dengan baik, karena perawat kelihatan kurang tertarik
dengan topik yang dibicarakan dan enggan untuk berkomunikasi.
D. Jangan memonopoli pembicaraan.
E. Hindari hambatan personal. Jika perawat sebelum komunikasi menunjukkan rasa tidak
senang kepada klien, maka keadaan ini akan berdampak terhadap hasil yang didapat
selama proses komunikasi.

2.7 Komunikasi dalam Hubungan Terapeutik Perawat-Klien

Pada dasarnya sebelum suatu hubungan terjalin perlu sekali melakukan analisa diri,
khususnya perawat di sini terdapat 4 fokus analisa diri: kesadaran diri, eksplorasi perasaan,
klarifikasi nilai role model dan rasa tanggung jawab Yang akan dibahas hanya kesadaran diri
saja, selebihnya akan dibahas pada hubungan terapeutik perawat-klien. Seorang Perawat perlu
menyadari tentang “siapa dirinya” atau kesadaran diri, di mana pada tingkatan ini diperlukan
komunikasi intrapersonal. Untuk menuju kesadaran diri diperlukan: mempelajari diri sendiri,
belajar dari orang lain, dan membuka diri, ini secara tidak langsung akan mendorong
seseorang untuk melakukan komunikasi dengan orang lain/ komunikasi interpersonal.
Upaya meningkatkan kesadaran diri kadang menyakitkan dan tidak mudah, khususnya jika
ditemukan konflik dengan ideal diri seseorang. Untuk itulah kita membutuhkan komunikasi
sebagai alat. Perawat disini perlu memahami 4 fokus analisa diri :

10
1. Kesadaran diri.

Kemampuan seseorang untuk memahami diri sendiri baik perilaku, perasaan maupun
pikirannya sendiri. Kesadaran diri dapat dilakukan dengan :
a. Mempelajari diri sendiri.

b. Belajar dari orang lain.

c. Membuka diri.

2. Eksplorasi perasaan

Eksplorasi perasaan dilakukan terhadap hubungan seseorang dengan lingkungan


luar/interaksinya dengan orang lain. Dengan menyadari perasaan kita sebelum bertemu dengan
orang lain kita akan menyadari bahwa kita mungkin merasa cemas, bahwa nanti kecemasan itu
akan membuat kita berkeringat sangat banyak, sehingga kita perlu mengantisipasinya dengan
membawa saputangan misalnya. Bagi perawat, eksplorasi perasaan merupakan hal yang perlu
dilakukan agar perawat terbuka dan sadar terhadap perasaannya sehingga dia dapat mengontrol
perasaanya agar ia dapat menggunakan dirinya secara terapeutik
3. Klarifikasi nilai.

Nilai adalah konsep dimana seseorang memiliki standar mengenai hal-hal yg pantas
dilakukan (Stuart&Sundeen, 1995). Klarifikasi nilai perlu dilakukan karena nilai itu
bermacam-macam, dan dari sinilah seorang yang proaktif mendasarkan pemilihan responnya.
Pemilihan respon perlu didasarkan pada nilai, nilai/standar perilaku yg pantas tersebut bila
ditetapkan sebagai prinsip maka nilai akan menjadi pusat kehidupan.
4. Role model dan rasa tanggung jawab.

Perawat dapat menjadi model apabila perawat tersebut dapat memenuhi dan memuaskan
kehidupan pribadi serta tidak didominasi oleh konflik, distress atau pengingkaran dan
memperlihatkan perkembangan serta adaptasi yang sehat. Perawat dituntut dapat bertanggung
jawab dalam pelaksanaan asuhan keperawatan berdasarkan kode etik yang ditetapkan.
2.8 Karakteristik Pasien yang Tidak Sadar
Pasien yang tidak sadar atau yang sering kita sebut dengan koma, dengan gangguan
kesadaran merupakan suatu proses kerusakan fungsi otak yang berat dan dapat membahayakan
kehidupan. Pada proses ini susunan saraf pusat terganggu fungsi utamanya mempertahankan
kesadaran. Gangguan kesadaran ini dapat disebabkan oleh beragam penyebab, yaitu baik primer

11
intrakranial ataupun ekstrakranial, yang mengakibatkan kerusakan struktural/metabolik di
tingkat korteks serebri, batang otak keduanya.
Pada pasien tidak sadar ini, pada dasarnya pasien tidak responsif, mereka masih dapat
menerima rangsangan.Pendengaran dianggap sebagai sensasi terakhir yang hilang dengan
ketidaksadaran dan yang menjadi pertama berfungsi. Faktor ini akan menjadi pertimbangan
mengapa perawat tetap harus berkomunikasi pada klien tidak sadar sekali pun.
Ada karakteristik komunikasi yang berbeda pada klien tidak sadar ini, kita tidak
menemukan feed back (umpan balik), salah satu elemen komunikasi ini dikarenakan klien tidak
dapat merespon kembali apa yang telah kita komunikasikan sebab pasien sendiri tidak sadar.

