DOSEN PENGAMPU:
Moh. Lutfi, S.kep.,Ns.,M.Tr.kep
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 6
MOHAMMAD SAIFULOH (2314201010061)
HENDRI DONI PRADANA (2314201010053)
CHOIRON NESA’ AFRI FASORI (2314201010046)
SEPTIANI DWI RAHMAWATI (2314201010072)
SITI FATIMATUS ZAHROH (2314201010074)
FARADILA (2314201010049)
Bangkalan, 24 Nov. 23
Kelompok 6
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3
1.1 Latar Belakang...................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................3
1.3 Tujuan................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................4
2.1 Pengertian Komunikasi .....................................................................................4
2.2 Pengertian komunikasi terapeutik .....................................................................4
2.3 Komponen komunikasi .....................................................................................5
2.4 Factor-faktor yang mempengaruhi komunikasi ................................................5
2.5 Tipe komunikasi ................................................................................................7
2.6 Aplikasi komunikasi dalam keperawatan ..........................................................9
2.7 Komunikasi dalam hubungan terapeutik perawat-klien ..................................10
2.8 Karakteristik Pasien yang Tidak Sadar............................................................11
2.9 Komunikasi dengan Pasien Tidak Sadar..........................................................12
2.10 Fungsi Komunikasi dengan Pasien Tidak Sadar............................................12
2.11 Cara Berkomunikasi dengan Pasien Tidak Sadar..........................................14
2.12 Prinsip-Prinsip Berkomunikasi dengan Pasien Tidak Sadar..........................15
2.13 Tahap Komukasi dengan Pasien Tidak Sadar................................................15
2.14 Contoh Kasus dan Komunikasi Terapeutik pada Klien di ICU.....................17
BAB III PENUTUP................................................................................................20
3.1 Kesimpulan......................................................................................................20
3.2 Saran.................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................21
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien.
Dalam pengertian lain mengatakan bahwa komunikasi terapeutik adalah proses yang digunakan
oleh perawat memakai pendekatan yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya
dipusatkan pada klien.
Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar
manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan
metoda utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan. Pengalaman ilmu untuk
menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar (Abdalati,
1989).
Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang
mencakup ketrampilan intelektual, tehnical dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku
“caring” atau kasih sayang / cinta (Johnson, 1989) dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan
mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal,
memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi
keperawatan serta citra rumah sakit, tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya
untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia. Dalam tulisan ini akan dibahas
tentang pengertian komunikasi termasuk “therapeutic use of self” dan “helping relationship”
untuk praktek keperawatan, sikap dan tehnik serta dimensi hubungan dari komunikasi
terapeutik.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam makalah komunikasi antara perawat dengan pasien gangguan kesadaran ini kami
mengangkat masalah mengenai “Bagaimana berkomunikasi dengan pasien yang tidak sadar”.
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah yang berhubungan dengan metode berkomunikasi dengan pasien
tidak sadar yaitu sebagai berikut:
1. Menyadari betapa pentingnya komunikasi dengan pasien yang tidak sadar.
2. Mengetahui teknik-teknik dalam berkomunikasi dengan pasien yang tidak sadar.
3. Mengetahui prinsip-prinsip dalam berkomunikasi dengan pasien yang tidak sadar.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Komunikasi
4
b. Komunikasi merupakan alat bagi perawat untuk mempengaruhi tingkah laku klien dan
kemudian untuk mendapatkan keberhasilan dalam intervensi keperawatan.
c. Komunikasi merupakan hubungan itu sendiri, dimana tanpa komunikasi tidak mungkin
terjadi hubungan terapeutik perawat-klien.