2.9 Komunikasi Dengan Pasien Tidak Sadar


Komunikasi dengan pasien tidak sadar merupakan suatu komunikasi dengan menggunakan
teknik komunikasi khusus/teurapetik dikarenakan fungsi sensorik dan motorik pasien mengalami
penurunan sehingga seringkali stimulus dari luar tidak dapat diterima klien dan klien tidak dapat
merespons kembali stimulus tersebut.
Pasien yang tidak sadar atau yang sering kita sebut dengan koma, dengan gangguan
kesadaran merupakan suatu proses kerusakan fungsi otak yang berat dan dapat membahayakan
kehidupan. Pada proses ini susunan saraf pusat terganggu fungsi utamanya mempertahankan
kesadaran. Gangguan kesadaran ini dapat disebabkan oleh beragam penyebab, yaitu baik primer
intrakranial ataupun ekstrakranial, yang mengakibatkan kerusakan struktural atau metabolik di
tingkat korteks serebri, batang otak keduanya.
Ada karakteristik komunikasi yang berbeda pada klien tidak sadar ini, kita tidak
menemukan feed back (umpan balik), salah satu elemen komunikasi. Ini dikarenakan klien tidak
dapat merespon kembali apa yang telah kita komunikasikan sebab pasien sendiri tidak sadar.
2.10 Fungsi Komunikasi Dengan Pasien Tidak Sadar
Menurut Pastakyu (2010), Komunikasi dengan klien dalam proses keperawatan memiliki
beberapa fungsi, yaitu:
1 Mengendalikan Perilaku
Pada klien yang tidak sadar, karakteristik pasien ini adalah tidak memiliki respon dan klien
tidak ada perilaku, jadi komunikasi dengan pasien ini tidak berfungsi sebagai pengendali
perilaku.Secara tepatnya pasien hanya memiliki satu prilaku yaitu pasien hanya berbaring,
imobilitas dan tidak melakukan suatu gerakan yang berarti.Walaupun dengan berbaring ini
pasien tetap memiliki prilaku negatif yaitu tidak bisa mandiri.
12
2 Perkembangan Motivasi
Pasien tidak sadar terganggu pada fungsi utama mempertahankan kesadaran, tetapi klien
masih dapat merasakan rangsangan pada pendengarannya.Perawat dapat menggunakan
kesempatan ini untuk berkomunikasi yang berfungsi untuk pengembangan motivasi pada
klien.Motivasi adalah pendorong pada setiap klien, kekuatan dari diri klien untuk menjadi
lebih maju dari keadaan yang sedang ia alami. Fungsi ini akan terlihat pada akhir, karena
kemajuan pasien tidak lepas dari motivasi kita sebagai perawat, perawat yang selalu ada di
dekatnya selama 24 jam. Mengkomunikasikan motivasi tidak lain halnya dengan pasien yang
sadar, karena klien masih dapat mendengar apa yang dikatakan oleh perawat.
3 Pengungkapan Emosional
Pada pasien tidak sadar, pengungkapan emosional klien tidak ada, sebaliknya perawat dapat
melakukannya terhadap klien.Perawat dapat berinteraksi dengan klien.Perawat dapat
mengungkapan kegembiraan, kepuasan terhadap peningkatan yang terjadi dan semua hal
positif yang dapat perawat katakan pada klien. Pada setiap fase kita dituntut untuk tidak
bersikap negatif terhadap klien, karena itu akan berpengaruh secara tidak langsung/langsung
terhadap klien. Sebaliknya perawat tidak akan mendapatkan pengungkapan positif maupun
negatif dari klien. Perawat juga tidak boleh mengungkapkan kekecewaan atau kesan negatif
terhadap klien. Pasien ini berkarakteristik tidak sadar, perawat tidak dapat menyimpulkan
situasi yang sedang terjadi, apa yang dirasakan pada klien pada saat itu. Kita dapat
menyimpulkan apa yang dirasakan klien terhadap apa yang selama ini kita komunikasikan
pada klien bila klien telah sadar kembali dan mengingat memori tentang apa yang telah kita
lakukan terhadapnya.
4 Informasi
Fungsi ini sangat lekat dengan asuhan keperawatan pada proses keperawatan yang akan kita
lakukan. Setiap prosedur tindakan keperawatan harus dikomunikasikan untuk
menginformasikan pada klien karena itu merupakan hak klien. Klien memiliki hak penuh
untuk menerima dan menolak terhadap tindakan yang akan kita berikan. Pada pasien tidak
sadar ini, kita dapat meminta persetujuan terhadap keluarga, dan selanjutnya pada klien
sendiri. Pasien berhak mengetahui apa saja yang akan perawat lakukan pada klien. Perawat
dapat memberitahu maksud tujuan dari tindakan tersebut, dan apa yang akan terjadi jika kita
tidak melakukan tindakan tersebut kepadanya.
Hampir dari semua interaksi komunikasi dalam proses keperawatan menjalankan satu atau
lebih dari ke empat fungsi di atas. Dengan kata lain, tujuan perawat berkomunikasi dengan
klien yaitu untuk menjalankan fungsi tersebut. Dengan pasien tidak sadar sekalipun,
13
komunikasi penting adanya.Walau, fungsi yang dijalankan hanya salah satu dari fungsi di atas.
Dibawah ini akan diuraikan fungsi-fungsi berkomunikasi dengan klien, terhadap klien tidak
sadar. Untuk dipertegas, walau seorang pasien tidak sadar sekali pun, ia merupakan seorang
pasien yang memiliki hak-hak sebagai pasien yang harus tetap kita penuhi.
Perawat itu adalah manusia pilihan Tuhan, yang telah terpilih untuk membantu sesama,
memiliki rasa bahwa kita sesama saudara yang harus saling membantu. Perawat akan
membantu siapapun walaupun ia seorang yang tidak sadar sekalipun. Dengan tetap
memperhatikan hak-haknya sebagai klien.
Komunikasi yang dilakukan perawat bertujuan untuk membentuk hubungan saling
percaya, empati, perhatian, autonomi dan mutualitas.Pada komunikasi dengan pasien tidak
sadar kita tetap melakukan komunikasi untuk meningkatkan dimensi ini sebagai hubungan
membantu dalam komunikasi terapeutik.
2.11 Cara Berkomunikasi Dengan Pasien Tak Sadar
Menurut Pastakyu (2010), Cara berkomunikasi dengan klien dalam proses keperawatan
adalah berkomunikasi terapeutik. Pada klien tidak sadar perawat juga menggunakan
komunikasi terapeutik.Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara
sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan klien.Dalam berkomunikasi
kita dapat menggunakan teknik-teknik terapeutik, walaupun pada pasien tidak sadar ini kita
tidak menggunakan keseluruhan teknik.Teknik terapeutik, perawat tetap dapat terapkan.
Adapun teknik yang dapat terapkan, meliputi:
 Menjelaskan
Dalam berkomunikasi perawat dapat menjelaskan apa yang akan perawat lakukan terhadap
klien. Penjelasan itu dapat berupa intervensi yang akan dilakukan kepada klien. Dengan
menjelaskan pesan secara spesifik, kemungkinan untuk dipahami menjadi lebih besar oleh
klien.
 Memfokuskan
Memfokuskan berarti memusatkan informasi pada elemen atau konsep kunci dari pesan yang
dikirimkan. Perawat memfokuskan informasi yang akan diberikan pada klien untuk
menghilangkan ketidakjelasan dalam komunikasi.
 Memberikan Informasi
Fungsi berkomunikasi dengan klien salah satunya adalah memberikan informasi.Dalam
interaksi berkomunikasi dengan klien, perawat dapat memberi informasi kepada klien.
Informasi itu dapat berupa intervensi yang akan dilakukan maupun kemajuan dari status