Proses komunikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor (Potter & Perry, 1993):
2.3.1 Perkembangan
Agar dapat berkomunikasi efektif dengan perawat harus mengerti pengaruh perkembangan
usia baik dari sisi bahasa, maupun proses berpikir dari orang tersebut. Cara berkomunikasi pada
usia remaja dengan usia balita tentunya berbeda, pada usia remaja, anda barangkali perlu belajar
bahasa “gaul” mereka sehingga remaja yang kita ajak bicara akan merasa kita mengerti mereka
5
dan komunikasi diharapkan akan lancar.
2.3.2 Persepsi
Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian atau peristiwa.
Persepsi ini. dibentuk oleh harapan atau pengalaman. Perbedaan persepsi dapat mengakibatkan
terhambatnya komunikasi.
2.3.3 Nilai
“Nilai adalah bandar yang mempengaruhi perilaku sehingga penting bagi perawat untuk
menyadari nilai seseorang. Perawat perlu berusaha untuk mengetahui dan mengklarifikasi nilai
sehingga dapat membuat keputusan dan interaksi yang tepat dengan klien. Dalam hubungan
profesionalnya diharapkan perawat tidak terpengaruh oleh nilai pribadinya.
2.3.4 Latar Belakang Sosial Budaya Bahasa dan gaya komunikasi akan sangat dipengaruhi
oleh faktor budaya. Budaya juga akan membatasi cara bertindak dan berkomunikasi seseorang.
2.3.5 Emosi
Emosi merupakan perasaan subyektif terhadap suatu kejadian, seperti marah dan sedih
akan dapat mempengaruhi perawat dalam berkomunikasi dengan orang lain. Perawat perlu
mengkaji emosi klien dan keluarganya sehingga perawat mampu memberikan asuhan
keperawatan dengan tepat. Selain itu perawat juga perlu mengevaluasi emosi pada dirinya
agar dalam memberikan asuhan keperawatan tidak terpengaruh oleh emosi dibawah
sadarnya.
2.3.6 Jenis Kelamin
Setiap jenis kelamin mempunyai gaya komunikasi yang berbeda-beda. Tanned (1990)
menyebutkan bahwa wanita dan laki-laki mempunyai perbedaan gaya komunikasi. Dari
usia 3 tahun wanita ketika bermain dalam kelompoknya menggunakan bahasa untuk
mencari kejelasan, meminimalkan perbedaan, serta membangun dan mendukung
keintiman, sedangkan laki-laki menggunakan bahasa untuk mendapat kemandirian diri
aktivitas bermainnya, di mana jika mereka ingin berteman maka mereka melakukannya
dengan bermain.
2.3.7 Pengetahuan
6
memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien.
2.3.8 Peran dan hubungan
Gaya komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan antar orang yang berkomunikasi.
Cara komunikasi seseorang perawat dengan koleganya, dengan cara komunikasi seorang
perawat pada klien akan berbeda tergantung perannya. Demikian juga antara guru dengan
murid.
2.3.9 Lingkungan
Jarak dapat mempengaruhi komunikasi. Jarak tertentu menyediakan rasa aman dan
kontrol. Dapat dimisalkan dengan individu yang merasa terancam ketika seseorang tidak
dikenal tiba-tiba berada pada jarak yang sangat dekat dengan dirinya. Hal itu juga yang
dialami oleh klien pada saat pertama kali berinteraksi dengan perawat. Untuk itu perawat
perlu memperhitungkan jarak yang tepat pada saat melakukan hubungan dengan klien.
Ada beberapa tipe komunikasi yang sering digunakan oleh seorang komunikator dalam
berkomunikasi.
Berdasarkan penggunaan kata, pesan yang disampaikan oleh pengirim kepada penerima
dapat dikemas secara verbal dengan kata-kata atau nonverbal tanpa kata-kata. Komunikasi yang
pesannya dikemas secara verbal disebut komunikasi verbal, sedangkan komunikasi yang
pesannya dikemas secara nonverbal disebut komunikasi nonverbal.
a. Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata, baik lisan maupun tulisan.