14
kesehatannya, karena dengan keterbukaan yang dilakukan oleh perawat dapat menumbuhkan
kepercayaan klien dan pendorongnya untuk menjadi lebih baik.
 Mempertahankan ketenangan
Mempertahankan ketengan pada pasien tidak sadar, perawat dapat menujukkan dengan
kesabaran dalam merawat klien.Ketenagan yang perawat berikan dapat membantu atau
mendorong klien menjadi lebih baik.Ketenagan perawat dapat ditunjukan kepada klien yang
tidak sadar dengan komunikasi non verbal.Komunikasi non verbal dapat berupa sentuhan
yang hangat. Sentuhan adalah transmisi pesan tanpa kata-kata, merupakan salah satu cara
yang terkuat bagi seseorang untuk mengirimkan pasan kepada orang lain. Sentuhan adalah
bagian yang penting dari hubungan antara perawat dan klien.
Pada dasarnya komunikasi yang akan dilakukan pada pasien tidak sadar adalah
komunikasi satu arah. Komunikasi yang hanya dilakukan oleh salah seorang sebagai
pengirim dan diterima oleh penerima dengan adanya saluran untuk komunikasi serta tanpa
feed back pada penerima yang dikarenakan karakteristik dari penerima sendiri, yaitu pada
point ini pasien tidak sadar. Untuk komunikasi yang efektif dengan kasus seperti ini,
keefektifan komunikasi lebih diutamakan kepada perawat sendiri, karena perawat lah yang
melakukan komunikasi satu arah tersebut.
2.12 Prinsip-Prinsip Berkomunikasi Dengan Pasien Yang Tidak Sadar
Menurut Pastakyu (2010), Pada saat berkomunikasi dengan klien yang tidak sadar, hal-hal
berikut perlu diperhatikan, yaitu:
 Berhati-hati melakukan pembicaraan verbal di dekat klien, karena ada keyakinan bahwa
organ pendengaran merupakan organ terkhir yang mengalami penurunan penerimaan,
rangsangan pada klien yang tidak sadar. Klien yang tidak sadar seringkali dapat mendengar
suara dari lingkungan walaupun klien tidak mampu meresponnya sama sekali.
 Ambil asumsi bahwa klien dapat mendengar pembicaraan perawat. Usahakan mengucapkan
kata dan menggunakan nada normal dan memperhatikan materi ucapan yang perawat
sampaikan dekat klien.
 Ucapkan kata-kata sebelum menyentuh klien. Sentuhan diyakini dapat menjadi salah satu
bentuk komunikasi yang sangat efektif pada klien dengan penurunan kesadaran.
 Upayakan mempertahankan lingkungan setenang mungkin untuk membantu klien fokus
terhadap komunikasi yang perawat lakukan.

15
2.13 Tahap komunikasi dengan pasien tidak sadar
Komunikasi terapeutik terdiri atas 4 fase, yaitu fase pra interaksi, fase orientasi, fase kerja
dan fase terminasi. Setiap fase atau tahapan komunikasi terapeutik mencerminkan uraian tugas
dari petugas, yaitu
 Fase Prainteraksi
Pada fase prainteraksi ini, petugas harus mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan
sendiri.Petugas juga perlu menganalisa kekuatan kelemahan profesional diri.Selanjutnya
mencari data tentang klien jika mungkin, dan merencanakan pertemuan pertama dengan
pasien.
 Fase Orientasi
Fase ini meliputi pengenalan dengan pasien, persetujuan komunikasi atau kontrak
komunikasi dengan pasien, serta penentuan program orientasi. Program orientasi tersebut
meliputi penentuan batas hubungan, pengidentifikasian masalah, mengakaji tingkat
kecemasan diri sendiri dan pasien, serta mengkaji apa yang diharapkan dari komunikasi yang
akan dilakukan bersama antara petugas dan klien.Tugas petugas pada fase ini adalah
menentukan alasan klien minta pertolongan, kemudian membina rasa percaya, penerimaan
dan komunikasi terbuka. Merumuskan kontrak bersama klien, mengeksplorasi pikiran,
perasaan dan perbuatan klien sangat penting dilakukan petugas pada tahap orientasi
ini.Dengan demikian petugas dapat mengidentifikasi masalah klien, dan selanjutnya
merumuskan tujuan dengan klien.
 Fase kerja / lanjutan
Pada fase kerja ini petugas perlu meningkatkan interaksi dan mengembangkan faktor
fungsional dari komunikasi terapeutik yang dilakukan. Meningkatkan interaksi sosial dengan
cara meningkatkan sikap penerimaan satu sama lain untuk mengatasi kecemasan, atau dengan
menggunakan teknik komunikasi terapeutik sebagai cara pemecahan dan dalam
mengembangkan hubungan kerja sama. Mengembangkan atau meningkatkan faktor
fungsional komunikasi terapeutik dengan melanjutkan pengkajian dan evaluasi masalah yang
ada, meningkatkan komunikasi pasien dan mengurangi ketergantungan pasien pada petugas,
dan mempertahankan tujuan yang telah disepakati dan mengambil tindakan berdasarkan
masalah yang ada.Tugas petugas pada fase kerja ini adalah mengeksplorasi stressor yang
terjadi pada klien dengan tepat. Petugas juga perlu mendorong perkembangan kesadaran diri
klien dan pemakaian mekanisme koping yang konstruktif, dan mengarahkan atau mengatasi
penolakan perilaku adaptif.