Komunikasi ini paling banyak dipakai dalam hubungan antar manusia. Melalui kata-kata,
komunikator mengungkapkan perasaan, emosi, pemikiran, gagasan, atau maksud mereka,
menyampaikan fakta, data, dan informasi serta menjelaskannya, saling bertukar perasaan dan
pemikiran, saling berdebat.
b. Komunikasi Non-verbal
Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang pesannya dikemas dalam bentuk nonverbal,
7
tanpa kata-kata. Dalam hidup nyata komunikasi nonverbal jauh lebih banyak dipakai daripada
komuniasi verbal. Dalam berkomunikasi hampir secara otomatis komunikasi nonverbal ikut terpakai.
Karena itu, komunikasi nonverbal bersifat tetap dan selalu ada. Komunikasi nonverbal biasanya
bersifat spontan dan lebih jujur mengungkapkan hal yang mau disampaikan. Termasuk pada
komunikasi non verbal seperti penampilan fisikm sikap tubuh, cara berjalan, ekspresi wajah, dan
sentuhan.
a. Komunikasi langsung
Berdasarkan jumlah orang yang terlibat dalam komunikasi, terdapat empat tipe
komunikasi, yaitu:
a. Komunikasi Intrapersonal
Komunikasi intrapersonal merupakan komunikasi yang dilakukan pada diri sendiri yang
terdiri atas sensasi, persepsi, memori, dan proses berpikir (Rahmad J., 1996). Seorang individu
menjadi pengirim pesan sekaligus penerima pesan dan memberikan umpan balik bagi dirinya
sendiri dalam proses internal yang berkelanjutan.
b. Komunikasi Interpersonal
Komunikasi massa adalah komunikasi yang berlangsung di mana pesan yang dikirim dari
sumber yang melembaga kepada khalayak yang bersifat massal melalui alat-alat yang bersifat
mekanis. Komunikasi antara sumber dan penerima tidak terjadi dengan kontak langsung. Unsur
yang terkandung dalam komunikasi untuk menyiarkan informasi, mendidik, dan menghibur.
Pesan yang disampaikan berlangsung cepat, serempak, luas, mampu mengatasi jarak dan
waktu, serta tahan lama bila didokumentasikan.
Berdasarkan sikap dan perilaku pemberi pesan, komunikasi dapat berbentuk tiga tipe
seperti berikut:
a. Komunikasi Agresif
Tipe komunikasi ini dapat mengurangi hak orang lain dan cenderung merendahkan/
mengendalikan orang lain.
b. Komunikasi Pasif
Komunikasi asertif adalah komunikasi yang terbuka, menghargai diri sendiri, dan orang
lain. Komunikasi ini tidak menaruh perhatian hanya pada hasil akhir, tetapi juga hubungan
perasaan antarmanusia.
9
2.3.13 Komunikasi melalui komputer;
2.3.18 Komunikasi antara perawat dan pasien, pada saat melakukan tindakan keperawatan
atau pendidikan kesehatan.
Prinsip yang harus diterapkan oleh perawat pada komunikasi ini adalah:
A. Hindari komunikasi yang terlalu formal atau tidak tepat. Ciptakan suasana yang hangat,
kekeluargaan.
B. Hindari interupsi, atau gangguan yang timbul akibat dari lingkungan yang gaduh.
C. Hindari respon dengan kata hanya “ya atau tidak”. Respon tersebut akan mengakibatkan
tidak berjalannya komunikasi dengan baik, karena perawat kelihatan kurang tertarik
dengan topik yang dibicarakan dan enggan untuk berkomunikasi.
D. Jangan memonopoli pembicaraan.
E. Hindari hambatan personal. Jika perawat sebelum komunikasi menunjukkan rasa tidak
senang kepada klien, maka keadaan ini akan berdampak terhadap hasil yang didapat
selama proses komunikasi.
Pada dasarnya sebelum suatu hubungan terjalin perlu sekali melakukan analisa diri,
khususnya perawat di sini terdapat 4 fokus analisa diri: kesadaran diri, eksplorasi perasaan,
klarifikasi nilai role model dan rasa tanggung jawab Yang akan dibahas hanya kesadaran diri
saja, selebihnya akan dibahas pada hubungan terapeutik perawat-klien. Seorang Perawat perlu
menyadari tentang “siapa dirinya” atau kesadaran diri, di mana pada tingkatan ini diperlukan
komunikasi intrapersonal. Untuk menuju kesadaran diri diperlukan: mempelajari diri sendiri,
belajar dari orang lain, dan membuka diri, ini secara tidak langsung akan mendorong
seseorang untuk melakukan komunikasi dengan orang lain/ komunikasi interpersonal.
Upaya meningkatkan kesadaran diri kadang menyakitkan dan tidak mudah, khususnya jika
ditemukan konflik dengan ideal diri seseorang. Untuk itulah kita membutuhkan komunikasi
sebagai alat. Perawat disini perlu memahami 4 fokus analisa diri :
10
1. Kesadaran diri.
Kemampuan seseorang untuk memahami diri sendiri baik perilaku, perasaan maupun
pikirannya sendiri. Kesadaran diri dapat dilakukan dengan :
a. Mempelajari diri sendiri.
c. Membuka diri.
2. Eksplorasi perasaan
Nilai adalah konsep dimana seseorang memiliki standar mengenai hal-hal yg pantas
dilakukan (Stuart&Sundeen, 1995). Klarifikasi nilai perlu dilakukan karena nilai itu
bermacam-macam, dan dari sinilah seorang yang proaktif mendasarkan pemilihan responnya.
Pemilihan respon perlu didasarkan pada nilai, nilai/standar perilaku yg pantas tersebut bila
ditetapkan sebagai prinsip maka nilai akan menjadi pusat kehidupan.
4. Role model dan rasa tanggung jawab.
Perawat dapat menjadi model apabila perawat tersebut dapat memenuhi dan memuaskan
kehidupan pribadi serta tidak didominasi oleh konflik, distress atau pengingkaran dan
memperlihatkan perkembangan serta adaptasi yang sehat. Perawat dituntut dapat bertanggung
jawab dalam pelaksanaan asuhan keperawatan berdasarkan kode etik yang ditetapkan.
2.8 Karakteristik Pasien yang Tidak Sadar
Pasien yang tidak sadar atau yang sering kita sebut dengan koma, dengan gangguan
kesadaran merupakan suatu proses kerusakan fungsi otak yang berat dan dapat membahayakan
kehidupan. Pada proses ini susunan saraf pusat terganggu fungsi utamanya mempertahankan
kesadaran. Gangguan kesadaran ini dapat disebabkan oleh beragam penyebab, yaitu baik primer
11
intrakranial ataupun ekstrakranial, yang mengakibatkan kerusakan struktural/metabolik di
tingkat korteks serebri, batang otak keduanya.
Pada pasien tidak sadar ini, pada dasarnya pasien tidak responsif, mereka masih dapat
menerima rangsangan.Pendengaran dianggap sebagai sensasi terakhir yang hilang dengan
ketidaksadaran dan yang menjadi pertama berfungsi. Faktor ini akan menjadi pertimbangan
mengapa perawat tetap harus berkomunikasi pada klien tidak sadar sekali pun.
Ada karakteristik komunikasi yang berbeda pada klien tidak sadar ini, kita tidak
menemukan feed back (umpan balik), salah satu elemen komunikasi ini dikarenakan klien tidak
dapat merespon kembali apa yang telah kita komunikasikan sebab pasien sendiri tidak sadar.
14
kesehatannya, karena dengan keterbukaan yang dilakukan oleh perawat dapat menumbuhkan
kepercayaan klien dan pendorongnya untuk menjadi lebih baik.