16
 Fase Terminasi
Fase terminasi ini merupakan fase persiapan mental untuk membuat perencanaan tentang
kesimpulan pengobatan yang telah didapatkan dan mempertahankan batas hubungan yang
telah ditentukan. Petugas harus mengantisipasi masalah yang akan timbul pada fase ini
karena pasien mungkin menjadi tergantung pada petugas. Pada fase ini memungkinkan
ingatan pasien pada pengalaman perpisahan sebelumnya, sehingga pasien merasa sunyi,
menolak dan depresi.Diskusikan perasaan-perasaan tentang terminasi. Pada fase terminasi
tugas petugas adalah menciptakan realitas perpisahan. Petugas juga dapat membicarakan
proses terapi dan pencapaian tujuan. Saling mengeksplorasi perasaan bersama klien tentang
penolakan dan kehilangan, sedih, marah dan perilaku lain, yang mungkin terjadi pada fase
ini.

2.14 Contoh Kasus dan Komunikasi Terapeutik pada Klien di ICU

Pasien : Hendri Doni Pradana


Perawat ibs : Septiani Dwi Rahmawati
Perawat icu : Faradila
Dokter icu : Choiron Nesa’ Afri Fasori
Keluarga : Siti Fatimatus Zahroh
Dokter ibs : Mohammad Saifulloh

Di Ruang Instalasi Bedah Central Rumah Sakit X Banjarbaru, terdapat pasien yang bernama
Ny. L dengan diagnosa medis Post Op Cardiotorasik. Pada fase ini pasien belum mengalami
peningkatan kesadaran serta masih terpasang ETT. Melihat keadaan pasien, dokter IBS
merencanakan pasien di pindahkan ke Ruang ICU.

Dokter IBS : Perawat Septi, tolong kamu telepon Ruang ICU, apakah ada bed yang kosong untuk
pasien kita ini. Melihat keadaan pasien pasca operasi, saya merencakan pasien nya zahroh ini dirawat
di Ruang ICU supaya mendapatkan tindakan dan pengawasan yang lebih intensive.

Perawat IBS : Oh iya, baik dok, akan segera saya telepon.

17
Perawat IBS : Assalamu'alaikum, selamat siang. Saya rahman, perawat dari Ruang IBS. Kami ada
pasien atas nama Ny. zhroh dengan diagnosa medis post op Cardiotrasik. Apakah bisa masuk ruang
ICU?

Perawat ICU : Wa'alaikumsalam. Tunggu sebentar saya tanya dr. fasa

Dok, perawat IBS melaporkan ada pasien atas nama Ny. L dengan diagnosa medis pos op
kardiotorasik. Apakah bisa kita masukkan ke ICU?

Dokter ICU : Iya, bisa. Transfer sekarang.

Perawat ICU : Iya, di ICU ada 1 bed yang kosong, bisa ditransfer sekarang.

Perawat IBS : Baik, terima kasih. Tolong siapkan ventilator, dan saya akan memberitahukan
keluarga agar segera datang ke ruang ICU. Wasalamu'alaikum.

Perawat ICU : Baik, terima kasih. Wa'alaikumsalam

Dokter ICU : Perawat, tolong siapkan bed 5 untuk pasien OK yang mau masuk.

Perawat ICU: Baik dok.

Perawat ICU sedang menyiapkan peralatan penunjang yang diperlukan

Perawat IBS : (menghampiri keluarga pasien) Apa benar dengan keluarga Ny. L? begini ibu, Ny. L
saat ini keadaannya belum sadar dan sangat membutuhkan alat untuk membantu bernafas. Sehingga
kami merencanakan untuk memindahkan Ny. L ke ruang ICU untuk mendapatkan perawatan ayng
lebih ketat, apakah ibu setuju?