Mempertahankan ketenangan
Mempertahankan ketengan pada pasien tidak sadar, perawat dapat menujukkan dengan
kesabaran dalam merawat klien.Ketenagan yang perawat berikan dapat membantu atau
mendorong klien menjadi lebih baik.Ketenagan perawat dapat ditunjukan kepada klien yang
tidak sadar dengan komunikasi non verbal.Komunikasi non verbal dapat berupa sentuhan
yang hangat. Sentuhan adalah transmisi pesan tanpa kata-kata, merupakan salah satu cara
yang terkuat bagi seseorang untuk mengirimkan pasan kepada orang lain. Sentuhan adalah
bagian yang penting dari hubungan antara perawat dan klien.
Pada dasarnya komunikasi yang akan dilakukan pada pasien tidak sadar adalah
komunikasi satu arah. Komunikasi yang hanya dilakukan oleh salah seorang sebagai
pengirim dan diterima oleh penerima dengan adanya saluran untuk komunikasi serta tanpa
feed back pada penerima yang dikarenakan karakteristik dari penerima sendiri, yaitu pada
point ini pasien tidak sadar. Untuk komunikasi yang efektif dengan kasus seperti ini,
keefektifan komunikasi lebih diutamakan kepada perawat sendiri, karena perawat lah yang
melakukan komunikasi satu arah tersebut.
2.12 Prinsip-Prinsip Berkomunikasi Dengan Pasien Yang Tidak Sadar
Menurut Pastakyu (2010), Pada saat berkomunikasi dengan klien yang tidak sadar, hal-hal
berikut perlu diperhatikan, yaitu:
Berhati-hati melakukan pembicaraan verbal di dekat klien, karena ada keyakinan bahwa
organ pendengaran merupakan organ terkhir yang mengalami penurunan penerimaan,
rangsangan pada klien yang tidak sadar. Klien yang tidak sadar seringkali dapat mendengar
suara dari lingkungan walaupun klien tidak mampu meresponnya sama sekali.
Ambil asumsi bahwa klien dapat mendengar pembicaraan perawat. Usahakan mengucapkan
kata dan menggunakan nada normal dan memperhatikan materi ucapan yang perawat
sampaikan dekat klien.
Ucapkan kata-kata sebelum menyentuh klien. Sentuhan diyakini dapat menjadi salah satu
bentuk komunikasi yang sangat efektif pada klien dengan penurunan kesadaran.
Upayakan mempertahankan lingkungan setenang mungkin untuk membantu klien fokus
terhadap komunikasi yang perawat lakukan.
15
2.13 Tahap komunikasi dengan pasien tidak sadar
Komunikasi terapeutik terdiri atas 4 fase, yaitu fase pra interaksi, fase orientasi, fase kerja
dan fase terminasi. Setiap fase atau tahapan komunikasi terapeutik mencerminkan uraian tugas
dari petugas, yaitu
Fase Prainteraksi
Pada fase prainteraksi ini, petugas harus mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan
sendiri.Petugas juga perlu menganalisa kekuatan kelemahan profesional diri.Selanjutnya
mencari data tentang klien jika mungkin, dan merencanakan pertemuan pertama dengan
pasien.
Fase Orientasi
Fase ini meliputi pengenalan dengan pasien, persetujuan komunikasi atau kontrak
komunikasi dengan pasien, serta penentuan program orientasi. Program orientasi tersebut
meliputi penentuan batas hubungan, pengidentifikasian masalah, mengakaji tingkat
kecemasan diri sendiri dan pasien, serta mengkaji apa yang diharapkan dari komunikasi yang
akan dilakukan bersama antara petugas dan klien.Tugas petugas pada fase ini adalah
menentukan alasan klien minta pertolongan, kemudian membina rasa percaya, penerimaan
dan komunikasi terbuka. Merumuskan kontrak bersama klien, mengeksplorasi pikiran,
perasaan dan perbuatan klien sangat penting dilakukan petugas pada tahap orientasi
ini.Dengan demikian petugas dapat mengidentifikasi masalah klien, dan selanjutnya
merumuskan tujuan dengan klien.
Fase kerja / lanjutan
Pada fase kerja ini petugas perlu meningkatkan interaksi dan mengembangkan faktor
fungsional dari komunikasi terapeutik yang dilakukan. Meningkatkan interaksi sosial dengan
cara meningkatkan sikap penerimaan satu sama lain untuk mengatasi kecemasan, atau dengan
menggunakan teknik komunikasi terapeutik sebagai cara pemecahan dan dalam
mengembangkan hubungan kerja sama. Mengembangkan atau meningkatkan faktor
fungsional komunikasi terapeutik dengan melanjutkan pengkajian dan evaluasi masalah yang
ada, meningkatkan komunikasi pasien dan mengurangi ketergantungan pasien pada petugas,
dan mempertahankan tujuan yang telah disepakati dan mengambil tindakan berdasarkan
masalah yang ada.Tugas petugas pada fase kerja ini adalah mengeksplorasi stressor yang
terjadi pada klien dengan tepat. Petugas juga perlu mendorong perkembangan kesadaran diri
klien dan pemakaian mekanisme koping yang konstruktif, dan mengarahkan atau mengatasi
penolakan perilaku adaptif.
16
Fase Terminasi
Fase terminasi ini merupakan fase persiapan mental untuk membuat perencanaan tentang
kesimpulan pengobatan yang telah didapatkan dan mempertahankan batas hubungan yang
telah ditentukan. Petugas harus mengantisipasi masalah yang akan timbul pada fase ini
karena pasien mungkin menjadi tergantung pada petugas. Pada fase ini memungkinkan
ingatan pasien pada pengalaman perpisahan sebelumnya, sehingga pasien merasa sunyi,
menolak dan depresi.Diskusikan perasaan-perasaan tentang terminasi. Pada fase terminasi
tugas petugas adalah menciptakan realitas perpisahan. Petugas juga dapat membicarakan
proses terapi dan pencapaian tujuan. Saling mengeksplorasi perasaan bersama klien tentang
penolakan dan kehilangan, sedih, marah dan perilaku lain, yang mungkin terjadi pada fase
ini.
Di Ruang Instalasi Bedah Central Rumah Sakit X Banjarbaru, terdapat pasien yang bernama
Ny. L dengan diagnosa medis Post Op Cardiotorasik. Pada fase ini pasien belum mengalami
peningkatan kesadaran serta masih terpasang ETT. Melihat keadaan pasien, dokter IBS
merencanakan pasien di pindahkan ke Ruang ICU.
Dokter IBS : Perawat Septi, tolong kamu telepon Ruang ICU, apakah ada bed yang kosong untuk
pasien kita ini. Melihat keadaan pasien pasca operasi, saya merencakan pasien nya zahroh ini dirawat
di Ruang ICU supaya mendapatkan tindakan dan pengawasan yang lebih intensive.
17
Perawat IBS : Assalamu'alaikum, selamat siang. Saya rahman, perawat dari Ruang IBS. Kami ada
pasien atas nama Ny. zhroh dengan diagnosa medis post op Cardiotrasik. Apakah bisa masuk ruang
ICU?
Dok, perawat IBS melaporkan ada pasien atas nama Ny. L dengan diagnosa medis pos op
kardiotorasik. Apakah bisa kita masukkan ke ICU?
Perawat ICU : Iya, di ICU ada 1 bed yang kosong, bisa ditransfer sekarang.
Perawat IBS : Baik, terima kasih. Tolong siapkan ventilator, dan saya akan memberitahukan
keluarga agar segera datang ke ruang ICU. Wasalamu'alaikum.
Dokter ICU : Perawat, tolong siapkan bed 5 untuk pasien OK yang mau masuk.