Keluarga : Baiklah pak saya setuju.

Perawat IBS : Baik, kalau begitu, ibu bisa datang ke ruang ICU terlebih dahulu untuk mendapatkan
penjelasan lebih lengkap tentang perawatan di ruang ICU.

Keluarga : Baik pak perawat, terima kasih.

Beberapa saat kemudia, keluarga menghampiri perawat di ruang ICU.

Keluarga : Assalamu'alaikum, saya keluarga Ny. L yang akan dirawat disini.

Perawat ICU : Oh iya silahkan duduk

Jadi begini ibu untuk diruang ICU ini perawatan kami berbeda dengan ruang rawat inap biasa, jadi di
sini keluarga tidak bisa menunggu pasien selama 24 jam penuh karena ruang ICU merupakan ruang

18
steril dan juga untuk biaya perawatan memerlukan biaya yang cukup tinggi untuk biaya kamar
sendiri satu malamnya satu juta dua ratus ribu dan karena pasien membutuhkan alat bantu nafas
maka membutuhkan biaya yang lebih juga. Jadi bagaimana ibu apakah ibu bersedia dengan
persyaratan yang ada?

Keluarga : baiklah saya bersedia karena saya ingin yang terbaik untuk keluarga saya

Perawat ICU : kalau begitu ibu bisa tandatangani surat persetujuan ini.

Keluarga : iya terimakasih sus, wassalamualaikum

Beberapa saat kemudian pasien diantar oleh perawat IBS bersama dengan keluarga ke ruang
ICU

Perawat ICU 3 : Keluarga Ny. Lapakah bisa menemui dokter sekarang untuk dimintai persetujuan
tindakan dan ada beberapa hal yang harus dijelaskan kepada keluarga.

Keluarga : Baiklah saya bisa.

Dokter ICU : Jadi begini ibu, sekarang kondisi keluarga ibu membutuhkan tindakan. pemasangan
ventilator di mana alat ini fungsinya membantu Ny. L untuk bernafas. Apakah dari pihak keluarga
setuju?

Keluarga : iya dok saya setuju tolong berikan yang terbaik dok untuk keluarga saya

Perawat ICU : baiklah kalau ibu setuju ibu bisa menandatangani surat pernyataan ini.

Keluarga : (menandatangani surat persetujuan)

Perawat ICU : Terimakasih bu, sekarang ibu bisa menunggu diluar karena kami ingin melakukan
tindakan pemasangan ventilator pada Ny.L

Dokter dan perawat melakukan pemasangan ventilator dan setelah selesai tindakan perawat
memanggil kelurga untuk mengurus administrasi

Perawat ICU : ibu Ny. L sudah dilakukan tindakan pemasangan alat bantu nafas dan apakah ibu
sudah ada datang ke ruang administrasi yang ada didepan?

Keluarga : Oh belum pak

Perawat ICU : kalau begitu ibu bisa ke ruang administrasi yang ada di depan untuk mengurus
berkas-berkas rawat inap Ny. L di ICU

19
Keluarga : Baik, terimakasih pak.

20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kemampuan menerapkan teknik komunikasi terapeutik memerlukan latihan dan
kepekaan serta ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam kemampuan tetapi
dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut mempengaruhi keberhasilan komunikasi yang
terlihat melalui dampak terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan bagi perawat.
Komunikasi juga akan memberikan dampak terapeutik bila dalam penggunaanya
diperhatikan sikap dan tehnik komunikasi terapeutik. Hal lain yang cukup penting diperhatikan
adalah dimensi hubungan. Dimensi ini merupakan factor penunjang yang sangat berpengaruh
dalam mengembangkan kemampuan berhubungan terapeutik.

3.2 Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan
judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan kritik dan saran
yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di
kesempatan- kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang
budiman pada umumnya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Freska, Windy. Maisa, Estika Mariani. Sarfika, Rika. 2018. Buku Ajar Keperawatan Dasar 2
Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan. Padang: Andalas University Press.

Suryadi.2015. Komunikasi Terapeutik, Teori dan Praktik. Jakarta: EGC.

Potter, Patricia A.2015. Fundamental Keperawatan Konsep , Proses, dan Praktik. Edisi 4. Jakarta.

EGC

22

Anda mungkin juga menyukai