Perawat IBS : (menghampiri keluarga pasien) Apa benar dengan keluarga Ny. L? begini ibu, Ny. L
saat ini keadaannya belum sadar dan sangat membutuhkan alat untuk membantu bernafas. Sehingga
kami merencanakan untuk memindahkan Ny. L ke ruang ICU untuk mendapatkan perawatan ayng
lebih ketat, apakah ibu setuju?
Perawat IBS : Baik, kalau begitu, ibu bisa datang ke ruang ICU terlebih dahulu untuk mendapatkan
penjelasan lebih lengkap tentang perawatan di ruang ICU.
Jadi begini ibu untuk diruang ICU ini perawatan kami berbeda dengan ruang rawat inap biasa, jadi di
sini keluarga tidak bisa menunggu pasien selama 24 jam penuh karena ruang ICU merupakan ruang
18
steril dan juga untuk biaya perawatan memerlukan biaya yang cukup tinggi untuk biaya kamar
sendiri satu malamnya satu juta dua ratus ribu dan karena pasien membutuhkan alat bantu nafas
maka membutuhkan biaya yang lebih juga. Jadi bagaimana ibu apakah ibu bersedia dengan
persyaratan yang ada?
Keluarga : baiklah saya bersedia karena saya ingin yang terbaik untuk keluarga saya
Perawat ICU : kalau begitu ibu bisa tandatangani surat persetujuan ini.
Beberapa saat kemudian pasien diantar oleh perawat IBS bersama dengan keluarga ke ruang
ICU
Perawat ICU 3 : Keluarga Ny. Lapakah bisa menemui dokter sekarang untuk dimintai persetujuan
tindakan dan ada beberapa hal yang harus dijelaskan kepada keluarga.
Dokter ICU : Jadi begini ibu, sekarang kondisi keluarga ibu membutuhkan tindakan. pemasangan
ventilator di mana alat ini fungsinya membantu Ny. L untuk bernafas. Apakah dari pihak keluarga
setuju?
Keluarga : iya dok saya setuju tolong berikan yang terbaik dok untuk keluarga saya
Perawat ICU : baiklah kalau ibu setuju ibu bisa menandatangani surat pernyataan ini.
Perawat ICU : Terimakasih bu, sekarang ibu bisa menunggu diluar karena kami ingin melakukan
tindakan pemasangan ventilator pada Ny.L
Dokter dan perawat melakukan pemasangan ventilator dan setelah selesai tindakan perawat
memanggil kelurga untuk mengurus administrasi
Perawat ICU : ibu Ny. L sudah dilakukan tindakan pemasangan alat bantu nafas dan apakah ibu
sudah ada datang ke ruang administrasi yang ada didepan?
Perawat ICU : kalau begitu ibu bisa ke ruang administrasi yang ada di depan untuk mengurus
berkas-berkas rawat inap Ny. L di ICU
19
Keluarga : Baik, terimakasih pak.
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kemampuan menerapkan teknik komunikasi terapeutik memerlukan latihan dan
kepekaan serta ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam kemampuan tetapi
dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut mempengaruhi keberhasilan komunikasi yang
terlihat melalui dampak terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan bagi perawat.
Komunikasi juga akan memberikan dampak terapeutik bila dalam penggunaanya
diperhatikan sikap dan tehnik komunikasi terapeutik. Hal lain yang cukup penting diperhatikan
adalah dimensi hubungan. Dimensi ini merupakan factor penunjang yang sangat berpengaruh
dalam mengembangkan kemampuan berhubungan terapeutik.
3.2 Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan
judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan kritik dan saran
yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di
kesempatan- kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang
budiman pada umumnya.
21
DAFTAR PUSTAKA
Freska, Windy. Maisa, Estika Mariani. Sarfika, Rika. 2018. Buku Ajar Keperawatan Dasar 2
Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan. Padang: Andalas University Press.
Potter, Patricia A.2015. Fundamental Keperawatan Konsep , Proses, dan Praktik. Edisi 4. Jakarta.
EGC
22